Anda di halaman 1dari 68

STUDY GUIDE

BASIC ORAL DIAGNOSTIC


(KG.08)

Tim Blok 8:
(PJ) drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG
(WPJ) drg. Yusrini Pasril, Sp.KG
(PJ content skills lab) drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc.

PRODI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020
STUDY GUIDE

BASIC ORAL DIAGNOSTIC

Penyusun :
drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG

Editor
drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG

Kontributor
drg. Edwyn Saleh
DR. drg. Erlina Sih Mahanani, M.Kes.
drg Dwi Suhartiningtyas, MDSc.
Drg. Nyka Dwi Febria, M.MedEd
GAMBARAN BLOK

Basic Diagnostic (Blok 8) merupakan blok pada tahun kedua dari Kurikulum
tahap sarjana (S1) di Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) UMY. Capaian pembelajaran blok ini meliputi capaian pembelajaran
sikap, keterampilan umum, pengetahuan dan keterampilan khusus yang telah
disesuaikan dengan Kurikulum Perguruan Tinggi (KPT) yang ditetapkan oleh DIKTI.
Bentuk kegiatan pembelajaran di blok 14 meliputi small group discussion (tutorial),
kuliah pakar, skill lab dan praktikum. Blok ini diarahkan untuk memenuhi Standar
Kompetensi Dokter Gigi pada area pemahaman pembelajaran dengan metode student
center dan pemenuhan kompetensi :
Domain 1 : Profesionalisme
Domain 2 : Penguasaan Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Domain 3 : Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik
Domain 4 : Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik
Diharapkan setelah mengikuti proses pembelajaran blok ini mahasiswa akan
dapat mengikuti perkembangan keilmuan dan keahlian profesi (long life learner) dan
mengembangkan active learning yang menjadi ciri pembelajaran orang dewasa (adult
learning ). Penguasaan dasar etika-hukum dan komunikasi efektif juga menjadi tujuan
pembelajaran dari blok ini, sehingga kompetensi dari sikap profesional dan komunikasi
dokter pasien akan menjadi bagian tak terpisahkan dari keterampilan klinik yang
dikuasai mahasiswa kedokteran gigi UMY.
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul
Gambaran Blok
Daftar Isi
Topic tree
Area Kompetensi blok
Rancangan Pembelajaran
Petunjuk Tutorial
Petunjuk Skills Lab
Petunjuk Plenary Discussion
Pathofisiology
of pain
Evaluation Identification sign or Hard/Soft Format Of Factors that alternative
of known symtomp undiagnosed Treatment plans influence treatment plans
tissue Clinical treatment plans
medical medical condition evaluation of
condition
Clinical evaluation pain
intra oral condition (membedakan
Sterilization & Clinical evaluation Diagnosis Treatment Planning concept
derajat nyeri) Prognosis
physical assessment
DESINFECTI
ON method TP

EVALUATION AND TREATMENT


INFORM
APD TOOLS PLANNING LEGAL CONSENT
MANAGEMEN ASPECT OF
T AND BASIC ORAL DOCTOR-
PATIENT
Oral CONTROL PATIENT
Diagnostics INFECTION DIAGNOSTIC RELATIONS RECORD
Tool : cara COLLECTING HIP
pemakaian INFORMATION
ODONTOGRAM
dan posisi
pemeriksaan
EXAMINATION TECHNIQUE

BASIC SUBJECTIVE OBJECTIVE


TECHNIQUES EXAMINATI EXAMINATION CLINICAL AND LABORATORY AIDS TO
DIAGNOSTIC : ON DIAGNOSIS
1. Visual inspection Extra oral Radiographic Routine
INITIAL clinical Intra oral clinical examination pathology
2. Palpation INTERVIE PATIEN examination
clinic
3. Probing T examination
W : basic examination
4. Percussion interviewing HISTOR 1. General (vital Teeth examination :
Oral clinical
5. Auscultation skiils Y sign, physic caries and eruption
examination Examination Hemostasis
6. Diascopy (postur, extremity) pattern, detection Routine
of the urine
2. Examination of caries, pulp testing, Hematology
head and neck mobility test,cracked screening
3. Neurologic tooth,percusion
examination
AREA KOMPETENSI
BLOK BASIC DIAGNOSTIC

Area kompetensi (Domain) dari Standar Kompetensi Dokter Gigi yang akan dicapai
pada blok ini yaitu :

Domain 1 : Profesionalisme

Mampu melakukan praktik di bidang KG dan mulut sesuai dengan keahlian, tanggung
jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan

RANCANGAN PEMBELAJARAN

A. Karakteristik Mahasiswa
Blok Basic Oral Diagnostic merupakan blok pada tahun kedua dari sistem
pembelajaran PBL di PSPDG FKIK UMY, sehingga mahasiswa sudah berkemampuan
untuk memiliki kompetensi ketrampilan belajar secara dewasa (adult leraning). Pada
Blok ini akan diberikan dasar-dasar penggalian informasi untuk menegakkan diagnosis
dalam kedokteran gigi. Informasi yang dibutuhkan meliputi anamnesis, pemeriksaaan
fisik ekstra oral dan intra oral, dan pemeriksaan penunjang berdasarkan kasus sesuai
indikasi dan kompetensi dokter gigi terutama sebagai bekal di tahap klinik nantinya.

B. Capaian Pembelajaran (Learning outcome)


RANAH PENGETAHUAN :
LO.1.
LO.2.
LO.3.
LO.4.
LO.5.
RANAH SIKAP :
LO.7.
LO.8.
LO.9.
RANAH KETERAMPILAN UMUM :
LO.10.

LO.11.

RANAH KETERAMPILAN KHUSUS :


LO.12.
LO.13.

RANAH PENGETAHUAN (PENCIRI)


LO.14.
C. KERANGKA BAHAN KAJIAN DAN TOPIK PEMBELAJARAN BLOK
RANRA

Estimasi
Kode CP khusus Blok Bidang Jumlah
Kode CP Umum Topik Pembelajaran Bentuk Kegiatan waktu
LO (Learning Objective) Ilmu SKS
kegiatan
CAPAIAN PENGETAHUAN
Mampu melakukan kuliah pakar (Dr. dr. 1 X 2 jam X
anamnesis secara Warih, Sp.KJ) 0,0625 sks
mandiri dengan Komunikasi Dokter-
Pasien Skils lab Komunikasi 1 X 2 jam X
menggali riwayat (gathering 0,0625 sks
pasien (riwayat information)
keluarga dan
Komunikasi
psikososial ekonomi,
kesehatan
riwayat Kuliah pakar (drg. Dwi 1 X 2 jam X
dan LO1 IPM anamsesis
kepenyakitan dan Suhartiningtyas, MDSc 0,0625 sks
komunikasi
pengobatan, riwayat
PP5 teurapeutik
perawatan gigi
mulut, perilaku) yang manajemen perilaku kuliah pakar (drg. Likky 1 X 2 jam X
relevan dengan KGA
pasien (umum & khusus) Tiara, MDSc, Sp.KGA 0,0625 sks
keluhan utama
melalui metode Skills lab 2 : teknik
komunikasi efektif pemeriksaan subjektif
1 X 2 jam X
terhadap pasien (anamnesis)
0,0625 sks
simulasi.
Mampu melakukan teknik dasar
LO2
pemeriksaan fisik umum pemeriksaan
dan sistem metode umum
stomatognatik yang Kuliah pakar (drg. Goeno 2 X 2 jam X
IPM pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan Subagyo, Sp.Opath 0,0625 sks
ekstra dan intra oral pemeriksaan ekstra oral
secara mandiri pada dan intra oral
pasien simulasi dengan
akurat serta mampu Skills lab 3 : pemeriksaan
menetapkan objektif : 1 X 2 jam X
pemeriksaan penunjang teknik pemeriksaan 0,0625 sks
sesuai indikasi dan kode pemeriksaan fisik EO
etik

Skills lab 4 : pemeriksaan


objektif :teknik 1 X 2 jam X
pemeriksaanpemeriksaan 0,0625 sks
fisik IO
pemeriksaan kuantitas
IPM pindah blok 9
saliva
pemeriksaan
Kuliah pakar (drg. 1 X 2 jam X
radiografi(gambaran
Erwin, Sp.RKG) 0,0625 sks
anatomi normal)
RKG skills lab 6:
pemeriksaan 1 X 2 jam X
memahami teoritis penunjang Ro, inform 0,0625 sks
mendalam tentang consent
pemeriksaan penunjang 2 X 2 jam X
LO3 IPM teknik dasar pemeriksaan Tutorial PBL 1
dalam penegakkan 0,0625 sks
diagnosis beserta
interpretasi Kuliah pakar (dr. Adang 2 X 2 jam X
pemeriksaan patologi MKes, Sp.PK) 0,0625 sks
PK
klinik (hematologi, urine)
1 X 2,5 jam X
Praktikum
0,0625 sks
Skills lab 5:
interpretasi hasil lab, 1 X 2 jam X
penegakkan diagnosis, 0,0625 sks
TP
Cara penggunaan alat
memahami teoritis diagnosis dan posisi Skills lab1 : cara
operator 1 X 2 jam X
LO4 mendalam manajemen IPM penggunaan diagnostik
0,0625 sks
alat dan kontrol infeksi kontrol infeksi (cuci set dan kontrol infeksi
tangan)
patofisiologi penyakit
sistemik( endokrin,
memahami teoritis respiratorik, metabolik, Kuliah pakar (dr. 2 X 2 jam X
IPD
mendalam patofisiologi gastrointestinal, renal, Prasetyo, Sp.PD) 0,0625 sks
penyakit sistemik cardiovaskuler,
terkait kepentingan oral neurologik, hematologik)
LO5
diagnosis
Kuliah panel (drg. 1 X 1 jam X
Faal Referred pain
Dyah Triswari,MSc) 0,0625 sks

kuliah panel (drg. Erma 1 X 1 jam X


Konservasi dental pain
Sofiani, Sp.KG) 0,0625 sks
Mampu menegakkan evaluasi hasil
diagnosis awal, diagnosis pemeriksaan klinis
banding, diagnosis akhir IPM (evaluasi hasil
dan menetapkan pemeriksaan subyektif, Kuliah pakar (drg. 2 X 2 jam X
LO6 prognosis kelainan atau obyektif, penunjang) Endaryanto) 0,0625 sks
penyakit gigi mulut Diagnosis dan differential
melalui interpretasi, IPM
diagnosis
analisis, dan sintesis
data kasus sesuai
standar klasifikasi
penyakit internasional 2 X 2 jam X
(International Tutorial PBL 2
0,0625 sks
Classification of
Diseases) secara
mandiri. evaluasi s/d diagnosis
Treatment planning concept
memahami konsep
(penentuan prioritas TP, kuliah pakar (drg. Goeno 2 X 2 jam X
dasar treatment IPM
alternatif TP, sistem rujukan, Subagyo, Sp.OPath) 0,0625 sks
planning dan prognosis
LO7 Prognosis)
1 X 2 jam X
Tutorial CBL topik LO5
0,0625 sks
Mampu mencatat
hasil pemeriksaan
Etika legalitas rekam medik dan kuliah pakar (drg. Iwan 1 X 2 jam X
dalam rekam Hukum inform consent Dewanto, MMR, PhD) 0,0625 sks
medik yang
LO8 komprehensif
untuk odontologi
forensik sesuai Kuliah pakar (drg. AKBP 2 X 2 jam X
Kepolisian pengantar odontology forensic
Suseno Wibowo) 0,0625 sks
dengan (DVI)
1 X 2 jam X
Tutorial in English
0,0625 sks
Penyakit dan proses perjalanan Kuliah pakar (Dr. drg. 1 X 1 jam X
IRK
penyakit Erlina S, Mkes) 0,0625 sks
Kuliah dari team teaching
Agama 2
FAI

Pancasila Kuliah dari team teaching

Kuliah dari team teaching


Inggris 3
PPB
1 X 2 jam X
Plenary bahasa Team Blok 8
0,0625 sks
Pakar dr. Prasetyo, Sp.PD 1 X 2 jam X
Plenary discussion
dan drg. Endaryanto 0,0625 sks
D. Pre-assesment
Proses pembelajaran dalam Blok wajib diikuti oleh mahasiswa sebagai syarat dapat
mengikuti ujian akhir blok, ketentuan peserta ujian blok adalah memenuhi ketentuan
sbb:
a. Kehadiran Kuliah = 75%
b. Kehadiran Tutorial = 75%
c. Kehadiran Skills Lab = 100%
d. Kehadiran Praktikum = 100%
Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi kehadiran 100% karena sesuatu hal, wajib
memberikan ijin kepada penanggungjawab blok, untuk kemudian mengurus proses
inhal pada penanggungjawab kegiatan (praktikum/skills lab)

E. Fasilitas
Fasilitas pendukung pembelajaran di PSPDG FKIK UMY yang dapat dimanfaatkan guna
menempuh blok ini, terdiri dari :
a. 3 ruang kuliah minitheater yang masing-masing dilengkap[i dengan 1 komputer
akses internet, LCD projector, audio recorder, dan AC
b. 8 ruang tutorial untuk kegiatan small group discussion dengan kapasitasa 12-
15 mahasiswa, dimana diruang tutorial dilengkapi perlengkapan audivisial,
komputer, mini perpustakaan, loker dan AC
c. 2 ruang skill lab
d. 2 laboratorium (komputer)
e. 1 ruang perpustakaan PBL bersama
f. Hot spot area di lingkungan UMY

F. Evaluasi
Penilaian hasil belajar digunakan penilaian formatif dan sumatif,. Penilaian firmatif
adalah penilaian harian menggunakan chek list kegiatan, laporan, kuis, dll, sedangkan
penilain sumatif menggunakan ujian tertulis (MCQ) dan ujian praktek (OSCE).
Nilai akhir blok akan diambil dari komponen pembelajaran yang ada dalam blok dengan
bobot penilan sbb :
40% hasil MCQ
30% tutorial (proses diskusi 50%, SOCA 30%, tugas mandiri 20%)
20% OSCE
10% Praktikum

Mahasiswa akan dinyatakan lulus blok Keterampilan belajar jika memenuhi evaluasi
nilai akhir sebagai berikut :
Skor minimal MCQ adalah 60
Skor minimal OSCE adalah 60
Skor minimal SOCA adalah 60
Bagi mahasiswa yang belum memenuhi skor minimal pada 3 komponen di atas
diwajibkan mengikuti ujian remediasi blok sesuai jadwal dari bagian akademik.

G. Sumber Belajar
a. Textbook
1. Coleman, GC & Nelson, JF 1992, Principles of Oral Diagnosis, Mosby. (ADA)
2. Scully, C 2014, Medical Problems in Dentistry, 7th ed. Elsevier. (edisi 7 : e-
Book, edisi 6 : ADA)
3. Bricker, S.L., Langlais, R.P. and Miller, C.S., 1994, Oral Diagnosis, Oral
medicine AND Treatment Planing. Waverly Company, Philadelphia. (ADA)
4. White S.C., Pharoah M.J., 2009, MJ. Oral Radiology Principles and
Interpretation 7th Ed. St. Louis, Missouri. (edisi 7 : e-book, edisi 6 : ADA)
5. Whaites E., 2007, Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4th ed.
Toronto: Churchill Livingstone Elsevier; 2007 (ADA)

Pakar
i. Dr. dr. Warih, Sp.KJ
ii. Dr. dr. Adang M Gugun, MKes, Sp.PK
iii. dr. Prasetyo, Sp.PD
iv. Dr. drg. Erlina Sih Mahanani, Mkes
v. drg. AKBP Suseno Wibowo
vi. drg. Iwan Dewanto, MMR, PhD
vii. drg. Goeno Subagyo, Sp.Opath
viii. drg. Endaryanto
ix. drg. Erma Sofiani, Sp.KG
x. drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc
xi. drg. Likky Tiara A, MDSc, Sp.KGA
xii. drg. Erwin Setyawan, Sp.RKG
xiii. drg. Dyah Triswari,MSc
SUPLEMEN
BASIC LEARNING AND PROFESSIONALISM

PETUNJUK TUTORIAL
PETUNJUK SKILLS LAB
PETUNJUK PLENARY DISCUSSION
SOP TUTORIAL
1. Tutorial BLOK 1 dimulai pukul 07.30 – 09.30
2. 10 menit pertama dimulai dengan menghafal surat Al-Qur’an
3. Bagi mahasiswa yang tidak membawa tugas mandiri yang telah ditetapkan tidak
diperkenankan mengikuti kegiatan tutorial
4. Aturan kehadiran :
a. Hadir tepat waktu sesuai ketentuan
b. Keterlambatan < 15 menit tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan tutorial
c. Keterlambatan > 15 menit dengan alasan yang tidak ditoleransi, tetap harus
mengikuti tutorial tetapi tidak mendapatkan nilai kegiatan dari tutor.
d. Keterlambatan > 30 menit tidak diperkenankan mengikuti kegiatan tutorial.
e. Keterlambatan dapat ditoleransi jika dikarenakan alasan yang dapat diterima
dan mendapat ijin dari pj blok.
5. Aturan berpakaian :
a. Memakai pakaian yang sopan, tidak ketat, tidak menerawang dan tidak
memakai pakaian berbahan jeans.
b. Untuk mahasiswa perempuan memakai jilbab, memakai rok/ kulot/ celana
kain yang tidak ketat.
c. Untuk mahasiswa laki-laki tidak memakai kaos oblong.
d. Memakai sepatu
6. Minimal kehadiran 75%, sebagai syarat dapat mengikuti ujian CBT Blok.
7. Apabila ketidakhadiran > 25 % tanpa alasan yang ditoleransi maka harus
mengulang kegiatan tutorial pada tahun berikutnya.
8. Pengulangan kegiatan tutorial mengikuti aturan pengulangan Blok yang
ditetapkan oleh bagian akademik.
9. Ijin ketidakhadiran yang mendapat penggantian tugas, apabila ketidakhadiran
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sakit, dibuktikan dengan surat dokter
b. Berita duka dari keluarga inti
c. Mengalami kecelakaan/halangan di jalan ketika menuju tempat tutorial
d. Mewakili institusi dalam beberapa kegiatan, dibuktikan dengan surat
keterangan dari bagian akademik
e. Menjalani ibadah umroh
10. Mahasiswa wajib mematuhi aturan yang ada dan menjaga sopan satun dalam
kegiatan tutorial
PETUNJUK TEKNIS TUTORIAL
A. PENDAHULUAN
Kegiatan small group discussion (tutorial) dalam kurikulum tahap sarjana
PSPDG UMY menggunakan pendekatan pada dua metode pembelajaran yaitu Problem
Based Learning (PBL) dan Case Based Learning (CBL). Penggunaan dua metode ini
dimaksudkan untuk memberikan variasi pengalaman belajar kepada mahasiswa. Untuk
pembelajaran di tahun awal, kegiatan diskusi tutorial lebih banyak menggunakan
pendekatan metode PBL. Pada tahun ke tiga dan ke empat bentuk tutorial lebih banyak
menggunakan metode CBL.
Problem-based Learning (PBL) menghadirkan suatu perubahan yang besar,
luas dan kompleks dalam praktek pendidikan khususnya dalam pendidikan profesional
seperti pendidikan kedokteran. Pembelajaran dalam PBL didasarkan pada empat
prinsip modern yang menjadi pengertian pembelajaran yaitu konstruktif, belajar
mandiri, kolaboratif dan pembelajaran kontekstual (Dolmans, et. al., 2005). Dalam
pembelajaran PBL perkuliahan bukanlah sumber utama dalam proses belajar
mahasiswa. Untuk memacu diskusi dan self directed learning, menstimulasi dan
meningkatkan cara berfikir mahasiswa, digunakanlah kasus /problem.
Penggunaan problem/kasus dalam PBL membuat pembelajaran dalam PBL
menjadi konstruktif dan kontekstual. Kasus merupakan titik awal dalam kegiatan
pembelajaran mahasiswa dalam pembelajaran berbasis masalah. Kasus digunakan
untuk menggambarkan fenomena tertentu yang menimbulkan suatu pertanyaan dan
membutuhkan suatu penjelasan. Isu pembelajaran yang muncul selanjutnya menjadi
pemicu mahasiswa dalam proses belajar mandiri (Dolmans 2005, Niemen, et. al.,
2006).
Case based Learning (CBL) merupakan metode pembelajaran yang
interaktif, berpusat pada mahasiswa yang hampir mirip dengan PBL. CBL mendorong
keaktifan mahasiswa dengan menggunakan scenario-scenario kasus klinis yang nyata,
berasal dari pengalaman mahasiswa selama fase klinik. Kasus-kasus tersebut secara
umum ditulis sebagai suatu problem/permasalahan yang dapat memberikan informasi
secara lengkap terkait penggalian riwayat pasien, hasil temuan pemeriksaan fisik,
stomatognasi, laboratorium dari pasien. Pembelajaran aktif terjadi ketika mahasiswa
diberi kesempatan untuk mengembangkan hubungan interaktif dengan kasus untuk
mendorong mahasiswa mengorganisir keterampilan berbagi informasi dengan
pembelajar lainnya. CBL memiliki beberapa keuntungan diantaranya mendorong
belajar mandiri, pembelajaran yang terus menerus (long life learning). CBL juga
mendorong kemampuan mahasiswa untuk menghubungkan ilmu kedokteran dasar
yang berkaitan erat dengan ilmu dan permasalahan klinik. CBL juga dianggap mampu
memperkuat penalaran klinik (clinical reasoning), pembelajaran kolaboratif dan
ketrampilan komunikasi mahasiswa. CBL dapat diterapkan dalam pembelajaran kelas
besar (large class) dan di dalam kelompok diskusi (small group discussion). Banyak
variasi dari penerapan metode pembelajaran CBL. Kasus CBL dapat didskusikan dalam
1 – 3 pertemuan (sesi). Satu kasus akan didiskusikan oleh mahasiswa pada setiap
pertemuan. Penerapan CBL lebih awal diproses pembelajaran dilakukan dengan
membuatkan suatu scenario kasus yang diambil dari pengalaman klinis yang nyata.

B. PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


Dalam modul Basic Learning and Professionalism ini terdapat 4 skenario terdiri
dari 1 skenario dalam bahasa Indonesia untuk diskusi dengan pendekatan PBL (2X
pertemuan), 2 skenario dalam bahasa indonesia untuk diskusi dengan pendekatan CBL
(setiap skenario 1X pertemuan), dan 1 skenario dalam bahasa Inggris (1X pertemuan).
Mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari
sekitar 10 sampai 13 mahasiswa dan dibimbing oleh satu orang tutor sebagai
fasilitator. Dalam diskusi tutorial perlu ditunjuk satu orang sebagai ketua diskusi dan
satu orang sebagai sekretaris, di mana keduanya akan bertugas sebagai pemimpin
diskusi. Ketua diskusi dan sekretaris ditunjuk secara bergiliran untuk setiap
skenarionya agar semua mahasiswa mempunyai kesempatan berlatih sebagai
pemimpin dalam diskusi. Oleh karena itu perlu difahami dan dilaksanakan peran dan
tugas masing-masing dalam tutorial sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
Sebelum diskusi dimulai tutor akan membuka diskusi dengan perkenalan antara
tutor dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa. Setelah itu tutor
menyampaikan aturan dan tujuan pembelajaran secara singkat. Ketua diskusi dibantu
sekretaris memimpin diskusi dengan menggunakan 7 langkah atau seven jumps untuk
mendiskusikan masalah yang ada dalam skenario. Seven jumps meliputi :
1. mengklarifikasi istilah atau konsep.
2. menetapkan permasalahan.
3. menganalisis masalah.
4. menarik kesimpulan dari langkah 3.
5. menetapkan Tujuan Belajar.
6. mengumpulkan informasi tambahan (belajar mandiri)
7. mensintesis / menguji informasi baru.

DEFINISI
1. Mengklarifikasi Istilah atau Konsep
Istilah-istilah dalam skenario yang belum jelas atau menyebabkan timbulnya
banyak interpretasi perlu ditulis dan diklarifikasi lebih dulu dengan bantuan, kamus
umum, kamus kedokteran dan tutor.

2. Menetapkan Permasalahan
Masalah-masalah yang ada dalam skenario diidentifikasi dan dirumuskan
dengan jelas.
3. Menganalisis Masalah
Masalah-masalah yang sudah ditetapkan dianalisa dengan brainstorming.
Pada langkah ini setiap anggota kelompok dapat mengemukakan penjelasan tentative,
mekanisme, hubungan sebab akibat, dll tentang permasalahan.
4. Menarik Kesimpulan dari Langkah 3
Disimpulkan masalah-masalah yang sudah dianalisa pada langkah 3
5. Menetapkan Tujuan Belajar
Pengetahuan atau informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menjawab
permasalahan dirumuskan dan disusun sistematis sebagai tujuan belajar atau tujuan
instruksional khusus (TIK).
6. Mengumpulkan Informasi Tambahan (Belajar Mandiri)
Kebutuhan pengetahuan yang ditetapkan sebagai tujuan belajar untuk
memecahkan masalah dicari dalam bentuk belajar mandiri melalui akses informasi
melalui internet, jurnal, perpustakaan, kuliah dan konsultasi pakar.
7. Mensintesis / Menguji Informasi Baru
Mensintesis, mengevaluasi dan menguji informasi baru hasil belajar mandiri
setiap anggota kelompok.
Setiap skenario akan diselesaikan dalam satu minggu dengan dua kali
pertemuan. Langkah 1 s/d 5 dilaksanakan pada pertemuan pertama, langkah 6
dilakukan di antara pertemuan pertama dan kedua. Langkah 7 dilaksanakan pada
pertemuan kedua.
Tutor yang bertugas sebagai fasilitator akan mengarahkan diskusi dan
membantu mahasiswa dalam cara memecahkan masalah tanpa harus memberikan
penjelasan atau kuliah mini.
Dalam diskusi tutorial, tujuan instruksional umum atau TIU dapat digunakan
sebagai pedoman untuk menentukan tujuan belajar. Ketua diskusi memimpin diskusi
dengan memberi kesempatan setiap anggota kelompok untuk dapat menyampaikan
ide dan pertanyaan, mengingatkan bila ada anggota kelompok yang mendominasi
diskusi serta memancing anggota kelompok yang pasif selama proses diskusi. Ketua
dapat mengakhiri brain storming bila dirasa sudah cukup dan memeriksa skretaris
apakah semua hal yang penting sudah ditulis. Ketua diskusi dibantu sekretaris yang
bertugas menulis hasil diskusi dalam white board atau flipchart.
Dalam diskusi tutorial perlu dimunculkan learning atmosphere disertai iklim
keterbukaan dan kebersamaan yang kuat. Mahasiswa bebas mengemukakan
pendapatnya tanpa khawatir apakah pendapatnya dianggap salah, remeh dan tidak
bermutu oleh teman yang lain, karena dalam tutorial yang lebih penting adalah
bagaimana mahasiswa berproses memecahkan masalah dan bukan kebenaran
pemecahan masalahnya.
Proses tutorial menuntut mahasiswa agar secara aktif dalam mencari informasi
atau belajar mandiri untuk memecahkan masalah. Belajar mandiri dapat dilakukan
dengan akses informasi baik melalui internet (journal ilmiah terbaru), perpustakaan
(text book & laporan penelitian), kuliah dan konsultasi pakar.
Bagan 1. Step 1-5 dari seven jumps tutorial PBL

Salah satu
Kelompok mahasiswa
Tutor memilih ketua membacakan
membuka dan sekretaris kembali
diskusi skenario

STEP 3 STEP 2 STEP 1


Menganalisis Menetapkan Mengklarifikasi
Masalah Permasalahan Istilah atau
Konsep

STEP 5
STEP 4
Menetapkan
Menarik
Tujuan Belajar
Kesimpulan dari
Langkah 3

Bagan 2. Step 7 dari seven jump

KETUA
memaparkan STEP 7
tujuan belajar Setiap mahasiswa
Tutor
mandiri dari memaparkan hasil
membuka
pertemuan belajar mandiri dari
diskusi
terdahulu step 6

Tutor memberikan
feed back terkait hasil
diskusi
C. CASE BASED LEARNING (CBL)
Langkah-langkah dalam proses diskusi dengan pendekatan Case Based Learning
hampir sama dengan PBL, perbedaan mendasar pada diskusi CBL lebih ditekankan
menetapkan permasalahan dan mencari pemecahan masalahnya. Dalam diskusi CBL
di Blok 1 menggunakan 1 kasus setiap pertemuan. Pada Blok-blok yang lain
dimungkinkan diskusi CBL untuk 1 kasus dilakukan dalam beberapa pertemuan.
Terutama bila kasus tersebut adalah kasus yang panjang.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari
sekitar 10 sampai 13 mahasiswa dan dibimbing oleh satu orang tutor sebagai
fasilitator. Dalam diskusi tutorial perlu ditunjuk satu orang sebagai ketua diskusi dan
satu orang sebagai sekretaris, di mana keduanya akan bertugas sebagai pemimpin
diskusi. Ketua diskusi dan sekretaris ditunjuk secara bergiliran untuk setiap
skenarionya agar semua mahasiswa mempunyai kesempatan berlatih sebagai
pemimpin dalam diskusi. Oleh karena itu perlu difahami dan dilaksanakan peran dan
tugas masing-masing dalam tutorial sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
Sebelum diskusi dimulai tutor akan membuka diskusi dengan perkenalan antara
tutor dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa. Setelah itu tutor
menyampaikan SOP/aturan pembelajaran secara singkat. Tutor menampilkan pada
layar LCD/monitor deskripsi skenario dan tujuan pembelajaran secara umum. Ketua
diskusi dibantu sekretaris memimpin diskusi dengan menggunakan 3 langkah untuk
mendiskusikan permasalah yang ada dalam skenario dan mencari pemecahannya.

Langkah dalam diskusi CBL tersebut meliputi :


1. Menetapkan permasalahan/tujuan pembelajaran yang spesifik
Setiap mahasiswa menyampaikan penetapan permasalahan yang bisa menjadi isu
pembelajaran dari kasus yang dipaparkan. Jika isu pembelajaran spesifik yang
ditetapkan oleh mahasiswa kurang lengkap, maka fasilitator/tutor akan
menambahkan penetapan permasalahan agar tujuan diskusi tercapai.
2. Menganalisis masalah (berdasarkan brainstorming dan self study
sebelum tutorial berlangsung)
Setiap mahasiswa harus sudah membaca dan mempelajari kasus yang diberikan
sebagai pemicu (trigger) sebelum diskusi CBL. Saat melakukan analisis tidak
diperkenankan membuka catatan dan membacanya. Mahasiswa harus sudah siap
dengan materi yang akan didiskusikan.
3. Membuat kesimpulan/pemecahan masalah dari kasus.
Mahasiswa secara bersama-sama membuat kesimpulan dari pemecahan kasus
dengan difasilitasi oleh tutor. Mahasiswa membuat kesimpulan tentang isu
pembelajaran yang masih perlu dipelajari kembali dalam self study ( belajar
mandiri) setelah diskusi.

Bagan 3. Step CBL (1 x pertemuan)

Tutor
memaparkan Salah satu
tujuan Kelompok mahasiswa
Tutor membuka pembelajaran memilih ketua membacakan
diskusi secara umum dan sekretaris kembali
dari scenario skenario
kasus diskusi
melalui monitor
Mahasiswa Ketua
Mahasiswa membuat melakukan memimpin
kesimpulan dengan arahan tutor diskusi/analisis penetapan
terkait permasalahan/ diagnosis kasus secara tujuan belajar
kasus, interpretasi hasil terstruktur yang specifik
pemeriksaan, dan pemecahan berdasarkan dari scenario
masalah. Menetapkan isu hasil self study kasus yang ada
pembelajaran untuk self study dengan
diarahkan oleh
tutor
CHECK LIST PENILAIAN TUTORIAL PBL

Komponen yang dinilai setiap pertemuan dalam tutorial PBL sebagai berikut.

No Komponen penilaian (1) (2) (3) (4)


PENGUASAAN MATERI
1 Persiapan materi
2 Kemampuan menyampaian pengetahuan yang sudah dimiliki
(brainstorming) atau menyampaikan informasi baru hasil self study
sesuai EBD
3 Kemampuan berfikir kritis terhadap problem/case
4 Keaktifan individu dalam diskusi kelompok
KEMAMPUAN BEKERJASAMA DALAM GRUP
5 Kerjasama dalam grup (bertanggung jawab sesuai dengan peran
masing-masing)
6 Kemampuan mendengar secara aktif/perhatian pada kegiatan
diskusi
7 Membuat kesimpulan hasil analisis kasus
KEMAMPUAN TIAP INDIVIDU BERINTERAKSI DENGAN ORANG
LAIN
8 Kemampuan sikap dan komunikasi
9 Perhatian penuh pada proses diskusi
10* Datang tepat waktu
TOTAL SKOR

Keterangan skor
4 : Very Good (selalu)
Nilai = (total skor /skor max ) x 100
3 : Good (sering)
=
2 : Satisfactory (kadang kadang)
1 : Unsatisfactory (tidak pernah)

Keterangan poin 10*


1 : terlambat < 15 menit
2 : terlambat < 10 menit
4 : tepat waktu
CHECK LIST PENILAIAN TUTORIAL CBL

Komponen yang dinilai setiap pertemuan dalam tutorial CBL sebagai berikut.

NO Komponen penilaian Skor nilai


I Akuisisi Pengetahuan 1 2 3 4
1 Menyampaikan informasi yang ilmiah dan relevan dengan topik dalam diskusi
2 Memberikan informasi menggunakan bahasa/istilah yang sesuai dalam diskusi
ilmiah
3 Mengaplikasikan hasil belajar mandiri (self study) untuk menjelaskan
permasalahan yang ada
4 Mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya (brain stroming) dengan
pengetahuan baru dalam setiap analisa tujuan belajar (LO)
II Pemecahan masalah dan keterampilan berpikir analitis
5 Menyampaikan informasi dengan jelas dan mudah dipahami menggunakan kata-
katanya sendiri (bukan melihat catatan)
6 Aktif mengajukan pertanyaan yang tepat untuk menstimulasi diskusi.
7 Aktif menganalisis dan mengklarifikasi isu pembelajaran yang sulit (critical
thinking)
8 Memberikan kesimpulan/pemecahan masalah yang sesuai dengan topik diskusi
berdasarkan bukti ilmiah (EBD) yang ada
III Pengembangan diri dalam diskusi
9 Berkomunikasi dengan baik dan tidak mendominasi proses diskusi
10 Bertanggung jawab sesuai dengan peran masing-masing dalam diskusi (ketua,
sekretaris, dan anggota)
11 Memberikan perhatian serius pada proses diskusi
12* Datang tepat waktu

Total Skor

NILAI

Keterangan skor
4 : Very Good (selalu)
Nilai = (total skor /skor max ) x 100
3 : Good (sering)
=
2 : Satisfactory (kadang kadang)
1 : Unsatisfactory (tidak pernah)

Keterangan poin 12*


1 : terlambat < 15 menit
2 : terlambat < 10 menit
4 : tepat waktu
PROBLEM BASED LEARNING (2x pertemuan)
SCENARIO PBL 1

A 23-years-old male claimed to the dentist about his jaw joint pain while opening his
mouth. The dentist asked several questions related to his problem. Some examinations
with basic examination technique and continued with supporting examinations should
be held to ensure the diagnosis.

Discuss the above case with Seven Jumps!


SCENARIO PBL 2

A female patient, 54 years old, complained her pain on the right side of posterior tooth
while chewing. The problem has felt since 2 weeks ago and the gum have ever swollen
about 3 months ago. She has history of uncontrolled type 2 diabetic mellitus. Blood
pressure resulted 160/100 mmHg. Intraoral examination showed that there was pulp
depth cavity in 46 with (+) in percussion, (-) in palpation, and (-) in thermal test. The
dentist held some supporting examination to gain definitive diagnose. The radiograph
examination showed that there was widened condition in periodontal ligament.

Discuss the above case with Seven Jumps!


CASE BASED LEARNING
(SETIAP SCENARIO 1X PERTEMUAN DISKUSI)

SCENARIO
A 35 years-old woman went to the dentist since she felt discomfort while chewing
because of a big cavity in her lower posterior tooth. She wanted her tooth to be
extracted. The anamnesis result showed that she felt weak, dizzy eyes and headache
easily. Vital sign examination showed that her blood pressure was 90/60 mmHg.
Physical examination resulted that pale in her face, conjunctiva, and finger nails.
Intraoral examination showed that there was a pulp depth cavity in 36 with (+) in
percussion, (+) in palpation, (-) in thermal test, and pale mucosa. Laboratory
examination result showed that her erythrocyte and hemoglobin were below the
normal range. Radiograph examination showed that there were signs of periapical
abscess in 36.

SCENARIO IN ENGLISH
A male patient, 45 years old, came to the dentist to check the swollen, hard, but
painless condition on his palate. The dentist examined whole of mouth cavity and the
result showed that there were protuberance on the palate which was a normal variation
and harmless.

Discuss this case in the group with the tutor as facilitator in english !
(tutorial in english just one time)
PETUNJUK SKILLS LAB

Penyusun
drg Erwin Setyawan, Sp.RKG
Dr. drg. Erlina Sih Mahanani, M Kes
drg. Dwi Suhartiningtyas, MDSc
drg Nyka, M.MedEd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SKILLS LAB 1
TEKNIK ASEPTIK DAN POSISI ERGONOMIS OPERATOR
Tujuan Umum :
1. Mahasiswa mampu melakukan teknik aseptik yang benar sebelum/sesudah
melakukan tindakan di kedokteran gigi
2. Mahasiswa mampu mempratekkan posisi ergonomis operator sesuai tindakan
dental yang dilakukan

Tugas untuk mahasiswa :


1. Verbalkan dan lakukan/simulasikan 6 langkah cara mencuci tangan yang benar
menurut WHO.
2. Verbalkan dan lakukan cara penggunaan APD yang benar.
3. Verbalkan hal-hal yang wajib dilakukan sebelum dan sesudah menggunakan APD.
4. Verbalkan dan lakukan pembagian zona kerja yang benar sesuai konsep four handed
dentistry

Tugas untuk instruktur


1. Memberikan contoh 6 langkah cara mencuci tangan yang benar menurut WHO.
2. Memberikan contoh cara penggunaan APD yang benar.
3. Memberikan pengarahan terkait tindakan yang dilakukan sebelum dan sesudah
penggunaan APD
4. Memberi waktu beberapa saat ( 5-10 menit) mahasiswa untuk belajar mandiri
5. Menginstruksikan mahasiswa secara bergantian melakukan tugas yang telah
disediakan.
6. Mengamati dan memberi penilaian seperti dalam checklist.

Skenario Skill Lab 1

Seorang perempuan/laki-laki berusia 20 tahun datang ke dokter gigi untuk


pemeriksaan rutin. Dokter gigi melakukan serangkaian pemeriksaan terkait kunjungan
pasien tersebut. Sebelum melakukan pemeriksaan,dokter gigi melakukan prosedur
cuci tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD).

Dasar Teori:
TEKNIK ASEPTIK

A. Pengertian Sterilisasi dan Desinfeksi

Sterilisasi adalah suatu usaha (tindakan) membebaskan alat atau bahan dari
segala macam kehidupan, terutama mikroorganisme serta mencegah mikroorganisme
tersebut agar tidak hidup kembali. Sterilisasi ini biasanya dilakukan terhadap benda
hidup maupun benda mati. Alat ataupun bahan dikatakan steril apabila padanya sudah
tidak terdapat lagi mikroorganisme baik bakteri, jamur, virus, serta bentuk kehidupan
lain. Sedangkan alat ataupun bahan dikatakan bersih apabila padanya sudah tidak
terdapat materi-materi yang tampak secara visual. Desinfeksi adalah tindakan
membunuh ataupun menghancurkan mikroorganisme patogen dengan cara fisik
ataupun kimia, dilakukan terhadap benda mati. Sterilisasi dan desinfeksi sangat penting
dalam pelayanan kesehatan (tindakan medis) maupun dalam penelitian-penelitian dan
diagnosis dibidang mikrobiologi. Dalam bidang pelayanan kesehatan sterilisasi dan
desinfeksi diperlukan khususnya dalam penyediaan alat-alat laboratorium dan medium
yang steril, mengingat penelitian dan diagnosis terhadap suatu spesies mikroorganisme
selalu didasarkan atas sifat biakan murni spesies, sehingga dapat dipisahkan
mikroorganisme satu dengan yang lain.

Sterilisasi dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan mekanik. Cara yang dipilih
sangat tergantung pada macam bahan dan sifat bahan yang akan disterilkan, misalnya
ketahanannya terhadap temperatur, bentuk bahannya cair atau padat.

Sterilisasi secara fisik adalah sterilisasi menggunakan faktor-faktor fisika,


misalnya temperatur tinggi, penyinaran, uap air panas. Yang termasuk cara ini antara
lain:
1. Sterilisasi dengan Pemanasan.
a. Pemanasan langsung (pemijaran)
Sterilisasi cara ini terutama digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang terbuat
dari bahan logam, platina, nikrom seperti sengkelit/ose, pinset, scalpel, jarum,
dan alat yang terbuat dari gelas seperti ujung-ujung pipet, bibir tabung, bibir
botol Erlenmeyer dan sebagainya. Untuk bahan dari logam, platina maupun
nikrom dilakukan dengan cara membakar di atas lampu spiritus sampai
membara/pijar dan alat segera dipakai setelah menjadi dingin. Sedangkan dari
bahan gelas dilakukan dengan cara memanaskan pada bibir/ujung alat yang
disterilkan.
b. Pemanasan kering dengan udara panas (hot air sterilizer)
Sterilisasi ini dilakukan dengan alat oven/hot air oven, terutama untuk sterilisasi
alat-alat gelas seperti pipet, piring petri, tabung dan juga untuk bahan-bahan
minyak dan powder seperti talk.
Caranya :
(i) Alat-alat yang akan disteril setelah dicuci kemudian dikeringkan. Untuk
tabung-tabung gelas ditutup dengan kapas bebas lemak, kemudian
dibungkus dengan kertas tahan panas.
(ii) Di masukkan oven dalam keadaan dingin.
(iii)Sumber panas dinyalakan, diatur sesuai dengan suhu yang dikehendaki
yaitu antara 1600-1700 C selama 90-120 menit.
(iv) Setelah selesai, sumber panas dimatikan dan alat-alat diambil setelah oven
dingin kembali, karena apabila tiba-tiba dikeluarkan alat-alat gelas akan
pecah. Bungkusan alat-alat tersebut disimpan, dan baru dibuka apabila akan
dipakai.
c. Pemanasan basah langsung.
Sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan alat sterilisator rebus tertentu
atau dengan panci yang diisi air secukupnya. Alat-alat yang disterilkan misalnya
gunting, pinset, skalpel, jarum, spuit injeksi dan sebagainya.
Caranya :
(i) Alat-alat yang disterilkan dicuci kemudian di masukkan dalam sterilisator
dan dipanasi sampai mendidih. Setelah mendidih diperlukan waktu 30 –
60 menit.
(ii) Untuk mempercepat penghancuran spora dan mencegah berkaratnya
logam, ditambah Na2CO3 1%.
d. Pemanasan basah tidak langsung (dengan uap air panas)
(i) Pemanasan dengan uap air panas tanpa tekanan.
Sterilisasi ini digunakan untuk media dan bahan cair yang tidak tahan
panas. Alat yang digunakan adalah dandang biasa, sterilisator dari Koch
Arnold (Arnold steam sterilizer) atau autoclave (otoklaf) dengan klep terbuka.
Caranya : Bahan dipanaskan dengan suhu 1000 C selama 30 menit agar
sel vegetative mikroorganisme terbunuh.Kemudian bahan tersebut
diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar, hal ini untuk memberi
kesempatan tumbuhnya spora. Sterilisasi diulang selama 3 kali berturut-
turut.
(ii) Pemanasan basah dengan uap air basah bertekanan.
Sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan otoklaf dimana
terjadi kenaikan suhu dalam ruangan tertutup/otoklaf sebagai akibat adanya
kenaikan tekanan dalam ruang tersebut. Bahan yang disterilkan adalah
bahan yang tahan tekanan, misalnya untuk sterilisasi medium pertumbuhan
mikroorganisme.
Caranya :
- Otoklaf dibuka dan diisi air secukupnya, kemudian bahan-bahan yang akan
disterilkan diletakkan di atas rak.
- Otoklaf ditutup kembali, sekrup diputar seimbang agar tertutup rapat.
Kemudian klep pengatur uap air dibuka. Sumber panas dinyalakan, setelah
air mendidih 1000 C tekanan 1 atm dan keluar uap air dari klep, maka klep
segera ditutup.
- Uap air panas tidak akan keluar lagi, sehingga tekanan dalam otoklaf naik
dan suhu akan naik lebih dari 1000 C. Sterilisasi ini memerlukan suhu 1210
C tekanan 2 atm selama 15 – 20 menit.
- Setelah cukup, sumber panas dimatikan. Alat ataupun bahan dikeluarkan
sebaiknya setelah suhu dibawah 800 C dengan terlebih dahulu membuka
klep uap air sedikit demi sedikit.
- Dalam sterilisasi dengan otoklaf harus ditunggu dan harus hati-hati dalam
mengurangi tekanan saat akan membuka otoklaf, karena perubahan
tekanan dan temperatur yang mendadak dapat menyebabkan cairan yang
disterilkan meletus dan alat-alat gelas dapat pecah.
(iii) Pasteurisasi
Sterilisasi dilakukan dengan pemanasan kurang dari 100o C, dilakukan
untuk sterilisasi bahan yang tidak tahan panas tinggi dan dilakukan 3 kali
berturut-turut.
Contoh:
- Sterilisasi susu : pemanasan antara 60o-70o C selama 30 menit, 3x
berturut-turut.
- Sterilisasi serum/vaksin : pemanasan antara 55o-60oC selama 60
menit/hari, dilakukan selama 5-6 kali berturut-turut.
- Sterilisasi media Louwenstein Jensen (disebut juga sterilisasi bertingkat):
Caranya : Hari I : 40o C selama 30 menit.
: 60o C selama 30 menit.
: 80o C selama 60 menit.
Hari II : 80o C selama 60 menit.
Hari III: 80 C selama 60 menit.
o

(iv). Thyndalisasi
Sterilisasi dilakukan dengan pemanasan 100oC selama 60 menit
dilakukan 3 kali (hari) berturut-turut.
Contoh : Sterilisasi media agar 4% atau media gula-gula.

2. Sterilisasi dengan penyinaran (radiasi)


Berbagai macam sinar radioaktif dapat mengakibatkan kematian mikroorganisme.
Adapun sinar dengan gelombang elektromagnetik yang sering digunakan untuk
sterilisasi adalah :
a. Sinar Ultra Violet
Sinar UV mempunyai panjang gelombang 15–390 nm, pada panjang
gelombang 260-270 nm, sinar ini mempunyai efek bakterisidal dan paling kuat
pada panjang gelombang 265 nm. Alat yang sering digunakan adalah lampu UV
dan biasanya digunakan untuk sterilisasi ruangan seperti kamar bedah, kamar
pengisian ampul obat, atau juga pada permukaan-permukaan benda.
b. Sinar X
Sinar ini mempunyai daya penetrasi yang lebih besar dari sinar UV.
c. Sinar Gamma
Sinar ini mempunyai daya penetrasi lebih besar dari sinar X, sehingga
sering digunakan untuk sterilisasi material yang tebal seperti bungkusan alat-alat
medis/kedokteran, paket makanan, paket minuman, dan sebagainya. Sinar
gamma merupakan sinar tembus yang berasal dari sumber energi atom seperti
cobalt radioaktif. Sinar ini menembus hampir melewati semua benda kecuali
lapisan timbal yang tebal.
d. Sinar Katode
Sinar ini sering digunakan untuk menghapus hama pada suhu kamar terhadap
barang-barang yang telah dibungkus.

3. Sterilisasi secara kimiawi


Sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan bahan atau zat-zat kimia. Menurut
fungsinya dapat digolongkan dalam :
a. Antiseptik
adalah bahan kimia yang dipakai untuk mencegah aktivitas mikroorganisme
baik secara menghambat maupun membunuh. Umumnya digunakan bagi obyek
yang hidup, misalnya pada jaringan luar manusia (kulit). Tindakannya
(usahanya) disebut antisepsis.
Contoh antiseptik : fenol < 5%, iodium tinktur 2%, deterjen, savlon, povidon
iodin (betadin), alkohol 50 – 70%.
b. Desinfektan
yaitu bahan-bahan kimia yang digunakan untuk desinfeksi, bersifat merusak
jaringan sehingga digunakan untuk benda/obyek yang tak hidup.
Contoh desinfektan : formalin, iodium tinktur > 4%, klorin, anti serangga.
Antiseptik dapat berubah menjadi desinfektan apabila kadarnya tinggi ataupun
terlalu tinggi sehingga mempunyai sifat merusak jaringan hidup.

Beberapa zat kimia yang mempunyai daya anti mikroorganisme :


1. Fenol dan derivatnya, dapat digunakan sebagai desinfektan ataupun antiseptik
tergantung kadar yang dipakai. Cara kerjanya mempresipitasikan protein
secara aktif atau merusak selaput sel dengan menurunkan tegangan
permukaan.
2. Alkohol, pada kadar 50-70% memiliki sifat bakterisidal untuk bentuk vegetatif.
Metanol sebaiknya tidak digunakan karena berbahaya untuk mata dan daya
bakterisidalnya rendah. Cara kerja adalah merusak membran sel dan
menginaktifasi enzim-enzim dengan cara denaturasi protein melalui dehidrasi
dan melarutkan lemak.
3. Halogen dan gugusannya, misalnya : iodin yang sering digunakan untuk
antiseptik kulit. Hipoklorit digunakan sebagai antiseptik atau desinfektan. Cara
kerjanya adalah mengoksidasi protein sehingga merusak membran dan
menginaktifasi enzim-enzim.
4. Aldehid, misalnya formalin yang digunakan sebagai desinfektan. Cara kerjanya
adalah terjadinya denaturasi protein. Kadar biasanya 1%.
5. Logam berat dan gugusannya, misalnya merchurochrom dan methiolat yang
biasanya digunaknan sebagai antiseptik. Perak nitrat sebagai antiseptik mata.
Cara kerjanya adalah dengan mempresipitasikan enzim-enzim atau protein
essensial lain yang terdapat dalam sel.
6. Deterjen, dengan cara kerja merusak membran sitoplasma oleh gugus hipofilik
dan hidrofilik yang terdapat pada deterjen.
7. Gas sterilisator, misalnya etilen oksida yang merupakan gas sterilisator bagi
alat/bahan yang tidak tahan panas ataupun tidak bisa disterilkan dengan zat
kimia cair. Gas ini memiliki daya penetrasi dan daya mikrobiosid tinggi, tetapi
mempunyai sifat toksis dan mudah meledak sehingga jarang digunakan.
Pada pelaksanaan sterilisasi sering dijumpai istilah dengan akhiran ‘cide’ atau
‘sid’ , akhiran tersebut menunjukkan bahwa zat (biasanya bahan kimia) yang
dipakai mampu membunuh, misalnya bakterisid (membunuh bakteri), fungisid
(membunuh jamur), virusid, sporosid. Adapula istilah dengan akhiran ‘statik’,
akhiran tersebut menunjukkan bahwa zat (biasanya bahan kimia) yang dipakai
mampu mencegah pertumbuhan mikroorganisme tetapi tidak sampai membunuh
termasuk sporanya.

4. Sterilisasi secara mekanik.


Sterilisasi cara ini biasanya dilakukan dengan penyaringan bahan yang akan
disterilkan melalui saringan/filter yang tidak dapat dilalui oleh kuman sehingga
diperoleh filtrat yang steril. Sterilisasi ini digunakan bagi bahan-bahan cair yang
tidak tahan panas seperti : serum darah, vaksin, toksin, enzim ataupun bahan yang
mengandung zat yang tidak tahan panas dan juga untuk bahan-bahan yang
mengandung zat-zat yang tidak stabil misalnya : larutan gula, natrium bicarbonat,
dan sebagainya. Sterilisasi cara ini masih bisa terkontaminasi oleh virus.
Macam-macam filter :
1. Filter Chamberland
Elemen penyaring pada alat ini adalah yang tidak dilapisi dengan email. Cairan
yang akan difiltrasi ditempatkan pada tepi luar filter mantel yang terbuat dari
gelas, filtrat yang dihasilkan ditampung dalam botol steril. Porositas filter ini
bervariasi yaitu : L1, L2, L3, dan seterusnya. Yang biasa digunakan untuk
penyaringan bakteri adalah L3.
2. Filter Berkefield
Elemen penyaring pada alat ini terbuat dari tanah diatomae, dengan tingkat
porositas kasar (veil=V), normal (N) dan halus (wenig=W). Bentuk dan cara
kerja seperti Chamberland. Untuk sterilisasi biasanya digunakan ukuran N dan
W.
3. Filter Seitz (filter asbes)
Merupakan alat penyaring dari ‘stainless steel’ selinder tahan karat yang
dilengkapi
dengan penyaring asbes selulosa yang dapat diganti, sedangkan pada
Chamberland
dan Barkefield filter dapat dicuci.
4. Penyaring dari gelas
Filter terbuat dari gelas pyrex. Saringan ini lebih disukai karena lebih mudah
dibersihkan daripada saringan lain.

B. Tehnik Mencuci Tangan

Pembedahan sering dilakukan didalam praktek kedokteran gigi terutama bedah


minor. Proses bedah memerlukan teknik aseptik untuk mewaspadai dan mencegah
terjadinya infeksi pasca bedah. Teknik aseptik adalah suatu cara untuk memperoleh
dan memelihara keadaan steril. Dasar dari teknik ini bahwa infeksi terjadi berasal dari
luar melalui area pembedahan.

Ada 3 prosedur aseptic yang harus dikerjakan sebelum melakukan tindakan/


perawatan dental, yaitu
1. Mensucihamakan tempat kerja/pembedahan
2. Mensucihamakan bagian tubuh yang kontak dengan tempat kerja/pembedahan
3. Sterilisasi alat-alat yang diperlukan dalam pembedahan

Salah satu upaya tindakan mensucihamakan bagian tubuh yang kontak dengan
tempat kerja/pembedahan adalah dengan mencuci tangan yang benar.

Teknik Mencuci Tangan


Mencuci tangan merupakan salah satu prosedur aseptic, yaitu mensucihamakan
bagian tubuh sebelum dan setelah kontak dengan tempat kerja/pembedahan dan
pasien. Mencuci tangan di bawah air mengalir dengan menggunakan sabun biasa
sudah cukup untuk membersihkan serta menghilangkan lemak di permukaan kulit dan
menurunkan jumlah bakteri.
Mengingat pentingnya mencuci tangan dalam prosedur aseptik ini, WHO
mengeluarkan tata cara mencuci tangan yang benar. Berikut 6 langkah cara mencuci
tangan yang benar menurut WHO :
1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang
mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan .Bersihkan kedua
pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri
dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu
keringkan memakai handuk atau tisu.

Di Indonesia, prosedur mencusi tangan yang dikeluarkan DEPKES terdiri 7


langkah. Prosedur ini mengacu pada 6 langkah WHO dan dikembangkan menjadi 7
langkah. Prosedur tersebut adalah :
1. Pertama basuh kedua tangan menggunakan air bersih yang mengalir. Ambil sabun,
dan ratakan pada kedua telapak tangan.
2. Gosok secara merata dan bergantian kedua telapak tangan, jari – jari, punggung
telapak tangan dan sela - sela jari.
3. Bersihkan ujung jari - jari dengan mengatupkannya.
4. Gosok ibu jari tangan kiri memutar dengan menggenggamnya menggunakan tangan
kanan, lakukan juga untuk ibu jari sebelah kanan.
5. Gosok ujung jari - jari anda di telapak tangan dengan gerakan memutar secara
bergantian.
6. Gosok pergelangan tangan secara bergantian.
7. Akhiri dengan membilas tangan menggunakan air bersih yang mengalir lalu
keringkan dengan kain atau tisu bersih.
Selain dengan cara di atas, cara mendesinfeksi kulit yang paling efektif (meski
cenderung membuat kulit menjadi lebih kering) adalah dengan menggunakan cairan
antiseptik yang mengandung alkohol. Preparat antiseptik bercampur deterjen akan
berfungsi sebagai pembersih, sekaligus sebagai desinfektan. Antiseptik yang
dianjurkan adalah Chlorhexidine gluconate 4% di dalam larutan deterjen (Hibiscrub)
atau povidone iodine 7,5% di dalam larutan deterjen (Betadine).
Teknik cuci tangan dapat dilakukan dengan menggosokkan tangan
menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan menggunakan
sabun antiseptik (handwash). Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan
handwash 40-60 detik. Tata cara melakukan handrub, sama seperti mencuci tangan
menggunakan air mengalir. Perbedaannya pada handrub tidak perlu dikeringkan
dengan handuk atau tissue tapi cukup diangin-anginkan saja.
MEMAKAI SARUNG TANGAN
Setelah tangan dibasuh dan dikeringkan, sedikit cairan antiseptik masih tetap
melekat di kulit dan proses desinfeksi terus berlangsung. Kedua tangan dianggap
bersih, tetapi tidak steril karena flora kulit mustahil dapat dibasmi sama sekali.
Pemakaian saruang tangan dengan teknik secara tertutup tidak dapat diterapkan, dan
sarung tangan dipasangkan secara biasa. (Gbr. 1.12).

Gbr. 1.12 Teknik Tradisional

Di pasaran tersedia sarung tangan sekali pakai dengan ketebalan dan bentuk
permukaan yang beraneka ragam. Untuk memudahkan pemasangan, hampir semua
dilumuri tepung. Bahkan ada yang dilengkapi dengan bungkusan tepung terpisah,
walau banyak ahli bedah yang menghindari pemakaian bungkusan tepung ini.
Sebenarnya sarung tangan mudah dikenakan, asalkan tangan pemakai cukup kering.
Salah satu keberatan penggunaan tepung adalah kemungkinan terjadinya granuloma.
Untuk mengurangi risiko ini, setelah terpasang sarung tangan dapat dibilas dengan
cairan yang steril. Bisa juga dipilih sarung tangan yang tidak dilumuri dengan tepung,
di luar negeri dijual dengan merek Biogel. Kebanyakan sarung tangan terbuat dari
lateks yang dapat menimbulkan reaksi alergi bagi beberapa pemakai. Untuk orang-
orang yang sensitif ini tersedia sarung tangan khusus yang tidak merangsang
timbulnya alergi.

POSISI ERGONOMIS OPERATOR

Prinsip four-handed dentistry:


Asisten dokter gigi dianggap sebagai bagian penting dari pekerjaan dokter gigi.
Telah menjadi semakin jelas bahwa asisten dokter gigi yang terlatih dengan baik sama
pentingnya dengan peralatan gigi dalam perawatan kepada pasien.
Terdapat empat prinsip dasar dalam perawatan kedokteran gigi:
1. Tindakan di dalam kedokteran gigi dilakukan dalam posisi duduk.
2. Memanfaatkan keterampilan dari asisten Dokter Gigi yang terampil.
3. Mengorganisasikan setiap tindakan kedokteran gigi yang dilakukan.

Konsep ini dikenal sebagai four handed dentistry yang terdiri dari dokter gigi
dan asisten. Four handed dentistry merupakan perawatan gigi yang dilakukan dengan
4 tangan secara bersamaan, 2 tangan operator dan 2 tangan asisten. Dalam konsep
four handed dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja di sekitar dental unit yang
disebut clock concept. Zona kerja diidentifikasi menggunakan wajah pasien sebagai
wajah/muka jam dengan kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di
belakang kepala pasien. Zona kerja tersebut dibagi menjadi 4, yaitu operator’s zone,
assistant’s zone, transfer zone dan static zone.

Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s zone adalah
zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone adalah daerah
tempat transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan asisten.
Instrumen diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada pasien. Jangan memberikan
alat di atas mata pasien. Sedangkan static zone adalah daerah tanpa pergerakan
dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk
menempatkan meja instrumen bergerak yang berisi instrumen tangan serta peralatan
yang dapat membuat takut pasien.

Pembagian zona kerja:


Ada 4 zona pada posisi kerja berdasarkan arah jarum jam:
1. Zona operator berada pada posisi arah jarum jam 7-12
2. Zona asisten berada pada posisi arah jarum jam 2- 4
3. Zona statis (untuk instrumen dan bahan) berada pada posisi arah jarum jam
12-2
4. Zona transfer berada pada posisi arah jarum jam 4-7

Ergonomi adalah terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi
manusia. Posisi ergonomi ini dapat mencegah terjadinya gangguan muskoloskeletal
dan cedera saat bekerja. Dokter gigi telah lama paham bahwa posisi duduk lebih
disarankan untuk mengurangi gangguan muskuloskeletal akibat postur statis yang
terlalu lama dan melelahkan. Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa terdapat risiko
gangguan muskuloskeletal saat dokter gigi bekerja pada posisi duduk. Banyak
tindakan medis yang dilakukan dokter gigi dalam posisi duduk dan statis,sehingga jika
tidak dilakukan dengan tepat akan tetap mempunyai risiko gangguan
muskuloskeletal.4,5
Postur tubuh yang ergonomi adalah posisi tubuh mahasiswa sewaktu
melakukan prosedur perawatan pasien berdasarkan test of visual perception (TVP)
yang terdiri dari 8 item kriteria.
Posisi kerja sesuai arah jarum jam

Beberapa gambaran mengenai posisi kerja berdasarkan arah jarum jam,


walaupun sebenarnya posisi kerja bisa juga berubah tergantung dari lingkungan klinik,
perawatan yang dilakukan (misal: pencabutan, penambalan, scalling dll) serta
kenyamanan dari masing-masing individu.
Posisi kerja pada perawatan Rahang Atas kanan

Posisi operator yang nyaman pada jam 10, asisten pada jam 3, sedangkan meja
instrument pada jam 2. Kepala pasien menoleh ke kiri, jari telunjuk tangan kanan fixasi
pada permukaan bukal Molar 1 Rahang Atas, kaca mulut posisi di dekat I1 atau I2
Rahang Bawah. Bisa juga melakukan penambalan dengan posisi operator di jam 11/12
dengan cara merangkul pasien/dibelakang pasien. Posisi asisten dan meja instrumen
menyesuaikan.

Posisi kerja pada perawatan Rahang Atas kiri


Operator pada posisi jam 9 atau 10. Kepala pasien menoleh ke arah operator,
kaca mulut agak jauh dari bagian oklusal gigi RA kiri, dekat dengan bibir bawah.
Daerah proksimal dan gingiva akan mudah terlihat. Fiksasisi jari pada gigi Molar 1,
juga berfungsi untuk membuka mukosa pipi dan bibir.
Posisi kerja pada perawatan Rahang Bawah kiri
Posisi operator di jam 9, kepala pasien menghadap ke arah operator. Kaca
mulut dekat dengan molar RB. Tangan operator menyilang, tangan kiri yang
memegang kaca mulut terletak dibawah tangan kanan yang memegang instrument
lain. Asisten operator berada di posisi jam 2. Sinar lampu direfleksikan lewat kaca
mulut.

Posisi kerja pada perawatan Rahang Bawah kanan


Posisi operator yang nyaman adalah di jam 9. Sebaiknya posisi pasien membentuk
sudut 45O, kepala pasien menghadap kearah operator, rahang pasien sejajar siku
operator. Fiksasi dilakukan pada permukaan bukal gigi molar dengan bantuan kaca
mulut dan gigi lain yang dekat dengan handpiece.
Posisi kerja pada perawatan gigi Anterior RA dan RB
Biasanya posisi operator di jam 8. Bekerja dengan bantuan operator terutama
pada bagian lingual dan palatum. Tetapi untuk perawatan pada sebelah labial,
pandangan langsung dengan mata, kaca mulut digunakan untuk membuka mukosa
labial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chaikumarn, M., 2004, Working Conditions and Dentist’s Attitude Towards


Proprioceptive Derivation, Int. J Occup. Safety and Ergonomics (JOSE), 10 (2):
137.
2. Gandavadi, A., 2007, Assessment of Dental Student Posture in Two Seating
Conditions using RULA methodology-A Pilot Study, British Dent. J., 203 (10):
601.
3. Finkbeinr BL. Four-handed Dentistry Revisited. J Contemp Dent Pract 2000;
1(4):3-5.
4. Manji I. Designing Better Dentistry: The Ergonomic Approach. J Can Dent Assoc
1992; 58(3):172-3.
5. Dalai, D.R., Bhaskar, D.J., Agali R, C., Gupta, V., Singh, N., Bumb, S.S, 2014,
Four Handed Dentistry: An Indispensable Part for Efficient Clinical Practice,
International Journal of Advanced Health Sciences: 16-20
6. Windi dan Samad, R, 2015. Penerapan postur tubuh yang ergonomis oleh
mahasiswa tahap profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
selama prosedur perawatan (Application of ergonomic posture by clinical dental
students of Faculty of Dentistry Hasanuddin University during treatment
procedure, Dentofasial, Vol.14, No.1
SKILL LAB 2
REKAM MEDIK & A N A M N E S I S

I. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mampu membuat rekam medis secara akurat dan komprehensif.
2. Mampu melakukan anamnesis dengan menggali riwayat pasien (riwayat
keluarga dan psiko sosial ekonomi, riwayat kepenyakitan dan pengobatan,
riwayat perawatan gigi mulut, perilaku) yg relevan dengan keluhan utama
melalui metode komunikasi efektif terhadap pasien atau keluarga pasien.
3. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang tahapan diagnosis yang
meliputi CC (Chief of Complain), PI (Present Illness), PDH (Past Dental
History), PMH ( Past Medical History), FH (Family History) dan SH (Social
History) dengan benar.

II. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT :
• Alat tulis
B. BAHAN :
• Form rekam medis ( data biografi dan anamnesis)
• Skenario kasus

III. TAHAPAN KEGIATAN


1. Setiap mahasiwa mendapatkan 1 bendel rekam medis dan melakukan
komunikasi drg – pasien untuk mengisi form rekam medis dengan skenario
dari instruktur.

2. Instruktur menjelas isi rekam medik dan tatacara pengisian.


3. Mahasiswa bekerja sebagai dokter, pasien bisa diperankan oleh instruktur
(jika memungkinkan).
4. Mahasiswa yang berperan sebagai dokter melakukan anamnesis secara
terarah pada pasien.
5. Pasien bertugas menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh
mahasiswa yang berperan sebagai dokter berdasarkan scenario kasus yang
diterima.
6. Mahasiswa masing-masing mengisi rekam medik
7. Instruktur mengisi Checklist penilaian untuk masing-masing kategori,
termasuk kelengkapannya.

SKENARIO UNTUK PASIEN


(diberikan saat skill lab berlangsung)
IV. DASAR TEORI

REKAM MEDIK

Pengalaman dari bencana massal, ternyata peran dokter gigi cukup penting
dalam proses identifikasi korban, maka dapat dirasakan suatu kebutuhan yang sangat
mendesak akan standar pencatatan rekam medik gigi.
Rekam medik merupakan data tertulis pada kartu yang mengandung informasi
yang lengkap dan akurat tentang identitas pasien, diagnosis, perjalanan penyakit,
proses pengobatan dan tindakan medis serta dokumentasi hasil pemeriksaan. Rekam
medis juga merupakan alat bukti yang sh menurut hukum. Membuta rekam medik
merupakan kewajiban dokter gigi terhadap pasiennya sebagai bukti tentang pelayanan
kesehatan gigi yang telah diberikan kepada pasien, namun pada kenyataannya tidak
semua dokter gigi membuat rekam meedik secara lengkap. Hal ini sangat berbahaya
karena rekam medis sudah termuat dalam Undang-undang praktek kedokteran tahun
2004 pasal 46.

Tujuan dari rekam medis gigi secara umum adalah untuk mengetahui keadaan
gigi-geligi seseorang, dan secara khusus mempunyai tujuan:
1) Sebagai catatan mengenai keadaan gigi dan keluhan pasien saat datang,
diagnosa dan perawatan yang dilakukan pada setiap kunjungan
2) Sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang akan dilakuakn pada
kunjungan berikutnya
3) Catatan mengenai sejarah penyakit, perawatan sebuah gigi, tindakan yang
telah atau pernah dilakuakan pada sebuah gigi, sehingga dapat membantu
diagnosa dan rencana perawatan selanjutnya
4) Catatan mengenai keadaan umum pasien yang perlu diperhatikan, yang perlu
dipertimbangkan dalam keputusan perawatan/pengobatan
5) Sebagai data resmi/legal untuk pertanggungjawaban dokter gigi atas segala
tindakan perawatan dan pengobatan yang telah dilakuakn
6) Gambaran mengenai kondisi kesehatan gigi pasien secara keseluruhan
7) Sebagai sumber data untuk keperluan identifikasi jika diperlukan.

Isi dari rekam medis gigi, merupakan data-data penting yang perlu dicatat, dirangkum
dalam blangko rekam medik, dengan isi tiap bagian meliputi:
1) Identitas Pasien
a. Nomor file pasien
b. Tanggal pembukaan status
c. Nama
d. Jenis Kelamin
e. Tempat dan tanggal lahir / umur
f. Alamat rumah, Nomer telephone / HP
g. Pekerjaan
h. Alamat kantor ( bila diperlukan )
2) Keadaan Umum Pasien
a. Golongan darah
b. Tekanan darah normal
c. Adakah kelainan hemofilia
d. Adakah penyakit jantung
e. Adakah penyakit diabetes
f. Adakah alergi terhadap obat tertentu
g. Adakah alergi terhadap makanan tertentu
h. Adakah penyakit-penyakit tertentu seperti HIV/Hepatitis
3) Odontogram
a. Tanggal pemeriksaan
b. Gambar denah gigi
c. Hubungan oklusi
d. Ada atau tidaknya torus
e. Type langit-langit: dalam/sedang/rendah
f. Ada atau tidaknya gigi berlebih ( supernumerary )
g. Ada tidaknya sentral diastema
h. Adakah anomali atau ciri lainnya
4) Data perawatan Kedokteran Gigi
a. Tanggal kunjungan perawatan
b. Elemen gigi yang dirawat
c. Keluhan dan diagnosa
d. Tindakan yang dilakukan
e. Paraf dokter gigi
f. Rontgent foto ada / tidak
5) Nama Dokter Gigi yang Merawat

Data Gigi Tertulis


Data rekam gigi ( dental record ) dibuat mencakup:
1. Odontogram yang menggunakan standar Inetrnasional ( Interpol Form ).
Odontogram ini memuat catatan tentang pencabutan, penambalan, pembuatan
gigi tiruan, perawatan ortodonti, implant, dan lain-lain, yang dituangkan dalam
gambar/denah standar mengenai keadaan gigi dalam mulut. Setiap memriksa
pasien baru, dokter gigi diharapkan meluangkan waktu beberapa menit untuk
mengisi odontogram yang lengkap. Pembuatan odontogram ini dapat diulangi
setelah terjadinya banyak perubahan dari kondisi semula. Sehingga diperoleh
odontogram yang paling mutakhir / mendekati keadaan gigi-geligi pasien pada
saat terakhir.
2. catatan perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi yang merawat pasien
tersebut pada setiap kunjungan. Catatan ini merupakan catatan yang
mempunyai kekuatan hukum sehingga harus dilakukan secara baik dan benar.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa rekam medis adalah kumpulan


keterangan tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan dan catatan segala
kegiatan pelayanan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu. Catatan ini berupa
tulisan maupun gambar, dan belakangan ini dapat dirubah menjadi rekaman
elektronik, film ataupun suara.
Secara umum dapat disadari bahwa informasi yang terdapat dalam rekam medis
sifatnya rahasia. Pasien tentu mengharapkan apa yang ditulis dokter yang sifatnya
rahasia bagi dirinya tidak dibaca oleh kalangan lain.
Persoalan lama penyimpanan rekam medis timbul bila ruang tempat penyimpanan
rekam medis terbatas. Rekam medis yang baru terus bertambah, sementara ruangan
tempat RM tidak mungkin menampung. Jalan keluar yang dapat ditempuh adalah
dengan menyingkirkan sebagian dari rekam medis yang pasti diperkirakan tidak akan
dipakai lagi. Suatau rencana yang pasti tentang pengelolaan RM yang tidak aktif harus
ditetapkan, sehingga selalu tersedia tempat penyimpanan RM yang baru. Lama
penyimpanan rekam medis ditetapkan dalam Permenkes tahun 1989, pasal 7 yaitu:
1. Lama penyimpanan RM sekurang-kuranya 5 (lima) tahun terhitung tanggal
terakhir pasien berobat
2. Lama penyimpanan RM yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat khusus
dapat ditetapkan tersendiri.

ANAMNESIS

Anamnesis merupakan percakapan profesional terencana antara dokter-pasien


dalam rangka menyusun riwayat penyakit. Kegiatan ini merupakan keterangan pribadi
tentang masalah pasien yang dikemukakan pada dokter sehingga informasi mengenai
penyakit yang sesungguhnya atau yang dicurigai dapat ditegakkan. Selain memberi
arah dan perluasan pemeriksaan, kegiatan ini dapat juga mengungkap berbagai faktor
terkait seperti sosial-ekonomi, budaya dan mental yang mungkin menjadi latar
belakang penyakit atau masalah yang sedang dihadapi pasien.

Ada 3 tahap penting dalam suatu anamnesis, yaitu :


1. Tahap perkenalan
2. Mendengarkan keluhan pasien
3. Pertanyaan terstruktur

1. Tahap perkenalan
a. Menyapa pasien dengan salam dan menyebutkan nama
b. Bangun suasana santai untuk menghilangkan kecanggungan.
c. Gunakan kata-kata umum (bukan istilah medis/kedokteran) namun tidak
merendahkan pasien.
d. Catat data biografi pasien (Nama, tgl lahir, alamat/no telp dan pekerjaan)
secara lengkap dan jelas.

2. Mendengarkan keluhan pasien


Keluhan utama (chief complaint) merupakan sebab/alasan mengapa pasien
mencari pertolongan.
a. Berikan dorongan kepada pasien untuk menggambarkan keluhannya
b. Jangan memotong pembicaraan pasien
c. Catat keluhan pasien sesuai tingkat keparahannya
d. Hubungkan keluhan pasien dengan kalimat awal pasien

3. Tanya jawab terstruktur


Tahap ini terbagi dalam 5 kelompok, yaitu:
a. Riwayat keluhan utama saat ini (present illness/PI)
b. Riwayat medis (medical history/MH)
c. Riwayat gigi geligi sebelumnya (dental history/DH)
d. Riwayat keluarga (family history/FH)
e. Riwayat sosial (social history/SH)

a. Riwayat keluhan utama saat ini (present illness/PI)


Merupakan riwayat kronologis perkembangan keluhan pasien, berisi tentang:
• Lokasi
• Kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan (onset).
• Durasi (sudah berapa lama)
• Faktor-faktor yang memperparah
• Pengobatan yang telah diberikan
• Gejala tambahan
• Keberhasilan perawatan/perawatan yang pernah diberikan

b. Riwayat medis (medical history/MH)


• Dapat memberikan tanda penting untuk diagnosis
• Dapat mengubah rencana perawatan
• Relevan dengan diagnosis, pengobatan dan prognosis
• Penting dicatat untuk alasan medikolegal, riwayat medis yang tidak lengkap
dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan passion, dokter gigi dan staf.
• Hal-hal yang bisa ditanyakan :
- Gejala umum (demam, penurunan berat badan)
- Alergi
- Operasi - rawat inap
- Obat
- gejala yang relevan terkait dengan sistem tubuh (system review = ROS)
--- kelainan jantung, hipertensi, paru, asma, hepatitis dsb.

c. Riwayat kesehatan gigi geligi sebelumnya (dental history/DH)


memberikan gambaran tentang gigi pasien, prioritas perawatan gigi, hal-hal
yang berhubungan dengan kedokteran gigi. Riwayat ini mencakup :
• Keteraturan hadir untuk perawatan gigi
• Sikap terhadap perawatan gigi
• Masalah gigi terbaru yang dihadapi
• Jenis perawatan yang diberikan
• Radiografi gigi terakhir

d. Riwayat keluarga (family history/FH)


Berisi tentang kesehatan dan riwayat medis dari orang tua, kakek, nenek, saudara
kandung dan anak-anak. Kemungkinan melibatkan kondisi herediter seperti
hemophilia, diabetes mellitus (DM), hipertensi, dsb.

e. Riwayat sosial (social history/SH)


Bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hal-hal yang kemungkinan
berpengaruh besar pada kesehatan umum dan kesehatan gigi pasien. Mencakup
gaya hidup pasien, sosial ekonomi, kebiasaan dsb.
SKILL LAB 3
Pemeriksaan Fisik (Ekstraoral)

I. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu melakukan pemeriksaan umum fisik dan sistem stomatognatik (meliputi
pemeriksaan ekstra dan intraoral) pada pasien anak dan dewasa secara akurat,
meliputi :
1. Kemampuan menilai penampilan dan kesehatan umum pasien berdasarkan
pengamatan.
2. Kemampuan melakukan pemeriksaan ekstraoral daerah kepala dan leher.

II. ALAT DAN BAHAN


ALAT :
• Stetoskop
• Tensimeter
• Timbangan
• Pengukur tinggi badan
• Termometer

BAHAN:
• Skenario kasus
• Form dental record khusus pemeriksaan fisik dan pemeriksaan intra oral

III. TAHAPAN KEGIATAN


1. Mahasiswa bekerja antar teman, satu sebagai dokter, satu sebagai
pasien dan kemudian bergantian (kalau waktu memungkinkan).
2. Mahasiswa harus melakukan pemeriksaan fisik ekstraoral dan intraoral
sesuai dengan skenario kasus yang sudah disediakan.
3. Skenario kasus diperuntukkan bagi mahasiswa yang berperan sebagai
pasien, sedangkan tugas pemeriksaan fisik ekstraoral dan intraoral
dilakukan oleh mahasiswa yang berperan sebagai dokter gigi.
4. Mahasiswa menggunakan dental unit yang ada untuk belajar posisi
operator yang benar dan penempatan pasien yang nyaman.
5. Mahasiswa bergantian peran.
6. Semua hasil pemeriksaan ditulis dalam lembar yang tersedia.

Tugas :
1. Lakukan pemeriksaan fisik EO dan IO pada mahasiswa yang berperan
sebagai pasien berdasarkan scenario kasus yang anda terima.
2. Skenario untuk operator diberikan saat skill lab berlangsung.
IV. DASAR TEORI PEMERIKSAAN EKSTRAORAL

Pemeriksaan fisik merupakan suatu pemeriksaan terhadap berbagai temuan yang telah
dikumpulkan baik melalui anamnesis atau pemeriksaan lain untuk menegakkan
diagnosis suatu penyakit

Ada 3 tahapan dalam pemeriksaan fisik, yaitu:


1. Pengamatan penampilan dan kesehatan umum pasien
2. Pemeriksaan ekstraoral daerah kepala dan leher.
3. Pemeriksaan intraoral.

1. Pengamatan penampilan dan kesehatan umum pasien


Dilakukan sejak pasien masuk ke dalam ruangan.Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengamatan penampilan dan kesehatan umum pasien adalah :

a. Stature h. Hair
b. Body type i. Extremities
c. Symetry j. Sexual characteristic
d. Mobility k. Response
e. Posture l. Function
f. Color m. Personal hygienes
g. Skin n. Odor

2. Pemeriksaan ekstraoral daerah kepala dan leher


a. Kepala dan Muka, meliputi :
Bentuk kepala dan muka, kulit kepala dan muka, bekas luka di kepala / muka,
pertumbuhan rambut, simetri pipi dan bibir
b. Kulit (warna, tekstur, turgor, suhu, sianosis, pucat dan lesi dermatologik.
c. Mata (celah mata, konjungtiva, sclera, pupil, ekterus)
d. Hidung (posisi septum, sekret hidung, nyeri sinus, sumbatan jalan nafas)
e. Telinga (meatus akustikus eksterna, kanalis, prosesus mastoideus, kelenjar
parotis,TMJ).
f. Leher (denyut carotis, musc. sternomastoideus, limfonodi servikalis,
submaxillaris, submandibularis, submental, kelenjar tiroid).
g. Lengan, Tangan dan Jari (artritis, tremor, cacat)

Teknik pemeriksaan fisik meliputi:


a. Inspeksi e. Auskultasi
b. Diaskopi f. Probing
c. Palpasi g. Aspirasi
d. Perkusi h. Assesmen fungsi

A. Inspeksi
Teknik pemeriksaan langsung dengan indra mata dan dilakukan secara sistematis.
Struktur bagian yang diperiksa harus dibersihkan, tidak tertutup pakaian, kosmetik,
saliva, gigi tiruan, obturator, kaca mata, dsb. Hal yang perlu diperiksa: warna,
ukuran, bentuk, hubungan anatomis, keutuhan dan ciri permukaan jaringan
B. Diaskopi
Pemeriksaan dengan menggunakan kaca tembus pandang / objek glass yang
ditekankan pada jaringan yang diperiksa. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan
lesi-lesi vaskuler atau non-vaskuler. Tekanan objek glass pada lesi yang banyak
pembuluh darah, menyebabkan area tersebut “pucat”.
C. Palpasi
Pemeriksaan dengan menggunakan indra peraba. Palpasi dilakukan dengan
menekan jaringan yang diperiksa ke arah tulang atau jaringan sekitar. Penekanan
dapat dilakukan dengan dua jari (bidigital) atau dua tangan (bimanual).
Pemeriksaan ini bertujuan memberi informasi tentang tekstur, ketebalan,
konsistensi, dan temperatur.
D. Perkusi
Pemeriksaan dengan mengetukkan jari atau instrumen ke arah jaringan. Perkusi
pada gigi-geligi memberikan informasi diagnostik tentang kondisi jaringan
periodontal.
E. Auskultasi
Tindakan mendengarkan bunyi baik secara langsung maupun melalui stetoskop
atau instrumen lainnya dari bagian tubuh. Di Kedokteran Gigi dilakukan untuk
pemeriksaan Temporo Mandibular Joint (TMJ) atau oklusi .
F. Probing
Pemeriksaan dengan menggunakan alat tertentu, seperti ujung sonde untuk
identifikasi karies, kedalaman pocket periodontal menggunakan periodontal probe.
G. Aspirasi
Pengambilan cairan dari jaringan / organ tubuh dengan jarum khusus.
H. Assesmen fungsi
Misal assesmen fungsi kelenjar ludah dengan palpasi pada kelenjar saliva dan
menghitung curah saliva.
SKILL LAB 4
Pemeriksaan Fisik (Intraoral)

I. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu melakukan pemeriksaan umum fisik dan sistem stomatognatik (pemeriksaan
intraoral) pada pasien anak dan dewasa secara akurat, meliputi :
1. Kemampuan melakukan pemeriksaan jaringan lunak mulut dengan baik dan
benar.
2. Kemampuan melakukan pemeriksaan jaringan keras gigi dengan baik dan
benar.
3. Kemampuan menggunakan alat diagnostik standar sesuai dengan fungsinya
secara benar.
4. Kemampuan membedakan jaringan normal, variasi normal maupun abnormal
rongga mulut.

II. ALAT DAN BAHAN


ALAT :
• Alat tulis
• Alat diagnosa standard ( 2 bh kaca mulut, 1 bh sonde, 1 bh pinset dan 1 bh
ekskavator)

BAHAN:
• Alkohol
• Kapas
• Skenario kasus
• Form dental record khusus pemeriksaan fisik dan pemeriksaan intra oral
• Chloroethyl (CE)

III. TAHAPAN KEGIATAN


1. Mahasiswa bekerja antar teman, satu sebagai dokter, satu sebagai
pasien dan kemudian bergantian (kalau waktu memungkinkan).
2. Mahasiswa harus melakukan pemeriksaan fisik ekstraoral dan intraoral
sesuai dengan skenario kasus yang sudah disediakan.
3. Skenario kasus diperuntukkan bagi mahasiswa yang berperan sebagai
pasien, sedangkan tugas pemeriksaan fisik ekstraoral dan intraoral
dilakukan oleh mahasiswa yang berperan sebagai dokter gigi.
4. Mahasiswa menggunakan dental unit yang ada untuk belajar posisi
operator yang benar dan penempatan pasien yang nyaman.
5. Mahasiswa bergantian peran.
6. Semua hasil pemeriksaan ditulis dalam lembar yang tersedia.

Tugas :
3. Lakukan pemeriksaan fisik IO pada mahasiswa yang berperan sebagai
pasien berdasarkan scenario kasus yang anda terima.
4. Skenario untuk operator diberikan saat skill lab berlangsung.
IV. DASAR TEORI PEMERIKSAAN INTRAORAL
Pemeriksaan intraoral adalah pemeriksaan dalam rongga mulut terhadap
berbagai temuan yang telah dikumpulkan melalui anamnesis atau pemeriksaan lain.
Pemeriksaan intraoral meliputi :
a. Pemeriksaan jaringan lunak mulut, meliputi :
1. Mukosa bibir dan labial
2. Mukosa bukal dan mukobukal fold
3. Palatal
4. Lidah dan dasar mulut
5. Gingiva
6. Oropharynx

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan jaringan lunak pada


mulut adalah : warna, konsistensi, permukaannya, bentuknya dsb. Dari
pengamatan tersebut diharapkan, kita dapat membedakan jaringan tersebut
sebagai kondisi normal, variasi normal ataukah abnormal.

b. Pemeriksaan gigi geligi (karies, oklusi dsb).


Meliputi pemeriksaan sondasi, perkusi, palpasi dan test vitalitas.

Jaringan Lunak Mulut


1. Bibir & Mukosa bibir
a. Bagian luar bibir : vermillion border dan kulit.
Vermillion border adalah bagian merah pada bibir/area lipstik yang terlindungi
oleh membrane mukosa yang tidak mempunyai mucous glands. Di mulut
berbatasan dengan mukosa labial dan di kulit berbatasan dengan
mukokutaneus junction.Evaluasi bagian ini perhatikan warna, texture dan
fissuring.
b. Bagian dalam bibir
Terdapat sejumlah nodul yang dapat dilihat dan di palpasi. Nodul-nodul tersebut
merupakan mucous glands (glandula saliva asesoris).
Pada midline RA terdapat frenulum yang melekat pada maksila dan RB pada
mandibula (frenulum labialis).
2. Mukosa bukal
- Bagian ini dilapisi oleh membrane mukosa squamusa dengan ketebalan yang
bervariasi.
- Pada mukosa bukal dekat gigi molar 2 atas terdapat papilla parotid yang
merupakan muara dari kelenjar parotis (duktus Stenson’s).
- Garis putih setinggi dataran oklusal disebut linea alba yaitu merupakan otot
bucinator yang tertekan secara berlebihan oleh tonjol gigi posterior atas
dan masuk ke dataran oklusi (hiperkeratotik).
- Frenulum bukalis RA dan frenulum mandibularis pada RB terletak kira-kira
pada area premolar.
- Fordyce’s granules dan leukoedema merupakan variasi normal.
Fordyce’s granules merupakan glandula sebacea yang ektopik. Ditemukan
juga pada bibir. Klinis berupa nodule, berwarna kekuningan.
Leukoedema : membrane mukosa tampak keriput, putih dan opaq. Bila
mukosa direnggangkan akan menghilang.
- Mukobucal fold / lipatan mukobucal: eksostosis / tonjolan tulang baik pada
maksila maupun mandibula.
3. Lidah dan dasar mulut
- Lidah memiliki 4 jenis papilla, yaitu : papilla filiformis, fungiformis,
sirkumvalata dan foliate.
- Papilla filiformis, fungiformis, sirkumvalata terletak di dorsum
lidah/punggung dan foliate pada lateral lidah. Papilla filiformis jumlahnya
paling banyak, ukuran kecil dan berwarna putih menyebar pada dorsum
lidah, Papilla fungiformis seperti jamur terletak di lateral border lidah dan
ujung lidah jumlahnya lebih sedikit dan ukurannya lebih besar dari papilla
filiformis. Papilla sirkumvalata terletak pada posterior dorsum lidah berisi 8-
12 bh. Papilla foliate. Terletak di border lateral lidah, bentuk seperti daun.
- Median sulkus+ fissuring
- Lingual tonsil--- pada 1/3 posterior lidah /akar lidah.
- Ventral lidah terdapat bangunan frenulum lingualis, Pada sisi lainnya
terdapat plika fimbriata. Area kebiruan disebut lingual vena/varikositas.
- Dasar mulut terdiri atas karunkel dan sublingual fold. Pada bagian karunkel
terdapat lubang kecil pada sisi kanan dan kiri yang merupakan duktus
wharton’s ( muara kelenjar submandibularis).
- Area antara membrane mukosa dasar mulut dan kulit pada region
submandibula di leher terdiri atas glandula sublingual, gl submandibula,
otot mylohyoid dn nodus limfatikus.
4. Gingiva
Terdiri atas margin gingival, interdental papilla dan attach gingival. Pada sisi
palatinal dari incisivus sentralis ada yang disebut papilla incisiva.

5. Palatum
Terdiri palatum durum/keras dan palatum lunak/molle. Batas antara palatum
lunak dan keras disebut ah line/vibrating line. Bangunan lain adalah rugae
palatine, raphe palatine, fovea palatine dan ovula. Pada midline palatum durum
sering terdapat nodul yang disebut torus palatines (RA) dan pada mandibula
disebut torus mandibularis. Jumlahnya bisa multiple atau tunggal, palpasi keras
dan kadang berlobus.

6. Oropharing
Bagian depan dari dinding lateral terdapat tonsil palatine (fossa tonsilar). Bagian
depan tonsil palatine dibatasi oleh pilar anterior dan pilar posterior (otot
palatoglossus). Bagian belakang oropharing disebut dinding pharyngeal.
SKILL LAB 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM
Skills lab ini menyesuaikan dengan praktikum patologi klinik.

I. Skenario Kasus
( Operator/Dokter Gigi)

Seorang perempuan /laki-laki datang ke dokter gigi dengan keluhan gusi belakang
kanan bawah bengkak. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Pemeriksaan
ektraoral wajah dan konjungtiva tampak pucat, suhu tubuh agak demam, pipi kanan
bengkak dan sedikit memerah pada bagian tengahnya. Kelenjar limfe teraba dan
terasa sakit bila ditekan, terjadi gangguan membuka mulut (trismus). Saat membuka
mulut, area sekitar telinga terasa sakit. Pemeriksaan IO gusi di sekitar gigi 48 bengkak,
merah, dan sakit, gigi 48 parsial erupsi, seluruh mukosa tampak pucat.

II. Tugas untuk Operator / Dokter gigi


1. Tuliskan kemungkinan kondisi sistemik pasien dan berikan alasan berdasarkan
scenario pada kasus tersebut.
2. Tuliskan kemungkinan kondisi dental pasien dan berikan alasan berdasarkan
scenario kasus tersebut.
3. Tuliskan rencana perawatan terkait kondisi sistemik dan kondisi dental pasien
pada kasus tersebut.
4. Tuliskan jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan terkait kondisi sistemik
dan kondisi dental pasien pada kasus tersebut.
5. Lakukan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang terkait kondisi sistemik pada
kasus tersebut.
SKILL LAB 6
PEMERIKSAAN PENUNJANG (RONTGEN FOTO),
Informed Consent, evaluasi RM

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu menegakkan radiodiagnosis, radiodiagnosis banding pemeriksaan radiograf
Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi rontgen foto dalam rangka
penegakan diagnosis penyakit gigi dan mulut.

II. ALAT DAN BAHAN


ALAT :
• Alat tulis

BAHAN:
• Foto periapikal dan OPG
• Lembar jawaban
• Lembar contoh Informed Consent

III. KETENTUAN SKILL LAB


1. Mahasiswa melakukan interpretasi rongen foto yang tersedia.
2. Mahasiswa mampu membuat informed consent sesuai
3. Diskusikan tugas tersebut dengan pasangan saudara.

TUGAS :
1. Lakukan interpretasi rontgen foto yang tersedia

Rontgen foto merupakan salah satu alat bantu diagnostic. Pemeriksaan


radiograf ini dilakukan jika memang benar-benar dibutuhkan untuk menunjang
dalam penegakkan diagnosis. Pemeriksaan ini bersifat individualis disesuaikan
dengan kasus pada masing masing pasien.
Berdasarkan letak film maka teknik radiografi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu teknik Intra Oral dan teknik Ekstra Oral. Ada tiga kategori teknik radiografi
intraoral, yaitu 1) teknik periapikal; 2) teknik bitewing; dan 3) teknik Oklusal.
Pada radiografi ekstraoral, yaitu 1) Oblique lateral; 2)Skull and maxillofacial; 3)
Cephalometric; 4) Tomography dan 5) panoramic.

Interpretasi rongen foto tergantung dari masing-masing kasus yang ada. Yang
perlu ditekankan dalam pembacaan rongen foto adalah istilah radiolusen dan
radiopaq sebagai suatu yang normal ataukah abnormal.
Gambaran radiolusen mengacu pada jaringan lunak seperti pulpa, ligament
periodontal sedangkan radiopaq mengaju pada jaringan keras seperti gigi dan
tulang (kondisi normal).
Yang perlu diperhatikan dalam interpretasi rongen foto adalah letak, warna,
jumlah, batas dan bentuk.

Diagram illustrating the diagnostic process in oral radiology


ILUSTRASI PERIAPIKAL

A Normal.
B Early apical change – widening of the radiolucent periodontal ligament space
(acute apical periodontitis) (arrowed).
C Early apical change – loss of the radiopaque lamina dura (early periapical abscess)
(arrowed).
D Extensive destructive acute inflammation – diffuse, ill-defined area of radiolucency
at the apex (periapical abscess).
E Longstanding chronic inflammation – well-defined area of radiolucency surrounded
by dense sclerotic bone (periapical granuloma or radicular cyst).
F Low grade chronic inflammation – diffuse radiopaque area at the apex (sclerosing
osteitis).

ILUSTRASI PANORAMIK
Skill Labs Informed Consent

Tahapan
1. Mahasiswa satu angkatan dibagi dalam 10 kelompok, masing-masing terdiri dari
7-9 mahasiswa dan dibimbing oleh 1 instruktur.
2. Penjelasan umum oleh instruktur masing-masing, tentang tata cara bagaimana
membuat informed consent dan prosedur informed consent secara lisan dengan
komunikasi yang benar
3. Mahasiswa berlatih membuat dan mendiskusikan isi dari form tentang
persetujuan tindakan medis secara tertulis, secara berkelompok, meneliti
kandungan isi tiap paragraf untuk diambil kesimpulan atas persetujuan dengan
instruktur.
4. Mahasiswa berlatih membuat, melakukan dan mengutip perawatan atau
tindakan informed consent secara lisan, yang dikomunikasikan secara
berpasangan.
5. Dengan bimbingan instruktur di diskusikan macam-macam perawatan yang
diperlukan informed consent lisan dan informed consent tertulis
6. Diskusi dan bedah kasus dilakukan dengan persetujuan dari instruktur dengan
isi informed consent yang telah di diskusikan.
7. Komunikasi drg – pasien dilakukan dengan cara berpasangan, dengan
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh masyarakat ( general /
awam )
8. Penilaian oleh instruktur dengan checklist tentang komunikasi, informasi yang
diberikan dan kesepakatan perawatan yang akan dicapai.

DASAR TEORI

Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter gigi dengan pasien, terjalin
dalam satu ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Dokter gigi sebagai pemberi
pelayanan ( providen ) dan pasien sebagai penerima pelayanan, mempunyai hak dan
kewajiban.
Perbedaan pandangan, jalan pikiran, dan terhambatnya komunikasi, akan membuat
tidak harmonisnya hubungan dokter gigi dengan pasien. Hal ini disebabkan, pasien
akan mempertimbangkan segi keuangan, efisiensi, efektifitas, agama, psikis, keluarga
dan lainnya, sedangkan dokter gigi lebih banyak ke arah medis.
Informed consent atau persetujuan indakan medis sangat diperlukan, karena di
bidang kedokteran gigi, hasil akhir dari tindakan kita ( prognosis ) penuh dengan
ketidak pastian, selain itu tindakan kita juga mengandung resiko, dan kadang diikuti
oleh akibat yang tidak diharapkan.
Ada dua bentuk persetujuan tindakan medik (informed consent):
1. Persetujuan tindakan medik yang tersirat atau dianggap telah diberikan
(implied consent)
a. Dalam keadaan normal
b. Dalam keadaan emergency
2. Persetujuan tindakan medik yang dinyatakan ( expressed consent)
a. Dengan Lisan
b. Dengan tulisan
Dalam memberikan informasi tentang informed consent tersebut tidak boleh bersifat
memperdaya ( fraud ), menekan ( force ), atau menciptakan ketakutan ( fear ),
karena ketiga hal tersebut dapat perjanjian persetujuan tindakan medik ( informed
consent ) tersebut cacat hukum.
Implied Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan
tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter/dokter gigi disini adalah yang biasa
dilakukan atau sudah diketahui oleh khalayak umum. Expressed Consent adalah
persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang dilakukan lebih dari
prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa.
Hal-hal yang perlu di informasikan kepada pasien dan keluarganya meliputi:
a) Alasan perlunya dilakukan tindakan medik
b) Sifat tindakan medik tersebut:
➢ Eksperimen
➢ Bukan Eksperimen
c) Tujuan tindakan medik tersebut, yaitu:
➢ Diagnostik
➢ Terapeutik
➢ Rehabilitatif
➢ Promotif
d) Resiko
e) Akibat yang mungkin terjadi, yang tidak menyenangkan
f) Ada tidaknya tindakan medik alternatif
g) Kerugian yang akan mungkin di alami jika menolak tindakan medik tersebut

Informasi tersebut, cukup disampaikan secara lisan dengan memperhatikan tingkat


pendidikan dari orang yang menerimanya, sehingga bahasa komunikasi dapat dipilih
dengan tepat. Bila dokter/dokter gigi gagal dalam meyakinkan pasien untuk melakukan
alternatif tindakan yang diperlukan, maka utuk keamanan dikemudian hari sebaiknya
dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarganya untuk menanda tangani
surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang diperlukan.

Pasal 53 Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan


dengan jelas tentang hak-hak pasien, diantaranya hak atas informasi dan memberikan
persetujuan. Konsekuensi setiap tindakan medik yang dilakukan tanpa informed
consent merupakan pelanggaran hukum dan dokter/dokter gigi dapat dituntut pidana
atau digugat secara perdata.
Pasal 45 Undang-undang Praktek kedokteran tahun 2004, tentang persetujuan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, dinyatakan dengan jelas prosedurnya, dan
untuk tata cara persetujuan tindakan medis yang lebih detail dan jelas diatur dalam
peraturan menteri.
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 dijelaskan bahwa yang dimaksud
persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut.
Informed consent mengandung 4 buah komponen:
1. Pasien harus mempunyai kemampuan ( capacity or ability ) untuk mengambil
keputusan
2. Dokter harus memberi informasi mengenai tindakan yang hendak dilakukan,
pengetesan atau prosedur, termasuk juga manfaat dan resikonya serta
kemungkinan adanya manfaat dan resiko yang mungkin terjadi
3. Pasien harus dapat memahami informasi yang diberikan
4. Pasien harus secara sukarela memberikan izinnya, tanpa adanya paksaan atau
tekanan.
SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN UNTUK DILAKUKAN PERAWATAN/PENGOBATAN/PEMBEDAHAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : ____________________________
Umur : ____________________________
Alamat : ____________________________

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :


01. Dokter yang merawat saya /pasien telah menerangkan secara jelas dan rinci tentang segala sesuatu
mengenai penyakit yang sedang saya derita, sehingga saya benar - benar memahami tentang penyakit
tersebut, pilihan - pilihan tindakan perawatan/pengobatan/pembedahan yang perlu dilakukan, tujuan
dari tindakan perawatan/pengobatan/pembedahan yang perlu dilakukan , kemungkinan resiko dan
komplikasi serta dampak ikutan yang dapat terjadi sebelum,selama, dan sesudah tindakan
perawatan/pengobatan/pembedahan dilakukan.
02. Demi keselamatan saya/pasien dan sebagai upaya penyembuhan terhadap diri saya/pasien, serta
setelah memahami dan mempertimbangkan penjelasan yang diberikan oleh dokter yang merawat
saya/pasien, saya menyetujui untuk dilakukan tindakan
pemeriksaan/perawatan/pengobatan/pembedahan terhadap diri saya/pasien berupa :
________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
_____________________________________________
03. Untuk keperluan pemeriksaan/perawatan/pengobatan lebih lanjut bagi saya/pasien, saya memberikan
wewenang sepenuhnya kepada dokter yang merawat saya/pasien untuk melakukan pemeriksaan lebih
mendalam terhadap jaringan yang diambil dari tubuh saya/pasien dengan biaya atas tanggung jawab
saya sepenuhnya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun juga, dengan
demikian saya siap dan bersedia untuk menanggung beban resiko/komplikasi/dampak ikutan lainnya, baik yang
bersifat material maupun immaterial dan tidak akan melakukan tuntutan hukum kepada pihak siapapun juga.

Yogyakarta, ____________________

Dokter yang merawat, Yang membuat pernyataan

( ) ( )

Saksi

( )
KOMPONEN PENILAIAN KEGIATAN HARIAN SKILLS LAB.

Skills Lab. mempunyai kontribusi sebesar 20 atau 30 % terhadap nilai akhir blok. Rata-
rata nilai harian kegiatan menjadi prasyarat untuk mengikuti OSCE. Adapun komponen
yang dinilai setiap kegiatan skills lab. sebagai berikut.

Nama Mahasiswa :
NIM :
BLOK :

PRE KEAKTIFAN KERJA INTERAKSI PARAF


TOPIK SKILLS TEST SAMA INSTRUKTUR
LAB
PLENNARY DISCUSSION
BLOK BSIC ORAL DIAGNOSTIC
A. PETUNJUK PELAKSANAAN:
1. Plennary discussion adalah kegiatan diskusi klasikal dimana topik yang
diangkat adalah topik yang menarik dan diharapkan dapat meningkatkan deep
learning mahasiswa
2. Kelompok penyaji dalam kegiatan ini adalah salah satu kelompok tutorial yang
ditetapkan sebagai penyusun makalah pembahasan scenario yang
terbaik/kelompok yang ditunjuk secara khusus. Kelompok penyanggah adalah
kelompok tutorial lainnya.
3. Pemilihan kelompok penyaji berdasarkan hasil penyusunan makalah
pembahasan scenario. Pembahasan scenario sesuai dengan seven jumps dan
diperbolehkan menyusunnya dalam bahasa indonesia. Presentasi saat diskusi
adalah langkah ke-7 dari seven jumps.
4. Kelompok yang terpillih sebagai pemenang/penyaji wajib berkonsultasi dengan
pakar yanng sudah ditunjuk
5. Presentasi dilakukan dalam bahasa inggris
6. Pada plennary discussion akan diadakan miniquiz.
7. Makalah pembahasan dikumpulkan melalui admin tutorial (R. tutor), atau
sesuai instruksi penanggungjawab blok
8. Selamat mengerjakan

B. Tanggal Pelaksanaan :
Menyesuaikan dengan jadwal Blok

C. PAKAR :
1. drg Endaryanto
2. dr. Prasetyo, Sp.PD
3. Pakar PPB

D. Skenario

Ditentukan kemudian

Anda mungkin juga menyukai