Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini medication error tetap menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
banyak menimbulkan berbagai dampak bagi pasien mulai dari resiko ringan bahkan resiko
yang paling parah yaitu menyebabkan suatu kematian (Aronson, 2009). Dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di apotek menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien, yang diakibatkan pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (DepkesRI, 2014) . Medical error merupakan
kejadian yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan kesehatan yang tidak tepat
atau membahayakan pasien yang sebenarnya dapat dihindari.
Konsep medication safety mulai menjadi perhatian dunia sejak November 1999 setelah
Institute of Medication (IOM) melaporkan adanya kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
pada pasien rawat inap di Amerika sebanyak 44.000 bahkan 98.000 orang meninggal
karena medical error (kesalahan dalam pelayanan medis) dan 7.000 kasus karena
medication error(ME). Terjadi atau tidaknya suatu kesalahan dalam pelayanan
pengobatan terhadap pasien telah menjadi indikator penting dalam keselamatan pasien.
Medication error merupakan jenis medical error yang paling sering dan banyak terjadi
(Kohn et al., 1999)
Di Indonesia, angka kejadian medication error belum terdata secara akurat dan
sistematis, tetapi angka kejadian medication error sangat sering kita jumpai di berbagai
institusi pelayanan kesehatan di Indonesia. Angka kejadian akibat kesalahan dalam
permintaan obat resep juga bervariasi, yaitu antara 0,03-16,9%. Dalam salah satu
penelitian menyebutkan terdapat 11% medication error di rumah sakit berkaitan dengan
kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat yang keliru.
Meskipun angka kejadian medication error relatif banyak namun jarang yang berakhir
hingga terjadi cedera yang fatal di pihak pasien (Dwiprahasto, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kesalahan pengobatan (medication error) ?
2. Bagaimana cara pencegahan kesalahan pengobatan (medication error) ?
3. Sebutkan salah satu contoh kasus kesalahan peresepan dan kesalahan peracikan !

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
2. Mengetahui Cara Pencegahan Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
3. Mengetahui Salah Satu Contoh Kasus Kesalahan Peresepan Dan Kesalahan
Peracikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kesalahan Pengobatan (Medication Error)


Kesalahan pengobatan (medication error) adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebenarnya dapat
dicegah (Anonim, 2004). Menurut the nasional coordinating council for medication error
reporting and prevention (NCC MREP) medication error merupakan kejadian yang dapat
menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan
pasien ketika obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien. Medication
error dapat terjadi pada proses pengobatan, antara lain:
1. Prescribing (Peresepan),
Menurut Aronson (2009), kesalahan obat dapat terjadi pada tahap prescribing,
meliputi resep yang tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif, serta kelebihan dan
kekurangan dosis.
2. Transcribing (Penerjemahan Rese)
Kesalahan dalam tahap transcribing meliputi kesalahan dalam
mengartikan resep. Kesalahan dalam persiapan lembar transkripsi adalah trascribing
error. Transcribing errors meliputi perubahan pada nama obat, formulasi obat, rute,
dosis, regimen dosis terhadap perintah resep.
3. Dispensing (Penyiapan)
Kesalahan pada tahap dispensing meliputi dosis yang tidak berurutan, kelalaian
dosis, salah dosis, salah perumusan obat, kesalahan informasi obat . Kesalahan
dispensing dapat berupa kesalahan obat yang diberikan kepada pasien, kesalahan
pada label dan ketika pasien tidak menerima informasi obat
4. Administration
Administering errors merupakan perbedaan antara apa yang diterima pasien
dengan apa yang seharusnya diterima atau apa yang dimaksudkan oleh penulis resep
pada urutan awal. Kesalahan administrasi pengobatan adalah salah satu area risiko
praktik keperawatan dan terjadi ketika adanya perbedaan antara obat yang diterima
oleh pasien dan terapi obat yang ditujukan oleh penulis resep (ulfah, 2017)
2.2 Pencegahan Kesalahan Peresepan dan kesalahan peracikan
2.1.1 kesalahan Peresepan
Cara mencegah kesalahan dalam peresepan yaitu :

3
1. Pembakuan Penulisan Resep
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 resep adalah permintaan tertulis dari seorang
dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien.
Persyaratan administrasi yang harus dimiliki resep menurut Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, meliputi:
 Nama, SIP, dan alamat dokter
 Tanggal penulisan resep
 Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
 Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
 Nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta
 Cara pemakaian yang jelas
 Informasi lainnya

Resep terdiri dari enam bagian, antara lain:

 Inscriptio terdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter,
tanggal penulisan resep. Apoteker hanya dapat menyerahkan narkotika
berdasakan resep yang ditulis oleh dokter yang berpraktek di provinsi
yang sama dengan apoteker tersebut,kecuali resep tersebut telah
mendapat persetujuan dari dinas kesehatan kabupaten/ kota tempat
apotek akan melayani resep tersebut (BPOM, 2018). Format inscriptio
suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik
pribadi.
 Invocatio merupakan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan
resep. Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe”
artinya ambilah atau berikanlah. Berfungsi sebagai kata pembuka
komunikasi antara dokter penulis resep dengan apoteker di apotek.
 Prescriptio/ordonatio terdiri dari nama obat yang diinginkan,
bentuk sediaan obat, dosis obat, dan jumlah obat yang diminta.
 Signatura merupakan petunjuk penggunaan obat bagi pasien yang terdiri
dari tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu

4
pemberian. Penulisan signatura harus jelas untuk keamanan penggunaan
obat dan keberhasilan terapi
 Subscriptio merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang
berperan sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
 Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
berat badan pasien (Amalia, 2014)

2. Peresepan Elektronik
Sistem peresepan elektronik (e-prescribing) adalah suatu sistem peresepan
dengan menggunakan perangkat lunak yang didesain untuk mempermudah
dalam pelayanan peresepan obat mulai dari tahap prescribing (penulisan resep),
tahap transcribing (pembacaan resep untuk proses dispensing), tahap
dispensing (penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas), tahap
administration (proses penggunaan obat) dan proses monitoring.
Penggunaan e-prescribing dapat menggantikan resep manual, resep
yang dicetak dengan komputer dan computer faxed prescription.. E-prescribing
mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan peresepan manual, di

5
antaranya dapat mencegah terjadinya risiko salah membaca resep, dapat
memberikan dosis obat yang tepat, input data lebih cepat, lebih hemat dalam
penggunaan kertas dan lebih praktis. Pada peresepan manual, tulisan dokter
terkadang tidak terbaca sehingga dapat menyebabkan kesalahan, penulisan
resep seringkali harus diulang, dalam proses pemesanan, pencatatan dilakukan
secara manual dan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan e-
prescribing.

Alur proses e-prescribing yaitu :

 pendaftaran (Sign On)


Pada tahapan ini, dokter, apoteker dan staff kesehatan lainnya memiliki
wewenang dalam menggunakan user. Tipe autentikasi data yang digunakan
hanyalah username dan password. Namun dalam mengubah resep hanya
dokter sebagai pembuat resep yang berwenang dan memiliki legalitas
dibandingkan apoteker, apoteker hanya memiliki wewenang untuk
membuatkan obat sesuai resep yang dibuat oleh dokter.
 Identifikasi Pasien (Identify the Patient)
Pada tahapan ini, dokter memasukan data lengkap pasien ke dalam sistem
peresepan elektronik seperti (first name, last name, date of birth, zip code).
Data pasien dan riwayat pengobatan di rumah sakit akan
disimpan atau diarsipkan selama masa pengobatan di klinik atau di rumah
sakit.
 Melihat Riwayat Pasien (Review Current Patient Data)
Pada tahap ini akan dilakukan pemeriksaan riwayat pengobatan yang telah
dijalani dan riwayat kesehatan berdasarkan penyakit yang dialami. Terdapat
tiga hal yang dilakukan pada tahap ini:
a. Memperbaharui riwayat pengobatan pasien.
b. Mengoreksi kembali riwayat kesehatan pasien dengan melihat kembali
riwayat penyakit sebelumnya.
c. Mencocokkan dengan beberapa sumber riwayat pasien.
d. Melihat Obat (Select Drug) Dokter akan membuat resep dengan
memilih obat dan menentukan dosis obat yang sesuai berdasarkan
diagnosis penyakit dan riwayat penyakit yang telah diketahui
dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan

6
laboratorium. Pada tahap ini dokter juga berhak merubah dosis jika
dianggap perlu dilakukan.

 Memasukan Obat (Enter Parameters)


Pada tahap ini, dokter dapat memberikan alternatif obat dengan dosis yang
disesuaikan apabila obat yang dipilih tidak tersedia di apotek
 Memeriksa dan Mengidentifikasi resep (Authorize and Sign)
Setelah semua obat yang dipilih dibuatkan resep, pada tahap ini dokter akan
mengirimkan resep tersebut ke pihak apotek.
 Memilih Farmasi (Select Pharmacy Print or Send)
Dokter mengirimkan resep yang sudah diinputkan ke apotek agar obat yang
sudah tertera dalam resep dapat segera diproses.
 Melihat Status Resep dari Farmasi (Pharmacy Review and Process)
Pada tahap ini apotek akan melihat resep yang dikirim dokter dengan
membuka user, lalu memproses obatnya dan selanjutnya diberikan kepada
pasien.
3. Clinical Decision Support System
Pada dasarnya sebuah Sistem Pendukung Keputusan Kesehatan (SPKK) adalah
SPK yang diterapkan untuk manajemen kesehatan. Secara definitif SPKK
adalah aplikasi perangkat lunak yang mengintegrasikan informasi yang berasal
dari pasien (karakteristik demografis, klinis, sosial psikologis) dengan basis
pengetahuan (knowledge base) untuk membantu klinisi dan atau pasien dalam
membuat keputusan kesehatan (Sabila dkk, 2018)
2.2.2 Kesalahan Peracikan
Cara mencegah kesalahan dalam peracikan yaitu :
1. Bar Code Technology
Bar code adalah susunan garis cetak vertikal hitam putih dengan lebar berbeda
untuk menyimpan data-data spesifik seperti kode produksi, nomor identitas, dan
lain – lain, sehingga sistem komputer dapat mengidentifikasi dengan mudah,
informasi yang dikodekan dalam barcode.
2. Kesalahan informasi dapat dicegah dengan memiliki referensi obat, menetapkan
guideline, dan identifikasi obat - obat high alert (dictio, 2017)
3. kesalahan pemberian obat lasa dapat dicegah dengan cara antara lain:

7
 Obat disimpan pada tempat yang jelas perbedaannya, terpisah atau diantarai
dengan satu item/obat lain.
 Beri label dengan tulisan obat yang jelas pada setiap kotak penyimpanan
obat dan menampilkan kandungan aktif dari obat tersebut dan berikan label
penanda obat dengan kewaspadaan tinggi atau lasa.
 Obat lasa di berikan stiker warna berbeda (contoh : warna biru) dengan
tulisan obat lasa (contoh : hitam) dan ditempelkan pada kotak obat
 Jika obat lasa nama sama yang memiliki kekuatan berbeda, maka masing-
masing obat tersebut diberi warna yang berbeda dengan menggunakan
stiker.
 Jika obat lasa nama sama tetapi hanya ada 2 yang kuatan berbeda maka,
perlakuanya sama seperti obat lasa nama sama dengan 3 kekuatan berbeda.
 Tenaga farmasi harus membaca resep yang mengandung obat lasa dengan
cermat dan jika tidak jelas harus dikonfirmasi kembali kepada penulis resep.
 Tenaga farmasi harus menyiapkan obat sesuai dengan yang tertulis pada
resep.
 Sebelum menyerahkan obat pada pasien, tenaga farmasi disarakan mengeck
ulang atau membaca kembali kebenaran resep dengan obat yang akan
diserahkan.
 Etiket obat harus dilengkapi dengan tanggal resep (Rusli, 2018)
2.3 Kasus Kesalahan Pengobatan
2.3.1 Kasalahan Peresepan
1. kasus : Salah Tulis Resep Dokter Mendaptkan Sanki
Dinas kesehatan kabupaten bone, sulawesi selatan dipastikan akan
menjathkan sanksi untuk DW, seorang dokter puskesmas biru, kelurahan
biru, kecamatan tane riatttang , kabupaten bone, sulawesi selatan karena
melakukan kesalahan penulisan resep.
kesalahan fatal tersebut mengakibatkan, seorang warga sakura
mengalami kebutaan, setelah mengoleskan obat mata dari dokter DW. kepala
dinas kesehatan kabupaten bone, andi alimuddin menuturkan kasus ini murni
kecerobohan dokter yang bersangkutan hingga mengakibatkan kesalahan
fatal dalam pengobatan kepda pasien.

8
kesalahan ini terjadi pada resep karena penulisannya tidak lengkap hanya
menuliskan kata salep saja tidak menrincikan menulis salep mata atau salep
kulit. sehingga, hasilnya dokterdikenakan sanksi (Kompas, 2017)
2. Pencegahan Kasus
pada kasus ini tergolong kesalahan kelalaialan dokter dalam menuliskan
prescritio dan signature Cara pencegahan kasus ini berkaitan dengan harus
dilakukannya proses pembakuan penulisan resep. Hal-hal kecil harus
diperhatikan sebaik mungkin sehingga tidak terjadi kesalahan pada
penulisan resep maupun tidak terjadi kesalahan pada proses peracikan obat
2.3.2 kesalaan peracikan/ penyiapan
1. kasus : Kesalahan Pemberian Obat Anestesi
Kasus kesalahan pemberian obat anestesi seperti di Rumah Sakit Siloam
Karawaci, Tangerang, ternyata pernah terjadi di luar negeri. Obat anestesi
bunavest spinal berisi bupivacaine dalam ampul, diduga tertukar dengan
asam tranexamic yang merupakan obat pembekuan darah.
Kasus ini juga terjadi pada wanita yang melahirkan dengan cara sesar.
Akibat kesalahan obat anestesi, maka wanita 21 tahun yang mengandung
bayi kembar, akhirnya harus menghembuskan napas terakhir.
Dirilis dalam situs Jurnal Anesthesia Patient Safety Foundation (APSF)
2010, pasien dengan kehamilan kembar 37 minggu, datang ke instalasi gawat
darurat rumah sakit karena alami pendarahan vagina tanpa rasa sakit, yang
dimulai enam jam sebelum kedatangan.
Dokter anestesi memutuskan untuk memberi anestesi spinal dan
meminta teknisi untuk memberinya 1,5% bupivacaine. Teknisi di ruang
operasi mengambil ampul dari kotak dan memberikannya kepada ahli
anestesi. Anestesi disuntikkan ke sistem saraf pusat pasien setelah
konfirmasi cerebrospinal fluid (CSF).
Sekitar tiga menit setelah injeksi obat, pasien mulai uring-uringan dan
mengeluh sakit dari pinggang ke ekstremitas bawah (tungkai). Pasien
menjadi tidak tenang dan mengeluh pusing. Akibatnya, anestesi umum
diberikan untuk mengatasi perdarahan vagina dan distres pada janin.
Bayi kembar pasien berhasil dikeluarkan, namun ibunya kurang beruntung.
Sang pasien mengalami kejang-kejang yang konsisten dan parah di kakinya,
dan detak jantung yang abnormal. Setelah berkonsultasi dengan ahli saraf,

9
reaksi fatal akibat penggunaan anestesi spinal diteliti ahli dari Kermanshah
University of Medical Sciences.
“Setelah pengkajian ulang terhadap kontainer obat yang digunakan,
kami menemukan ampul asam tranexamic kosong, bukannya ampul
bupivacaine. Asam tranexamic bukanlah obat rutin di ruang operasi kami,
tapi itu baru saja digunakan untuk mengontrol pasien bukan kandungan yang
mengalami pendarahan beberapa minggu lalu,” tulis mereka, seperti dikutip
pada Rabu (18/2/2015).
Ketika ampul bupivacaine dibandingkan dengan ampul asam
tranexamic, ditemukan bahwa keduanya memiliki volume atau ukuran,
warna, bentuk, dan huruf pada label yang sama ( Lifestyle, 2015)
2. cara pencegahan
Pada kasus merupakan kesalahan pemberian obat lasa/ norum dan
Menggunakan metode lasa mempermudah proses pengambilan obat tanpa
ada kesalahan. Dalam hal ini tidak terjadi kesalahan seperti obat tertukar
karena kemasan yang hampir sama

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesalahan pengobatan (medication error) adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebenarnya dapat
dicegah. Medication error dapat terjadi pada proses pengobatan yaitu : Prescribing
(Peresepan), Transcribing (Penerjemahan Rese), Dispensing (Penyiapan) dan
admistrasion.
Cara pencegahan terjadinya kesalahan pengobatan pada tahan peresepan yaitu
dilakukan penulisan resep baku, peresepan secara eletronik (e-prescrebing), dan Clinical
Decision Support System . selanjutnya, cara pencegahan terjadinya kesalahan pengobatan
pada tahan peracikan yaitu Bar Code Technology, kesalahan pemberian obat lasa dicegah
dengan metode lasa dan kesalahan informasi di cegah dengan penambahan referensi.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, 2014. Rational Drug Prescription Writing . Juke, Volume 4, Nomor 7, di download 23
november 2019

11
Aronson JK. 2009. Medication errors  : definitions and classification. Br J Clin
Pharmacol.6(67):599–604. di download 22 november 2019.

Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia, 2018. Peraturan Pengawasan Obat
Dan Makanan No 4 Tahun 2018 Tentang Pengawasan, Pengelolahan Obat, Bahan
Obat. Narkotika , Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Kefarmasian. Jakarta

Cohen, MR. 1999. Medication error. Amarican pharmacist Acociation, Wangsington DC.

Dwiprahasto I. 2006, Intervensi pelatihan untuk meminimalkan risiko medication error di

pusat pelayanan kesehatan primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran 2006,


XXXVIII(1). di download 22 november 2019

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 35 tahun 2014. Tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Dictio, 2017. Cara Mencegah Kesalahan Pelayanan Obat Atau Medication Error . Diakses 28
November 2019

Ibrahim, 2014. Sistem Pendukung Keputusan Klinis Untuk Mengefisienkan Diagnosa Penyakit
Kejiwaan Menggunakan Case Based Reasoning.Jurnal Sarjana Teknik Informatika
Volume 2 Nomor 2. di downoad 23 november 2019

Rusli, 2018. Bahan Ajar Farmasi Klinik. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia

Sabila,2018. Peresepan Elektronik (E-Prescribing) Dalam Menurunkan Kesalahan Penulisan


Resep. Jurnal Majority Volume 7 Nomor 3. di downoad 23 november 2019

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2004.

Sari, 2017, Peresepan Obat Rasional dalam Mencegah Kejadian Medication Error. Jurnal
Medula Vol 7 No 5. di downoad 23 november 2019

Ulfah, 2017. Review artikel: medication errors pada tahap prescribing, transcribing,
dispensing dan administering farmaka suplemen volume 15 nomor 2. di downoad 23
november 2019

12

Anda mungkin juga menyukai