kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok beresiko tinggi, dalam pencapaian derajat
kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai
mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan. (Allender & Spradley,
2001)
Sementara itu, menurut Stanhope & Lancaster (1997), bahwa keperawatan kesehatan
masyarakat adalah suatu sintesa dari praktek keperawatan dan praktek kesehatan komunitas yang
diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan penduduk. Menurut peneliti pengertian
keperawatan kesehatan masyarakat yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia adalah yang
disampaikan oleh kelompok kerja keperawatan CHS (1997) yaitu, suatu bentuk pelayanan
profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan terutama pada
kelompok resiko tinggi dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan
penekanan pada peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta tidak mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif.
Pelayanan yang diberikan dapat terjangkau oleh komunitas dan melibatkan komunitas sebagi
mitra dalam pemberian pelayanan keperawatan. klien dalam keperawatan kesehatan masyarakat
adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Allender & Spradley, 2001)
Kegiatan Perawat Puskesmas mencakup Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) yang dilaksanakan perawat Puskesmas sesuai dengan kompetensi,
peran dan fungsinya pada semua tatanan pelayanan kesehatan strata pertama baik di dalam gedung
(poliklinik rawat jalan Puskesmas, ruang rawat inap Puskesmas, Puskesmas Pembantu) maupun
diluar gedung Puskesmas (Puskesmas Keliling, Posyandu, Sekolah, Tempat Kerja, Panti, Rumah
Tahanan (Rutan) atau Lembaga Permasyarakatan (Lapas), Rumah Keluarga) dengan prioritas
upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan yang wajib dilaksanakan di Kabupaten atau Kota
tertentu.(Kemenkes RI,2006)
Inti perkesmas adalah jasa diberikan dalam kerangka berbasis masyarakat dan layanan berbasis
masyarakat didorong oleh kebutuhan dan sumber daya masyarakat dan lingkungannya, perawat
menilai masyarakat setiap hari saat bekerja dengan individu, keluarga, kelompok dilingkungan
Ada dua istilah yang perlu diketahui sebelum membahas perawatan kesehatan masyarakat,
yaitu Public Health Nursing (PHN) dan Community Health Nursing (CHN), kedua istilah tersebut
bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama yaitu Perawatan
Kesehatan Masyarakat. Akan tetapi Freeman (1981), tidak lagi mengunakan istilah public tetapi
mengantinya dengan community dikarenakan istilah public mengandung pengertian yang sangat
luas dan tidak terbatas. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus (spesialisasi )
dalam ilmu keperawatan. (Ruth, 1981, 1961) Menurut beberapa ahli perkesmas adalah sebagai
berikut :
Perawatan Kesehatan Masyarakat adalah lapangan khusus yang merupakan gabungan
keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian
penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitatif, pencegahan penyakit dan
bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada keluarga yang sehat, individu yang sakit dan tidak
dirawat di rumah sakit beserta keluarganya, kelompok masyarakat khusus yang mempunyai
masalah kesehatan dimana hal tersebut akan mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
Prinsip dalam melaksanakan keperawatan komunitas antara lain: kemanfaatan, intervensi atau
kebebasan untuk melakukan atau memilih alternative terbaik yang disediakan dan keadilan, hal ini
menegaskan bahwa upaya yang dilakukan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas.
Dasar hukum pelaksanaan Perkesmas yaitu: 1). Undang - Undang nomor 36 tahun 2009 tentang
3) .Peraturan Pemerintah no.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, 4). Keputusan Menteri
Negara Aparatur Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.94/KEP/M.PAN/II/2001 tentang
Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya, 5). Kepmenkes no 279 / menkes / 2006 tentang
kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat, 8) Kepmenkes No.836 tahun 2005 tentang
pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan , 9) Kepmenkes nomor 279 tahun 2006
No.HK.02.02 / Menkes / 148 / I / 2010 tentang izin dan penyelengaraan Praktek Keperawatan.
( Kemenkes, 2006)
Prioritas sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah kesehatan
prioritas daerah, terutama : yang belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas
serta jaringannya), atau sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi memerlukan
Menurut Allender & Spradley (2001), sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu
hamil risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (antara lain : TB Paru, Kusta, Malaria,
Pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat pada penderita TB Paru dibagi sesuai daerah binaan,
asuhan keperawatan lebih difokuskan pada individu yang sakit belum mencakup seluruh anggota
keluarga serta penekanan kegiatan pada aspek preventif dan kuratif. Penemuan kasus dengan pasif
promotif case fanding. Kegagalan pengobatan karena kurangnya peran PMO, efek samping obat
Sasaran keluarga, adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah kesehatan atau risiko
tinggi, dengan prioritas : keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan,
keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mempunyai masalah kesehatan
terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan reproduksi, penyakit menular,
keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan prioritas serta belum
Program perkesmas untuk keluarga miskin masih menjadi prioritas di puskesmas karena konsep
dasar perkesmas bertujuan untuk melaksanakan ketiga level pencegahan penyakit dan kelompok
sasaran utamanya adalah keluarga miskin dan kelompok resiko tinggi dengan berbagai
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya
masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi. (Allender &
Spradley, 2001) Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain
Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita
penyakit tertentu, kelompok pekerja informal, kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu
institusi, antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan),
timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada masyarakat di suatu wilayah (RT, RW,
Kelurahan/Desa) yang mempunyai jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah
lain, jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain, cakupan pelayanan
kesehatan lebih rendah dari daerah lain. Selanjutnya adalah masyarakat di daerah endemis penyakit
menular (malaria, diare, demam berdarah, dan lain-lain), masyarakat di lokasi/barak pengungsian,
akibat bencana atau akibat lainnya, masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain
daerah terpencil, daerah perbatasan, masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi
2001)
Masyarakat seharusnya bukan dijadikan objek intervensi dari pelayanan kesehatan melainkan
merupakan mitra kerja dalam setiap kegiatan yang di tujukan terhadap pelayanan kesehatan di
masyarakat, dari mulai perencanaan, pelaksanaan program sampai evaluasi kegiatan dilakukan
bersama masyarakat, kegiatan ini merupakan lahan dari praktik keperawatan kesehatan
terintegrasi pada enam upaya kesehatan wajib Puskesmas maupun upaya pengembangan yang
manajemen tentunya sama dengan penerapan manajemen Puskesmas pada umumnya, yaitu
(Sulaeman, 2009)
Keterpaduan kegiatan perkesmas dalam upaya kesehatan baik wajib maupun penunjang di
Puskesmas dipengaruhi oleh elemen-elemen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
sehingga jika salah satu elemen tersebut tidak ada maka perkesmas tidak akan dapat berjalan
sebagaimana mestinya. (Sulaeman, 2009) Elemen yang dimaksud adalah input berupa tenaga,
dana, bahan atau sarana prasarana, metode, teknologi, serta pasar dan pemasaran, kemudian adanya
proses yang merupakan sistem yang mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan,
output keluaran yang dihasilkan dari berlangsungnya proses, hasil akhir (outcome) merupakan
hasil yang dicapai dari suatu program berupa indikator-indikator keberhasilan suatu program,
manfaat dan dampak (impact), umpan balik, dan lingkungan. (Sulaeman, 2009)
Indikator kinerja perawat Puskesmas, menurut Kemenkes tahun 2006 meliputi indikator kinerja
klinik (eksternal untuk mengukur keberhasilan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang
fungsionalnya
Yaitu indikator kinerja klinik perawatn Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan Perkesmas
kinerja klinik perawat Puskesmas, meliputi input, proses, output dan outcome. (Kemenkes, 2006)
Indikator input, meliputi tenaga perawat yang bekerja sudah mendapat pelatihan Perkesmas.
petugas untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan efektif, serta menyiapkan untuk
jawab dan akuntabilitas. (Soejadi,1994) Tersedianya sarana berupa PHN kit, dukungan
Kemenkes, 2006)
Indikator proses, adanya perencanaan kegiatan perawatan perkesmas bulanan beserta rencana
Asuhan Keperawatan, dilakukannya kegiatan bimbingan oleh Kepala Puskesmas atau perawat
penyelia, kegiatan koordinasi dengan petugas kesehatan lain, kegiatan monitoring, diskusi refleksi
Indikator output meliputi peningkatan kesadaran staf terhadap tugas dan tanggung jawab,
peningkatan kinerja, peningkatan motivasi, peningkatan keputusan kerja, persentasi suspek kasus
maupun kasus positif prioritas, persentasi keluarga rawan kesehatan dan kelompok khusus yang di
bina dan persentasi pasien rawat inap Puskesmas dilakukan asuhan keperawatan. (Kemenkes 2006)
Indikator outcome meliputi persentasi keluarga rawan kesehatan mandiri memenuhi kebutuhan
kesehatannya. Tingkat kemandirian keluarga dicapai sebagai hasil (outcome) asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat bekerjasama dengan lintas program dan sektor. Tingkat kemandirian
keluarga meliputi keluarga mandiri Tingkat I (KM-I), Tngkat II (KM II), Tingkat
fungsional, yaitu jumlah angka kredit yang dicapai sama dengan jumlah kegiatan Perawatan dalam
Menurut Stanhope & Lancaster (2000), Hitchcock (1999) strategi intervensi dalam keperawatan
masyarakat.
dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan kelompok atau support
social yang lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di komunitas tersebut.
Selain itu keperawatan komunitas juga dibutuhkan pendidikan kesehatan dalam asuhan
keperawatan karena merupakan upaya transformasi pengetahuan dari perawat kepada komunitas
atau kelompok sehingga akan menjadi tahu, mau dan mampu dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan yang optimal baik upaya promotif,
Perkesmas antara lain asuhan keperawatan pasien dan home visit . (Anderson & Mc Farlan, 2000)
kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan
teknikal tertentu yang berasal dari spesialisasi keperawatan tertentu. Pelayanan keperawatan di
rumah mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang berfokus pada asuhan
keperawatan individu dengan melibatkan keluarga atau pemberi pelayanan yang lain. (Anderson
dialami kurangnya tenaga perawat, tidak adanya sarana transportasi serta susahnya merubah
budaya dan status ekonomi warga yang kurang. Penyelesaian masalah antara lain konsultasi
dengan kepala Puskesmas, kerja sama lintas sektoral dan membahasnya bersama keluarga. (
Suharyanto, 2008)
Dalam upaya meningkatkan kerjasama dan proses kelompok, serta mendorong peran serta
masyaarakat, maka diperlukan suatu pengorganisasian masyarakat yang dirancang untuk membuat
adanya perubahan (Helvie, 1998). Menurut Stanhope & Lancater (2000) dan Helvie (1998) ada
development), pendekatan perencanaan sosial (social planning), dan pendekatan aksi sosial (social
action).
Dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemberantasan malaria, perlu ada pemberdayaan
masyarakat. Namun dalam proses kenyataan di lapangan masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam
proses perencanaan kegiatan. Masyarakat hanya dilibatkan dalam pelaksanaan program dilapangan
( Marrasabessy , 2007)
perawat komunitas dapat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat, pendidik
kesehatan, konselor, koordinator, konsultan, peneliti dan kolaborator. (Helvie 1998; Smith &
Perawat memberikan asuhan keperawatan secara langsung terhadap klien, melalui kegiatan
kelompok dan komunitas yang sudah positif malaria maupun yang beresiko tertular malaria.
Perawat komunitas sebagai advokasi diharapkan tanggap terhadap kebutuhan komunitas dan
individu, kelompok maupun masyarakat. (Hitchcock, 1999) terkait dalam penelitian ini, perawat
memerlukan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif agar dapat menanggulangi
malaria melalui perilaku yang sehat dan lingkungan yang bebas perindukan nyamuk malaria.
Perawat sebagai pendidik mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan melalui
pendidikan kesehatan pada komunitas dan keluarga. (Hitchcock, 1999) Terkait penelitian ini,
Perawat dapat memberikan informasi tentang bagaimana perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam merawat penderita malaria, mencegah tertular malaria dan bagaimana
sumbersumber yang ada di komunitas, memotivasi dan melakukan koordinasi dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan pada populasi dan keluarga dengan masalah kesehatan. (Helvie,
1998) Terkait penelitian ini, perawat perlu bekerjasama dengan pihak pemerintah maupun non
Peran dan fungsi perawat sebagai konseling dapat diberikan pada individu dan keluarga dalam
membantu mengatasi masalah, beradaptasi terhadap konsekuensi adanya gangguan kesehatan serta
Maurer, 1995) Malaria merupakan penyakit berbasis lingkungan dan perilaku, dalam hal ini
perawat dapat melakukan konseling untuk dapat merubah perilaku individu, keluarga agar
terhindar dari gigitan nyamuk yang mengandung malaria, dan memodifikasi lingkungan.
Peran perawat sebagai kolaborasi dapat dilaksanakan antara perawat dengan klien, tim
kesehatan lain, serta pihak terkait baik pemerintah maupun swasta dalam memberikan pelayanan
Peran perawat sebagai peneliti diharapkan mampu membaca riset terkini dan menerapkan
penemuan riset tersebut pada praktik sebagai bagian dari aktifitas profesional. (Hitchcock, 1999)
Sedangkan peran perawat sebagai konsultan, perawat membantu klien untuk memahami maslah
dan membantu mereka dalam mengambil keputusan yang tepat serta sebagai katalisator untuk
membuat individu berubah dan menggunakan perubahan. Penderita malaria maupun keluarga
dapat melakukan konsultasi dengan perawat untuk memahami betul tentang malaria.( Anderson,
2007)
2.2 Malaria
Istilah malaria diperkenalkan oleh Francisco Totti (Itali) yang artinya udara kotor. Malaria
adalah suatu penyakit kawasan tropika yang biasa tetapi apabila diabaikan juga dapat menjadi
serius, seperti malaria jenis Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering
menyebabkan kematian. Ia adalah suatu serangga protozoa yang dipindahkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari.
(www.suara merdeka.com)
Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali (re-emerging
disease). Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena polusi akibat ulah manusia
yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2, CFC, CH3, NO, perfluoro carbon dan
carbon tetra fluoride yang menyebabkan atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon,
sehingga radiasi matahari yang masuk ke bumi semakin banyak dan terjebak di lapisan bumi
karena terhalang oleh rumah kaca, sehingga temperatur bumi kian memanas dan terjadilah
Akibat pemanasan global adalah menipisnya lapisan ozon yang mengakibatkan terjadinya
degradasi lingkungan, keterbatasan sumber air bersih, kerusakan rantai makanan di laut,
musnahnya ekosistem terumbu karang dan sumber daya laut lainnya. Dampak berikutnya adalah
terjadinya pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan penyebaran penyakit parasitik
yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas. Perubahan temperatur,
kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur
sehingga vector sebagai penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai
Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium , imunitas tubuh dan jumlah parasit
yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai
waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu Periode dingin
yang ditandai mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering berselimut , saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur; periode panas ditandai dengan berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
temperatur mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntahmuntah,
dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan
keadaan berkeringat; Periode berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
Masa inkubasi pada manusia (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing
Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara
umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah
12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae
bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah
parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.(Kemenkes, 2003)
Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik). Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka
protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan
Gametosit yang matang dalam darah akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami
proses pematangan dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis).
Adapun masa inkubasi atau lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax
8-10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium
Nyamuk termasuk dalam Phylum Arthropoda; Ordo Diptera; klas Hexapoda; Famili
Culicidae; Sub Famili Anopheline; Genus Anopheles (Roden Wald, 1925).(Damar, 2008)
Diketahui lebih dari 422 spesies Anopheles di dunia. Di Indonesia hanya ada 80 spesies dan 22
diantaranya ditetapkan menjadi vektor malaria. 18 spesies dikomfirmasi sebagai vektor malaria
dan 4 spesies diduga berperan dalam penularan malaria di Indonesia. Nyamuk tersebut hidup di
daerah tertentu dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai, rawarawa,
persawahan, hutan dan pegunungan. Nyamuk Anopheles dewasa adalah vektor penyebab malaria.
Nyamuk betina dapat bertahan hidup selama sebulan. ( Damar, 2008)
terjadinya wabah (outbreak), munculnya daerah-daerah endemik baru, siklus aseksual yaitu siklus
yang terdiri dari siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati, fase hidup dalam sel darah
merah / eritrositer terbagi dalam fase sisogoni yang menimbulkan demam dan fase gametogoni
yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria,
fase seksual dalam tubuh nyamuk ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan
sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia,
nyamuk Anopheles, manusia yang rentan terhadap infeksi malaria, lingkungan dan Iklim.
(Harijanto, 2000)
Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang tinggal di daerah endemik
malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10
persennya saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit
malaria ini ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan
penyakit endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar Jawa-Bali juga merupakan daerah
risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul kembali
(re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi
malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20 persen di
Dasar dari pengobatan yang akurat adalah adanya dukungan laboratorium yang berfungsi
dengan baik Diperkirakan kurang lebih separuh dari kasus yang dilaporkan hanya didiagnosa
yang tidak memadai. Pemakaian diagnosa cepat menggunakan ‘dipsticks’ dapat mulai dipakai
secara bertahap, terutama dalam ledakan malaria dalam situasi darurat atau di daerah terpencil.
Secara garis besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau
Penularan secara alamiah (natural infection) dimana malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles.
Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi
oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari.
(Kemenkes 2003) Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan
menjelang pajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada
stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk
yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana
ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit
manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga
manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit. (Kemenkes, 2003) Secara sederhana dapat dilihat
Digigit
Orang sakit Nyamuk malaria
malaria
(belum terinfeksi)
Menjadi Menjadi
Penularan tidak alamiah (not natural infection) antaralain malaria bawaan terjadi pada bayi
yang baru lahir karena ibunya menderita malaria.Penularannya terjadi melalui tali pusat atau
placenta (transplasental); Secara mekanik penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum
suntik;Secara oral. Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung dara
Upaya pemberantasan malaria sudah sejak lama dilaksanakan. WHO, mulai tahun 1955
tersebut berjalan, akhirnya malaria dapat dieliminasi dari negara-negara berkembang. Namun,
kejadian malaria kembali meningkat, tidak terkecuali pada negara-negara yang sudah dieliminasi
sebelumnya. Tahun 1978, WHO pada konfrensi Alma Ata mencanangkan Primary Health Care
(PHC) sebagai strategi baru menghadapi malaria. Tahun 1992, sebuah strategi baru kembali
strategi global pemberantasan malaria. Di Afrika walaupun strategi tersebut sudah dijalankan,
ternyata kejadian malaria tetap tinggi. Merespon kondisi ini, pada tahun 1998 WHO, UNICEF dan
World Bank meluncurkan strategi “the Rolling Back Malaria (RBM)”. (Muhe, 2002)
Penelitian Oommen, et al. (1999), di India mengemukakan bahwa strategi pencegahan dan
pemberantasan malaria dengan melibatkan masyarakat dapat menurunkan angka kejadian penyakit
sampai lebih dari 30,6%. Ruebush (1992), mengemukakan bahwa The Volunteer Collaboration
Network merupakan contoh sukses partisipasi masyarakat dalam program malaria di Guatemala.
Demikian halnya dengan penelitian dari Unicef (2001), di Mozambique mengemukakan bahwa
partisipasi masyarakat merupakan komponen vital dalam strategi penanggulangan malaria. Pada
masyarakat Tigray, Ethopia, ibu-ibu bertindak sebagai koordinator dalam mengenal dan mengobati
malaria, hasilnya kematian anak dapat diturunkan sampai 40%. (Kidane and Morrow, 2002 cit
Dunn, 2005)
Penelitian Ompusunggu, dkk (2005), menyimpulkan bahwa desa yang ada partisipasi
penderita secara aktif meningkat dan jumlah penderita malaria terdiagnosis falciparum manurun.
Penelitian dari berbagai negara, seperti yang sudah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan
bahwa upaya penanggulangan malaria selalu melibatkan masyarakat. Upaya melibatkan peran
serta masyarakat dalam program pemberantasan malaria ternyata efektif menurunkan angka
kejadian malaria.
Gerakan Berantas Kembali Malaria atau GEBRAK Malaria yang dimulai pada 2000 adalah
bentuk operasional dari Roll Back Malaria (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan
kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran
penyakit malaria. Menurut peneliti program GEBRAK Malaria, yang diberlakukan di Indonesia,
untuk saat ini belum melibatkan masyarakat dalam upaya penanggulangan malaria, sehingga
penanggulangan malaria di Indonesia terkesan lamban. Berbeda halnya dengan kondisi di berbagai
Puskesmas merupakan ujung tombak penyelenggaraan UKM maupun UKP di strata pertama
pelayanan kesehatan, dan merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
Upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas meliputi upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatan pengembangan.
Seperti kita ketahui bahwa fungsi Puskesmas ada tiga yaitu: 1). Pusat pembangunan
berwawasan kesehatan; 2). Pusat pemberdayaan Keluarga dan masyarakat; 3). Pusat Pelayanan
kesehatan strata pertama. Untuk saat ini ketiga fungsi tersebut tidak berjalan seimbang, fungsi
Puskesmas yang paling menonjol adalah sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama bahkan ada
Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya otonomi daerah yang membuat peran puskesmas
puskesmas yang beralih fungsi peran sebagai rumah sakit tanpa memikirkan siapakah yang akan
menangani masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Inilah yang
penyakit baru (new emerging disease) seperti ; flu burung, SARS, Flu A (H1N1), Muncul kembali
(re-emerging diseas ) al. Polio, malaria, masih tingginya penyakit infeksi (TB Paru, ISPA, Diare,
yang utama di Indonesia seperti Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sampai saat ini masih
tinggi.
Sistem pelayanan kesehatan yang salah menurut peneliti adalah jika masalah kuratif saja yang
selalu menjadi pokok pemikiran pengambilan keputusan maka bisa dipastikan angka kesakitan
akan selalu tinggi. Salah satu program kesehatan masyarakat yang tidak berjalan dengan baik
adalah Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas). Menurut peneliti program perkesmas ini
sangat penting untuk dilaksanakan karena dengan berjalannya program perkesmas mampu
memfasilitasi kemandirian individu, keluarga, dan masyarakat untuk hidup sehat, melalui kegiatan
pencegahan penyakit, promosi kesehatan, peningkatan dan mempertahankan kesehatan dan asuhan
Perkesmas dewasa ini dianggap tidak begitu penting dibanding dengan program untuk
penanganan angka kematian ibu dan anak, masalah gizi dan penanganan penyakit menular. Dilihat
dari ketenagaan yang ada di Puskesmas sebagian besar adalah tenaga keperawatan. Salah satu tugas
pokok dan fungsi perawat di Puskesmas adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan masyarakat,
keluarga, dan individu. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kondisi sekarang ini cenderung
kebanyakan perawat di puskesmas belum melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan benar.
Sebagian besar kepala puskesmas atau pembuat kebijakan kesehatan di tingkat kabupaten maupun
Mereka beranggapan bahwa setiap kunjungan rumah sudah merupakan perkesmas. Sebenarnya
perkesmas tidak sesederhanan itu. Perawatan kesehatan masyarakat itu merupakan serangkaian
Tujuan dari perkesmas ini adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatas
masalah kesehatannya dalam kegiatan promotif, preventif, tanpa mengabaikan kuratif dan
sasaran adalah keluarga rawan terhadap masalah kesehatan (Risiko tinggi, rentan).
jawab perawat. Baik individu, keluarga, kelompok masyarakat sebelum sakit, sesudah sakit dan
supaya tidak jatuh lagi pada kondisi sakit adalah peran perawat. Apabila perkesmas ini benar –
benar berjalan maka tidak mungkin akan terjadi adanya kondisi KLB, Angka kematian Ibu yang
Kenyataannya di lapangan adalah mengapa perawat di puskesmas sebagian besar ahli dibidang
keilmuan lain (bagian farmasi, menjadi tenaga Kesling, Gizi atau bahkan menjadi bendahara)
sedang untuk perkesmas masih sedikit yang melakukan? Siapa yang perlu disalahkan perawat itu
sendiri, sistem atau yang lainnya? Bagaimanan mungkin mereka memperoleh nilai kredit untuk
Kondisi demikianlah yang perlu untuk dikaji kembali mengenai adanya pembinaan tenaga
perawat untuk meningkatkan kinerja mereka serta adanya kerjasama dengan organisasi profesi
Menurut peneliti satu hal yang sangat penting adalah perlu adanya kesadaran dari perawat itu
sendiri, puskesmas dan pembuat kebijakan untuk menegakkan kembali peran perawat sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Sudah seharusnya di Dinas kesehatan Kabupaten dan provinsi
maupun pusat memiliki tenaga adminkes keperawatan yang bertugas untuk membina dan
bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perawat puskesmas. Jika tidak dimulai dari
kesadaran bersama bisa dipastikan peran perawat sesuai dengan tugasnya tidak akan pernah
terwujud.
2.2 Kerangka Konsep
lingkungan eksternal
Gambar 2.2: Model Logika Manajemen Program Kesehatan dan Proyek ( Longest,
2004)
Manajemen program kesehatan sebagai suatu upaya pengelolaan pelayanan kesehatan yang
paling berguna dalam pelaksanaan program sehingga dapat digunakan sebagai dasar sementara
Manajemen program kesehatan adalah suatu panduan yang terdiri dari input, proses dan output
yang ingin dicapai. Input meliputi sumber daya yang tersedia dalam suatu program, sedangkan
proses suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan input yang ada dan output berisikan hasil
Berhasil tidaknya suatu program juga sangat dipengaruhi faktor lingkungan. Sehingga untuk
menunjukan suatu program berhasil dan dapat dilanjutkan perlu adanya umpan balik karena ini
sangat penting untuk menilai bahwa manajemen yang digunakan adalah tepat sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Peneliti menyoroti satu hal dari bagan logic model yang ditampilkan oleh
Longest, bahwa logic model tersebut tidak terlalu membahas tentang faktor lingkungan eksternal.