Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah klien serta semakin luas
penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di
negara–negara tropik dan sub tropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik.
Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa malaria menyerang kelompok umur
balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria
biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan,
sehingga terjadi peningkatan aktivitas nyamuk anopheles pada musim hujan yang dapat
menyebabkan terjadinya penularan penyakit malaria pada manusia melalui gigitan
nyamuk. (Sumarmo dkk, 2010).
Primus (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi peningkatan kasus malaria yaitu dengan adanya penggundulan hutan
terutama hutan bakau di pinggiran pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini nyamuk yang
umumnya hanya tinggal di hutan dapat berpindah ke pemukiman manusia. Malaria juga
sangat sulit untuk diberantas karena keberadaan nyamuk itu sendiri mencapai ratusan
spesies. Tidak kurang dari 400 spesies jenis nyamuk anopheles hidup di bumi. Di
Indonesia memiliki sedikitnya 20 jenis anopheles dimana 9 jenis diantaranya merupakan
faktor penyebab malaria dan Papua merupakan tempat perkembangbiakan paling
potensial. Secara teoritis cukup hanya dengan satu kali gigitan nyamuk anopheles yang
mengandung parasite seseorang sudah dapat terjangkit malaria. Penyakit ini sebenarnya
jenis penyakit yang disebabkan oleh parasit yang dikenal dengan nama plasmodium yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles sebagai penyebab malaria tropikana dan
merupakan jenis paling berbahaya dengan tingkat kematian paling tinggi. Plasmodium
yang kedua adalah vivax penyebab malaria jenis bertiana.
Adanya kejadian malaria di masyarakat dapat sebagai bahan penelaahan bagaimana
tingkat pengetahuan masyarakat yang terkena penyakit malaria atapun masyarakat dalam
melakukan usaha pencegahan terhadap penyakit malaria. Pencegahan atau pun
pengobatan penyakit malaria dibutuhkan suatu pengetahuan yang baik agar dalam
tindakan pencegahan atau pun pengobatan malaria dapat dilakukan secara baik dan
benar.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang itu malaria ?
2. Apa penyebab malaria?
3. Bagaimana patofisiologi malaria?
4. Apa saja tanda dan gejala malaria?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang malaria ?
6. Bagimana terapi malaria?
7. Apa saja komplikasi malaria ?
8. Bagaimana pencegahan malaria?
9. Bagiamana prognosis malaria ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus malaria ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi malaria
2. Untuk mengetahui penyebab malaria
3. Untuk mengetahui patofisiologi malaria
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala malaria
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang malaria
6. Untuk mengetahui terapi malaria
7. Untuk mengetahui komplikasi dari malaria
8. Untuk mengetahui pencegahan malaria
9. Untuk mengetahui prognosis malaria
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus malaria

2
BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi Malaria


Malaria adalah kata yang berasal dari bahasa Italia, yang artinya mal : buruk dan
area : udara, jadi secara harfiah berarti penyakit yang sering timbul di daerah dengan
udara buruk akibat dari lingkungan yang buruk. Selain itu, juga bisa diartikan sebagai
suatu penyakit infeksi dengan gejala demam berkala yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Terdapat banyak
istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam intermitens, demam Roma, demam
Chagres, demam rawa, demam tropik, demam pantai dan ague. Dalam sejarah tahun
1938 pada Countess d’El Chincon, istri Viceroy dari Peru, telah disembuhkan dari
malaria dengan kulit pohon kina, sehingga nama quinine digantikan dengan cinchona.

2.2 Penyebab Penyakit Malaria


Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus Plasmodium. Terdapat empat
spesies yang menyerang manusia yaitu :
a. Plasmodium falciparum (Welch, 1897) menyebabkan malaria falciparum atau
malaria tertiana maligna/malaria tropika/malaria pernisiosa.
b. Plasmodium vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria vivax atau malaria tertiana
benigna.
c. Plasmodium ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria ovale atau malaria
tertiana benigna ovale.
d. Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti, 1890) menyebabkan malaria malariae
atau malaria kuartana.
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga bisa terinfeksi oleh
Plasmodium knowlesi, yang merupakan plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya
adalah kera. Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan

3
Plasmodium vivax. Untuk Plasmodium falciparum menyebabkan suatu komplikasi
yang berbahaya, sehingga disebut juga dengan malaria berat.

2.3 Patofisiologi

Daur hidup species malaria terdiri dari fase sexual eksogen (sporogoni) dalam
badan nyamuk anopheles dan fase asexual (skizogoni) dalan badan hospes vertebra
termasuk manusia.

1) Fase Asexual.
Pada fase jaringan sporozoit masuk dalan aliran darah ke sel hati dan
berkembang biak membentuk skizogoni pra eritrosit. Pada akhir fase ini skizon
pecah dan merozoit keluar dan masuk ke aliran darahm disebut sporulasi.
Fase eritrosit dimulai dari merozoit dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoit. Berlanjut menjadi tropozoit menjadi skizon kemudian
menjadi merozoit. Setelah 2 – 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit
berubah menjadi bentuk seksual.
2) Fase Sexual
Parasit sexual masuk dalam lambung nyamuk betina, bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikto dan makrogametosis akan terjadilah pembuahan yang
disebut zigot. Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi
ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur
nyamuk.

2.4 Gejala Klinis


Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita. Waktu
terjadinya infeksi pertama kali hingga timbulnya penyakit disebut sebagai masa inkubasi,
sedangkan waktu antara terjadinya infeksi hingga ditemukannya parasit malaria didalam
darah disebut periode prapaten. Keluhan yang biasanya muncul sebelum gejala demam
adalah gejala prodromal, seperti sakit kepala, lesu, nyeri tulang (arthralgia), anoreksia
(hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare ringan dan kadang merasa dingin di
pungung.

4
Keluhan utama yang khas pada malaria disebut “trias malaria” yang terdiri dari 3
stadium yaitu :

 Stadium menggigil
Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga menggigil. Nadi cepat tapi
lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit kering dan pucat. Biasanya pada anak
didapatkan kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
 Stadium puncak demam
Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi panas sekali. Suhu
tubuh naik hingga 410C sehingga menyebabkan pasien kehausan. Muka kemerahan,
kulit kering dan panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah,
nadi berdenyut keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam.
 Stadium berkeringat Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis
bahkan mencapai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak
dan saat bangun merasa lemah tapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan lainnya yang merupakan gejala khas
malaria adalah adanya splenomegali, hepatomegali dan anemia. Anemia terjadi bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a Sel darah merah yang lisis karena siklus hidup parasit
b Hancurnya eritrosit baik yang terinfeksi ataupun tidak di dalam limpa
c Hancurnya eritrosit oleh autoimun
d Pembentukan heme berkurang
e Produksi eritrosit oleh sumsum tulang juga berkurang
f Fragilitas dari eritrosit meningkat

Gejala yang biasanya muncul pada malaria falciparum ringan sama dengan
malaria lainnya, seperti demam, sakit kepala, kelemahan, nyeri tulang, anoreksia,
perut tidak enak.

a Malaria Berat
Menurut WHO, malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh infeksi
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax aseksual dengan satu atau lebih
komplikasi, akan tetapi Plasmodium vivax jarang ditemukan pada kasus ini.
sebagai berikut :

5
 Malaria cerebral Terjadi akibat adanya kelainan otak yang menyebabkan
terjadinya gejala penurunan kesadaran sampai koma, GCS (Glasgow Coma
Scale) < 11, atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak
disebabkan oleh penyakit lain.
 Anemia Berat Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15% pada hitung parasit >
10.000/µL, bila anemianya hipokromik/mikrositik dengan
mengenyampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoglobinopati lainnya.
 Gagal ginjal akut Urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau < 12
ml/kgBB pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dan kreatinin > 3 mg%.
 Edema paru / ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome).
 Hipoglikemi (gula darah < 40 mg%)
 Syok Tekanan sistolik < 70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperatur kulit-mukosa > 10C.
 Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus digestivus atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
 Kejang berulang lebih dari 2x24 jam setelah pendinginan pada hipertemia.
 Asidemia (pH < 7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat < 15 mmol/L).
 Makroskopik hemoglobinuri (blackwater fever) oleh karena infeksi pada
malaria akut (bukan karena obat anti malaria).
 Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaringan otak.

Selain itu juga terdapat beberapa keadaan yang digolongkan dalam malaria
berat, yaitu :

 Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) atau dalam keadaan delirium dan
somnolen.
 Kelemahan otot (tidak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik.
 Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil
malaria
 Ikterik (bilirubin > 3 mg%). 5. Hiperpireksia (temperatur rectal > 400C) pada
dewasa/anak.

6
2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan beberapa pemeriksaan,
antara
lain:
1. Pemeriksaan mikroskopis
 Darah
Terdapat dua sediaan untuk pemeriksaan mikroskopis darah, yaitu sediaan
darah hapus tebal dan sediaan darah hapus tipis. Pada pemeriksaan ini bisa
melihat jenis plasmodium dan stadiumstadiumnya. Pemeriksaan ini banyak dan
sering dilakukan karena dapat dilakukan puskesmas, lapangan maupun rumah
sakit.
Untuk melihat kepadatan parasit, ada dua metode yang digunakan yaitu
semi-kuantitatif dan kuantitatif. Metode yang biasa digunakan adalah metode
semi-kuantitatif dengan rincian sebagai berikut :
(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
Sedangkan untuk metode kuantitatif, pada SDr tebal menghitung jumlah
parasit/200 leukosit dan SDr tipis penghitungannya adalah jumlah parasit/1000
eritrosit.

 Pulasan Intradermal ( Intradermal Smears )


Penelitian di Cina belum lama ini, memperlihatkan bahwa pulasan dari
darah intradermal lebih banyak mengandung stadium matur/matang dari
Plasmodium falciparum daripada pulasan darah perifer. Penemuan ini bisa
menjadi pertimbangan untuk mendiagnosis malaria berat dengan lebih baik dan
akurat. Pulasan ini hasilnya dapat positif atau dapat juga terlihat pigmen yang
mengandung leukosit setelah dinyatakan negatif pada pulasan darah perifer.
Untuk uji kesensitifitasannya, pulasan intradermal sebanding dengan pulasan
darah dari sumsum tulang yang lebih sensitif dari pulasan darah perifer.

2. Tes Diagnostik Cepat ( Rapid Diagnostic Test )

7
Metode ini untuk mendeteksi adanya antigen malaria dengan cara
imunokromatografi. Tes ini dapat dengan cepat didapatkan hasilnya, namun lemah
dalam hal spesifitas dan sensitifitas. Tes ini biasanya digunakan pada KLB
(Kejadian Luar Biasa) yang membutuhkan hasil yang cepat di lapangan supaya cepat
untuk ditanggulangi.
Selain pemeriksaan-pemeriksaan diatas juga terdapat pemeriksaan penunjang
lainnya. Pada malaria berat/malaria falciparum, terdapat beberapa indikator
laboratorium, antara lain :
 Biokimia
Hipoglokemia : < 2.2 mmol/L
Hiperlaktasemia : > 5 mmol/L
Asidosis : pH arteri < 7.3
Vena plasma HCO3 < 15 mmol/L
Serum kreatinin : > 265 µmol/L
Total bilirubin : > 50 µmol/L
Enzim hati : SGOT > 3 diatas normal
SGPT > 3 diatas normal, 5-Nukleotidase ↑
Enzim oto t : CPK ↑ Myoglobin ↑
Asam urat : > 600 µmol/L
 Hematologi
Leukosit : > 12000 /µL
Koagulopati : < 200 mg/dL
 Parasitologi
Hiperparasitemia : > 100000/µL – peningkatan mortalitas
>500000/µL – mortalitas tinggi
> 20% parasit yang mengandung tropozoit dan skizon.
2.6 Terapi Malaria
Berdasarkan atas aktivitasnya, obat anti malaria dapat dibagi menjadi :
a. Gametosida : untuk membunuh bentuk seksual plasmodium (misalnya klorokuin,
kuinin dan primakuin).
b. Sporontosida : untuk menghambat ookista (misalnya primakuin, kloroguanid).
c. Skozintisida : untuk memberantas bentuk skizon jaringan dan hipnozoit (misalnya
primakuin dan pirimetamin).

8
d. Skizontisida darah : untuk membunuh skizon yang berada di dalam darah (misalnya
klorokuin, kuinin, meflokuin, halofantrin, pirimetamin, sulfadoksin, sulfon dan
tetrasiklin).

Pengobatan Malaria dengan Komplikasi Malaria berat adalah malaria yang terinfeksi
Plasmodium falciparum, pengobatan lama menggunakan kinin dihidroklorida drip,
sedangkan pengobatan terbaru menggunakan Artesunat i.v dan Artemether i.m.

2.7 Komplikasi Penyakit Malaria


Penyakit malaria dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, diantaranya adalah :
 Rupture lienalis
 Malaria cerebral
 Anemia hemolitik
 Black water fever
 Algid malaria

2.8 Pencegahan Malaria


Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang ingin
pergi ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
 Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
 Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau
picaridin 7%. 30 2.
2. Proteksi personal/Personal Protection Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi
orang terhadap infeksi, seperti :
 Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang dan
matahari terbenam).
 Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat
nyamuk, penolak serangga. Memakai baju yang cocok dan tertutup.
 Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis.
3. Vaksin
Malaria Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin
berbeda-beda untuk setiap stadium, seperti :

9
 Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di
daerah endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-
related adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen (LSA).
 Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit,
mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi
parasit di kapiler organ dalam sehingga dapat mencegah terjadinya malaria berat.
Contohnya, merozoite surface protein (MSP), 31 ring infected erythrocyte surface
antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
 Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah.
Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.

2.9 Prognosis Penyakit Malaria


Pada serangan primer dengan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan
Plasmodium malariae akan terjadi penyembuhan sempurna pada pemberian terapi yang
adekuat dan prognosisnya baik.
Pada Plasmodium falciparum prognosis berhubungan dengan tingginya
parasitemia, jika parasit dalam darah > 100.000/mm3 dan jika hematokrit < 30% maka
prognosisnya buruk. Apabila cepat diobati maka prognosis bisa lebih baik, namun
apabila lambat pengobatan akan menyebabkan angka kematian meningkat.

10
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Demam periodic
a. Pada malaria tertiana (p. vivax & P. ovale) demam setiap hari ke-3
b. Malaria quartana (P. malariae) demam tiap 4 hari

Demam malaria terdiri dari 3 stadium yaitu:


a menggigil (15 menit-1 jam)
b puncak demam (2 jam-6 jam)
c berkeringat (2 jam-4 jam)

2. Splenomegali
Limpa mengalami kongesti, meghitam dean menjadi keras karena timbunan
eritosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.

3. Anemia
Derajat yang paling berat pada P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh:
a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan
b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduce survivel time)
c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depressi eritopoisis dalam sumsum
tulang (Diseritopoisis)
4. Ikterus disebabkan oleh hemolisis dan gangguan hepar
5. Berkeringat banyak
6. Mual dan muntah
7. Oliguria (urin < 400c) / anuria
8. Gangguan kesadaran
9. Kelemmahan berlebihan
10. Sesak nafas
11. Hb turun

11
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d proses inflamasi skunder terhadap fase eritrosit oleh palciparum
2. (resiko) ganguan perfusi jaringan cerebral/perifer b/d penurunan suplai O2 ke otak
/ perifer
3. (resiko) kekurangan volume cairan b/d output berlebih sekunder terhadap muntah
dan berkeringat banyak
4. Pola napas tidak efektif b/d penurunan HB dalam darah
5. (resiko) kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah

3.3 Intervensi Keperawatan

1. hipertermia b/d proses inflamasi skunder terhadap fase eritrosit oleh palciparum
Intervensi Rasional
a. Pantau TTV terutama suhu a. untuk mengetahui kondisi vital dan
jenis falciparum
b. Berikan kompres hangat b. menurunkan suhu
c. Anjurkan klien minum air banyak c. penggantian cairan yang keluar
d. Berikan antripiretik d. mengurangi demam

2. (resiko) ganguan perfusi jaringan cerebral/perifer b/d penurunan suplai O2 ke otak /


perifer
Intervensi Rasional
a. Awasi tanda vital, pengisian a. indicator keadekuatan jaringan dan
kapiler, status membrane mukosa, menentukan kebutuhan intervensi
dan dasar kuku
b. Selidiki keluhan nyeri dada, b. iskemia selular mempengaruhi
palpitasi jaringan miokardial
c. Tinggikan tempat tidur c. meningkatkan ekspensi paru dan
memaksimalkan oksigenasi
d. Anjurkan mengurangi aktivitas d. mengurangi kebutuhan O2

3. (resiko) kekurangan volume cairan b/d output berlebih sekunder terhadap muntah
dan berkeringat banyak

12
Intervensi Rasional
a. Awasi tanda vital, pengisian a. indicator keadekuatan volume
kapiler, status membrane mukosa, sirkulasi dan cairan
dan turgor kulit
b. Ukur haluran urin dengan adekuat b. mengetahui jumlah intake dan
output
c. Anjurkan klien minum air c. memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit

d. Kaji hasil tes fungsi elektrolit/ginjal d. gangguan volum cairan dapat


menggangu fungsi ginjal
e. Berikan cairan melalui IV e. memperbaiki ketidakseimbanngan
cairan dan elektrolit

4. Pola napas tidak efektif b/d penurunan HB dalam darah


Intervensi Rasional
a. Pantau TTV terutama respiratory a. indicator status respiratory

b. berikan posisi semi fowler b. meningkatkan ekspansi paru

c. Anjurkan menguragi aktivitas c. mengurangi kebutuhan oksigen

d. Berikan O2 d. memaksimalkan transport oksigen

e Berikan transfuse HB e. memenuhi jumlah Hb dalam darah

5. (resiko) kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah

Intervensi Rasional
a. timbang BB setiap hari a. mengetahui perubahan nutrisi yang
terjadi

13
b. berikan kebersihan oral b. meningkatkan rasa makan

c. Anjurkan jkien istirahat sebelum c. meningkatka peristaltic dan energy


makan untuk makan

d. Berikan antipiretik d. mengurangi mual muntah

14
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME., Moorhouse, MF., Geissler AC.,


(1999),RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI
3,AhliBahasa: I Made Kariasa, S.Kp.; NI Made
Sumarwati, S.Kp., Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R. Wardhani, WI., Setiowulan,


W.,(1999),KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN EDISI TIGA JILID SATU,
Jakarta:FKUI;

Prof.dr. Tjokronegoro,A., Ph.D., dr.Utama,H.,

(1996),BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID I EDISI 3, Jakarta: FKUI;

15

Anda mungkin juga menyukai