Oleh :
1. Amirullah Harahap
2. Hel Amir
3. Rino Pranoki
4. Veronica Yosadora Saragih
"Iya benar, meninggal setelah pemberian Buvanest Spinal. Ada 2 kasus, obsgyn
dan urologi. Kita sedang tunggu investigasi dari Kemenkes dan BPOM, paling
dalam 1-2 hari ada hasilnya," kata Heppi.
Ada indikasi, Buvanest yang disuntikkan berisi obat lain yakni Kalnex
(Asam Tranexamat). Buvanest merupakan injeksi anestesi yang mengandung
Bupivacaine 5 mg/mL, sedangkan Asam Tranexamat merupakan obat untuk
mengatasi perdarahan. Keduanya merupakan obat injeksi dengan kemasan
berbentuk ampul atau vial.
Pasal 9
Berkaitan dengan Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien dikatakan bahwa
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien
dan melindungi makhluk hidup insani
a. Permasalahan Kasus
Akhir dari penyelesaian kasus ini, setelah BPOM melakukan investigasi internal
dan kajian langsung kepada PT. Kalbe Farma melakukan sanksi administrasi
berupa penarikan & pembatalan nomor ijin edar, penyegelan, menghentikan
pendistribusian seluruh produk yang di produksi pada line 6, baik produk yang
belum beredar maupun menarik (me-recall) 26 produk lainnya yang sudah beredar
untuk dilakukan batch review.
Menurut Roy Sparingga (Kepala BPOM saat itu), PT. Kalbe Farma tidak ada ganti
rugi ataupun sanksi pidana. Dengan alasan BPOM belum menemukan unsur
kesengajaan, sehinggga kasus ini belum diarahkan ke penyelidikan pidana.
Dalam hal ini, kami berpendapat kasus ini seharusnya bisa masuk kedalam
ranah pidana. Terutama apoteker penanggung jawab produksi obat Buvanest
Spinal diminta pertangung jawabannya karena sudah melanggar Undang-undang
dan pelanggaran kode etik. Karena dalam kasus ini menyebab kan nyawa
seseorang tidak bisa di selamatkan serta dampak lain nya adalah banyak kerugian
yang di sebabkan oleh kasus ini, seperti hal nya perusahaan, rumah sakit serta
korban itu sendiri.
1. KewajibanUmum
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
3. Kewajiban apoteker terhadap perusahaan dan tanggung jawab
menjalankan CPOB yang baik.
Peraturan Badan pengawas obat dan makanan nomor 13 tahun 2018
tentang perubahan atas peraturan kepala badan POM HK.03.1.33.12.12.8195
tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik. Dimana
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu
Foto Kelompok
.3 Antitukak
Tukak peptik dapat terjadi di lambung, duodenum, esofagus bagian bawah, dan stoma
gastroenterostomi (setelah bedah lambung).
Penyembuhan tukak lambung dan tukak duodenum dapat dilakukan dengan cepat
melalui eradikasi Helicobacter pylori. Direkomendasikan untuk memastikan terlebih
dahulu adanya H. pylori sebelum memulai terapi eradikasi. Penggunaan kombinasi
penghambat sekresi asam dengan antibakteri sangat efektif dalam eradikasi H.pylori.
Infeksi kambuhan jarang terjadi. Kolitis karena penggunaan antibiotik merupakan risiko
yang tidak umum terjadi.
Regimen terapi satu minggu yang terdiri dari 3 jenis obat yaitu penghambat pompa
proton, amoksisilin dan klaritromisin atau metronidazol, dapat mengeradikasi H.pylori
pada 90 % kasus. Setelah 1 minggu, obat dihentikan, kecuali terjadi komplikasi tukak
seperti hemoragi atau perforasi.
Regimen 2 minggu terapi yang terdiri dari 2 jenis obat yaitu penghambat pompa proton
dan antibakteri tunggal tidak direkomendasikan.
Tinidazol atau tetrasiklin dapat pula digunakan untuk eradikasi H. pylori; obat-obat ini
sebaiknya dikombinasi dengan obat penghambat sekresi asam dan antibakteri lain.
Tidak ada bukti yang memadai untuk mendukung terapi eradikasi pada pasien anak-
anak, yang terinfeksi H. pylori namun tetap menggunakan AINS.
Perdarahan saluran cerna dan tukak dapat terjadi pada penggunaan AINS (bagian
12.1.1). Jika memungkinkan, penggunaan AINS sebaiknya dihentikan pada keadaan ini.
Pada individu yang berisiko mengalami tukak, penghambat pompa proton atau antagonis
reseptor-H2 seperti ranitidin diberikan dua kali dosis lazim, atau misoprostol dapat
dipertimbangkan untuk mencegah tukak lambung dan tukak duodenum yang disebabkan
oleh AINS; reaksi kolik dan diare dapat membatasi dosis misoprostol.
Pada pasien yang sedang dalam terapi AINS, eradikasi H. pylori tidak direkomendasikan
karena tidak akan mengurangi risiko perdarahan atau tukak akibat AINS. Akan tetapi,
pasien yang baru memulai terapi AINS jangka panjang dengan H. pylori positif atau
memiliki riwayat tukak lambung atau tukak duodenum, eradikasi H. pylori dapat
mengurangi risiko tukak.
Jika pemberian AINS dapat dihentikan pada pasien yang mengalami tukak, penghambat
pompa proton biasanya menghasilkan penyembuhan yang lebih cepat, tetapi tukaknya
dapat diterapi dengan antagonis reseptor-H2 atau misoprostol.
Atasi tukak dengan penghambat pompa proton dan selama penyembuhan tetap
dilanjutkan dengan pemberian penghambat pom proton (dosis tidak perlu dikurangi
karena dapat terjadi tukak yang bertambah parah tanpa disertai gejala)
Atasi tukak dengan penghambat pompa proton dan dilanjutkan dengan misoprostol
selama penyembuhan sebagai terapi pemeliharaan (kolik dan diare dapat terjadi, yang
memerlukan pengurangan dosis)
Atasi tukak dengan penghambat pompa proton dan kemudian ganti AINS dengan AINS
yang selektif yaitu COX-2.