Anda di halaman 1dari 19

A.

DEFINISI

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis
batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA
(P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia
disebut pneumonia.

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam


etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru
(alveoli).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling
sering menyebabkan kematian pada anak dan anak balita.

Dapat disimpulkan pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim


paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai
adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

B. KLASIFIKASI

Menurut Zul Dahlan (2014), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis
pneumonia dikenal sebagai berikut:

1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau “ganda”.

1
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.

3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar


(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya,


virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia
jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur
lain.

1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.


Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus,
dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya
bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat
berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif
pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.

2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di


musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang
padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti
demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia,
mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada
awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.

3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia


streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba,
biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut ,
demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat
dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.

2
C. ETIOLOGI

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri,


virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

1. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia
akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat

2. Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian

3. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati

4. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.


Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia

3
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya
dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat
cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada
jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru

Cara Penularan

Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan


melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan
kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi
merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran
pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara
penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita
saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita.

Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pneumonia

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita
(Depkes, 2015), diantaranya :

a. Faktor risiko yang terjadi pada balita

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Status Gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat
pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia

2. Status Imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita salah satu

4
strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia
adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan
imunisasi.

3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan
bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk
menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada
balita

4. Umur Anak

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.


Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko


terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal
dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2015), yang berpengaruh diantaranya :

1. Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan
media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen

2. Polusi Udara

5
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di
dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian
pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh
karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran
yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor

D. PATOFISIOLOGI

Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit
paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:

1. filtrasi partikel dari hidung.

2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.

3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.

4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.

5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.

6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.

7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme


pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah
besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten
limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura visceral

Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun
dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan
hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan
hiperkapnia. (Bennete, 2015)

6
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2015):

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung


pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema
antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

7
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas


atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan,
dan sakit kepala (Misnadiarly, 2014).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit
meningkat, tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit (Sectish and
Prober, 2007). Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis antara 15.000-
40.000/mm3 dengan predominan sel polimorfonuklear khususnya granulosit.
Leukositosis hebat (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan pneumonia bakteri.
Adanya leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan peningkatan LED. Namun, secara umum, hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan infeksi virus
dan bakteri secara pasti

2. Uji serologi

Uji serologis untuk deteksi antigen dan antibodi untuk bakteri tipik memiliki
sensitivitas dan spesifisitas rendah. Pada deteksi infeksi bakteri atipik, peningkatan
antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis

3. Pemeriksaan mikrobiologis

8
Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan, kecuali
pada pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi
paru Spesimen dari saluran napas atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji
serologis karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri.

4. Pemeriksaan rontgen toraks

Foto rontgen tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang rawat inap. Kelainan pada foto rotgen toraks tidak
selalu berhubungan dengan manifestasi klinis. Kadang bercak-bercak sudah
ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis, namun resolusi
infiltrat seringkali memerlukan waktu yang lebih lama bahkan setelah gejala klinis
menghilang. Ulangan foto rontgen thoraks diperlukan bila gejala klinis menetap,
penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan penunjang
pneumonia di instalasi gawat darurat hanyalah foto rontgen toraks posisi AP

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Radang paru-paru dapat diobati dengan antibiotik. Itulah yang biasanya ditentukan
di sebuah pusat kesehatan atau rumah sakit , tapi sebagian besar kasus pneumonia
masa kecil dapat diberikan secara efektif di dalam rumah. Rawat inap disarankan
pada bayi berusia dua bulan dan lebih muda, dan juga dalam kasus yang sangat
parah(WHO, 2011).

1. Terapi suportif umum:

a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %


berdasarkan pemeriksaan AGD.

b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.

c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan


vibrasi.

d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif


terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.

e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.

9
f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest.

• Pneumonia rawat inap

a. Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau


kloramfenikol.

b. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas, dapat diberikan
antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin.

c. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi.

d. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau meningitis.

e. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti


kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi
ketiga.

f. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral
selama 10 hari,

3. Obat – obatan

a. Antibiotik

Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif


lainnya termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama. Bila
penderita alergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin 500mg 4 x
sehari. Demikian juga bila diduga penyebabnya mikoplasma (batuk kering).
Diberikan kotrimoksazol 2 x 2 tablet. Dosis anak :

• 2 – 12 bulan : 2 x ¼ tablet

• 1 – 3 tahun : 2 x ½ tablet

• 3 – 5 tahun : 2 x 1 tablet

10
Tergantung jenis batuk dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau
brankodilator (teofilin atau salbutamol). Pada kasus dimana rujukan tidak
memungkinkan diberikan injeksi amoksisilin dan / atau gentamisin. Pada orang
dewasa terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain 600.000 – 1.200.000
IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 x sehari terutama pada penderita dengan batuk
produktif.

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.

c. Inotropik

Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang


diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.

d. Terapi oksigen

Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau
saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.

e. Nebulizer

Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai


nebulizer untuk pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.

f. Ventilasi mekanis

Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia :

• Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100 % dengan


menggunakan masker

• Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
didapat asidosis respiratorik.

• Respiratory arrest

• Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

11
H. KOMPLIKASI

a. Abses paru

Abses paru di dalam paru-paru diding tebal, nanah mengisi rongga yang dibentuk
ketika infeksi atau peradangan merusak jaringan paru-paru.

b. Efusi pleural dan empiema

Daerah yang sempit di antara dua selaput pleural secara normal berisi sejumlah
kecil cairan yang membantu melumasi paru-paru. Sekitar 20% pasien yang
diopname untuk radang paru-paru, cairan ini membangun di sekeliling paru-paru.

c. Kegagalan paru-paru

Udara mungkin memenuhi area antara selaput-selaput pleural yang menyebabkan


pneumothorak atau kegagalan paru-paru. Kondisi bisa berupa suatu kesulitan dari
radang paru-paru (terutama sekali radang paru-paru pneumococcal) atau sebagian
dari prosedur pelanggaran yang digunakan untuk melakukan efusi pleural.

d. Komplikasi radang paru-paru yang lain

Di dalam kasus-kasus yang jarang, infeksi peradangan mungkin dapat menyebar


dari paru-paru ke hati dan dapat menyebar ke seluruh tubuh, kadang-kadang
menyebabkan bisul pada otak dan bagian tubuh atau organ-organ yang lain.
Hemoptisis yang parah (batuk darah) adalah komplikasi radang paru-paru serius
yang lain. Selain itu komplikasi yang lain yaitu perikarditis, meningitis dan
atelektasis.

e. Gagal nafas

Kegagalan yang berhubungan dengan pernafasan adalah suatu hal yang penting-
penting yang dapat menyebabkan kematian pada diri pasien dengan radang paru-
paru pneumoccocal. Kegagalan dapat terjadi karena perubahan mekanik dalam

12
paru-paru yang disebabkan oleh radang paru-paru (kegagalan ventilatory) atau
hilangnya oksigen di dalam nadi ketika radang paru-paru mengakibatkan arus darah
menjadi tidak normal (kegagalan pernapasan hypoxemic).

2. BRONKITIS

1.1 Definisi
Bronkitis digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus.
Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit
pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi
(ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding
bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus.
Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru
dan dapat merusaknya.

1.1.1 Bronkitis akut


Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang
melibatkan jalan nafas yang besar. Bronkitis akut pada umumnya ringan.
Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-
14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika
disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
1.1.2 Bronkitis kronis
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut turut, walaupun demikian tidak

13
ada standart demikian yang dapat diterima pada anak-anak. Diagnosa
kronik bronkitis biasanya dibuat berdasar adanya batuk menetap yang
biasanya terkait dengan penyalahgunaan tobacco.

1.2 Prevalensi
Dinegara barat, kekerapan bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3%
diantara populasi. Di Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan
salah satu penyebab kematian dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja.
Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan
pengobatan memakai antibiotik.
- Bronkitis Kronik : Bronchitis kronis ditemukan dalam angka-angka yang
lebih tinggi daripada normal diantara pekerja-pekerja tambang, pedagang-
pedagang biji padi-padian, pembuat-pembuat cetakan metal, dan orang-
orang lain yang terus menerus terpapar pada debu. Namun penyebab
utama adalah merokok sigaret yang berat dan berjangka panjang, yang
mengiritasi tabung-tabung bronchial dan menyebabkan mereka
menghasilkan lendir yang berlebihan
- Bronkitis Akut : Resiko terkena bronkitis akut meningkat seiring dengan :
o Merokok
o Dingin, musim dingin
o Area yang banyak polusi
o COPD
o Umur tertentu : bronkitis akut lebih sering terjadi pada anak umur 0-
4 tahun dan orang tua lebih dari 65 tahun..
1.3 Penyebab
Bronkus Akut
Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan
infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa
bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak.
- Seringkali disebabkan infeksi virus yang menyebabkan permukaan dalam
pembuluh bronkus menjadi inflamasi. Virus yang biasa menyerang adalah
rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV), dan influenza virus.
- Bakteri juga dapat menyebvabkan bronkitis seperti Mycoplasma,
Pneumococcus, Klebsiella, Haemophilus.
14
- Iritan kima seperti asap rokok gastric refluks yang dapat mengenai jalan
nafas atas, gasoline.

Bronkus Kronik
- Asma
- Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
- Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
- Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
- Sindrom aspirasi.
- Penekanan pada saluran napas
- Benda asing
- Kelainan jantung bawaan
- Kelainan sillia primer
- Defisiensi imunologis
- Kekurangan anfa-1-antitripsin
- Fibrosis kistik
- Psikis, Asap rokok dan polusi

1.4 Manifestasi klinis


Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak)
yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam
keadaan normal saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira
beberapa sendok teh setiap harinya. Apabila saluran pernapasan utama
paru (bronkus) meradang, bronkus akan menghasilkan mukus dalam jumlah
yang banyak yang akan memicu timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi
penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan shortness of breath.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada
yaitu :
- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar

15
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang
lama, yaitu :
- Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan anak
kurang istirahat.
- Daya tahan tubuh anak yang menurun.
- Anoreksia sehingga berat badan anak sukar naik.
- Kesenangan anak untuk bermain terganggu.
- Konsentrasi belajar anak menurun.

1.5 Patofisiologi
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d’entre mulut dan hidung “dropplet
infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakterimia dan gejala
atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.

Alergen Invasi kuman ke jalan nafas

Aktivasi IG.E Fenomena infeksi

Peningkatan Iritasi Mukosa Bronkus


pelepasan histamin

Penyebaran bakteri/virus ke
Edema mukosa sel seluruh tubuh.
goblet memproduksi
Bakterimia/viremia
mukus

Bersihan jalan Hipertemi Peningkatan laju


nafas tdk Peningkatan akumulasi metabolisme
efektif sekret tubuh umum.
Demam

Batuk produktif Penyempitan jalan Malaise


nafas Gangg.keseimban
gan cairan
nyeri Intoleran aktivitas
Shortness of
breath
Gang. Rasa Tidak nafsu
nyaman : makan Penggunaan
nyeri Nyeri pada
otot nafas
retrosternal
tambahan
Gang. Kebutuhan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan Gang.pola
nafas 16
Patofisiologi bronkitis yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan

(Mutaqin, 2008)

1.6 Prognosis
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya
baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau
pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak
pada usia dewasa.

1.7 Komplikasi
- Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
- Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan
gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
- Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
- Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau
Bronkietaksis.

1.8 Penatalaksanaan
Pada bronkitis akut, tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita
sembuh tanpa banyak masalah. Pada bayi kecil, drainase paru dipermudah
dengan cara perubahan posisi. Anak yang lebih tua lebih enak dengan
kelembapan tinggi. Anak dengan serangan bronkitis akut berulang perlu
dievaluasi dengan cermat untuk kemungkinan anomali saluran pernafasan,
benda asing, bronkiektasia, defisiensi imun, TBC, alergi sinusitis.
a. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lendir :
- Sering mengubah posisi
- Banyak minum
- Inhalasi

17
- Nebulizer
- Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan
tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain
b. Tindakan Medis :
- Jangan beri obat antihistamin berlebih
- Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
- Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
- Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif

c. Pencegahan
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu
diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
- Membatasi aktivitas anak
- Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang
tertutup lehernya
- Hindari makanan yang merangsang
- Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan
anak dengan air hangat
- Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
- Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

1.9 Pemeriksaan Diagnostik


- Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
- Laboratorium : Leukosit > 17.500.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
- Tes fungsi paru-paru
- Gas darah arteri
- Rontgen dada.

18
Daftar Pustaka
1. Ayu Retnani, 2015. Program studi ilmu keperawatan Fakultas kedokteran
Universitas brawijaya Malang.
2. Anonim. 2014. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013.
Jakarta: Depkes RI
3. Wilkinson, Judith M.2016. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih
bahasa : Widyawati dkk. Jakarta:EGC
4. Soegito. Pengobatan Bronkitis Kronik Eksaserbasi Akut Dengan Ciprofloxacin
Dibandingkan Dengan Co Amoxyclav. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Anonim.2012. Bronkitis.
6. Gunawan, Iriyan.2014. Bronkitis pada anak.

19

Anda mungkin juga menyukai