Anda di halaman 1dari 2

Abstraksi

Oleh: Dwi Kurniawan

Isu-isu tentang fenomena kerusakan lingkungan sering dibicarakan di dunia. Ketidakseimbangan


alam ataupun disharmoni relasi manusia dengan alam menjadi topik hangat dalam diskursus
publik. Lalu bagaimana kita sebagai Pecinta Alam berposisi, merespon dan memandang itu
semua? Sedangkan di internal organisasi terjadi problematika yang dinamis mengikuti perubahan
jaman.

Di acara diskusi ini kita akan mencoba meng-elaborasinya bersama-sama dengan nuansa
santuy.

Cara Pandang Etika Ekologika


Berdasarkan Hipotesa dari Dandelia Sekar Arum

Dialektika

Hermeneutika Ontologi Alam

Ethic Of
Ecological

Fenomenologi
Semiotika
Alam

Historis /
Teologi

Etika ekologika secara ontologi dirangkai dari berbagai disiplin ilmu lingkungan hidup atau
Environtment. Secara sejarah berdasarkan fenomenologi lingkungan berawal dari tahun 1972
tentang peristiwa di Colorado, USA terkait pandangan filosofis 7 lembar artikel berjudul “Should
Trees Have Standing (Law, Morality, and the Environment)” dari Jonathan Stone, dimana
pohon menjadi Person Of Law diwakili oleh pengampu atau wali yang berarti alam diposisikan
juga sebagai subjek yang memiliki rights atau hak. Walaupun dalam pandangan Etika Ekologika
yang saya perkenalkan sebenarnya sudah ada sejak jaman sejarah kenabian dalam peristiwa
terkait yang menghasilkan justice dan cara pandang baru. Meski begitu masalah baru juga
muncul dimana subjek (Person Of Law) yang memiliki subjek hukum dia juga bisa dihukum.
ALAM
Umum: Alam semesta, segala yg di langit dan bumi.
Ilmuwan: Lebih spesifik, ruang angkasa beserta semua benda langit di dlmnya.
Islam teologi: Segala sesuatu selain Allah.
Jadi menurut islam lebih luas tidak hanya benda atau materi ruang angkasa tapi juga yang maujud materi
atau non materi.

LOGIKA
Apa ada batasan bagi Logika?
Apa cukup kita hidup hanya dengan Logika?

- Batasnya pada symbol logika ada pada prinsip menjalankannya: “STRICT PRINCIPLES OF VALIDITY”
(Prinsip Ketat untuk memilah kebenaran).
- Prinsipnya pakai apa atau yang mana harus disebut. Sebenarnya luas sekali kalau tentang “Logika”.
- Batasnya masih tergantung lagi dengan satu komponen Sistem Validitasnya. Pakai Logika Sains
(Science Logic), Mistis Science, Logic-mu Dewe. Semua valid kalau sekedar di kamar validitas logika.
- Walau kita biasanya kalau bicara tentang logika secara Implisif yang dimaksud adalah “CAUSALITY OF
VALIDITY SYSTEM” yang dianggap objektif oleh banyak orang.
*Sabar misalnya. setau saya ada batasnya, pada Prasangka Baik, lalu Syukur, Dst, Dst.
Batas Sabar bukan berarti hilang sabarnya. Tapi sebenarnya tumbuh Sabarnya, lalu mendapat Simbol atau
istilah baru.
*Semua prasangka baik biasanya diawali dari Sabar. Walau tak semua sabar tumbuh ke prasangka baik.

JAWABANNYA DENGAN ALUR RECIPROCAL (TIMBAL BALIK)


Untuk mengetahui batasan Logika, kita menggunakan Logika. Dan ketika tahu Batasan Logika, akan
melewati batasan tersebut dengan Logika. Ini Perspektif saya saja dan mungkin tak menjawab sih.

Pertanyaan kedua sedikit Loaded, akan saya coba Side Step.


Apakah cukup hanya dengan Logika??? Mungkin “TIDAK”. Tapi semua “TIDAK” tersebut diukur
“Worthiness” (Kelayakannya) dengan Logika. Bahkan keputusan “Iman” , sadar tak sadar Logika ikut
serta. Lebih percaya ajaran si A daripada si B. Sadar tak sadar menggunakan “HIRARKI (Urutan
Tingkatan) BELIEVE SYSTEM” (Keyakinan) yang terbangun dengan keikutsertaan Logika.
Dari sudut pandang saya, kalau kita punya “Senjata” Logika , kenapa tidak dipakai saja secra maksimal?
Jika kurang lengkap tinggal ditambahi “Senjata” yang lain agar lengkap.
Sayang juga menghilangkan kaki hanya karena tidak bisa dipakai untuk ambil minum, melihat atau
yang lain-lain. Seperti Strawman (Manusia Jerami) saja....

ACT (Boleh dalam skala


Keteraturan YA
kecil)
Maukah saya
YA
merubahnya?
Bisakah mengubahnya
Kekacauan TIDAK
menjadi keteraturan?
TIDAK

Anda mungkin juga menyukai