hari SMRS dengan suhu yang mencapai 38 C diukur dirumah. Demam dikatakan
muncul mendadak dan langsung tinggi serta terjadi terus menerus. Demam adalah suatu
keadaan suhu tubuh diatas suhu normal, yaitu suhu tubuh diatas 38 C. Suhu tubuh
adalah suhu visera, hati, otak yang dapat diukur lewat oral, rektal dan aksila. Demam
disebabkan oleh kenaikan set point yang terjadi oleh banyak penyebab salah satunya
proses infeksi. Hipotalamus yang membentuk prostaglandin oleh bantuan mediasi
sitokin akan meningkatkan set point. Pada kondisi lain seperti tumor dan keganasan,
penyakit autoimun, kelainan hematologi dan kelainan kolagen dapat membentuk faktor
pirogen yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh.
Pola demam dapat memperkirakan penyebab dari demam. Pada pasien ini
dikatakan bahwa demam cenderung muncul mendadak tinggi dan stabil, turun
sebentar setelah mengkonsumsi parasetamol dan kembali tinggi 2-3 jam kemudian.
Gejala lain yang menyertai adalah muntah 2x berisi makanan disertai dengan mual
1 hari SMRS. Pasien sempat mengalami BAB cair dengan ampas sebanyak 4 kali,
tidak berwarna hitam, tidak nyeri saat BAB, tidak ada darah, dan volume ± ½ botol
“aqua” tiap BAB. Pasien juga mengalami nyeri perut, nyeri otot dan sendi, serta
terdapat keluhan batuk berdahak berwarna kekuningan tanpa disertai pilek. Selain
itu pasien juga mengalami penurunan nafsu makan yaitu menjadi ¼ porsi setiap
makan. Sejak 1 hari SMRS orang tua pasien mengatakan munculnya bintik
kemerahan pada tangan dan kaki pasien.
Gejala penyerta ini dapat mengarahkan kecurigaan pada infeksi saluran
pencernaan, walaupun masih belum dapat disimpulkan pada saat itu. Dengan
melihat pola demam yang muncul tiba-tiba dan cenderung tinggi serta konstan,
disertai dengan gejala flu-like syndrome cenderung mengarahkan kecurigaan
terhadap infeksi virus. Infeksi virus pada
umumnya akan mengalami resolusi dalam 3-4 hari. Demam akut (acute febrile
illness) yang disertai gejala seperti sakit kepala, menggigil atau nyeri otot dan
persendian sering terjadi di daerah tropis dan sub-tropis dan dapat disebabkan oleh
patogen yang sangat beragam. Beberapa infeksi endemik penyebab infeksi yang
paling sesring di Asia Tenggara adalah malaria, demam berdarah dengue, penyakit
rickettsial dan leptospirosis.3 Selain itu, dapat juga disebabkan oleh chikungunya,
influenza dan demam tifoid. Sehingga perlu ditelusuri portal of entry dari infeksi.
Diagnosis banding yang dapat disingkirkan dari anamnesis pada pasien ini
seperti malaria dapat disingkirkan oleh karena pola demam yang tidak sesuai dengan
pola demam malaria dimana malaria memiliki pola demam tersiana dan quartana.
Selain itu, pasien tidak memiliki riwayat berpergian ke luar kota. Untuk diagnosis
penyakit rickettsial dapat disingkirkan karena tidak ada ruam, riwayat gigitan
serangga, riwayat berpergian ke luar daerah. Untuk diagnosis leptospirosis dapat
disingkirkan karena gejala tidak khas untuk leptospirosis seperti gejala mata merah,
nyeri otot khususnya di punggung dan di betis dan jaundice. Selain itu, tidak ada
riwayat banjir atau penyakit mewabah di daerah tempat tinggal pasien dan riwayat
kontak dengan binatang.
Pada pasien ini riwayat berpergian, makan, kontak dengan gejala serupa,
kontak dengan binatang, dan riwayat lainnya tidak memberikan arahan sumber
infeksi yang diduga menyebabkan demam. Namun pada anamnesis didapatkan saat
ini terdapat kasus demam berdarah sebanyak 2 orang pada wilayah tempat tinggal
pasien. Serta pasien tinggal di lingkungan rumah yang padat dan belum pernah di
fogging. Dari anamnesis dengan keluhan utama pasien yaitu demam, di sertai dengan
gejala tambahan seperti mual muntah, nyeri otot, diare, batuk, penurunan nafsu
makan serta munculnya bintik kemerahan perlu dicurigai adanya infeksi virus
dengue.
Pada pemeriksaan fisik didapati kesadaran compos mentis, dengan tanda tanda
vital adanya takikardia yaitu 117 kali per menit, namun masih kuat angkat, dan
hipotensi dengan penyempitan sistol diastol yaitu 90/70 mmHg. Status gizi dan
antropometri gizi baik perawakan normal. Pada status generalis penemuan signifikan
terdapat pada ditemukannya peteki spontan di extremitas atas dan bawah, lalu pada
pemeriksaan paru terdengar adanya ronki di basal curiga efusi pleura, dan nyeri tekan
abdomen terutama regio kanan bawah sehingga pemeriksaan hepatomegali sulit dinilai.
Pemeriksaan general lainnya dalam batas normal. Gejala perut merupakan gejala yang
penting pada demam berdarah dan didapati pada 2/3 pasien (70%) dari studi yang
dilakukan oleh Khanna dkk. Gejala abdominal tersebut berupa mual, muntah, nyeri
perut dan dispepsia. Gejala seperti nyeri perut dan muntah seringkali merupakan tanda-
tanda peringatan awal sebelum terjadi perburukan gejala pada demam berdarah dengue.
Oleh karena itu, pada daerah endemis, setiap pasien dengan nyeri perut harus dievaluasi
untuk demam berdarah jika temuan lain mengarah pada demam yang disebabkan oleh
infeksi virus. Maka dapat disimpulkan, nyeri perutnya kemungkinan adalah bagian dari
perjalanan penyakit dengue dan tidak didapati fokus infeksi lain pada pemeriksaan
fisik.
Untuk gejala demam yang turun pada hari ke 3 sakit, perlu dipikirkan apakah
demam turun sebagai pertanda sembuhnya infeksi virus atau ini adalah demam yang
bersifat bifasik. Pada pasien ini, saat demam turun pasien masih tetap merasa lemas dan
tidak enak badan namun tidak ada perburukan gejala yang ada sebelumnya, sakit perut
dan muntah yang menetap. Sehingga dipikirkan kemungkinan bahwa demam bersifat
bifasik dan penyakit masih berlanjut. Oleh karena itu, berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik tersebut dicurigai adanya infeksi dengue. Pada pemeriksaan
penunjang laboratorium didapatkan kesan hemokonsentrasi, limfositosis, dan trombosit
rendah yaitu 52.000 per mikroliter.
Manifestasi infeksi dengue sendiri meliputi spektrum yang luas seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada
saat ini kemungkinan termasuk ke dalam demam dengue tanpa perdarahan.
Tatalaksana awal yang diberikan pada pasien ini adalah cairan yang
digunakan untuk mengganti kebutuhan cairan terutama pasca evaporasi yang
meningkat akibat demam serta untuk mengatasi kebocoran plasma. Pada pasien
dengan diberikan cairan loading Ringer Lactat sebanyak 500 mL yang berikan dalam
1 jam. Kemudian di lanjutkan cairan maintenance Ringer Lactat sebanyak 125 mL
per jam selama 24 jam. Kemudian diberikan juga ranitidine 1 x 50 mg intravena
untuk mengatasi nyeri perut serta diresepkan parasetamol 3 x 500 mg apabila
demam. Pasien harus di lakukan pemantauan ketat supaya pasien tidak jatuh kedalam
kondisi syok akibat kebocoran plasma oleh karena itu dilakukan monitoring TTV
per jam serta evaluasi laboratorium hematologi setiap 12 jam.
Gambar 4. Penatalaksanaan kasus DSS atau DBD derajat III dan IV