Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan


bahwa resiko terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa
tulang melainkan juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan
fisik (frailty) dan meningkatkannya resiko untuk jatuh.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan


fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder akibat proses
penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis.

Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma
tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang,
biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi.
Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu
sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis.

Menurut Black dan Matasarin (1997), fraktur dibagi berdasarkan dengan


kontak dunia luar, yaitu meliput fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah
fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi
infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga grade, yaitu Grade I, II, dan III.
Grade I adalah robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot. Grade II seperti grade
1 dengan memar kulit dan otot. Grade III luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan
pembuluh darah, syaraf, kulit dan otot.

Prinsip menangani fraktur meliputi: (1) reduksi yaitu memperbaiki posisi


fragmen yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka

1
(dengan operasi), (2) mempertahankan reduksi (immobilisasi) yaitu tindakan untuk
mencegah pergeseran dengan traksi terus-menerus, pembebatan dengan gips,
pemakaian penahan fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi pada os
tibia dan fibula.1

B. EPIDEMIOLOGI

Salah satu jenis fraktur yang paling sering terjadi pada ekstremitas bawah
adalah fraktur cruris. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia
dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian
pergelangan kaki. Fraktur pada lokasi ini sangat sering dijumpai pada kecelakaan
lalu lintas. Menurut data Depkes RI (2011), dari 45.987 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775
orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang
kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Banskota et al (2016) di salah satu


Rumah Sakit di Kathmandu Nepal, dari 1337 sampel didapatkan bahwa tulang tibia
dan fibula merupakan tulang tersering yang mengalami frakur akibat kecelakaan
bermotor dengan angka mencapai 297 orang (22%).

C. ANATOMI
Regio Cruris
Regio cruris terletak di tungkai bawah dan terdiri dari 2 tulang yaitu tibia
dan fibula. Fascia profunda membungkus tungkai bawah dan di atas menyatu
dengan fascia profunda tungkai atas. Dibawah condylus tibia, fascia melekat pada
margo anterior dan medial dari tibia, disini fascia ini akan bergabung dengan
periosteum. Dua septum intermusculorum berjalan dari aspek profundanya untuk

3
melekat pada fibula. Septum ini bersama dengan membrana interossea membagi
tungkai bawah menjadi tiga ruang yaitu ruang anterior, lateral dan posterior. 2
Ruang anterior tungkai bawah berisi :
- Otot : m. tibialis anterior, m. extensor digitorum longus, m.peroneus,
tertius, dan m.extensorum hallucis longus
- Vascularisasi : a. tibialis anterior
- Persarafan: n.peroneus profundus

Ruang Lateral tungkai bawah berisi :


- Otot : m. peroneus longus, m. peroneus brevis
- Vascularisasi : cabang a.peronea
- Persarafan: n. peroneus superficialis

Ruang Posterior tungkai bawah berisi :


- Otot superficial: m.gastrognemius, m.plantaris, dan m.soleus
- Otot profundus: m. popliteus, m.flexor digitorum longus, m.hallucis longus,
dan m. tibialis posterior.
- Vascularisasi : a.tibialis posterior
- Persarafan: n. tibialis 2

4
(Gambar. ruang anterior cruris) (Gambar. ruang lateral cruris)

Membrana interossea adalah membrane tipis tapi kuat yang


menghubungkan margo interosseus tibia dan fibula. Kebanyakan serabut berjalan
miring kebawah dan lateral. Terdapat lubang besar dibagian atas membran untuk
tempat lewatnya arteri dan vena tibialis anterior menuju ke ruang fascia anterior
tungkai bawah. Lubang kecil terdapat pada bagian bawah membrane untuk ramus
perforans arteri peronea masuk ke ruang fascia anterior. Di distal membrane ini
berhubungan dengan ligamentum interosseus dari articulation tibiofibularis.

5
Membrana interossea menyatukan tibia dan fibula serta menyediakan tempat untuk
perlekatan otot-otot yang ada disekitarnya. 2

Os Tibia
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput
fibulae, dibawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas
yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil.

Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang
hanya dilapisi kulit, sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen
frakturnya bergeser. Karena berada langsung dibawah kulit sering ditemukan juga
fraktur terbuka. 3

Os Fibula

Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing. Tulang ini tidak
ikut berartikulasi pada artikulatio genus, tetapi dibawah tulang ini membentuk
malleolus lateralis dari artikulatio talocruralis. Tulang ini tidak berperan dalam
menyalurkan berat badan, tetapi merupakan tempat melekat otot-otot. Fibula
mempunyai ujung atas yang melebar, corpus dan ujung bawah. 2

6
(Gambar. Tulang pada regio cruris)

D. PATOFISIOLOGI
Tabrakan High-energy dari mobil atau motor umumnya sebagai penyebab
dari fraktur cruris. Dalam kasus seperti ini, fragmen tulang dapat dibagi menjadi
beberapa bagian (fraktur comminuted). Patah tulang ini biasanya disebabkan oleh
kekuatan memutar dan hasil dalam tipe miring atau spiral fraktur. Pada cidera tak
langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit. Pada cidera
langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. 1

7
E. KLASIFIKASI 3,4,5

Klasifikasi fraktur berdasarkan klinis :


 Fraktur tertutup (simple fracture) adalah suatu fraktur yang tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak

(Gambar. Fraktur Tertutup dan Fraktur Terbuka)

8
Klasifikasi fraktur berdasarkan etiologi :

 Fraktur traumatik : Trauma terjadi secara tiba tiba


 Fraktur stress : Trauma terjadi terus menerus pada suatu tempat tertentu
 Fraktur patologis : Terjadi karena Kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis pada tulang

Klasifikasi fraktur berdasarkan konfigurasi :


1. Fraktur transversal
Suatu fraktur komplit yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
tulang.
2. Fraktur oblik
Fraktur komplit yang melalui korteks secara diagonal.
3. Fraktur spiral
Bila garis patah terdapat mengelilingi sepanjang korteks.
4. Fraktur komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
5. Fraktur segmental
Garis patah lebih dari satu, tetapi tidak berhubungan

Klasifikasi berdasarkan posisi fraktur :

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :


 1/3 proksimal
 1/3 medial
 1/3 distal

9
F. DIAGNOSA 4,5,6

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis


lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang
sebenarnya.
A. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi
ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota
gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
 Look (Inspeksi)
- Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

10
- Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
 Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
- Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
 Move (pergerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
- Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.

11
3. Pemeriksaan Penunjang
- Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan
jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:


 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang
lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas
dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

12
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian
dapat memudahkan diagnosis.
- Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur,
misalnya penyembuhan fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena
kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata
pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur
kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat
membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi
fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk
mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

G. PENATALAKSANAAN 3,4

Penatalaksanaan Fraktur :

Non Operatif

1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan
atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam
7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.

13
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen
tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan,
rehabilitasi ankle, memperkuat otot quadriceps yang nantinya diharapkan dapat
mengembalikan ke fungsi normal

Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut

- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi


dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai.
- Fraktur dengan sindroma kompartemen.
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien,
juga mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya:

- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:

1. Fiksasi eksternal

a. Standar

Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka
dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih

14
kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat
memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar
dari fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis
cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat
digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan
pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan gambar
pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)


Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan
sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi

15
komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan gambar
penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang
cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah
gambar dari penggunaan intramedullary nailing.

2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus
tibia dan pada crush injury dari tibia.

16
H. KOMPLIKASI 3,4
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka
yang tidak steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya
peredaran darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan
pada tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplay darah.
5) Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti
adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.
8) Sindroma kompartemen
Sebuah kondisi di mana tekanan dalam kompartemen otot menjadi begitu
tinggi, sehingga suplai darah ke daerah tersebut terganggu.

I. PROGNOSIS 4,5

Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan


kembali fragmen-fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis

17
fraktur yang sulit disatukan kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang
ulna, tulang radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput
femur dan cruris dapat menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut dilewati
saraf besar yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang. Prognosis fraktur
tergantung dari jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat keparahan, cepat dan
tidaknya penanganan. Prognosis pada pasca operasi fraktur cruris 1/3 distal
tergantung pada jenis dan bentuk fraktur, bagaimana operasinya, dan peran dari
fisioterapi.
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah
sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan,
bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisi umum pasien baik, usia pasien relative
muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar.
Penanganan yang diberikan seperti operasi dan pemberian internal fiksasi
juga sangat mempengaruhi terutama dalam memperbaiki struktur tulang yang
patah. Setelah operasi dengan pemberian internal fiksasi berupa plate and screw,
diperlukan terapi latihan untuk mengembalikan aktivitas fungsionalnya. Pemberian
terapi latihan yang tepat akan memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo
ad vitam baik jika pada kasus ini tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam
baik jika jenis perpatahan ringan, usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi
pada fraktur, (3) quo ad fungsionam baik jika pasien dapat melakukan aktivitas
fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang disebut juga dengan proses remodeling
baik jika tidak terjadi deformitas tulang. Dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi
sangat penting terutama dalam mencegah komplikasi dan melatih aktivitas
fungsionalnya.

18
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan


fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder akibat proses
penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis.

Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma
tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang,
biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi.
Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu
sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis.

Prinsip menangani fraktur meliputi: (1) reduksi yaitu memperbaiki posisi (2)
mempertahankan reduksi (immobilisasi) yaitu tindakan untuk mencegah pergeseran
dengan traksi terus-menerus, pembebatan dengan gips, pemakaian penahan
fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Graham, A.Apley & Louis Solomon. 1995. Ortopedi dan Farktur Sistem
Apley. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
2. Snell, Richard S. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta : EGC.
3. Sjamsuhidajat, de Jong. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
4. Rasjad, Prof.Chairuddin, MD.,Ph.D. 2007. Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone.
5. Mahyudin, Lestari. 2010. Fraktur Diafisis Tibia.
6. Norkin and White, 1995; Measurement of Joint Motion a Guide to
Goniometry; Second Edition, F.A Davis Company , Philadelpia.

20

Anda mungkin juga menyukai