Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Membahas alam semesta berarti membahas secara universal dan
komprehensif atas segala aspek dan unsur kehidupan yang ada di dunia dan
seisinya, juga yang ada di langit dan di atasnya. Pembahasan Alam semesta
berkaitan dengan segala sesuatu yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta Allah
SWT. Baik yang berupa benda yang tampak dan berwujud (fisika) ataupun yang
tidak tampak oleh mata (metafisika) yang menjadi dasar bukti keberadaan Sang
Khaliq.
Abuddin Nata menyataan dalam bukunya bahwa masalah Alam Semesta
telah dibahas oleh agama-agama besar di dunia, khususnya Islam, yang secara
menyeluruh membahas dari segi asal usul kejadiannya, proses penciptaannya,
sampai karteristik Penciptanya dan juga tujuan dan manfaatnya. Sehingga kita
mengenal alam semesta sebagai wujud penciptaan Sang Maha Kuasa dengan tujuan
yang tidak sia-sia, tetapi agar dimanfaatkan, dipelajari, dikaji secara mendalam,
agar bisa diambil manfaatnya untuk mengembangkan berbagai macam ilmu
pengetahuan dari segi teori dan prakteknya. 1
Dalam hal ini, pemakalah akan membahas alam semesta yang diciptakan
dengan tujuan untuk dimanfaatkan oleh manusia yang menjadi pengemban amanat
sebagai Khalifah dimuka bumi yang bertugas mengelola alam semesta, agar dapat
menjadikan alam semesta sebagai objek kajian dan penelitian segala ilmu
pengetahuan.

1
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: Raja Grafindo Persada:
2012) h. 96

1
B. Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas tentang:
1. Apakah Hakekat Alam Semesta?
2. Apakah Proses penciptaan Alam Semesta?
3. Apakah Tujuan penciptaan Alam Semesta?
4. Apakah Implikasi Alam Semesta terhadap Filsafat Pendidikan Islam?

C. Tujuan Pembahasan
Sedangkan tujuan pembahasan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Hakekat Alam Semesta
2. Mengetahui Proses penciptaan Alam Semesta
3. Mengetahui Tujuan penciptaan Alam Semesta
4. Mengetahui Implikasi Alam Semesta terhadap Filsafat Pendidikan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Filsafat tentang Alam


Menurut sejarah filsafat, filsafat yang awal mula lahir adalah filsafat tentang
alam. Filsafat ini adalah filsafat yang digarap oleh orang-orang Yunani, akan tetapi
bukan di daerah Yunani sendiri dibuatnya melainka di negara lain oleh para
perantau Yunani yang mengembara, terutama di daerah Asia keci. Mereka ini
terpaksa merantau dari negerinya, karena tanah kelahiran mereka (Yunani) tidaklah
subur yang terdiri dari pegunungan. Akhirnya mereka meninggalkan tanah
kelahiran mereka (Yunani) dan pergi merantau ke pulau – pulau sekitar laut Egia
dan daratan Asia kesil. Dari kota bernama Miletos di Asia kecil, lahirlah filsafat
alam pertama yang dicetuskan oleh ahli filsafat pertama bernama Thales, yang
menyatakan bahwa asal mula sesuatu berasal dari air. Kemudian filsafat ini
dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Anaximandros, yang menyebutkan bahwa
awal dari segala sesuatu adalah Apeiron, yaitu suatu zat yang tidak terbatas. Setelah
itu filsafat Anaximandros diteruskan lagi oleh muridnya yaitu Anaxamenes yang
berpendapat bahwa asal-usul alam semesta ini adalah udara. Dari kota Miletos
inilah filsafat alam menyebar ke kota-kota lain seperti Ephesos dengan tokohnya
seperti Xenophanes, Parmemides dan Zeno. Demikianlah dan seterusnya hingga
muncul Plato dengan filsafat idealismenya dan Aristoteles dengan realisme.
Keduanya merupakan cikal bakal bagi berbagai aliran filsafat. Yang pertama
menekankan akal dan yang kedua menekankan indera.2
Sejalan dengan itu, Islam pun mengajarkan bahwa manusia diperintahkan
terlebih dahulu untuk mengetahui alam dan seisinya sebelum mengetahui dan
memikirkan penciptanya. Filsafat alam merupakan salah satu dari trilogi
metafisika, disamping filsafat Tuhan dan Filsafat manusia.

2
Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyaarta, kota kembang, 1986, hal. 234.

3
B. Hakekat Alam Semesta dalam Islam
Asal dari kata “Alam” seperti dikutip Abdul Haris dari Nurcholis Majid,
berasal dari bahasa Arab ‫ ْالعَلَ ُم‬satu akar kata dengan ‫( ْال ِعلَ ُم‬Pengetahuan) dan ُ ‫ْالعَالَ َمة‬
(Pertanda). Disebut demikian karena jagad raya ini adalah pertanda adanya Sang
Maha Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Alam dalam bahasa Yunani disebut
dengan cosmos, yang berarti “serasi, harmonis”, karena ala mini ada dalam
keserasian dan keharmonisan berdasarkan hukum-hukum yangn teratur.3
Alam Semesta adalah segala sesutu yang ada selain Allah SWT. Maka
menurut hemat pemakalah dapat dipahami bahwa seluruh yang ada dimuka bumi
seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan segala yang terkandung dalam perut bumi.
Termasuk yang ada di langit, planet-planet, segala bintang, planet dan asteroid, baik
yang punya garis orbit maupun yang tidak adalah termasuk kategori Alam Semesta.
Bahkan yang tidak terlihat oleh mata manusia seperti alam Jin, syetan dan malaikat
juga masuk dalam istilah Alam Semesta.4
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya,
Al’alamina bentuk Jama’ dari ‘Alamun, artinya semua yang ada selain Allah SWT.
Dan lafadz ‘Alamun sendiri adalah bentuk Jama’ yang tidak ada bentuk tunggal
dari lafadz aslinya,sedangkan lafadz Al ‘Awalim artinya berbagai macam makhluk
yang ada di langit, di daratan, dan di laut, dan setiap generasi dari setiap makhluk
tersebut dinamakan ‘alam pula. Didalam riwayat Sa’id ibnu Jubair dan Ikrimah,
dari ibnu Abbas, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Rabbul ‘Alamin ialah
Tuhan Jin dan Manusia5
Islam senantiasa merujuk kepada sumber Al Qur’an dan Al Hadits dalam
mencapai pengetahuan tertentu, termasuk dalam mengkaji dan membahas tentang
konsepsi maupun hakekat dari Alam semesta.
Al Rasyidin mencatat dalam bukunya, bahwa dalam Al Qur’an kata Alam
hanya ditemukan dalam bentuk Jama’ َ‫ ْال َعالَ ِم ْين‬yang terulang sebanyak 73 kali dan

3
Abdul Haris, dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2012) h.
90
4
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009, hal. 78.
5
Abu FIda’ Isma’il Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir edisi terjemah (Bandung: Algesindo,
2000) h. 112

4
tersebar pada 30 Surah. Hal ini mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak
dan beraneka ragam sesuai dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah yang
Tunggal (Ahad).6
Beberapa ayat yang dikutip pemakalah dari Al Quran adalah sebagai
berikut:
7
َ‫ب ْال َعالَ ِم ْين‬
ِ ‫ا َ ْل َح ْمدُ للِ َر‬
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”
8
َ‫ار َك للاُ َرب ْالعَالَ ِم ْين‬
َ َ‫ت َب‬
“Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”
9
َ‫اف للاَ َرب ْالعَالَ ِم ْين‬
ُ ‫إِنِ ْي أ َ َخ‬
“Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam”
10
َ‫ض َرب ْالعَالَ ِم ْين‬ ِ ‫فَ ِلل ِه ْال َح ْمدُ َرب الس َم َاوا‬
ِ ‫ت َو َرب ال َ ْر‬
"Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta
alam"
11
َ‫س ْو َل للاِ َرب ْالعَالَ ِم ْين‬
ُ ‫فَقَا َل إِنِ ْي َر‬
“Sesungguhnya au adaah utusan dari Tuhan seru sekalian alam”
Dari sudut pandang tauhid dan konsepsi Islam tentang alam semesta, alam
semesta merupakan ciptaan dan diurus oleh kehendak dan perhatian Allah. Jika
Allah sekejap saja tidak memberikan perhatian, maka seluruh alam semesta pasti
binasa seketika itu juga. Alam semesta ini diciptakan tidak sia-sia atau bukan untuk
senda-gurau. Dalam penciptaan manusia dan dunia tersirat banyak keuntungan.
Segala yang diciptakan tidak sia-sia. Sistem yang ada pada alam semesta adalah
sistem yang paling baik dan paling sempurna. Sistem ini memanifestasikan keadilan
dan kebenaran, dan didasarkan pada serangkaian sebab dan akibat. Setiap akibat

6
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam (Bandung:Cita Pustaka, 2008) h. 3
7
Al Qur’an, Surat Al Fatihah Ayat: 2
8
Al Qur’an, Surat Al A’raf Ayat: 54
9
Al Qur’an, Surat Al Hasyr Ayat: 16
10
Al Qur’an, Surat Al Jatsiyah Ayat: 16
11
Al Qur’an, Surat Az Zukhruf Ayat: 46

5
merupakan konsekuensi logis dari sebab, dan setiap sebab melahirkan akibat yang
khusus.
Takdir Allah mewujudkan sesuatu melalui sebab khususnya saja, dan
serangkaian sebablah yang merupakan takdir Allah untuk sesuatu. Kehendak Allah
selalu bekerja di alam semesta dengan bentuk hukum atau prinsip umum. Hukum
Allah tidak berubah. Bila terjadi perubahan, maka selalu sesuai dengan hukum.
Baik dan buruk di alam semesta ini berkaitan dengan perilaku manusia sendiri dan
perbuatannya sendiri. Perbuatan baik dan buruk, selain mendapat balasan di akhirat,
mendapat reaksi juga di alam semesta ini. Evolusi bertahap merupakan hukum
Allah. Alam semesta ini merupakan tempat bagi perkembangan manusia.

C. Proses Penciptaan Alam Semesta


Penciptaan alam semesta adalah penciptaan yang kompleks dan
membutuhkan proses bertahap, tidak hanya terjadi pada satu waktu sekaligus. Al
Qur’an dalam surat Al Mu’min ayat: 40 menyatakan bahwa penciptaan alam
semesta (langit dan bumi) lebih besar dari penciptaan manusia.
Terdapat perbedaan antara pendapat Ulama tentang penciptaan alam
semesta, perbedaan tersebut ada pada asal penciptaan. Pendapat pertama
menyatakan bahwa alam diciptaan dari sesuatu yang tidak ada ‫ال ْي َجاد ُ ِمنَ ْالعَدَ ِم‬
ِ ْ dan
pendapat kedua menyatakan bahwa alam diciptakan dari sesuatu yang sudah ada
ِ ْ . seperti air, tanah udara, dan asap.
‫ال ْي َجاد ُ ِمنَ الش ْي ِء‬
Pendapat pertama mengacu pada pemahaman kata َ‫ َخلَق‬Khalaqa yang berarti
menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada.12 Hal ini juga di pahami dari
Firman Allah Surat Yasiin Ayat: 82 “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia
Sedangkan pendapat kedua dapat dipahami dari Firman Allah yang terdapat
dalam dua Surat yang berbeda yaitu Al Anbiya’ 21 :”Dan apakah orang-orang yang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah

12
Al Rasyidin, op. cit. h. 6

6
suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Kemudian Surat Al Fushilat 41 “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan
langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada
bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa." Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati."
Al Farabi sebagai Filosof Musim terkenal mempunyai teori penciptaan yang
dikenal dengan istilah “Teori Emanasi” teori ini menyatakan bahwa alam semesta
tercipta dari pancaran sang Khaliq yang Esa. Dalam pemikiran Al Farabi, alam
semesta ini terjadi kerena limpahan dari ‘Aql atau yang Esa. Wujud Tuhan lah
‫ ْال ُو ُج ْود ُ ْال َو ُل‬yang melimpahkan wujud alam semesta.13
Teori ini kemudian disempurnakan oleh Ibnu Sina. Yang menyatakan
bahwa proses terjadinya pancaran tersebut ialah ketika Allah ‫ ْال ُو ُج ْود ُ ْال َو ُل‬sebagai
‘Aql langsung memikirkan (berta’aqqul) terhadap Dzat-NYA yang menjadi objek
pemikiran NYA maka memancarlah Akal pertama, dari akal pertama ini
memancarlah akal kedua, Jiwa Pertama, dan langit pertama. Demikianlah
seterusnya sampai akal kesepuluh yang sudah lemah dayanya dan tidak dapat
menghasilkan akal sejenisnya, dan hanya menghasilkan Jiwa ke sepuluh, bumi, roh,
materi pertama yang menjadi dasar bagi keempat unsurepokok: air, udara, api dan
tanah14
Perbedaan antara teori Emansi Al Farabi dan Ibnu Sina sebagaimana ditulis
Abuddin Nata, adalah pada saat wujud-wujud tersebut berpikir tentang dirinya ada
dua bagian, yaitu berpikir tentang dirinya sebagai ‫اجبُ ْال ُو ُج ْود‬
ِ ‫ َو‬yang menghasilkan
iwa-jiwa, dan ketika wujud tersebut berpikir tentang dirinya sebagai ‫ُم ْم ِكنُ ْال ُو ُج ْود‬
maka dalam teori tersebut terdapat XI wujud, X akal dan IX Planet.15
Walaupun dalam filsafat Yunani telah lahir pemikiran Platonisme, yang
menyatakan bahwa seluruh alam semesta ini berasal dari sesuatu Yang Esa sebagai
prime causa yang menjadi penggerak pertama kemudian menggerakkan yang

13
Ibid, h. 7
14
Sirajuddin, Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2004) h. 100
15
Abuddin Nata, op.cit, h. 104

7
lainnya sehingga terjadilah Alam Semesta, Al Farabi dan Ibnu Sina merubah Prime
Causa atau penyebab utama sebagai Pencipta yang Yang Maha Esa.
Dengan demikian jelaslah bahwa memang Alam Semesta ini diciptaan
dengan dahsyatnya kekuasaan Allah SWT. Melalui proses sedemikan rupa, dan
pada akhirnya kita sebagai manusia banyak belajar, dan mendalami hal tersebut
agar kita senantiasa mengingat Allah dan semakin dekat dengan NYA.

D. Tujuan Penciptaan Alam Semseta


Jika kita betul-betul merenungi hakekat Alam Semesta dan Proses
bagaimana terciptanya, maka kita pasti berpikir bahwa memang Alam semesta ini
diciptakan tidak dengan sia-sia atau tanpa tujuan belaka, melainkan semua itu
diciptakan dengan tujuan khusus yang harus kita ketahui, kita dalami, dan kita
aplikasikan dalam segala aspek kehidupan kita.
Pemakalah merumuskan tujuan penciptaan Alam semesta secara garis besar
menjadi dua tujuan utama: yaitu tujuan IPTEK dan tujuan IMTAQ.
1. Tujuan IPTEK
Tujuan ini mengarah pada eksploitasi dan aplikasi manusia terhadap
Alam Semesta untuk digunakan sebagai objek dalam pengembangan Imu
Pengetahuan demi kemaslahatan manusia di masa yang akan datang
menuju kehidupan yang lebih baik.

Allah SWT berfirman dalam Surat Ibrahim Ayat: 32 – 34:

َ‫ض َوأَنزَ َل ِمنَ ٱلس َما ٓ ِء َما ٓ ٗء فَأ َ أخ َر َج بِ ِهۦ ِمن‬ َ ‫ت َو أٱل َ أر‬
ِ ‫ٱَّللُ ٱلذِي َخلَقَ ٱلس َٰ َم َٰ َو‬
‫سخ َر َل ُك ُم‬ َ ‫ي فِي أٱلبَ أح ِر ِبأ َ أم ِر ۖۡ ِهۦ َو‬ ‫أ أ‬
َ ‫سخ َر لَ ُك ُم ٱلفُل َك ِلتَ أج ِر‬ َ ‫ت ِر أز ٗقا ل ُك أ ۖۡم َو‬
ِ ‫ٱلث َم َٰ َر‬
٣٣ ‫ار‬ َ ‫سخ َر لَ ُك ُم ٱل أي َل َوٱلن َه‬ َ ‫س َو أٱلقَ َم َر دَآئِ َب أي ۖۡ ِن َو‬
َ ‫سخ َر لَ ُك ُم ٱلش أم‬ َ ‫ َو‬٣٢ ‫أٱل َ أن َٰ َه َر‬
ٓۗ ُ ‫ت ٱَّللِ ََل ت ُ أح‬ َ ‫سأ َ ألت ُ ُمو ُۚهُ َوإِن تَعُدواْ ِنعأ َم‬
َ‫سن‬ ِ ‫صو َها ٓ إِن أ‬
َ َٰ ‫ٱلن‬ َ ‫َو َءات َ َٰى ُكم ِمن ُك ِل َما‬
٣٤ ‫ار‬ٞ ‫وم َكف‬ ٞ ُ ‫ظل‬ َ َ‫ل‬

Artinya:
(32) “Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan
air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan

8
itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah
menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu

sungai-sungai.”

(33) “Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan
yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah

menundukkan bagimu malam dan siang.”

(34) “Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala


apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung
nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).
Dengan demikian, manusia dapat memanfaatkan Alam Semesta
untuk keperluannya. Tenaga panas matahari, panas bumi, untuk berbagai
keperluan industri, material yang terkandung dalam perut bumi digunakan
untuk membangun gedung, mengembangkan transportasi,16 dan masih
banyak lagi contoh pemanfaatan kekayaan alam untuk kepentingan
kehidupan manusia.
Tanpa adanya akal manusia untuk berpikir dan adanya Alam
Semesta sebagi objek pengembangannya, mustahil adanya pemanfaatan
tersebut, jadi memang tujuan penciptaan Alam semesta secara khusus
ditundukkan untu manusia sebagai khalifah yang mengelola, memelihara
dan memanfaatkan kekayaan Alam.

2. Tujuan IMTAQ
Tujuan ini bersifat lebih khusus dan menjadi tujuan utama dalam
penciptaan Alam semesta menurut prespektif Islam seperti yang tercantum

16
Abuddin Nata, op. cit. h. 110

9
dalam Al Qur’an. Yaitu penciptaan alam semesta bertujuan agar manusia
sampai pada kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Al Rasyidin menguraikan bahwa adanya alam semesta ini
mewajibkan adanya Dzat yang mewujudkannya. Keberadaan langit dan
bumi mewajibkan adanya Sang Pencipta yang menciptakan keduanya,
mustahil jika yang menciptakan langit dan bumi adalah manusia, bila hal itu
terjadi pasti sudah banyak langit dan bumi yang bermacam-macam adanya
seperti ciptaan manusia pada umumnya, ciptaan NYA tidak dapat di
duplikasi apalagi ditandingi oleh manusia.17
Manusia sebagai makhluk yang sempurna karena memiliki akal
untuk berpikir, membedakan antara yang Haq dan Bathil, telah dipilih oleh
Allah SWT sebagai khalifah atau pemimpin yang mengemban tugas untuk
memelihara, mengelola dan memanfaatkan Alam Semesta yang diciptakan
memang khusus untuk manusia.
Disamping itu, manusia harusnya berpikir bahwa tiada daya dan
upaya yang bisa menciptakan Alam Semesta kecuali Allah Yang Maha
Kuasa. Sehingga ia memperoleh kemudahan dalam menjalankan hidupnya
lalu bersyukur atas segala hal tersebut dengan memanfaatkan Alam Semesta
dengan sebaik-baiknya, tidak dengan mengeksploitasi harta kekayaan Alam
dengan serakah sehingga merusak tatanan dan kelangsungan hidup Alam,
jika itu yang terjadi, maka apa bedanya manusia dengan penghuni Bumi
sebelumnya?18

E. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam tentang Alam


Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, alam adalah guru manusia. Kita
semua wajib belajar dari sikap alam semesta yang tunduk mutlak pada hukum-

17
Al Rasyidin, op. cit. h. 9
18
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hal. 198.

10
hukum yang telah ditetapkan Allah. Tidak terbayangkan oleh kita semua manakala
alam berperilaku di luar hukum-hukum Allah, alam melanggar sunnah-Nya.
Gunung meletus menyemburkan api, matahari terbit dan turun ke bumi, bintang-
bintang berjatuhan, pohon-pohon tumbang, lautan meluap, ombak menghantam,
terjadi badai dan bumi berhenti berputar.
Demikian pula, manusia yang tidak mau belajar dari konsistensi kehidupan
alam, difatnya berubah bagaikan binatang, saling menipu, saling membunuh, saling
memfitnah, saling korupsi di mana-mana, perzinahan dan sebagainya. Rusaknya
kehidupan alam disebabjan oleh perilaku manusia yang tidak mau belajar dari alam
semesta yang indah ini. Misalnya, kasus penebangan hutan liar, mengakibatkan
hutan gundul, erosi, kebanjiran dan bencana alam lainnya.
Alam semesta ini dapat dijadikan guru yang bijaksana, misal seperti ombak
dilautan yang dapat menjadi energi bagi para peselancar, angin dimanfaatkan untuk
terjun payung, air deras yang dibendung untuk energi pembangkit tenaga listrik,
dan banyak lagi manfaat dan pelajaran yang bisa diambil oleh manusia dan
alam. [3]
Berpegang pada dalil-dalil al-Qur’an yang ada maka alam semesta ini
diciptakan oleh Allah adalah untuk kepentingan manusia dan untu dipelajari
manusia agar manusia dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai
manusia di muka bumi ini.[4]
Firman Allah dalam Al-Qur’an :

‫ور‬
ُ ‫ش‬ُ ‫شواْ فِي َمنَا ِك ِب َها َو ُكلُواْ ِمن ِر أزقِ ِۖۡۦه َو ِإلَ أي ِه ٱلن‬ َ ‫ُه َو ٱلذِي َج َع َل لَ ُك ُم أٱل َ أر‬
ُ ‫ض ذَلُو َٗل فَ أٱم‬
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-
Mulk ayat 15)
Berikut ini akan dikemukan sebagai pandangan filsafat Islam menganai
hakikat alam, kedudukan alam dan alam sebagai lingkungan pendidikan.
1. Hakikat alam
Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, alam secara bahasa
berarti segala hal yang dapat dikenali, sedangkan secara terminologi berarti

11
segala sesuatu yang maujud selain Allah, yang dengan ini Allah dapat
dikenali, naik segi nama maupun sifatnya. Jadi segala sesuatu selain Allah,
itulah alam secara sederhana. Pengertian ini merupakan pengertian teologis,
dalam arti berdasarkan yang dikemukakan para teolog Islam. Adapun secara
filosofis, alam adalah kumpulan jauhar (substansi) yang tersusun dari
materi (maddah) daan bentuk (surah) yang di langit dan bumi. Segala
sesuatu yang ada di langit dan bumi, itulah alam berdasarkan rumusan
filsafat. Alam dalam pengertian ini merupakan alam semesta atau jagat raya.
Adapaun tentang permulaan alam semesta yang dalam waktu ini
didikung oleh penemuan dan teori astrofisika modern ialah bahwa sejak
awal kejadiannya pada peristiwa Big Bang, alam semesta berkembang
secara evolutif. Ini dimulai dengan kabut hidrogen yang berputar melanda,
dan melalui runang. Alam semesta penuh dengan asap yang melimpah, yang
merupakan 90 persen dari semua kosmos ini. Dengan gerak acak awan
seperti itu, atom-atom kadang bergabung secara kebetulan untuk
membentuk kantong-kantong gas yang padat. Dari peristiwa ini muncul
bintang-bintang, dmikianlah secara perlahan melauii kira-kira dua puluh
miliar tahun, akhirnya terbentukalah galaksi-galaksi yang terus
berkembang, juga bintang-bintang, matahari serta planet-planet yang
mengitari matahari sebagai pusatnya, termasuk bumi yang dihuni manusia,
yang disebut dengan tata surya (solar system). Permulaan pendiptan alam
seperti ini dalam khazanah fisafat pendidikan Islam disebut dengan gerak
transubtansial (al-harakah al-jauhariyah), yaitu gerak alam yang bukan
horizontal, melainkan vertikal ke arah yang sempurna. Gerak ini juga bukan
hanya pada level aksidental, melainkan pada perubahan gas hidrogen
menjadi kerak bumi yang keras. Gerak evolutif ini tidak hanya terjadi pada
dataran makromostik, tetapi juga pada bumi yang disebut evolusi geologis.

2. Kedudukan Alam
Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah bahwa
Allah itu tak terhingga dan mutlak, sedangkan ciptaan-Nya adalah

12
terhingga. Setiap tertentu memiliki potensi-potensi tertentu. Namun
demikian, berapun banyaknya potensi-potensi ini, tetap saja tidak dapat
membuat yang terhingga melampui keterhinggaannya dan menjadi tak
terhingga. Inilah yang menurut Fazrur Rahman merupakan maksud Al-
Qur’an ketika mengatakan bahwa setiap sesutu selain Allah “mempunyai
ukuran” dan karena itu ia senantiasa bergantung keada Allah. Apabila
sesuatu makhluk mengatakan dirinya dapat berdiri sendiri, maka ia
memiliki sifat ketidak terhinggaan dan sifat ketuhanan. Maka seseorang itu
sudah memiliki sifat syirik di dalam dirinya. Bila Allah menciptakan
sesuatu, kepadanya, Allah memberikan kekeutan dan hukum tingkah laku
yang oleh Al-Qur’an disebut petunjuk, perintah atau ukuran. Jadi dengan
hukum inilah segala ciptaan Allah dapat selaras dengan ciptaan-ciptaan
lainnya di alam semesta ini. Jika sesutu ciptan Allah melanggar hukumNya
dan melampui ukurannya, alam semesta menjadi kacau. Inilah maksud Al-
Qur’an bahwa tata alam semesta yang sempurna ini, selain sebagai bukti
bagi adanya Allah, juga merupakan bukti bagi keesan-Nya.[6]
Alam semesta sedemikian rupa terjalin erat dan bekerja dengan
regularitasnya sehingga pantas kalau ia dikatakan sebagai keajaiban Allah.
Selain Allah, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat membangun alam yang
serba luas dan kukuh ini. Di sinilah letak dan posisi alam semesta sebagai
keajaiban Allah. Alam semsesta besera keluasaan dan keteraturannya yang
tidak terjangkau ini harus dipandang manusia sebagai pertanda adanya
Allah. Pertanda ini dapat dikatakan sebagai petanda yang alamiah.
Al-Qur’an surah Fushshilat (41) : 53 mengungkapkan: “. . . akan
kami tunjukan tanda-tanda kami di jagat raya, dan di dalam diri (manusia)
sendiri . . . “ ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa alam semesta
merupakan tanda-tanda Tuhan. Alam sebagai sebuah tanda tentunya akan
memberi petunjuk kepada yang ditandainya, yaitu Tuhan. Dari sini banyak
filsuf mengatakan bahwa akan merupakan pantulan atau cerminuniversal,
yang dengannya Tuhan dapat dikenali.

13
3. Alam dan Lingkungan Pendidikan
Lingkungan dalam arti luas mencakup iklim dan geografis, tempat
tinggal, adat istiadat dan alam. Dengan kata lain, lingkungan adalah segala
sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan. Ia adalah seluruh
yang ada, baik berupa manusia maupun benda, alam yang bergerak ataupun
tidak bergerak. Dengan demikian, lingkungan adalah sesuatu yang
melingkup hidup dan kehidupan manusia.
Adapun lingkungan pendidikan secara sederhana berarti lingkungan
tempat terjadinya pendidikan. M. Arifin menyebutkan lingkungan
pendidikan dengan istilah lembaga pendidikan. Menurut, salah satu faktor
yang memungking terjadinya proses pendidikan Islam secara konsisten dan
berkesinambungan adalah institusi atau lembaga pendidikan Islam.
Dari sini Abudin Nata memahami lingkungan pendidikan Islam
sebagai suatu institusi atau lembaga tempat pendidikan itu berlangsung. Di
dalamnya terdapat ciri-ciri keislamana yang menungkin terselenggaranya
pendidikan Islam dengan baik. Lingkungan pendidikan berfungsi sebagai
penunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, tertib
dan berkelanjutan. 19
Dari beberapa prinsip filsafat pendidikan Islam tentang alam telah
disebutkan bahwa alam semesta merupakan penetu keberhasilan proses
pendidikan. Adanya interaksi antara peserta didik dengan benda atau
lingkungan alam sekitar tempat mereka hidup merupakan prinsip filsafat
pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Prinsip ini menekan bahwa
proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu akhlaknya bukan sekedar
terjadi dalam lingkungan sosial semata, melainkan juga dalam lingkungan
alam yang bersifat material. Jadi alam semesta merupakan tempat dan
wahana yang memungkinkan proses pendidikan berhasil. Ada sebuah
semboyan yang berbunyi “kembali ke alam” merupakan salah satu filsafat
pendidikan yang menghendaki alam sebagai lingkungan pendidikan.20

19
Ibid., hal. 229.
20
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2013, hal. 201.

14
F. Implikasi Alam Semesta terhadap Pendidikan Islam
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Implikasi berarti keterlibatan atau keadaan
terlibat.21 Dalam hal ini berarti wujud Alam Semesta yang mempunyai pengaruh
terhadap pelaksanaan pendidikan Islam. Baik dari segi rancangan pendidikan dari
interen pelaksana maupun dari segi perananya dalam pembentukan watak, sifat dan
karakter peserta didik sesuai dengan yang diharapkan penyelenggara pendidikan.
Secara garis besar pemakalah membagi implikasi Alam Semesta terhadap
Pendidikan Islam menjadi dua bagian, yaitu Internal dan Eksternal.
Implikasi Internal dari dalam proses Pendidikan mengarah pada
pembentukan system Pendidikan, rancanan Kurikulum, visi misi, dan arah
Pendidikan itu sendiri untuk menjadikan Alam semesta sebagai objek studi atau
Ilmu Pengatahuan.
Al Rasyidin menyatakan Pendidikan Islami merupakan kunci guna
menemukan, menangkap dan memahami Alam dengan seluruh fenomena dan
noumenanya. Upaya itu pada akhirnya akan mengantarkan manusia pada
keberadaan dan kemahakuasaan Allah SWT. Karenanya manusia dihantarkan oleh
Pendidikan Islam pada pengakuan (Syahadah) akan keberadaan Allah SWT.
Sebagai Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Pendidik Alam Semesta.22
Sedangkan Implikasi Eksternal mengarah pada Manusia sebagai peserta
didik dari Pendidikan Islam yang akan diharapkan mempunyai wawasan,
keterampilan dan tanggung jawab dalam mengelola alam semesta.23

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

21
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008) h. 548
22
Al Rasyidin, op. cit. h. 11-12
23
Abuddin Nata, Op. cit. h. 124

15
Alam Semesta adalah segala sesuatu selain Allah SWT. Baik yang ada di
alam Syahadah atau yang dapat dilihat mata seperti langit dan apa yang ada
diatasnya, bumi dan seisinya, ataupun alam Ghaib yang tidak dapat dilihat mata
seperti Malaikat, Jin dan Syetan.
Penciptaan Alam Semesta oleh Sang Maha Kuasa bukan hal sia-sia tanpa
tujuan, melainkan dengan tujuan khusus untuk manusia sebagai Khalifah agar
mencapai pengetahuan akan keberadaan Sang Pencipta Yang Maha Esa.
Menurut sejarah filsafat, filsafat yang awal mula lahir adalah filsafat tentang
alam. Filsafat ini adalah filsafat yang digarap oleh orang-orang Yunani, akan tetapi
bukan di daerah Yunani sendiri dibuatnya melainka di negara lain oleh para perantau
Yunani yang mengembara, terutama di daerah Asia keci. Mereka ini terpaksa
merantau dari negerinya, karena tanah kelahiran mereka (Yunani) tidaklah subur
yang terdiri dari pegunungan. Akhirnya mereka meninggalkan tanah kelahiran
mereka (Yunani) dan pergi merantau ke pulau – pulau sekitar laut Egia dan daratan
Asia kesil. Dari kota bernama Miletos di Asia kecil, lahirlah filsafat alam pertama
yang dicetuskan oleh ahli filsafat pertama bernama Thales, yang menyatakan bahwa
asal mula sesuatu berasal dari air.
Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, alam adalah guru manusia. Kita
semua wajib belajar dari sikap alam semesta yang tunduk mutlak pada hukum-
hukum yang telah ditetapkan Allah. Tidak terbayangkan oleh kita semua manakala
alam berperilaku di luar hukum-hukum Allah, alam melanggar sunnah-Nya. Gunung
meletus menyemburkan api, matahari terbit dan turun ke bumi, bintang-bintang
berjatuhan, pohon-pohon tumbang, lautan meluap, ombak menghantam, terjadi
badai dan bumi berhenti berputar.
Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, alam secara bahasa berarti
segala hal yang dapat dikenali, sedangkan secara terminologi berarti segala sesuatu
yang maujud selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali, naik segi nama
maupun sifatnya. Jadi segala sesuatu selain Allah, itulah alam secara sederhana.
Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah bahwa Allah
itu tak terhingga dan mutlak, sedangkan ciptaan-Nya adalah terhingga. Setiap
tertentu memiliki potensi-potensi tertentu. Namun demikian, berapun banyaknya

16
potensi-potensi ini, tetap saja tidak dapat membuat yang terhingga melampui
keterhinggaannya dan menjadi tak terhingga.
Jadi alam semesta merupakan tempat dan wahana yang memungkinkan
proses pendidikan berhasil. Ada sebuah semboyan yang berbunyi “kembali ke alam”
merupakan salah satu filsafat pendidikan yang menghendaki alam sebagai
lingkungan pendidikan.

B. Saran
Semoga pembahasan pemakalah yang sederhana ini dapat membawa
manfaat pada diskusi dan proses pembelajaran kita kali ini. Masukan dan koreksian
sangat diharapkan dari kawan-kawan mahasiswa, khusus nya dari Bapak Dosen
Pembimbing agar pembahasan ini menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris, dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah,
2012

17
Abu FIda’ Isma’il Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir edisi terjemah, Bandung:
Algesindo, 2000
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka, 2008
Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyaarta, kota kembang, 1986.
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2013.
Zaini Muchtarom, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2008.
Zakiah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya , Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2004

18

Anda mungkin juga menyukai