Tim Blok 8:
(PJ) drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG
(WPJ) drg. Yusrini Pasril, Sp.KG
(PJ content skills lab) drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc.
Penyusun :
drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG
Editor
drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG
Kontributor
drg. Edwyn Saleh
DR. drg. Erlina Sih Mahanani, M.Kes.
drg Dwi Suhartiningtyas, MDSc.
Drg. Nyka Dwi Febria, M.MedEd
GAMBARAN BLOK
Basic Diagnostic (Blok 8) merupakan blok pada tahun kedua dari Kurikulum
tahap sarjana (S1) di Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) UMY. Capaian pembelajaran blok ini meliputi capaian pembelajaran
sikap, keterampilan umum, pengetahuan dan keterampilan khusus yang telah
disesuaikan dengan Kurikulum Perguruan Tinggi (KPT) yang ditetapkan oleh DIKTI.
Bentuk kegiatan pembelajaran di blok 14 meliputi small group discussion (tutorial),
kuliah pakar, skill lab dan praktikum. Blok ini diarahkan untuk memenuhi Standar
Kompetensi Dokter Gigi pada area pemahaman pembelajaran dengan metode student
center dan pemenuhan kompetensi :
Domain 1 : Profesionalisme
Domain 2 : Penguasaan Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Domain 3 : Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik
Domain 4 : Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik
Diharapkan setelah mengikuti proses pembelajaran blok ini mahasiswa akan
dapat mengikuti perkembangan keilmuan dan keahlian profesi (long life learner) dan
mengembangkan active learning yang menjadi ciri pembelajaran orang dewasa (adult
learning ). Penguasaan dasar etika-hukum dan komunikasi efektif juga menjadi tujuan
pembelajaran dari blok ini, sehingga kompetensi dari sikap profesional dan komunikasi
dokter pasien akan menjadi bagian tak terpisahkan dari keterampilan klinik yang
dikuasai mahasiswa kedokteran gigi UMY.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Gambaran Blok
Daftar Isi
Topic tree
Area Kompetensi blok
Rancangan Pembelajaran
Petunjuk Tutorial
Petunjuk Skills Lab
Petunjuk Plenary Discussion
Pathofisiology
of pain
Evaluation Identification sign or Hard/Soft Format Of Factors that alternative
of known symtomp undiagnosed Treatment plans influence treatment plans
tissue Clinical treatment plans
medical medical condition evaluation of
condition
Clinical evaluation pain
intra oral condition (membedakan
Sterilization & Clinical evaluation Diagnosis Treatment Planning concept
derajat nyeri) Prognosis
physical assessment
DESINFECTI
ON method TP
Area kompetensi (Domain) dari Standar Kompetensi Dokter Gigi yang akan dicapai
pada blok ini yaitu :
Domain 1 : Profesionalisme
Mampu melakukan praktik di bidang KG dan mulut sesuai dengan keahlian, tanggung
jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan
RANCANGAN PEMBELAJARAN
A. Karakteristik Mahasiswa
Blok Basic Oral Diagnostic merupakan blok pada tahun kedua dari sistem
pembelajaran PBL di PSPDG FKIK UMY, sehingga mahasiswa sudah berkemampuan
untuk memiliki kompetensi ketrampilan belajar secara dewasa (adult leraning). Pada
Blok ini akan diberikan dasar-dasar penggalian informasi untuk menegakkan diagnosis
dalam kedokteran gigi. Informasi yang dibutuhkan meliputi anamnesis, pemeriksaaan
fisik ekstra oral dan intra oral, dan pemeriksaan penunjang berdasarkan kasus sesuai
indikasi dan kompetensi dokter gigi terutama sebagai bekal di tahap klinik nantinya.
LO.11.
Estimasi
Kode CP khusus Blok Bidang Jumlah
Kode CP Umum Topik Pembelajaran Bentuk Kegiatan waktu
LO (Learning Objective) Ilmu SKS
kegiatan
CAPAIAN PENGETAHUAN
Mampu melakukan kuliah pakar (Dr. dr. 1 X 2 jam X
anamnesis secara Warih, Sp.KJ) 0,0625 sks
mandiri dengan Komunikasi Dokter-
Pasien Skils lab Komunikasi 1 X 2 jam X
menggali riwayat (gathering 0,0625 sks
pasien (riwayat information)
keluarga dan
Komunikasi
psikososial ekonomi,
kesehatan
riwayat Kuliah pakar (drg. Dwi 1 X 2 jam X
dan LO1 IPM anamsesis
kepenyakitan dan Suhartiningtyas, MDSc 0,0625 sks
komunikasi
pengobatan, riwayat
PP5 teurapeutik
perawatan gigi
mulut, perilaku) yang manajemen perilaku kuliah pakar (drg. Likky 1 X 2 jam X
relevan dengan KGA
pasien (umum & khusus) Tiara, MDSc, Sp.KGA 0,0625 sks
keluhan utama
melalui metode Skills lab 2 : teknik
komunikasi efektif pemeriksaan subjektif
1 X 2 jam X
terhadap pasien (anamnesis)
0,0625 sks
simulasi.
Mampu melakukan teknik dasar
LO2
pemeriksaan fisik umum pemeriksaan
dan sistem metode umum
stomatognatik yang Kuliah pakar (drg. Goeno 2 X 2 jam X
IPM pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan Subagyo, Sp.Opath 0,0625 sks
ekstra dan intra oral pemeriksaan ekstra oral
secara mandiri pada dan intra oral
pasien simulasi dengan
akurat serta mampu Skills lab 3 : pemeriksaan
menetapkan objektif : 1 X 2 jam X
pemeriksaan penunjang teknik pemeriksaan 0,0625 sks
sesuai indikasi dan kode pemeriksaan fisik EO
etik
E. Fasilitas
Fasilitas pendukung pembelajaran di PSPDG FKIK UMY yang dapat dimanfaatkan guna
menempuh blok ini, terdiri dari :
a. 3 ruang kuliah minitheater yang masing-masing dilengkap[i dengan 1 komputer
akses internet, LCD projector, audio recorder, dan AC
b. 8 ruang tutorial untuk kegiatan small group discussion dengan kapasitasa 12-
15 mahasiswa, dimana diruang tutorial dilengkapi perlengkapan audivisial,
komputer, mini perpustakaan, loker dan AC
c. 2 ruang skill lab
d. 2 laboratorium (komputer)
e. 1 ruang perpustakaan PBL bersama
f. Hot spot area di lingkungan UMY
F. Evaluasi
Penilaian hasil belajar digunakan penilaian formatif dan sumatif,. Penilaian firmatif
adalah penilaian harian menggunakan chek list kegiatan, laporan, kuis, dll, sedangkan
penilain sumatif menggunakan ujian tertulis (MCQ) dan ujian praktek (OSCE).
Nilai akhir blok akan diambil dari komponen pembelajaran yang ada dalam blok dengan
bobot penilan sbb :
40% hasil MCQ
30% tutorial (proses diskusi 50%, SOCA 30%, tugas mandiri 20%)
20% OSCE
10% Praktikum
Mahasiswa akan dinyatakan lulus blok Keterampilan belajar jika memenuhi evaluasi
nilai akhir sebagai berikut :
Skor minimal MCQ adalah 60
Skor minimal OSCE adalah 60
Skor minimal SOCA adalah 60
Bagi mahasiswa yang belum memenuhi skor minimal pada 3 komponen di atas
diwajibkan mengikuti ujian remediasi blok sesuai jadwal dari bagian akademik.
G. Sumber Belajar
a. Textbook
1. Coleman, GC & Nelson, JF 1992, Principles of Oral Diagnosis, Mosby. (ADA)
2. Scully, C 2014, Medical Problems in Dentistry, 7th ed. Elsevier. (edisi 7 : e-
Book, edisi 6 : ADA)
3. Bricker, S.L., Langlais, R.P. and Miller, C.S., 1994, Oral Diagnosis, Oral
medicine AND Treatment Planing. Waverly Company, Philadelphia. (ADA)
4. White S.C., Pharoah M.J., 2009, MJ. Oral Radiology Principles and
Interpretation 7th Ed. St. Louis, Missouri. (edisi 7 : e-book, edisi 6 : ADA)
5. Whaites E., 2007, Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4th ed.
Toronto: Churchill Livingstone Elsevier; 2007 (ADA)
Pakar
i. Dr. dr. Warih, Sp.KJ
ii. Dr. dr. Adang M Gugun, MKes, Sp.PK
iii. dr. Prasetyo, Sp.PD
iv. Dr. drg. Erlina Sih Mahanani, Mkes
v. drg. AKBP Suseno Wibowo
vi. drg. Iwan Dewanto, MMR, PhD
vii. drg. Goeno Subagyo, Sp.Opath
viii. drg. Endaryanto
ix. drg. Erma Sofiani, Sp.KG
x. drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc
xi. drg. Likky Tiara A, MDSc, Sp.KGA
xii. drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG
xiii. drg. Dyah Triswari,MSc
SUPLEMEN
BASIC LEARNING AND PROFESSIONALISM
PETUNJUK TUTORIAL
PETUNJUK SKILLS LAB
PETUNJUK PLENARY DISCUSSION
SOP TUTORIAL
1. Tutorial BLOK 1 dimulai pukul 07.30 – 09.30
2. 10 menit pertama dimulai dengan menghafal surat Al-Qur’an
3. Bagi mahasiswa yang tidak membawa tugas mandiri yang telah ditetapkan tidak
diperkenankan mengikuti kegiatan tutorial
4. Aturan kehadiran :
a. Hadir tepat waktu sesuai ketentuan
b. Keterlambatan < 15 menit tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan tutorial
c. Keterlambatan > 15 menit dengan alasan yang tidak ditoleransi, tetap harus
mengikuti tutorial tetapi tidak mendapatkan nilai kegiatan dari tutor.
d. Keterlambatan > 30 menit tidak diperkenankan mengikuti kegiatan tutorial.
e. Keterlambatan dapat ditoleransi jika dikarenakan alasan yang dapat diterima
dan mendapat ijin dari pj blok.
5. Aturan berpakaian :
a. Memakai pakaian yang sopan, tidak ketat, tidak menerawang dan tidak
memakai pakaian berbahan jeans.
b. Untuk mahasiswa perempuan memakai jilbab, memakai rok/ kulot/ celana
kain yang tidak ketat.
c. Untuk mahasiswa laki-laki tidak memakai kaos oblong.
d. Memakai sepatu
6. Minimal kehadiran 75%, sebagai syarat dapat mengikuti ujian CBT Blok.
7. Apabila ketidakhadiran > 25 % tanpa alasan yang ditoleransi maka harus
mengulang kegiatan tutorial pada tahun berikutnya.
8. Pengulangan kegiatan tutorial mengikuti aturan pengulangan Blok yang
ditetapkan oleh bagian akademik.
9. Ijin ketidakhadiran yang mendapat penggantian tugas, apabila ketidakhadiran
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sakit, dibuktikan dengan surat dokter
b. Berita duka dari keluarga inti
c. Mengalami kecelakaan/halangan di jalan ketika menuju tempat tutorial
d. Mewakili institusi dalam beberapa kegiatan, dibuktikan dengan surat
keterangan dari bagian akademik
e. Menjalani ibadah umroh
10. Mahasiswa wajib mematuhi aturan yang ada dan menjaga sopan satun dalam
kegiatan tutorial
PETUNJUK TEKNIS TUTORIAL
A. PENDAHULUAN
Kegiatan small group discussion (tutorial) dalam kurikulum tahap sarjana
PSPDG UMY menggunakan pendekatan pada dua metode pembelajaran yaitu Problem
Based Learning (PBL) dan Case Based Learning (CBL). Penggunaan dua metode ini
dimaksudkan untuk memberikan variasi pengalaman belajar kepada mahasiswa. Untuk
pembelajaran di tahun awal, kegiatan diskusi tutorial lebih banyak menggunakan
pendekatan metode PBL. Pada tahun ke tiga dan ke empat bentuk tutorial lebih banyak
menggunakan metode CBL.
Problem-based Learning (PBL) menghadirkan suatu perubahan yang besar,
luas dan kompleks dalam praktek pendidikan khususnya dalam pendidikan profesional
seperti pendidikan kedokteran. Pembelajaran dalam PBL didasarkan pada empat
prinsip modern yang menjadi pengertian pembelajaran yaitu konstruktif, belajar
mandiri, kolaboratif dan pembelajaran kontekstual (Dolmans, et. al., 2005). Dalam
pembelajaran PBL perkuliahan bukanlah sumber utama dalam proses belajar
mahasiswa. Untuk memacu diskusi dan self directed learning, menstimulasi dan
meningkatkan cara berfikir mahasiswa, digunakanlah kasus /problem.
Penggunaan problem/kasus dalam PBL membuat pembelajaran dalam PBL
menjadi konstruktif dan kontekstual. Kasus merupakan titik awal dalam kegiatan
pembelajaran mahasiswa dalam pembelajaran berbasis masalah. Kasus digunakan
untuk menggambarkan fenomena tertentu yang menimbulkan suatu pertanyaan dan
membutuhkan suatu penjelasan. Isu pembelajaran yang muncul selanjutnya menjadi
pemicu mahasiswa dalam proses belajar mandiri (Dolmans 2005, Niemen, et. al.,
2006).
Case based Learning (CBL) merupakan metode pembelajaran yang
interaktif, berpusat pada mahasiswa yang hampir mirip dengan PBL. CBL mendorong
keaktifan mahasiswa dengan menggunakan scenario-scenario kasus klinis yang nyata,
berasal dari pengalaman mahasiswa selama fase klinik. Kasus-kasus tersebut secara
umum ditulis sebagai suatu problem/permasalahan yang dapat memberikan informasi
secara lengkap terkait penggalian riwayat pasien, hasil temuan pemeriksaan fisik,
stomatognasi, laboratorium dari pasien. Pembelajaran aktif terjadi ketika mahasiswa
diberi kesempatan untuk mengembangkan hubungan interaktif dengan kasus untuk
mendorong mahasiswa mengorganisir keterampilan berbagi informasi dengan
pembelajar lainnya. CBL memiliki beberapa keuntungan diantaranya mendorong
belajar mandiri, pembelajaran yang terus menerus (long life learning). CBL juga
mendorong kemampuan mahasiswa untuk menghubungkan ilmu kedokteran dasar
yang berkaitan erat dengan ilmu dan permasalahan klinik. CBL juga dianggap mampu
memperkuat penalaran klinik (clinical reasoning), pembelajaran kolaboratif dan
ketrampilan komunikasi mahasiswa. CBL dapat diterapkan dalam pembelajaran kelas
besar (large class) dan di dalam kelompok diskusi (small group discussion). Banyak
variasi dari penerapan metode pembelajaran CBL. Kasus CBL dapat didskusikan dalam
1 – 3 pertemuan (sesi). Satu kasus akan didiskusikan oleh mahasiswa pada setiap
pertemuan. Penerapan CBL lebih awal diproses pembelajaran dilakukan dengan
membuatkan suatu scenario kasus yang diambil dari pengalaman klinis yang nyata.
DEFINISI
1. Mengklarifikasi Istilah atau Konsep
Istilah-istilah dalam skenario yang belum jelas atau menyebabkan timbulnya
banyak interpretasi perlu ditulis dan diklarifikasi lebih dulu dengan bantuan, kamus
umum, kamus kedokteran dan tutor.
2. Menetapkan Permasalahan
Masalah-masalah yang ada dalam skenario diidentifikasi dan dirumuskan
dengan jelas.
3. Menganalisis Masalah
Masalah-masalah yang sudah ditetapkan dianalisa dengan brainstorming.
Pada langkah ini setiap anggota kelompok dapat mengemukakan penjelasan tentative,
mekanisme, hubungan sebab akibat, dll tentang permasalahan.
4. Menarik Kesimpulan dari Langkah 3
Disimpulkan masalah-masalah yang sudah dianalisa pada langkah 3
5. Menetapkan Tujuan Belajar
Pengetahuan atau informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menjawab
permasalahan dirumuskan dan disusun sistematis sebagai tujuan belajar atau tujuan
instruksional khusus (TIK).
6. Mengumpulkan Informasi Tambahan (Belajar Mandiri)
Kebutuhan pengetahuan yang ditetapkan sebagai tujuan belajar untuk
memecahkan masalah dicari dalam bentuk belajar mandiri melalui akses informasi
melalui internet, jurnal, perpustakaan, kuliah dan konsultasi pakar.
7. Mensintesis / Menguji Informasi Baru
Mensintesis, mengevaluasi dan menguji informasi baru hasil belajar mandiri
setiap anggota kelompok.
Setiap skenario akan diselesaikan dalam satu minggu dengan dua kali
pertemuan. Langkah 1 s/d 5 dilaksanakan pada pertemuan pertama, langkah 6
dilakukan di antara pertemuan pertama dan kedua. Langkah 7 dilaksanakan pada
pertemuan kedua.
Tutor yang bertugas sebagai fasilitator akan mengarahkan diskusi dan
membantu mahasiswa dalam cara memecahkan masalah tanpa harus memberikan
penjelasan atau kuliah mini.
Dalam diskusi tutorial, tujuan instruksional umum atau TIU dapat digunakan
sebagai pedoman untuk menentukan tujuan belajar. Ketua diskusi memimpin diskusi
dengan memberi kesempatan setiap anggota kelompok untuk dapat menyampaikan
ide dan pertanyaan, mengingatkan bila ada anggota kelompok yang mendominasi
diskusi serta memancing anggota kelompok yang pasif selama proses diskusi. Ketua
dapat mengakhiri brain storming bila dirasa sudah cukup dan memeriksa skretaris
apakah semua hal yang penting sudah ditulis. Ketua diskusi dibantu sekretaris yang
bertugas menulis hasil diskusi dalam white board atau flipchart.
Dalam diskusi tutorial perlu dimunculkan learning atmosphere disertai iklim
keterbukaan dan kebersamaan yang kuat. Mahasiswa bebas mengemukakan
pendapatnya tanpa khawatir apakah pendapatnya dianggap salah, remeh dan tidak
bermutu oleh teman yang lain, karena dalam tutorial yang lebih penting adalah
bagaimana mahasiswa berproses memecahkan masalah dan bukan kebenaran
pemecahan masalahnya.
Proses tutorial menuntut mahasiswa agar secara aktif dalam mencari informasi
atau belajar mandiri untuk memecahkan masalah. Belajar mandiri dapat dilakukan
dengan akses informasi baik melalui internet (journal ilmiah terbaru), perpustakaan
(text book & laporan penelitian), kuliah dan konsultasi pakar.
Bagan 1. Step 1-5 dari seven jumps tutorial PBL
Salah satu
Kelompok mahasiswa
Tutor memilih ketua membacakan
membuka dan sekretaris kembali
diskusi skenario
STEP 5
STEP 4
Menetapkan
Menarik
Tujuan Belajar
Kesimpulan dari
Langkah 3
KETUA
memaparkan STEP 7
tujuan belajar Setiap mahasiswa
Tutor
mandiri dari memaparkan hasil
membuka
pertemuan belajar mandiri dari
diskusi
terdahulu step 6
Tutor memberikan
feed back terkait hasil
diskusi
C. CASE BASED LEARNING (CBL)
Langkah-langkah dalam proses diskusi dengan pendekatan Case Based Learning
hampir sama dengan PBL, perbedaan mendasar pada diskusi CBL lebih ditekankan
menetapkan permasalahan dan mencari pemecahan masalahnya. Dalam diskusi CBL
di Blok 1 menggunakan 1 kasus setiap pertemuan. Pada Blok-blok yang lain
dimungkinkan diskusi CBL untuk 1 kasus dilakukan dalam beberapa pertemuan.
Terutama bila kasus tersebut adalah kasus yang panjang.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari
sekitar 10 sampai 13 mahasiswa dan dibimbing oleh satu orang tutor sebagai
fasilitator. Dalam diskusi tutorial perlu ditunjuk satu orang sebagai ketua diskusi dan
satu orang sebagai sekretaris, di mana keduanya akan bertugas sebagai pemimpin
diskusi. Ketua diskusi dan sekretaris ditunjuk secara bergiliran untuk setiap
skenarionya agar semua mahasiswa mempunyai kesempatan berlatih sebagai
pemimpin dalam diskusi. Oleh karena itu perlu difahami dan dilaksanakan peran dan
tugas masing-masing dalam tutorial sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
Sebelum diskusi dimulai tutor akan membuka diskusi dengan perkenalan antara
tutor dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa. Setelah itu tutor
menyampaikan SOP/aturan pembelajaran secara singkat. Tutor menampilkan pada
layar LCD/monitor deskripsi skenario dan tujuan pembelajaran secara umum. Ketua
diskusi dibantu sekretaris memimpin diskusi dengan menggunakan 3 langkah untuk
mendiskusikan permasalah yang ada dalam skenario dan mencari pemecahannya.
Tutor
memaparkan Salah satu
tujuan Kelompok mahasiswa
Tutor membuka pembelajaran memilih ketua membacakan
diskusi secara umum dan sekretaris kembali
dari scenario skenario
kasus diskusi
melalui monitor
Mahasiswa Ketua
Mahasiswa membuat melakukan memimpin
kesimpulan dengan arahan tutor diskusi/analisis penetapan
terkait permasalahan/ diagnosis kasus secara tujuan belajar
kasus, interpretasi hasil terstruktur yang specifik
pemeriksaan, dan pemecahan berdasarkan dari scenario
masalah. Menetapkan isu hasil self study kasus yang ada
pembelajaran untuk self study dengan
diarahkan oleh
tutor
CHECK LIST PENILAIAN TUTORIAL PBL
Komponen yang dinilai setiap pertemuan dalam tutorial PBL sebagai berikut.
Keterangan skor
4 : Very Good (selalu)
Nilai = (total skor /skor max ) x 100
3 : Good (sering)
=
2 : Satisfactory (kadang kadang)
1 : Unsatisfactory (tidak pernah)
Komponen yang dinilai setiap pertemuan dalam tutorial CBL sebagai berikut.
Total Skor
NILAI
Keterangan skor
4 : Very Good (selalu)
Nilai = (total skor /skor max ) x 100
3 : Good (sering)
=
2 : Satisfactory (kadang kadang)
1 : Unsatisfactory (tidak pernah)
A 23-years-old male claimed to the dentist about his jaw joint pain while opening his
mouth. The dentist asked several questions related to his problem. Some examinations
with basic examination technique and continued with supporting examinations should
be held to ensure the diagnosis.
A female patient, 54 years old, complained her pain on the right side of posterior tooth
while chewing. The problem has felt since 2 weeks ago and the gum have ever swollen
about 3 months ago. She has history of uncontrolled type 2 diabetic mellitus. Blood
pressure resulted 160/100 mmHg. Intraoral examination showed that there was pulp
depth cavity in 46 with (+) in percussion, (-) in palpation, and (-) in thermal test. The
dentist held some supporting examination to gain definitive diagnose. The radiograph
examination showed that there was widened condition in periodontal ligament.
SCENARIO
A 35 years-old woman went to the dentist since she felt discomfort while chewing
because of a big cavity in her lower posterior tooth. She wanted her tooth to be
extracted. The anamnesis result showed that she felt weak, dizzy eyes and headache
easily. Vital sign examination showed that her blood pressure was 90/60 mmHg.
Physical examination resulted that pale in her face, conjunctiva, and finger nails.
Intraoral examination showed that there was a pulp depth cavity in 36 with (+) in
percussion, (+) in palpation, (-) in thermal test, and pale mucosa. Laboratory
examination result showed that her erythrocyte and hemoglobin were below the
normal range. Radiograph examination showed that there were signs of periapical
abscess in 36.
SCENARIO IN ENGLISH
A male patient, 45 years old, came to the dentist to check the swollen, hard, but
painless condition on his palate. The dentist examined whole of mouth cavity and the
result showed that there were protuberance on the palate which was a normal variation
and harmless.
Discuss this case in the group with the tutor as facilitator in english !
(tutorial in english just one time)
PETUNJUK SKILLS LAB
Penyusun
drg Erwin Setyawan, Sp.RKG
Dr. drg. Erlina Sih Mahanani, M Kes
drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc
drg Nyka, M.MedEd
Dasar Teori:
TEKNIK ASEPTIK
Sterilisasi adalah suatu usaha (tindakan) membebaskan alat atau bahan dari
segala macam kehidupan, terutama mikroorganisme serta mencegah mikroorganisme
tersebut agar tidak hidup kembali. Sterilisasi ini biasanya dilakukan terhadap benda
hidup maupun benda mati. Alat ataupun bahan dikatakan steril apabila padanya sudah
tidak terdapat lagi mikroorganisme baik bakteri, jamur, virus, serta bentuk kehidupan
lain. Sedangkan alat ataupun bahan dikatakan bersih apabila padanya sudah tidak
terdapat materi-materi yang tampak secara visual. Desinfeksi adalah tindakan
membunuh ataupun menghancurkan mikroorganisme patogen dengan cara fisik
ataupun kimia, dilakukan terhadap benda mati. Sterilisasi dan desinfeksi sangat penting
dalam pelayanan kesehatan (tindakan medis) maupun dalam penelitian-penelitian dan
diagnosis dibidang mikrobiologi. Dalam bidang pelayanan kesehatan sterilisasi dan
desinfeksi diperlukan khususnya dalam penyediaan alat-alat laboratorium dan medium
yang steril, mengingat penelitian dan diagnosis terhadap suatu spesies mikroorganisme
selalu didasarkan atas sifat biakan murni spesies, sehingga dapat dipisahkan
mikroorganisme satu dengan yang lain.
Sterilisasi dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan mekanik. Cara yang dipilih
sangat tergantung pada macam bahan dan sifat bahan yang akan disterilkan, misalnya
ketahanannya terhadap temperatur, bentuk bahannya cair atau padat.
(iv). Thyndalisasi
Sterilisasi dilakukan dengan pemanasan 100oC selama 60 menit
dilakukan 3 kali (hari) berturut-turut.
Contoh : Sterilisasi media agar 4% atau media gula-gula.
Salah satu upaya tindakan mensucihamakan bagian tubuh yang kontak dengan
tempat kerja/pembedahan adalah dengan mencuci tangan yang benar.
Di pasaran tersedia sarung tangan sekali pakai dengan ketebalan dan bentuk
permukaan yang beraneka ragam. Untuk memudahkan pemasangan, hampir semua
dilumuri tepung. Bahkan ada yang dilengkapi dengan bungkusan tepung terpisah,
walau banyak ahli bedah yang menghindari pemakaian bungkusan tepung ini.
Sebenarnya sarung tangan mudah dikenakan, asalkan tangan pemakai cukup kering.
Salah satu keberatan penggunaan tepung adalah kemungkinan terjadinya granuloma.
Untuk mengurangi risiko ini, setelah terpasang sarung tangan dapat dibilas dengan
cairan yang steril. Bisa juga dipilih sarung tangan yang tidak dilumuri dengan tepung,
di luar negeri dijual dengan merek Biogel. Kebanyakan sarung tangan terbuat dari
lateks yang dapat menimbulkan reaksi alergi bagi beberapa pemakai. Untuk orang-
orang yang sensitif ini tersedia sarung tangan khusus yang tidak merangsang
timbulnya alergi.
Konsep ini dikenal sebagai four handed dentistry yang terdiri dari dokter gigi
dan asisten. Four handed dentistry merupakan perawatan gigi yang dilakukan dengan
4 tangan secara bersamaan, 2 tangan operator dan 2 tangan asisten. Dalam konsep
four handed dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja di sekitar dental unit yang
disebut clock concept. Zona kerja diidentifikasi menggunakan wajah pasien sebagai
wajah/muka jam dengan kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di
belakang kepala pasien. Zona kerja tersebut dibagi menjadi 4, yaitu operator’s zone,
assistant’s zone, transfer zone dan static zone.
Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s zone adalah
zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone adalah daerah
tempat transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan asisten.
Instrumen diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada pasien. Jangan memberikan
alat di atas mata pasien. Sedangkan static zone adalah daerah tanpa pergerakan
dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk
menempatkan meja instrumen bergerak yang berisi instrumen tangan serta peralatan
yang dapat membuat takut pasien.
Ergonomi adalah terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi
manusia. Posisi ergonomi ini dapat mencegah terjadinya gangguan muskoloskeletal
dan cedera saat bekerja. Dokter gigi telah lama paham bahwa posisi duduk lebih
disarankan untuk mengurangi gangguan muskuloskeletal akibat postur statis yang
terlalu lama dan melelahkan. Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa terdapat risiko
gangguan muskuloskeletal saat dokter gigi bekerja pada posisi duduk. Banyak
tindakan medis yang dilakukan dokter gigi dalam posisi duduk dan statis,sehingga jika
tidak dilakukan dengan tepat akan tetap mempunyai risiko gangguan
muskuloskeletal.4,5
Postur tubuh yang ergonomi adalah posisi tubuh mahasiswa sewaktu
melakukan prosedur perawatan pasien berdasarkan test of visual perception (TVP)
yang terdiri dari 8 item kriteria.
Posisi kerja sesuai arah jarum jam
Posisi operator yang nyaman pada jam 10, asisten pada jam 3, sedangkan meja
instrument pada jam 2. Kepala pasien menoleh ke kiri, jari telunjuk tangan kanan fixasi
pada permukaan bukal Molar 1 Rahang Atas, kaca mulut posisi di dekat I1 atau I2
Rahang Bawah. Bisa juga melakukan penambalan dengan posisi operator di jam 11/12
dengan cara merangkul pasien/dibelakang pasien. Posisi asisten dan meja instrumen
menyesuaikan.
DAFTAR PUSTAKA
I. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mampu membuat rekam medis secara akurat dan komprehensif.
2. Mampu melakukan anamnesis dengan menggali riwayat pasien (riwayat
keluarga dan psiko sosial ekonomi, riwayat kepenyakitan dan pengobatan,
riwayat perawatan gigi mulut, perilaku) yg relevan dengan keluhan utama
melalui metode komunikasi efektif terhadap pasien atau keluarga pasien.
3. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang tahapan diagnosis yang
meliputi CC (Chief of Complain), PI (Present Illness), PDH (Past Dental
History), PMH ( Past Medical History), FH (Family History) dan SH (Social
History) dengan benar.
REKAM MEDIK
Pengalaman dari bencana massal, ternyata peran dokter gigi cukup penting
dalam proses identifikasi korban, maka dapat dirasakan suatu kebutuhan yang sangat
mendesak akan standar pencatatan rekam medik gigi.
Rekam medik merupakan data tertulis pada kartu yang mengandung informasi
yang lengkap dan akurat tentang identitas pasien, diagnosis, perjalanan penyakit,
proses pengobatan dan tindakan medis serta dokumentasi hasil pemeriksaan. Rekam
medis juga merupakan alat bukti yang sh menurut hukum. Membuta rekam medik
merupakan kewajiban dokter gigi terhadap pasiennya sebagai bukti tentang pelayanan
kesehatan gigi yang telah diberikan kepada pasien, namun pada kenyataannya tidak
semua dokter gigi membuat rekam meedik secara lengkap. Hal ini sangat berbahaya
karena rekam medis sudah termuat dalam Undang-undang praktek kedokteran tahun
2004 pasal 46.
Tujuan dari rekam medis gigi secara umum adalah untuk mengetahui keadaan
gigi-geligi seseorang, dan secara khusus mempunyai tujuan:
1) Sebagai catatan mengenai keadaan gigi dan keluhan pasien saat datang,
diagnosa dan perawatan yang dilakukan pada setiap kunjungan
2) Sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang akan dilakuakn pada
kunjungan berikutnya
3) Catatan mengenai sejarah penyakit, perawatan sebuah gigi, tindakan yang
telah atau pernah dilakuakan pada sebuah gigi, sehingga dapat membantu
diagnosa dan rencana perawatan selanjutnya
4) Catatan mengenai keadaan umum pasien yang perlu diperhatikan, yang perlu
dipertimbangkan dalam keputusan perawatan/pengobatan
5) Sebagai data resmi/legal untuk pertanggungjawaban dokter gigi atas segala
tindakan perawatan dan pengobatan yang telah dilakuakn
6) Gambaran mengenai kondisi kesehatan gigi pasien secara keseluruhan
7) Sebagai sumber data untuk keperluan identifikasi jika diperlukan.
Isi dari rekam medis gigi, merupakan data-data penting yang perlu dicatat, dirangkum
dalam blangko rekam medik, dengan isi tiap bagian meliputi:
1) Identitas Pasien
a. Nomor file pasien
b. Tanggal pembukaan status
c. Nama
d. Jenis Kelamin
e. Tempat dan tanggal lahir / umur
f. Alamat rumah, Nomer telephone / HP
g. Pekerjaan
h. Alamat kantor ( bila diperlukan )
2) Keadaan Umum Pasien
a. Golongan darah
b. Tekanan darah normal
c. Adakah kelainan hemofilia
d. Adakah penyakit jantung
e. Adakah penyakit diabetes
f. Adakah alergi terhadap obat tertentu
g. Adakah alergi terhadap makanan tertentu
h. Adakah penyakit-penyakit tertentu seperti HIV/Hepatitis
3) Odontogram
a. Tanggal pemeriksaan
b. Gambar denah gigi
c. Hubungan oklusi
d. Ada atau tidaknya torus
e. Type langit-langit: dalam/sedang/rendah
f. Ada atau tidaknya gigi berlebih ( supernumerary )
g. Ada tidaknya sentral diastema
h. Adakah anomali atau ciri lainnya
4) Data perawatan Kedokteran Gigi
a. Tanggal kunjungan perawatan
b. Elemen gigi yang dirawat
c. Keluhan dan diagnosa
d. Tindakan yang dilakukan
e. Paraf dokter gigi
f. Rontgent foto ada / tidak
5) Nama Dokter Gigi yang Merawat
ANAMNESIS
1. Tahap perkenalan
a. Menyapa pasien dengan salam dan menyebutkan nama
b. Bangun suasana santai untuk menghilangkan kecanggungan.
c. Gunakan kata-kata umum (bukan istilah medis/kedokteran) namun tidak
merendahkan pasien.
d. Catat data biografi pasien (Nama, tgl lahir, alamat/no telp dan pekerjaan)
secara lengkap dan jelas.
I. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu melakukan pemeriksaan umum fisik dan sistem stomatognatik (meliputi
pemeriksaan ekstra dan intraoral) pada pasien anak dan dewasa secara akurat,
meliputi :
1. Kemampuan menilai penampilan dan kesehatan umum pasien berdasarkan
pengamatan.
2. Kemampuan melakukan pemeriksaan ekstraoral daerah kepala dan leher.
BAHAN:
• Skenario kasus
• Form dental record khusus pemeriksaan fisik dan pemeriksaan intra oral
Tugas :
1. Lakukan pemeriksaan fisik EO dan IO pada mahasiswa yang berperan
sebagai pasien berdasarkan scenario kasus yang anda terima.
2. Skenario untuk operator diberikan saat skill lab berlangsung.
IV. DASAR TEORI PEMERIKSAAN EKSTRAORAL
Pemeriksaan fisik merupakan suatu pemeriksaan terhadap berbagai temuan yang telah
dikumpulkan baik melalui anamnesis atau pemeriksaan lain untuk menegakkan
diagnosis suatu penyakit
a. Stature h. Hair
b. Body type i. Extremities
c. Symetry j. Sexual characteristic
d. Mobility k. Response
e. Posture l. Function
f. Color m. Personal hygienes
g. Skin n. Odor
A. Inspeksi
Teknik pemeriksaan langsung dengan indra mata dan dilakukan secara sistematis.
Struktur bagian yang diperiksa harus dibersihkan, tidak tertutup pakaian, kosmetik,
saliva, gigi tiruan, obturator, kaca mata, dsb. Hal yang perlu diperiksa: warna,
ukuran, bentuk, hubungan anatomis, keutuhan dan ciri permukaan jaringan
B. Diaskopi
Pemeriksaan dengan menggunakan kaca tembus pandang / objek glass yang
ditekankan pada jaringan yang diperiksa. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan
lesi-lesi vaskuler atau non-vaskuler. Tekanan objek glass pada lesi yang banyak
pembuluh darah, menyebabkan area tersebut “pucat”.
C. Palpasi
Pemeriksaan dengan menggunakan indra peraba. Palpasi dilakukan dengan
menekan jaringan yang diperiksa ke arah tulang atau jaringan sekitar. Penekanan
dapat dilakukan dengan dua jari (bidigital) atau dua tangan (bimanual).
Pemeriksaan ini bertujuan memberi informasi tentang tekstur, ketebalan,
konsistensi, dan temperatur.
D. Perkusi
Pemeriksaan dengan mengetukkan jari atau instrumen ke arah jaringan. Perkusi
pada gigi-geligi memberikan informasi diagnostik tentang kondisi jaringan
periodontal.
E. Auskultasi
Tindakan mendengarkan bunyi baik secara langsung maupun melalui stetoskop
atau instrumen lainnya dari bagian tubuh. Di Kedokteran Gigi dilakukan untuk
pemeriksaan Temporo Mandibular Joint (TMJ) atau oklusi .
F. Probing
Pemeriksaan dengan menggunakan alat tertentu, seperti ujung sonde untuk
identifikasi karies, kedalaman pocket periodontal menggunakan periodontal probe.
G. Aspirasi
Pengambilan cairan dari jaringan / organ tubuh dengan jarum khusus.
H. Assesmen fungsi
Misal assesmen fungsi kelenjar ludah dengan palpasi pada kelenjar saliva dan
menghitung curah saliva.
SKILL LAB 4
Pemeriksaan Fisik (Intraoral)
I. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu melakukan pemeriksaan umum fisik dan sistem stomatognatik (pemeriksaan
intraoral) pada pasien anak dan dewasa secara akurat, meliputi :
1. Kemampuan melakukan pemeriksaan jaringan lunak mulut dengan baik dan
benar.
2. Kemampuan melakukan pemeriksaan jaringan keras gigi dengan baik dan
benar.
3. Kemampuan menggunakan alat diagnostik standar sesuai dengan fungsinya
secara benar.
4. Kemampuan membedakan jaringan normal, variasi normal maupun abnormal
rongga mulut.
BAHAN:
• Alkohol
• Kapas
• Skenario kasus
• Form dental record khusus pemeriksaan fisik dan pemeriksaan intra oral
• Chloroethyl (CE)
Tugas :
3. Lakukan pemeriksaan fisik IO pada mahasiswa yang berperan sebagai
pasien berdasarkan scenario kasus yang anda terima.
4. Skenario untuk operator diberikan saat skill lab berlangsung.
IV. DASAR TEORI PEMERIKSAAN INTRAORAL
Pemeriksaan intraoral adalah pemeriksaan dalam rongga mulut terhadap
berbagai temuan yang telah dikumpulkan melalui anamnesis atau pemeriksaan lain.
Pemeriksaan intraoral meliputi :
a. Pemeriksaan jaringan lunak mulut, meliputi :
1. Mukosa bibir dan labial
2. Mukosa bukal dan mukobukal fold
3. Palatal
4. Lidah dan dasar mulut
5. Gingiva
6. Oropharynx
5. Palatum
Terdiri palatum durum/keras dan palatum lunak/molle. Batas antara palatum
lunak dan keras disebut ah line/vibrating line. Bangunan lain adalah rugae
palatine, raphe palatine, fovea palatine dan ovula. Pada midline palatum durum
sering terdapat nodul yang disebut torus palatines (RA) dan pada mandibula
disebut torus mandibularis. Jumlahnya bisa multiple atau tunggal, palpasi keras
dan kadang berlobus.
6. Oropharing
Bagian depan dari dinding lateral terdapat tonsil palatine (fossa tonsilar). Bagian
depan tonsil palatine dibatasi oleh pilar anterior dan pilar posterior (otot
palatoglossus). Bagian belakang oropharing disebut dinding pharyngeal.
SKILL LAB 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM
Skills lab ini menyesuaikan dengan praktikum patologi klinik.
I. Skenario Kasus
( Operator/Dokter Gigi)
Seorang perempuan /laki-laki datang ke dokter gigi dengan keluhan gusi belakang
kanan bawah bengkak. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Pemeriksaan
ektraoral wajah dan konjungtiva tampak pucat, suhu tubuh agak demam, pipi kanan
bengkak dan sedikit memerah pada bagian tengahnya. Kelenjar limfe teraba dan
terasa sakit bila ditekan, terjadi gangguan membuka mulut (trismus). Saat membuka
mulut, area sekitar telinga terasa sakit. Pemeriksaan IO gusi di sekitar gigi 48 bengkak,
merah, dan sakit, gigi 48 parsial erupsi, seluruh mukosa tampak pucat.
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu menegakkan radiodiagnosis, radiodiagnosis banding pemeriksaan radiograf
Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi rontgen foto dalam rangka
penegakan diagnosis penyakit gigi dan mulut.
BAHAN:
• Foto periapikal dan OPG
• Lembar jawaban
• Lembar contoh Informed Consent
TUGAS :
1. Lakukan interpretasi rontgen foto yang tersedia
Interpretasi rongen foto tergantung dari masing-masing kasus yang ada. Yang
perlu ditekankan dalam pembacaan rongen foto adalah istilah radiolusen dan
radiopaq sebagai suatu yang normal ataukah abnormal.
Gambaran radiolusen mengacu pada jaringan lunak seperti pulpa, ligament
periodontal sedangkan radiopaq mengaju pada jaringan keras seperti gigi dan
tulang (kondisi normal).
Yang perlu diperhatikan dalam interpretasi rongen foto adalah letak, warna,
jumlah, batas dan bentuk.
A Normal.
B Early apical change – widening of the radiolucent periodontal ligament space
(acute apical periodontitis) (arrowed).
C Early apical change – loss of the radiopaque lamina dura (early periapical abscess)
(arrowed).
D Extensive destructive acute inflammation – diffuse, ill-defined area of radiolucency
at the apex (periapical abscess).
E Longstanding chronic inflammation – well-defined area of radiolucency surrounded
by dense sclerotic bone (periapical granuloma or radicular cyst).
F Low grade chronic inflammation – diffuse radiopaque area at the apex (sclerosing
osteitis).
ILUSTRASI PANORAMIK
Skill Labs Informed Consent
Tahapan
1. Mahasiswa satu angkatan dibagi dalam 10 kelompok, masing-masing terdiri dari
7-9 mahasiswa dan dibimbing oleh 1 instruktur.
2. Penjelasan umum oleh instruktur masing-masing, tentang tata cara bagaimana
membuat informed consent dan prosedur informed consent secara lisan dengan
komunikasi yang benar
3. Mahasiswa berlatih membuat dan mendiskusikan isi dari form tentang
persetujuan tindakan medis secara tertulis, secara berkelompok, meneliti
kandungan isi tiap paragraf untuk diambil kesimpulan atas persetujuan dengan
instruktur.
4. Mahasiswa berlatih membuat, melakukan dan mengutip perawatan atau
tindakan informed consent secara lisan, yang dikomunikasikan secara
berpasangan.
5. Dengan bimbingan instruktur di diskusikan macam-macam perawatan yang
diperlukan informed consent lisan dan informed consent tertulis
6. Diskusi dan bedah kasus dilakukan dengan persetujuan dari instruktur dengan
isi informed consent yang telah di diskusikan.
7. Komunikasi drg – pasien dilakukan dengan cara berpasangan, dengan
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh masyarakat ( general /
awam )
8. Penilaian oleh instruktur dengan checklist tentang komunikasi, informasi yang
diberikan dan kesepakatan perawatan yang akan dicapai.
DASAR TEORI
Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter gigi dengan pasien, terjalin
dalam satu ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Dokter gigi sebagai pemberi
pelayanan ( providen ) dan pasien sebagai penerima pelayanan, mempunyai hak dan
kewajiban.
Perbedaan pandangan, jalan pikiran, dan terhambatnya komunikasi, akan membuat
tidak harmonisnya hubungan dokter gigi dengan pasien. Hal ini disebabkan, pasien
akan mempertimbangkan segi keuangan, efisiensi, efektifitas, agama, psikis, keluarga
dan lainnya, sedangkan dokter gigi lebih banyak ke arah medis.
Informed consent atau persetujuan indakan medis sangat diperlukan, karena di
bidang kedokteran gigi, hasil akhir dari tindakan kita ( prognosis ) penuh dengan
ketidak pastian, selain itu tindakan kita juga mengandung resiko, dan kadang diikuti
oleh akibat yang tidak diharapkan.
Ada dua bentuk persetujuan tindakan medik (informed consent):
1. Persetujuan tindakan medik yang tersirat atau dianggap telah diberikan
(implied consent)
a. Dalam keadaan normal
b. Dalam keadaan emergency
2. Persetujuan tindakan medik yang dinyatakan ( expressed consent)
a. Dengan Lisan
b. Dengan tulisan
Dalam memberikan informasi tentang informed consent tersebut tidak boleh bersifat
memperdaya ( fraud ), menekan ( force ), atau menciptakan ketakutan ( fear ),
karena ketiga hal tersebut dapat perjanjian persetujuan tindakan medik ( informed
consent ) tersebut cacat hukum.
Implied Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan
tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter/dokter gigi disini adalah yang biasa
dilakukan atau sudah diketahui oleh khalayak umum. Expressed Consent adalah
persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang dilakukan lebih dari
prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa.
Hal-hal yang perlu di informasikan kepada pasien dan keluarganya meliputi:
a) Alasan perlunya dilakukan tindakan medik
b) Sifat tindakan medik tersebut:
➢ Eksperimen
➢ Bukan Eksperimen
c) Tujuan tindakan medik tersebut, yaitu:
➢ Diagnostik
➢ Terapeutik
➢ Rehabilitatif
➢ Promotif
d) Resiko
e) Akibat yang mungkin terjadi, yang tidak menyenangkan
f) Ada tidaknya tindakan medik alternatif
g) Kerugian yang akan mungkin di alami jika menolak tindakan medik tersebut
Nama : ____________________________
Umur : ____________________________
Alamat : ____________________________
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun juga, dengan
demikian saya siap dan bersedia untuk menanggung beban resiko/komplikasi/dampak ikutan lainnya, baik yang
bersifat material maupun immaterial dan tidak akan melakukan tuntutan hukum kepada pihak siapapun juga.
Yogyakarta, ____________________
( ) ( )
Saksi
( )
KOMPONEN PENILAIAN KEGIATAN HARIAN SKILLS LAB.
Skills Lab. mempunyai kontribusi sebesar 20 atau 30 % terhadap nilai akhir blok. Rata-
rata nilai harian kegiatan menjadi prasyarat untuk mengikuti OSCE. Adapun komponen
yang dinilai setiap kegiatan skills lab. sebagai berikut.
Nama Mahasiswa :
NIM :
BLOK :
B. Tanggal Pelaksanaan :
Menyesuaikan dengan jadwal Blok
C. PAKAR :
1. drg Endaryanto
2. dr. Prasetyo, Sp.PD
3. Pakar PPB
D. Skenario
Ditentukan kemudian