Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Kebutuhan Eliminasi
Mata Kuliah Keperawatan Dasar 1
Dosen Pengampu Ns. Heru Supriyatno, S. Kep, M. Kes

DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
1. Dewi Yunita (142012018010)
2. Ellsa Yulicka Pratiwi (142012018012)
3. Marliana Aulia Sari (142012018020)
4. Jarot Niko Saputra (142012018022)
5. Rolanda Gusti Al-Syukron (142012018036)
6. Sindy Katarani Rose (142012018037)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKes) MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU - LAMPUNG
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Asslamualaikum, Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Kebutuhan Eliminasi” guna
sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 1.
Dalam Makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami
menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :
1.Ns. Heru Supriyatno, S. Kep, M. Kes., sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Dasar 1.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyusun Makalah secara langsung maupun tidak
langsung.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan serta bantuan yang telah diberikan
hingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Kami berharap Karya Tulis Ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca.
Wassalamualaikum, Wr.Wb

Pringsewu, 09 November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .......................................................................................... 1
B. Rumus masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Eliminasi ............................................................................... 3
B. Eliminasi Urine (BAK) .......................................................................... 3
1. Pengertian Eliminasi Urine (BAK) ................................................... 3
2. Sistem Tubuh dalam Eliminasi Urine ............................................... 4
3. Proses Berkemih ................................................................................ 6
4. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine .................................... 7
5. Masalah-masalah Pada Sistem Perkemihan ........................................ 9
6. Proses Keperawatan Pada Eliminasi Urine ....................................... 12
C. Eliminasi Alvi/Feses (BAB) ................................................................... 18
1. Pengertian Eliminasi Alvi/Feses ...................................................... 18
2. Sistem tubuh dalam Eliminasi Alvi/ Feses ........................................ 18
3. Proses Defakasi ................................................................................. 19
4. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi/Feses ............................ 19
5. Masalah-masalah Pada Eliminasi Alvi/Feses ................................... 20
6. Proses Keperawatan Pada Eliminasi Alvi/Feses ............................... 23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Saran .......................................................................................................... 29

DAFTARPUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian Eliminasi menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi
adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, dan penyisihan. Dalam
bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh baik berupa urin atau alvi (feses).
Setiap manusia memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Makanan tersebut akan diolah dan diubah menjadi
energi melalui proses pencernaan. Lalu sisa-sisa metabolisme dalam tubuh
akan dikeluarkan melal uirin dan feses.
Proses pencernaan adalah proses penghancuran makanan menjadi zat-
zat makanan yang dapat diserap tubuh. Alat yang berfungsi untuk
menghancurkan makanan ini disebut alat pencernaan. Agar makanan yang
dicerna dapat diserap oleh tubuh dengan baik, maka alat pencernaan
haruslah dalam keadaan sehat. Melalui alat pencernaan itulah zat-zat
makanan diolah terlebih dahulu, baru kemudian diserap oleh tubuh. Dan
sebagian zat tidak berguna akan dikeluarkan, melalui pengeluaran eliminasi
tersebut maka tubuh akan seimbang dan dapat memproduksi lagi. Jika
kebutuhan eliminasi manusia terganggu maka akan menimbulkan kelainan
atau penyakit yang berdampak negatif bagi kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
suatu permasalahan dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan eliminasi?
2. Bagaimana pembagian proses eliminasi?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi?
4. Apa saja kelainan dalam proses eliminasi?

1
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa itu kebutuhan eliminasi
2. Memahami pembagian proses eliminasi
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
4. Mengetahui masalah-masalah dalam proses eliminasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ELIMINASI
Pengertian Eliminasi menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi
adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, dan penyisihan. Dalam
bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh baik berupa urin atau alvi (feses). Eliminasi pada manusia
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
- Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses
makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau
setengah-padat yang berasaldari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
- Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Miksi ini sering disebut buang air kecil.
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas
pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi
tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam
gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola
eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung.
Eliminasi urin adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan
berperan menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan
untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

B. ELIMINASI URINE (BAK)


1. Pengertian Eliminasi Urine
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
berupa urin. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai
hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus, dari 180 liter darah yang
masuk ke ginjal untuk di filtrasi, hanya 1-2 liter saja yang berupa urine,

3
sebagaian besar hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk
dimanfaatkan oleh tubuh.

2. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Eliminasi Urin

a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut)
yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang panggul. Ginjal
berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas
nefron yang merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah kurang
lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian
pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter menuju kandung kemih.
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,
berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna
vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung
bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai
vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 –
2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas
berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar
adrenal terletak dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan

4
langsung denganproses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah
kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak
b. Ureter
Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang
menghantarkan urine dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter
adalah sekitar 20 – 30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm
didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung
kemih. Dinding ureter terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh sel – sel
transisional, otot polossirkuler, dan longitudinal yang dapat melakukan
kontraksi guna mengeluarkan urine menuju kandung kemih.
c. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot
polos yang berfungsi sebagai tempat penampungan air seni (urine). Di
dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang
ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk
mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah
jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai
otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih keluar
tubuh. Terletak di rongga pelvis pada laki-laki terletak dibelakang simfisis
pubis dan didepan rektum. Pada wanita berada dibawah uterus dan didepan
vagina. Dinding kandung kemih elastis sehingga mampu menahan regangan
yang sangat besar.
d. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke
bagian luar. Saluran perkemihan dilapisi membrane mukosa, dimulai dari
meatus uretra hingga ginjal. Secara normal, mikroorganisme tidak ada yang
bias melewati uretra bagian bawah, namun membran mukosa ini pada
keadaan patologis yang terus-menerus akan menjadikannya media baik
untuk pertumbuhan beberapa patogen.

5
3. Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria
berisi ± 250-400 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak– anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan pada saraf – saraf di dinding vesika
urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medulla spinalis
ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya,
otak memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah
sakral, kemudian terjadi kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter
internal. Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan oleh
spincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan
menyebabkan relaksasi spincter eksternal dan urine dikeluarkan (berkemih).
Proses pembentukan urine melalui 3 tahap yaitu:

1) Filtrasi (penyaringan)
Bagian pertama dari proses pembentukan urine adalah filtrasi yaitu
proses penyaringan darah yang mengandung zat sisa metabolisme yang
dapat menjadi racun untuk tubuh.
Filtrasi terjadi di badan malphigi yang terdiri dari glomerulus dan
kapsul Bowman. Glomerulus menyaring air, garam, glukosa, asam amino,
urea dan limbah lainnya untuk melewati kapsul Bowman. Hasil filtrasi ini
menghasilkan urine primer. Urine primer termasuk urea di dalamnya, yang
dihasilkan dari amonia yang terkumpul ketika hati memproses asam amino
dan disaring oleh glomerulus
2) Reabsorpsi
Sekitar 43 galon cairan melewati proses filtrasi, tetapi sebagian besar
diserap kembali sebelum dikeluarkan dari tubuh. Reabsorpsi terjadi di
tubulus proksimal nefron, lengkung Henle (loop of Henle), tubulus distal
dan tubulus pengumpul. Air, glukosa, asam amino, natrium, dan nutrisi
lainnya diserap kembali ke aliran darah di kapiler yang mengelilingi
tubulus. Air bergerak melalui proses osmosis, yaitu pergerakan air dari area

6
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Hasil pada proses
pembentukan urine ini adalah urine sekunder.
Biasanya semua glukosa diserap kembali. Namun, pada orang dengan
diabetes, kelebihan glukosa tetap bertahan dalam filtrat. Natrium dan ion-
ion lain diserap kembali secara tidak lengkap, dengan proporsi yang lebih
besar tersisa dalam filtrat ketika lebih banyak dikonsumsi dalam makanan,
menghasilkan konsentrasi darah yang lebih tinggi. Hormon mengatur proses
transport aktif di mana ion seperti natrium dan fosfor diserap kembali.
3) Sekresi atau augmentasi
Sekresi adalah tahap terakhir dalam pembentukan urine, yaitu ketika
urine akhirnya dibuang. Sekresi atau pembuangan ion hidrogen melalui
proses ini adalah bagian dari mekanisme tubuh untuk menjaga pH yang
tepat, atau keseimbangan asam dan basa tubuh. Ion kalium, ion kalsium, dan
amonia juga dibuang pada tahap ini, seperti beberapa obat. Ini supaya
komposisi kimia darah tetap seimbang dan normal.
Prosesnya terjadi dengan meningkatkan pembuangan zat seperti
kalium dan kalsium ketika konsentrasi tinggi dan dengan meningkatkan
reabsorpsi dan mengurangi sekresi ketika tingkatnya rendah.Urine yang
dibuat oleh proses ini kemudian mengalir ke bagian tengah ginjal yang
disebut pelvis ginjal, kemudian terus mengalir ke ureter dan kemudian
tersimpan di kandung kemih. Dari kandung kemih, urine selanjutnya
mengalir ke uretra dan akan dibuang keluar saat buang air kecil.

4. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


a) Diet dan Asupan (in take)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat
menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.
b) Respons Keinginan Awal untuk Berkemih

7
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebakan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c) Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d) Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e) Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan
braktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
f) Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring dengan
pertambahan usia.
g) Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti
penyakit diabetes militus.
h) Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil di tempat tertentu.

i) Kebiasaan Seseorang

8
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine
bila dalam keadaan sakit.
j) Tonus Otot
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah
otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
k) Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak
dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunanjumlan
produksi urine.
l) Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian
diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
m) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan
eliminasi urine, khususnya prosedur – prosedur yang berhubungan
dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asuan
sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi
dapat menimbulkan edema local pada uretra sehingga pengeluaran urine
terganggu.

5. Masalah-masalah Pada Sistem Perkemihan


1) Retensi Urine
Retensi urin adalah penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria, atau keadaan pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap. Tanda-tanda klinis retensi urine adalah
tidak nyaman di bagian pubis, distensi vesika urinaria, ketidaksanggupan

9
untuk berkemih, terdapat urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung
kemih, dan ketidakseimbangan atara output dan input cairan.
2) Inkontinensia Urine
Inkontinensia Urine dalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekresi urine. Secara umum
penyebabnya adalah proses penuaan, pembesaran prostat, penurunan
kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.
Macam-macam Inkontinensia Urine :
- Inkontinensia stres disebabkan oleh melemahnya atau rusaknya otot-
otot yang berfungsi untuk mencegah proses buang air kecil, seperti
otot dasar panggul dan sfingter uretra (lubang keluarnya urine).
- Inkontinensia dorongan biasanya disebabkan oleh aktivitas berlebihan
otot detrusor yang mengendalikan kandung kemih. Selain itu dapat
disebabkan oleh terlalu banyak mengonsumsi alkohol dan kafein.
- Inkontinensia luapan biasanya disebabkan oleh penyumbatan pada
kandung kemih sehingga mencegah pengosongan sepenuhnya. Bisa
juga disebabkan oleh pembesaran prostat.
- Inkontinensia total biasanya disebabkan oleh masalah pada kandung
kemih sejak lahir, cedera tulang belakang atau adanya fistula (jalur
baru) pada kandung kemih.
3) Enuresis
Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam,
Enuresis bisa bersifat nokturnal dan diurnal. Enuresis nokturnal merupakan
istilah untuk kebiasaan mengompol pada malam hari, sedangkan enuresis
diurnal adalah istilah untuk kebiasaan mengompol pada siang hari. Kondisi
ini kerap dialami oleh anak usia di bawah lima tahun. Seiring bertambahnya
usia, kebiasaan ini akan hilang dengan sendirinya lantaran meningkatnya
kemampuan anak untuk mengontrol kandung kemihnya. Ada dua jenis
enuresis, antara lain:

10
 Enuresis primer
Enuresis yang kerap terjadi mulai dari bayi, enuresis nokturnal adalah
bentuk enuresis primer yang paling umum terjadi.
 Enuresis sekunder
Enuresis yang masih kerap terjadi pada seseorang yang sebelumnya
sudah mampu mengendalikan kandung kemihnya.

6. Proses Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Urin


1. PENGKAJIAN
a. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta
hambatannya. Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan
kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur
dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
b. Pola berkemih
 Frekuensi berkemih : frekuesi berkemih menentukan berapa kali
individu berkemih dalam waktu 24 jam
 Urgensi : Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke
toilet karena takut megalami inkotinensia jika tidak berkemih
 Disuria : Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini
ditemukan pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada
vesika urinaria.
 Poliuria : Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya
lebih besar tanpa adanya peingkata asupa caira. Keadaan ini dapat
terjadi pada penyekit diabetes, defisiensi ADH, da pen yakit kronis
ginjal.
 Urinaria supresi : Keadaan produksi urine yang berhenti secara
medadak. Bila produksi urine kurag dari 100 ml/hari dapat dikataka
anuria, tetapi bila produksiya atara 100 – 500 ml/hari dapat dikatakan
sebagai oliguria.

11
c. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarka
dalam waktu 24 jam.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola eliminasi urine berdasarkan :
 Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomali saluran urinaria
 Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit
 Kerusakan pada saluran kemih
 Efek pembedahan pada saluran kemih
b. Inkontinensia fungsional berdasarkan :
 Penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan kemampuan
untuk mengenl isyarat akibat cedera atau kerusakan k. Kemih
 Kerusakan mobilitas
 Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
c. Inkontinensia refleks berdasarkan gagalnya fungsi rangsang di atas
tingkatan arkus refleks akibat cedera pada m. Spinalis
d. Inkontinensia stress berdasarkan :
 Tingginya tek. Intraabdimibal dan lemahnya otor peviks akibat
kehamilan
 Penurunan tonus otot
e. Inkontinensia total berdasarkan defisit komnikasi atau persepsi
f. Inkontinensia dorongan berdasarkan penurunan kapasitas k. Kemih
akibat penyakit infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor
penuaan.
g. Retesi urine berdasarkan adanya hambatan pada sfingter akibat
penyakit struktur, BHP.
h. Perubahan body image berdasarkan inkontinensia dan enuresis
i. Resiko terjadinya infeksi saluran kemih berdasarkan pemasangan
kateter, kebersihan perineum yang kurang
j. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d gangguan
drainase ureterostomi.

12
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
 Tujuan :
a) Memahami arti eliminasi urine
b) Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
c) Mencegah infeksi
d) Mempertahankan integritas kulit
e) Memberikan rasa nyaman
f) Mengembalikan fungsi kandung kemih
g) Memberikan asupan secara tepat
h) Mencegah kerusakan kulit
i) Memulihkan self sistem atau mencegah tekanan emosional

 Rencanakan Tindakan :
a) Monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah
perubahan eliminasi urine, retensi dan urgensia
b) Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
c) Monitor terus perubahan retensi urine
d) Lakukan kateterisasi urine

 Contoh tindakan pada masalah eliminasi urine:


- Inkontinensia dorongan
a. Pertahankan hidrasi secara optimal
b. Ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan cara
c. Ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi
kandung kemih yang tidak biasa)
d. Anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan
fisik, mandi
e. Anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
f. lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi
kandung kemih
- Inkontinensia total
a. Pertahankan jumlah cairan dan berkemih

13
b. Rencanakan program kateterisasi intermiten apabila ada indikasi
c. Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih
pertimbangan untuk pemasangan kateter indweeling
- Inkontinensia stress, kurangi faktor penyebab seperti :
a. Kehilangan jaringan atau tonus otot, dengan cara :
b. Ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan
kelemahannya saat melakukan latihan
c. Untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba
menghentikan aliran urine, kencangkan otot-otot belakang dan depan
dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga
10 kalidan lakukan 4 kali sehari
d. Meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
 Latih untuk menghindari duduk lama
 Latih untuk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.
- Inkontinensia fungsional, Ajarkan teknik merangsang refleks
berkemih, dengan berkemih seperti : mekanisme supra pubis
kutaneus
a. Ketuk supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
b. Anjurkan pasien untuk
c. Posisi setengah duduk
d. Mengetuk kandung kemih secara langsung dengan rata-rata 7-8
kali/ detik
e. Gunakan sarung tangan
f. Pindahkan sisi rangsangan diatas kandung kemih untuk
menentukan posisi saling berhasil
g. Lakukan hingga aliran baik tunggu kurang lebih 1 menit dan
ulangi hingga kandung kemih kosong
h. Apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti
sudah tidak ada lagi yang dikeluarkan.
i. Apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit
dan berikan jeda waktu 1 menit di antara setiap kegiatan
j. Tekan gland penis

14
k. Pukul perut di atas ligamen inguinalis
l. Tekan paha bagian dalam

4. TINDAKAN KEPERAWATAN
1) Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka
pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai dengan
tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut atara lain :
a. Pengambilan urine biasa merupaka pengambilan urine dengan cara
mengeluarkan urine seperti biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya
untuk memeriksa gula atau kehamilan.
b. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan
cara dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan keteterisasi atau pungsi
supra pubis. Pengambilan urine steril bertujuan mengetahui
adanya infeksi pada uretra, ginjal atau saluran kemih lainnya.
c. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine
yang dikumpulkan dalam 24 jam, bertujuan untuk mengeetahui
jumlah urine selama 24 jam dan mnegukur berat jenis urine,
asupan dan pengeluaran serta mengetahui fungsi ginjal.

2) Membantu untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal


Membantu BAK dengan menggunakan urinal merupakan
tindakan keperawatan dengan membantu pasien yang tidak mampu
BAK sendiri dikamar kecil dengan menggunakan alat penampung
dengan tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine
(warna dan jumlah). Menolong buang air kecil dengan menggunakan
urinal antara lain:
 Melakukan kateterisasi, dengan indikasi:
a. Tipe Intermitten
- Tidak mampu berkemih 8 – 12 jam setelah operasi
- Retensi akut setelah trauma uretra

15
- Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesic
- Cedera pada tulang belakang
- Degenerasi neuromuskular secara progresif
- Pengeluaran urine residual
b. Tipe Indwelling
- Obstruksi aliran urine
- Pasca operasi saluran uretra dan struktur disekitarnya
- Obstruksi uretra
- Inkontinensia dan disorientasi berat

3) Menggunakan kondom kateter


Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawata
dengan cara memeberikan kondom kateter pada pasine yang tidak
mampu mengontrol berkemih. Cara ini bertujuan agar pasien dapat
berkemih dan mempertahankannya.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine
secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :
a) Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih
sesuai dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa
menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter.
b) Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya
distensi, volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase
c) Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak
adanya infeksi, tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi,
dan rasa terbakar
d) Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya
perineal kering tanpa inflamasi an kulit di sekitar uterostomi kering.
e) Memberikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria,
tidak ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi
senang.

16
f) Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya
frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih disaat ingin berkemih.

C. ELIMINASI ALVI/FESES (BAB)

1. Pengertian Eliminasi Alvi


Eliminsi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui
anus. (Tarwoto dan Wartonah, 2004)

2. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Eliminasi Alvi


a. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletah diantara lambung dan usus besar. Bagian-bagian dari usus halus
yaitu:
 Duodenum (usus dua belas jari)
Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang
antara 25-38 cm. bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus.
 Jejunum (usus kosong)
Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua
belas jari dan usus penyerapan. Pada manusia dewasa, panjang seluruh
usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
 Ileum (usus penyerapan)
Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan
terletak setelah duodenum dan jejunum dan dilanjutkan oleh usus
buntu.
b. Usus Besar
Usus besar adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dan feses. Bagian-bagian dari usus
besar yaitu:

17
 Kolon
Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

 Rektum
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan feses sementara.
 Anus
Anus atau dubur adalah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan
luar tubuh.

3. Proses Defakasi
Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang
air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang
terletak di medulla dan sussum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan
parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar
menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian
sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap
waktu menguncup atau mengendur. Selam defekasi berbagai otot lain
membantu prose situ, seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot – otot
dasar pelvis.

4. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi


1) Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan
mengontrol proses defekasi yang berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi
belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun.
2) Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses,
banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses
defekasi.
3) Asupan Cairan

18
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi
menjadi keras. Oleh karena itu, proses absorpsi air yang kurang
menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake cairan yang berkurang akan
menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan
yang meningkat.
4) Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui
aktivitas tinus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu
kelancaran proses defekasi.
5) Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti
penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
6) Kebiasaan atau Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal
ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau
terbiasa melakukan buang air besar di tempat bersih atau toilet, jika
seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam proses defekasi
7) Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem
pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
8) Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk
defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.

5. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Alvi


1) Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit, yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran faeces yang sulit’ keras dan
mengedan. BAB keras dapat menyebabkan nyeri rectum. Kondisi ini terjadi
karena faces berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

19
Frekuensi BAB masing-masing orang berbeda. Jika kurang dari 2 kali BAB
setiap minggu, maka perlu pengkajian. Penyebab konstipasi:

a. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur


b. Klien memproduksi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewan
c. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga
d. Pemakaian laksatif yang berat
e. Obat penenang, opiate, antikolinergik, zat besi yang menyebabkan
konstipasi
f. Pada lansia mengalami perlambatan peristaltik
g. Konstipasi juga disebabkan oleh kelainan saluran GI
h. Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon
i. Penyakit organic, seperti hipokalsemia
2) Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak berakhir sehingga,
tumpukan faces yang keras di rectum tidak dikeluarkan. Impaction berat,
tumpukan faces sampai pada kolon sigmoid.
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras dan mengendap di
rectum dan tidak dapat dikeluarkan. Impaksi feses diakibatkan doleh
konstipasi yang tidak diatasi. Klien yang mengalami kebingumgan,
kelemahan, atau tidak sadar berisiko mengalami impaksi. Apabila feses
diare keluar secara mendadak dan continue dicurigai berisiko impaksi.
Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi, dank ram abdomen serta
nyeri di rectum dapat menyertai kondisi impaksi.Penyebab: pasien dalam
keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang, pemeriksaan yang
dapat menimbulkan konstipasi. Tanda-tanda: tidak BAB, anoreksia,
kembung/kram, nyeri rectum.
Pengkajian dengan meraba rectum dengan hati-hati, dan harus dengan
“standing order” dari dokter, karena dapat menimbulkan reflek vital
(menurunkan denyut nadi) dan perform (terutama pada orang tua dengan
tumor di kolom).
3) Diare

20
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feces yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi
di dalam kolom merupakan fakta tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feces menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. Pada diare, elektrolit dan
kulit terganggu, terutama pada bayi dan orang tua. Kondisi yang
menyebabkan diare, antara lain :Stress emosional, infeksi usus, alergi
makanan.
4) Inkontinensia fekal
Yaitu suatu keadaan di mana tidak mampu mengontrol BAB dan
udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.Umumnya disertai
dengan gangguan fungsi spinter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental klien sadar akan kebutuhan Bab tidak sadar secara fisik. Pakaian
klien basah, menyebabkan ia menjadi terisolasi. Kebutuhan dasar klien
tergantung pada perawat. Klien dengan gangguan mental dan sensori tidak
sadar ia telah BAB. Perawat harus mengerti dan sabar meskipun berulang-
ulang kali membereskannya. Seperti diare, inkontinensia bias menyebabkan
kerusakan kulit. Jadi perawat harus sering memeriksa perineum dan anus,
apakah kering dan bersih. 60% usila inkontinensi.
5) Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distendend, merasa penuh, nyeri dank ram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Tapi jika berlebihan yaitu
kasus penggunaan penenang anastesi umum, operasi abdominal, dan
immobilisasi gas pendek. Gas menumpuk menyebabkan diafragma
terdorong ke atas sehingga ekspansi paru terganggu.
Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus ada: pemecahan
makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas meta pembusukan di usus
yang menghasilkan CO2. dan makanan perhasil gas seperti bawang dan
kembang kol.
6) Hemoroid

21
Yaitu dilatasi, pembengkakan vena pada dinding rectum (bisa internal
dan eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal
dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi
dan pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa gatal. Kadang-kadang
BAB dilupakan oleh klien, karena selama BAB menimbulkan nyeri. Akibat
lanjutannya adalah konstipasi.

6. Proses Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Alvi


1. PENGKAJIAN.
a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi.
Pengkajian ini antar lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya
selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar, sedangkan
pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3
kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150g.
b. Keadaan feses,
c. Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi
Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau
kebiasaan defekasi, diet,pola makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan
obat, stress, fekasi, diet,pola makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan
obat, stress, pembedahan atau penyakit menetap, dn lain-lainnya.
d. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik meliputi keadaa abdomen seperti ada atau tindaknya
distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut,
dan tenderess.kemudian , pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada
atau tidaknya tanda imflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula,
hemorrhoid.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan : penurunan respons berdefekasi, defek
persyarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis,
dan CVA.

22
b. Konstipasi kolonik berhubungan dengan : penurunan laju metabolisme
akibat hipotiroidime atau hipertiroidisme.
c. Konstipasi dirasakan berhubungan dengan : penilaian salah akibat
penyimpangan susunan syaraf pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif
dan kurangnya informasi akibat keyakinan budaya.
d. Diare berhubugan dengan : peningkatan peristaltik akibat peningkatan
metabolisme stres psikologis.
e. Inkontinensia usus berhubungan dengan : gagguan sfigter rectal akibat
cedera rectum atau tindakan pembedahan,distensi rectum akibat
konstipasi kronis.
f. Kurangnya volume berhubungan dengan pengeluaran cairan yang
berlebihan (diare).

3. INTERVESI KEPERAWATAN
 Tujuan :
a. Memahami arti eliminasi secara normal.
b. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup.
c. Membantu latihan secara teratur.
d. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur
e. Mempertahankan defekasi secara normal.
f. Mencegah gagguan integritas kulit.

 Rencana Tindakan :
a. Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi.
b. Kurangi faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti :
 Konstipasi secara umum :
- Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur,misalnya pergi
ke kamar mandi satu jam setelah makan pagi dan tinggal disana
sampai ada keinginan untuk buang air.
- Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum.
- Diet yanag seimbang dan makan bahan makanan yang banyak
mengandung serat.

23
- Melakukan latihan fisik, misalya melatih otot perut
- Mengatur posisi yang baik untuk buang air besar,sebaiknya posisi
duduk dengan lutut melentur agar otot punggung dan perut dapat
membantu prosesnya.
- Anjurkan agar tidak memaksakan diri dalam buang besar.
- Berikan obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat
supositoria.
- Lakukan enema (huknah).
e. Konstipasi akibat nyeri.
- Tingkatkan asupan cairan.Diet tinggi serat.
- Tingkatkan latihan setiap hari .
- Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.
- Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.
- Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46 derajat
celcius,selama 15menit) jika nyeri hebat.
- Berikan pelunak feses.Cegah duduk lama apabila hemoroid,
dengan cara berdiri tiap 1 jam kurang lebih 5-10 menit untuk
menurunkan tekanan .
f. Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup.
- Berikan stimulus untuk defekasi, seperti mium kopi atau jus.Bantu
pasien untuk menggunakan pispot bila memungkinkan .
- Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
- Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang
gerak, dan lain-lain.
- Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
g. Inkontinensia Usus.
- Pada waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah
pasien.
- Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu
berusaha latihan.
- Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang
lembab, supaya pasien dan sprei tidak begitu kotor.

24
- Pakai laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai .
c. Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.
d. Pertahankan asupan makanan dan minuman.
e. Bantu defekasi secara manual
f. Bantu latihan buang air besar, dengan cara :
 Kaji pola eliminasi normal dan cacat waktu ketika inkontinensia
terjadi.
 Pilih waktu defekasi untuk mengukur kontrolnya.
 Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria
setengah jam sebelum waktu defekasi ditentukan.
 Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah sebelum waktu
defekasi.
 Bantu pasien ke toilet ( program ini kurang efektif jika pasien
menggunakan pispot ).
 Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi ( 15-20 menit)
 Intruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk
menekan perut terus ke bawah dan jangan mengedan untuk
merangsang pengeluaran feses.
 Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defesika.
 Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air anserat yang
adekuat.
 Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.

4. TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan
yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan.
Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur
(pembiakan).
b. Memberikan Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan
cairan hangat kedalam kolon desensen dengan menggunakan kanula

25
rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengosongkan
usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi
makanan sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar
pada pasien yang mengalami kesulitan buang air besar.
c. Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan
cairan hangat kedalam kolon asenden dengan menggunakan kanula usus.
Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada pasien prabedah
untuk prosedur diagnostik.
d. Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot
Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur
merupakan tindakan bagi pasien yang tidak mampu buang air besar
secara sendiri di kamar mandi.
e. Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan
gliserin ke dalam poros usus dengan menggunakan spuit gliserin. Hal ini
dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat
buang air besar.
f. Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan
jari ke dalam rektum pasien untuk mengambil atau menghancurkan feses
sekaligus mengeluarkannya.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai
dengan adanya kemampuan dalam:
a) Memahami cara eliminasi yang normal.
b) Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat
ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola
makan,seperti makan dengan tinggi atau rendah serat ( tergantung dari
tendensi diare atau konstipasi serta mampu minum 2000-3000 ml).

26
c) Melakukan latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas
lain (jalan, berdiri, dan lain-lain).
d) Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan
pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat atau enema,
berpartisipasi dalam program latihan secara teratur.
e) Mempertahankan nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan
dalam kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi
inflamasi, dan lain-lain.
f) Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya
area perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit
sekitar stoma, dan lain-lain.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolism tubuh baik berupa
urine atau (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yaitu
eliminas urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang
air besar). Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses
pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine
seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal memindahkan air dan
darah dalam bentuk urine. Dan eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau
pengeluaran sisa metabolism berupa feses yang berasal dari saluran
pencernaan. Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi yaitu usus halus,
usus dua belasj ari, jejenum (usus kosong), ileum (usus penyerapan),usus besar,
kolon, rectum, anus.

B. Saran
Saran yang dapat di ajukan oleh penulis dalam penyusunan makalah ini
yaitu semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, serta dapat memahami
kebutuhan eliminasi dalam kehidupan.

28
29

Anda mungkin juga menyukai