Anda di halaman 1dari 8

OBAT-OBAT OTONOM

PENGANTAR
Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf yang tidak
dikendalikan oleh kesadaran. Sistem saraf ini berfungsi
mengendalikan aktivitas alat dalam, misalnya jantung, saluran
nafas dan saluran cerna, kelenjar-kelenjar dan pembuluh darah.
Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan
parasimpatis.

Sistem Saraf Simpatis dan Obat yang Mempengaruhinya


Secara anatomik saraf simpatis dibentuk oleh serabut
preganglionik yang bersinapsis dengan sel saraf dan membentuk
ganglion paravertebrale, serabut pasca ganglionik menuju organ
yang dipelihara, reseptor adrenergik yang berada tersebar di
seluruh tubuh dan transmitor. Serabut saraf post ganglion simpatis
berakhir sebagai rangkaian bentukan menggelembung yang
disebut varicosa. Varicosa ini berisi vesikel-vesikel penyimpan
transmitor (nor-adrenalin). Pada waktu ada stimulus, noradrenalin
ini dilepaskan dari simpanannya ke dalam celah sinaptik yaitu
celah antara membran ujung saraf (prasinaptik) dengan membran
sel-sel efektor (post sinaptik). Noradrenalin tersebut kemudian
berinteraksi dengan reseptor baik yang berada pada membran
prasinaptik sendiri maupun pada membran postsinaptik. lnteraksi
noradrenalin dengan reseptor post sinaptik ini akan menimbulkan
proses biokhemis, biofisik dan mekanik di dalam sel efektor yang
kemudian tampak sebagai respon. Jadi respon merupakan
tanggapan sel atau organ terkait terhadap stimulasi saraf. Oleh
karena noradrenalin bertindak sebagai transmitor dalam sistem
ini maka saraf simpatis juga disebut saraf noradrenergik. Meskipun
demikian karena pada mulanya transmitor pada saraf simpatis ini
diduga merupakan adrenalin, maka sistem saraf ini sudah lebih
dikenal sebagai saraf adrenergik.
Pada sistem saraf simpatis dikenal adrenoseptor alfa dan
beta. Klasifikasi reseptor yang diajukan oleh Ahlquist (1948) itu
dimaksudkan untuk menerangkan respon beberapa organ
terhadap beberapa simpatomimetika. Reseptor alfa bereaksi kuat
terhadap adrenalin dan noradrenalin tetapi beraksi lemah dan
bahkan sama sekali tidak berespon terhadap isoprenalin. Stimulasi
reseptor alfa menyebabkan antara lain vasokonstriksi
(penyempitan pembuluh darah), kontraksi otot iris pars radier, dan
relaksasi usus. Reseptor beta lebih kuat bereaksi terhadap
isoprenalin tetapi juga bereaksi kuat baik terhadap adrenalin
maupun noradrenalin. Adrenalin dan noradrenalin mempunyai
komponen alfa dan beta di dalam menimbulkan efek
simpatomimetiknya.
Obat simpatomimetik dapat memacu langsung reseptor
adrenergik alfa dan beta atau secara tidak langsung misalnya
melalui penghambatan proses uptake (kokain atau amfetamin).
Obat penghambat sistem saraf adrenergik dapat langsung memblok
reseptor alfa (prazosin) atau beta (propranolol) atau secara tidak
langsung misalnya menghambat sintesis transmitor noradrenalin
(reserpin) lihat lampiran tabel contoh obat-obat otonom

Sistem Saraf Parasimpatis dan Obat yang Mempengaruhinya


Sistem saraf parasimpatis terdiri atas badan sel yang
berada di dalam ganglion yang biasanya terletak dekat dengan
organ yang dipelihara, serabut saraf biasanya pendek saja, reseptor
kolinergik, dan asetilkolin bertindak sebagai transmitor. Oleh
karena itu saraf ini disebut saraf kolinergik.
Pada sistem saraf parasimpatis dikenal 2 macam reseptor
yaitu reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik. Oleh karena itu
efek yang timbul juga 2 macam yaitu efek muskarinik dan nikotinik.
Efek muskarinik merupakan efek yang timbul pada pemberian
muskarin yaitu suatu racun dari jamur Amanita muscarina yang
dapat dihilangkan dengan pemberian atropin dosis kecil. Efek
nikotinik menyerupai efek yang timbul pada pemberian nikotin,
yaitu berupa pacuan sistem saraf parasimpatis yang diikuti dengan
efek pacuan saraf simpatis dan pacuan otot skelet. Hal ini terjadi
karena reseptor nikotinik yang berada di ganglion simpatis dan
parasimpatis serta motor end plate terpacu.
Obat parasimpatomimetik misalnya pilokarpin bisa bekerja
langsung memacu reseptor muskarinik, atau tidak langsung
misalnya fisostigmin yaitu dengan cara menghambat enzim
kolinesterase. Penghambat saraf parasimpatis dan
parasimpatolitika (juga biasa disebut obat antikolinergik) dapat
bertitik tangkap pada reseptor muskarinik misalnya atropin atau
dapat juga melalui hambatan pelepasan asetilkolin  lihat
lampiran tabel contoh obat-obat otonom

Meskipun secara umum kerja sistem saraf simpatis dan


parasimpatis hampir selalu berlawanan satu sama lain, tetapi
ternyata hal ini tidak selalu berlaku untuk semua organ yang
dipelihara oleh kedua sistem saraf tersebut. Pada arteriola
misalnya, saraf simpatis lebih dominan. Pada jantung kekuatan
kontraksi otot ventrikel lebih tergantung pada aktivitas saraf
simpatis dan pada bronkhus fungsi kedua sistem saraf tampak
berlawanan. Pada kelenjar bronkhus dan ludah, fungsi simpatis dan
parasimpatis tampak bersinergi yaitu saraf parasimpatis berefek
meningkatkan sekresi serous sedangkan saraf simpatis memacu
sekresi yang bersifat mukus. Saling mempengaruhi antara sistem
kedua saraf tersebut tampak pula pada efek menghambat
pelepasan noradrenalin oleh asetilkolin melalui aktivasi reseptor
prasinaptik.

Titik tangkap
Gol. Cara kerja Contoh obat Efek
kerja
Menstimulasi Reseptor Pilokarpin  Meningkatkan
reseptor muskarinik Muskarin sekresi kelenjar air
(langsung) mata, ludah,
saluran nafas,
keringat dan
Parasimpatomimetik

kelenjar cerna
 Meningkatkan
tonus dan motilitas
saluran cerna
 Bronkokonstriksi
 Kontraksi dinding
kandung kemih

Menstimulasi Menghambat Fisostigmin  Stimulasi reseptor


reseptor ensim Prostigmin muskarinik
(tidak asetilkolin- Fosfat  Stimulasi reseptor
langsung) esterase organis nikoninik
(AChE)
Memblok Reseptor Atropin  Menghambat
reseptor muskarinik Homatropin
Parasimpatolitik

sekresi kelenjar
muskarinik Benztropin airmata, ludah,
Pirenzepin saluran nafas,
hiosin saluran cerna,
keringat
 Melebarkan pupil
(midriasis)
 dsb
Titik tangkap
Gol. Cara kerja Contoh obat Efek
kerja
Menstimulasi Reseptor pasca Adrenalin Stimulasi jantung
reseptor sinaptik (pada (α dan β) (takikardia)
secara elektor) Noradrenalin Bronkodilatasi
langsung (α dan β) Vasokonsriksi
Isoprenalin(β) Relaksasi usus,
Fenilefrin(α) uterus
SIMPATOMIMETIK

Salbumatol(β) dsb
Terbutalin(β)
Fenilpropanolami
n/PPA (α)
Menstimulasi Proses uptake Stimulasi jantung
reseptor transmitor Efedrin Vasokonstriksi
secara tidak Kokain Relaksasi usus dan
langsung Amfetamin dan uterus
derivatnya dsb

Menghambat Amitriptilin Antidepresi


MAO desipramin dsb
imipramin
Memblok Memblok Vasodilatasi 
prazosin
reseptor reseptor α tekanan darah turun
Memblok Menghambat
Propanolol
reseptor β kontraksi jantung
Asebutolol
bronkokonstriksi 
Timolol
asma bronkial
Pindolol
relaksasi saluran
SIMPATOLITIK

dsb
cerna dan uterus
Menghambat Manghambat Tekanan darah
sintesis uptake turun
transmitor (masuknya) reserpin sedasi
dopamin ke
dalam vesikel
Menghambat Tekanan darah
enzim dopa Metildopa turun
dekarboksilase sedasi
Menghambat Reseptor Tekanan darah
pelepasan prasinaptik turun
Klonidin
transmitor (stimulasi) Hidung tersumbat
Depresi
PERCOBAAN A
a. Maksud percobaan
Memahami efek beberapa obat pada sistem saraf
parasimpatis
b. Hewan percobaan
Kelinci Albino
c. Alat-alat yang digunakan
1) Penggaris dengan skala milimeter
2) Pipet tetes
3) Lampu senter
d. Obat-obat
1) Prostigmin
2) Pilokarpin Hidroklorida
3) Atropin Sulfat
e. Jalannya Percobaan
1) Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan 1 ekor
kelinci. Perlakukan kelinci dengan baik agar tenang.
2) Ukur diameter pupil horisontal maupun vertikal baik
pada waktu disinari maupun tidak. Catat hasilnya.
3) Teteskan prostigmin sebanyak 2 tetes pada sakus
konjungtivalis kanan dan pilokarpin 2 tetes pada mata
kiri. Catat perubahan-perubahan yang terjadi.
4) Jika miosis sudah terjadi maksimal pada kedua mata,
berikan 2 tetes Atropin Sulfat pada mata kanan. Catat
apa yang terjadi.
5) Dua puluh menit kemudian mata kanan ditetesi dengan
2 tetes prostigmin. Catat apa yang terjadi.
PERCOBAAN B
a. Maksud Percobaan
Memahami efek obat pada sistem saraf simpatis.
b. Hewan Percobaan
Kelinci Albino
c. Alat-alat yang digunakan
1) Penggaris dengan skala milimeter
2) Pipet tetes
3) Lampu senter
d. Obat-obat
1) Efedrin
2) Epinefrin
3) Prostigmin
e. Jalannya Percobaan
1) Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan 1 ekor
kelinci. Lakukan pengamatan seperti pada Percobaan A.
2) Tetesi mata kanan dengan 2 tetes Efedrin. Lima menit
kemudian bandingkan mata kanan dengan mata kiri.
Kemudian mata kiri ditetesi dengan epinefrin 2 tetes
dan 15-20 menit kemudian bandingkan antara mata
kanan dan kiri (test refleks cahaya, refleks kornea,
keadaan vasa darah pada konjungtiva).
3) Dua puluh menit kemudian tetesi mata kanan dengan
prostigmin 2 tetes. Catat apa yang terjadi.
4) Sepuluh menit kemudian teteskan 2 tetes efedrin pada
mata kanan. Catat apa yang terjadi.
PANDUAN KLINIS
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem saraf otonom?
2. Bagaimana cara kerja sistem saraf otonom dalam tubuh
kita?
3. Apakah efek pacuan saraf otonom pada tubuh kita dan
bagaimana membedakannya?
4. Apa saja golongan dan contoh obat-obat yang dapat
mempengaruhi sistem saraf otonom?
5. Apakah kegunaan klinis obat-obat yang dapat
mempengaruhi sistem saraf otonom?

REFERENSI WAJIB
Ganiswarna, S.G.dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Bagian
Farmakologi FK UI. Jakarta

REFERENSI TAMBAHAN
Goodman & Gilman. 2008. Dasar Farmakologi Terapi Volume 1.
Edisi 10. EGC. Jakarta.
Katzung, B.G. 2009. Basic & Clinical Pharmacology. Eleventh Edition.
McGraw-Hill Medical. USA.

Anda mungkin juga menyukai