Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Perawatan Kesehatan Masyarakat

2.1.1 Pengertian Perawatan Kesehatan Masyarakat

Perawatan kesehatan masyarakat adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan

kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok beresiko tinggi, dalam pencapaian derajat

kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan

menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai

mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan. (Allender & Spradley,

2001)

Sementara itu, menurut Stanhope & Lancaster (1997), bahwa keperawatan kesehatan

masyarakat adalah suatu sintesa dari praktek keperawatan dan praktek kesehatan komunitas yang

diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan penduduk. Menurut peneliti pengertian

keperawatan kesehatan masyarakat yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia adalah yang

disampaikan oleh kelompok kerja keperawatan CHS (1997) yaitu, suatu bentuk pelayanan

profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan terutama pada

kelompok resiko tinggi dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan

penekanan pada peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta tidak mengabaikan kuratif dan

rehabilitatif.
Pelayanan yang diberikan dapat terjangkau oleh komunitas dan melibatkan komunitas sebagi

mitra dalam pemberian pelayanan keperawatan. klien dalam keperawatan kesehatan masyarakat

adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Allender & Spradley, 2001)

Kegiatan Perawat Puskesmas mencakup Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya

Kesehatan Masyarakat (UKM) yang dilaksanakan perawat Puskesmas sesuai dengan kompetensi,

peran dan fungsinya pada semua tatanan pelayanan kesehatan strata pertama baik di dalam gedung

(poliklinik rawat jalan Puskesmas, ruang rawat inap Puskesmas, Puskesmas Pembantu) maupun

diluar gedung Puskesmas (Puskesmas Keliling, Posyandu, Sekolah, Tempat Kerja, Panti, Rumah

Tahanan (Rutan) atau Lembaga Permasyarakatan (Lapas), Rumah Keluarga) dengan prioritas

upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan yang wajib dilaksanakan di Kabupaten atau Kota

tertentu.(Kemenkes RI,2006)

Inti perkesmas adalah jasa diberikan dalam kerangka berbasis masyarakat dan layanan berbasis

masyarakat didorong oleh kebutuhan dan sumber daya masyarakat dan lingkungannya, perawat

menilai masyarakat setiap hari saat bekerja dengan individu, keluarga, kelompok dilingkungan

sekolah tempat kerja dan rumah. ( Manitoba, 1998)

Ada dua istilah yang perlu diketahui sebelum membahas perawatan kesehatan masyarakat,

yaitu Public Health Nursing (PHN) dan Community Health Nursing (CHN), kedua istilah tersebut

bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama yaitu Perawatan

Kesehatan Masyarakat. Akan tetapi Freeman (1981), tidak lagi mengunakan istilah public tetapi

mengantinya dengan community dikarenakan istilah public mengandung pengertian yang sangat

luas dan tidak terbatas. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus (spesialisasi )

dalam ilmu keperawatan. (Ruth, 1981, 1961) Menurut beberapa ahli perkesmas adalah sebagai

berikut :
Perawatan Kesehatan Masyarakat adalah lapangan khusus yang merupakan gabungan

keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian

dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan,

penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitatif, pencegahan penyakit dan

bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada keluarga yang sehat, individu yang sakit dan tidak

dirawat di rumah sakit beserta keluarganya, kelompok masyarakat khusus yang mempunyai

masalah kesehatan dimana hal tersebut akan mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.

( Helvie 1998; Smith & Maurer,1995 dan Hitchcock 1999).

2.1.2 Prinsip Keperawatan Komunitas

Prinsip dalam melaksanakan keperawatan komunitas antara lain: kemanfaatan, intervensi atau

pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dilakukan harus memberikan manfaat

sebesarbesarnya bagi komunitas, otonomi dalam keperawatan komunitas, masyarakat diberikan

kebebasan untuk melakukan atau memilih alternative terbaik yang disediakan dan keadilan, hal ini

menegaskan bahwa upaya yang dilakukan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas.

(Stanhope & Lancaster, 2000)

2.1.3 Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan Perkesmas yaitu: 1). Undang - Undang nomor 36 tahun 2009 tentang

kesehatan, 2).Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,

3) .Peraturan Pemerintah no.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, 4). Keputusan Menteri
Negara Aparatur Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.94/KEP/M.PAN/II/2001 tentang

Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya, 5). Kepmenkes no 279 / menkes / 2006 tentang

Pedoman Perkesmas di Puskesmas, 6). Kepmenkes no 128 / menkes / sk / II / 2004 tentang

kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat, 8) Kepmenkes No.836 tahun 2005 tentang

pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan , 9) Kepmenkes nomor 279 tahun 2006

tentang pedoman upaya penyelenggaraan perkesmas di puskesmas, 10).Permenkes R.I

No.HK.02.02 / Menkes / 148 / I / 2010 tentang izin dan penyelengaraan Praktek Keperawatan.

( Kemenkes, 2006)

2.1.4 Sasaran Perkesmas

Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat

yang mempunyai masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan, ketidakmauan maupun

ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. (Allender & Spradley, 2001)

Prioritas sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah kesehatan

prioritas daerah, terutama : yang belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas

serta jaringannya), atau sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi memerlukan

tindak lanjut keperawatan di rumah.

Menurut Allender & Spradley (2001), sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu

hamil risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (antara lain : TB Paru, Kusta, Malaria,

Demam Berdarah, Diare, ISPA/Pneumonia), penderita penyakit degenerative. Sebagai contoh,

Pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat pada penderita TB Paru dibagi sesuai daerah binaan,

asuhan keperawatan lebih difokuskan pada individu yang sakit belum mencakup seluruh anggota
keluarga serta penekanan kegiatan pada aspek preventif dan kuratif. Penemuan kasus dengan pasif

promotif case fanding. Kegagalan pengobatan karena kurangnya peran PMO, efek samping obat

dan pasien merasa sembuh pada fase lanjutan. (Saluk, 2003).

Sasaran keluarga, adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah kesehatan atau risiko

tinggi, dengan prioritas : keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan,

keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mempunyai masalah kesehatan

terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan reproduksi, penyakit menular,

keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan prioritas serta belum

memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. (Allender & Spradley, 2001)

Program perkesmas untuk keluarga miskin masih menjadi prioritas di puskesmas karena konsep

dasar perkesmas bertujuan untuk melaksanakan ketiga level pencegahan penyakit dan kelompok

sasaran utamanya adalah keluarga miskin dan kelompok resiko tinggi dengan berbagai

kerentanannya terhadap masalah kesehatan. (CHS, 1997)

Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya

masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi. (Allender &

Spradley, 2001) Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain

Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita

penyakit tertentu, kelompok pekerja informal, kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu

institusi, antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan),

lembaga pemasyarakatan (lapas).


Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi terhadap

timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada masyarakat di suatu wilayah (RT, RW,

Kelurahan/Desa) yang mempunyai jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah

lain, jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain, cakupan pelayanan

kesehatan lebih rendah dari daerah lain. Selanjutnya adalah masyarakat di daerah endemis penyakit

menular (malaria, diare, demam berdarah, dan lain-lain), masyarakat di lokasi/barak pengungsian,

akibat bencana atau akibat lainnya, masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain

daerah terpencil, daerah perbatasan, masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi

sulit seperti daerah transmigrasi. (Allender & Spradley,

2001)
Masyarakat seharusnya bukan dijadikan objek intervensi dari pelayanan kesehatan melainkan

merupakan mitra kerja dalam setiap kegiatan yang di tujukan terhadap pelayanan kesehatan di

masyarakat, dari mulai perencanaan, pelaksanaan program sampai evaluasi kegiatan dilakukan

bersama masyarakat, kegiatan ini merupakan lahan dari praktik keperawatan kesehatan

masyarakat. (Anderson, 2007)

2.1.5 Pelaksanaan Kegiatan Perkesmas

Pelaksanaan program keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas dalam kegiatannya

terintegrasi pada enam upaya kesehatan wajib Puskesmas maupun upaya pengembangan yang

wajib dilaksanakan di daerah tertentu. (Kemenkes, 2006) Pengelolaan perkesmas secara

manajemen tentunya sama dengan penerapan manajemen Puskesmas pada umumnya, yaitu

menerapkan pemikiran manajemen sistem terbuka, sehingga perkesmas merupakan kegiatan


bagian dari organisasi Puskesmas dan mempengaruhi dari setiap program yang ada di Puskesmas.

(Sulaeman, 2009)

Keterpaduan kegiatan perkesmas dalam upaya kesehatan baik wajib maupun penunjang di

Puskesmas dipengaruhi oleh elemen-elemen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,

sehingga jika salah satu elemen tersebut tidak ada maka perkesmas tidak akan dapat berjalan

sebagaimana mestinya. (Sulaeman, 2009) Elemen yang dimaksud adalah input berupa tenaga,

dana, bahan atau sarana prasarana, metode, teknologi, serta pasar dan pemasaran, kemudian adanya

proses yang merupakan sistem yang mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan,

output keluaran yang dihasilkan dari berlangsungnya proses, hasil akhir (outcome) merupakan

hasil yang dicapai dari suatu program berupa indikator-indikator keberhasilan suatu program,

manfaat dan dampak (impact), umpan balik, dan lingkungan. (Sulaeman, 2009)

2.1.6 Indikator Kinerja

Indikator kinerja perawat Puskesmas, menurut Kemenkes tahun 2006 meliputi indikator kinerja

klinik (eksternal untuk mengukur keberhasilan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang

dilakukan) dan fungsional (internal untuk mengukur pencapaian angkakredit jabatan

fungsionalnya

1). Indikator kinerja klinik

Yaitu indikator kinerja klinik perawatn Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan Perkesmas

dan merupakan indikator antara pencapaian inkator SPM Puskesmas/Kabupaten/Kota. Indikator

kinerja klinik perawat Puskesmas, meliputi input, proses, output dan outcome. (Kemenkes, 2006)
Indikator input, meliputi tenaga perawat yang bekerja sudah mendapat pelatihan Perkesmas.

(Kemenkes, 2006) Pelatihan menunjukkan adanya penambahan pengetahuan, keterampilan

petugas untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan efektif, serta menyiapkan untuk

pengembangan selanjutnya.(Notoatmojo, 2003) Perawat tersebut harus memiliki rasa Tanggung

jawab dan akuntabilitas. (Soejadi,1994) Tersedianya sarana berupa PHN kit, dukungan

administrasi, transportrasi, dana operasional,standar pedoman /SOP dan sistem penghargaan. (

Kemenkes, 2006)

Indikator proses, adanya perencanaan kegiatan perawatan perkesmas bulanan beserta rencana

Asuhan Keperawatan, dilakukannya kegiatan bimbingan oleh Kepala Puskesmas atau perawat

penyelia, kegiatan koordinasi dengan petugas kesehatan lain, kegiatan monitoring, diskusi refleksi

kasus, Pertemuan strategik. (Kemenkes, 2006)

Indikator output meliputi peningkatan kesadaran staf terhadap tugas dan tanggung jawab,

peningkatan kinerja, peningkatan motivasi, peningkatan keputusan kerja, persentasi suspek kasus

maupun kasus positif prioritas, persentasi keluarga rawan kesehatan dan kelompok khusus yang di

bina dan persentasi pasien rawat inap Puskesmas dilakukan asuhan keperawatan. (Kemenkes 2006)

Indikator outcome meliputi persentasi keluarga rawan kesehatan mandiri memenuhi kebutuhan

kesehatannya. Tingkat kemandirian keluarga dicapai sebagai hasil (outcome) asuhan keperawatan

kesehatan masyarakat bekerjasama dengan lintas program dan sektor. Tingkat kemandirian

keluarga meliputi keluarga mandiri Tingkat I (KM-I), Tngkat II (KM II), Tingkat

III (KM-III) dan tingkat IV (KM-IV). (Kemenkes, 2006)

2) Indikator Kinerja Fungsional


Yaitu indiktor kinerja perawat Puskesmas untuk mengukur pencapaian angka kredit jabatan

fungsional, yaitu jumlah angka kredit yang dicapai sama dengan jumlah kegiatan Perawatan dalam

mencapai indikator kliniknya.(Kemenkes, 2006)

2.1.7 Strategi Intervensi dan Pengorganisasian Masyarakat

Menurut Stanhope & Lancaster (2000), Hitchcock (1999) strategi intervensi dalam keperawatan

komunitas meliputi kerjasama, proses kelompok, pendidikan kesehatan, dan pemberdayaan

masyarakat.

Dalam keperawatan komunitas, perawat harus berpartisipasi aktif dalam pengambilan

keputusan untuk menyelesaikan masalah kesehatan, bekerjasama saling berkontribusi sesuai

dengan kemampuan dan keterampilan masing-masing, saling sharing tanggung jawab,

pengambilan keputusan, komitmen terhadap tujuan dan bersifat saling

menguntungkan.(Hitchcock, 1999) Keperawatan komunitas merupakan proses kelompok yang

dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan kelompok atau support

social yang lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di komunitas tersebut.

Selain itu keperawatan komunitas juga dibutuhkan pendidikan kesehatan dalam asuhan

keperawatan karena merupakan upaya transformasi pengetahuan dari perawat kepada komunitas

atau kelompok sehingga akan menjadi tahu, mau dan mampu dalam menyelesaikan masalah

kesehatannya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan yang optimal baik upaya promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif. (Stanhope & Lancaster, 2000)


Strategi keperawatan komunitas tersebut diatas akan terlaksana dengan baik apabila didukung

adanya pemberdayaan (empowerment) karena memberikan kekuatan, baik ide maupun

pengetahuan. Adapun pemberdayaan masyarakat tersebut dilaksanakan dalam bentuk kegiatan

Perkesmas antara lain asuhan keperawatan pasien dan home visit . (Anderson & Mc Farlan, 2000)

Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah adalah pelayanan keperawatan yang diberikan

kepada pasien di rumahnya untuk menyembuhkan, mempertahankan, memelihara, dan

meningkatkan kesehatan fisik, mental/ emosi pasien. (Rice,2006) Pelayanan keperawatan

kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan

teknikal tertentu yang berasal dari spesialisasi keperawatan tertentu. Pelayanan keperawatan di

rumah mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang berfokus pada asuhan

keperawatan individu dengan melibatkan keluarga atau pemberi pelayanan yang lain. (Anderson

& Mc Farlan, 2000)

Pelaksanaan home visit terhadap penderita TB Paru di Puskesmas Rowosari meliputi

pemeriksaan fisik, pemeriksaan kontak serumah serta lingkungan, penyuluhan kesehatan

perawatan TB Paru, memotivasi penderita memeriksakan kesehatan di Puskesmas. Masalah yang

dialami kurangnya tenaga perawat, tidak adanya sarana transportasi serta susahnya merubah

budaya dan status ekonomi warga yang kurang. Penyelesaian masalah antara lain konsultasi

dengan kepala Puskesmas, kerja sama lintas sektoral dan membahasnya bersama keluarga. (

Suharyanto, 2008)

Dalam upaya meningkatkan kerjasama dan proses kelompok, serta mendorong peran serta

masyaarakat, maka diperlukan suatu pengorganisasian masyarakat yang dirancang untuk membuat
adanya perubahan (Helvie, 1998). Menurut Stanhope & Lancater (2000) dan Helvie (1998) ada

tiga model pengorganisasian masyarakat, yaitu pendekatan pengembangan masyarakat (Locality

development), pendekatan perencanaan sosial (social planning), dan pendekatan aksi sosial (social

action).

Dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemberantasan malaria, perlu ada pemberdayaan

masyarakat. Namun dalam proses kenyataan di lapangan masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam

proses perencanaan kegiatan. Masyarakat hanya dilibatkan dalam pelaksanaan program dilapangan

yang merupakan program langsung dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan.

( Marrasabessy , 2007)

2.1.8 Peran dan Fungsi Perawat Komunitas

Kegiatan perawat komunitas dalam membantu komunitas mengatasi masalah kesehatan,

perawat komunitas dapat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat, pendidik

kesehatan, konselor, koordinator, konsultan, peneliti dan kolaborator. (Helvie 1998; Smith &

Maurer,1995 dan Hitchcock 1999).

Perawat memberikan asuhan keperawatan secara langsung terhadap klien, melalui kegiatan

pengajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. (Helvie, 1998) Keterkaitan dengan

penanggulangan malaria, perawat melakukan asuhan keperawatan pada individu, keluarga,

kelompok dan komunitas yang sudah positif malaria maupun yang beresiko tertular malaria.

Perawat komunitas sebagai advokasi diharapkan tanggap terhadap kebutuhan komunitas dan

mampu mengkomunikasikan kebutuhan komunitas kepada pemberi pelayanan kesehatan secara


tepat, mampu menggunakan sumber-sumber dan dukungan yang tersedia di masyarakat,

membantu mengambil keputusan guna mempertahankan dan meningkatkan kesehatan pada

individu, kelompok maupun masyarakat. (Hitchcock, 1999) terkait dalam penelitian ini, perawat

diharapkan dapat mengkomunikasikan bahwa masyarakat yang beresiko tertular malaria

memerlukan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif agar dapat menanggulangi

malaria melalui perilaku yang sehat dan lingkungan yang bebas perindukan nyamuk malaria.

Perawat sebagai pendidik mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan melalui

pendidikan kesehatan pada komunitas dan keluarga. (Hitchcock, 1999) Terkait penelitian ini,

Perawat dapat memberikan informasi tentang bagaimana perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam merawat penderita malaria, mencegah tertular malaria dan bagaimana

memodifikasi lingkungan agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk anopheles.

Sebagai koordinator perawat harus mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi

sumbersumber yang ada di komunitas, memotivasi dan melakukan koordinasi dalam memenuhi

kebutuhan pelayanan kesehatan pada populasi dan keluarga dengan masalah kesehatan. (Helvie,

1998) Terkait penelitian ini, perawat perlu bekerjasama dengan pihak pemerintah maupun non

pemerintah untuk mendapatkan dukungan.

Peran dan fungsi perawat sebagai konseling dapat diberikan pada individu dan keluarga dalam

membantu mengatasi masalah, beradaptasi terhadap konsekuensi adanya gangguan kesehatan serta

meningkatkan hubungan interpersonal diantara anggota keluarga. (Smith &

Maurer, 1995) Malaria merupakan penyakit berbasis lingkungan dan perilaku, dalam hal ini
perawat dapat melakukan konseling untuk dapat merubah perilaku individu, keluarga agar
terhindar dari gigitan nyamuk yang mengandung malaria, dan memodifikasi lingkungan.
Peran perawat sebagai kolaborasi dapat dilaksanakan antara perawat dengan klien, tim

kesehatan lain, serta pihak terkait baik pemerintah maupun swasta dalam memberikan pelayanan

kesehatan yang komprehensif dalam upaya penyelesaian masalah. (Helvie, 1998)

Peran perawat sebagai peneliti diharapkan mampu membaca riset terkini dan menerapkan

penemuan riset tersebut pada praktik sebagai bagian dari aktifitas profesional. (Hitchcock, 1999)

Sedangkan peran perawat sebagai konsultan, perawat membantu klien untuk memahami maslah

dan membantu mereka dalam mengambil keputusan yang tepat serta sebagai katalisator untuk

membuat individu berubah dan menggunakan perubahan. Penderita malaria maupun keluarga

dapat melakukan konsultasi dengan perawat untuk memahami betul tentang malaria.( Anderson,

2007)

2.2 Malaria

2.2.1 Pengertian Malaria

Istilah malaria diperkenalkan oleh Francisco Totti (Itali) yang artinya udara kotor. Malaria

adalah suatu penyakit kawasan tropika yang biasa tetapi apabila diabaikan juga dapat menjadi

serius, seperti malaria jenis Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering

menyebabkan kematian. Ia adalah suatu serangga protozoa yang dipindahkan kepada manusia

melalui gigitan nyamuk Anopheles betina terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari.

(www.suara merdeka.com)
Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali (re-emerging

disease). Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena polusi akibat ulah manusia

yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2, CFC, CH3, NO, perfluoro carbon dan

carbon tetra fluoride yang menyebabkan atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon,

sehingga radiasi matahari yang masuk ke bumi semakin banyak dan terjebak di lapisan bumi

karena terhalang oleh rumah kaca, sehingga temperatur bumi kian memanas dan terjadilah

pemanasan global.( Soemirat, 2004)

Akibat pemanasan global adalah menipisnya lapisan ozon yang mengakibatkan terjadinya

degradasi lingkungan, keterbatasan sumber air bersih, kerusakan rantai makanan di laut,

musnahnya ekosistem terumbu karang dan sumber daya laut lainnya. Dampak berikutnya adalah

terjadinya pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan penyebaran penyakit parasitik

yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas. Perubahan temperatur,

kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur

sehingga vector sebagai penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai

penyakit, diantaranya demam berdarah dan malaria. (Harmendo, 2008)

2.2.2 Gejala Klinis Malaria dan Masa Inkubasi

Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium , imunitas tubuh dan jumlah parasit

yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai

waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam

darah disebut periode prepaten. ( Harijanto, 2000)

Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu Periode dingin

yang ditandai mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering berselimut , saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti

orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya

temperatur; periode panas ditandai dengan berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan

temperatur mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntahmuntah,

dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan

keadaan berkeringat; Periode berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,

temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat

melaksanakan pekerjaan seperti biasa. (Kemenkes, 2003)

Masa inkubasi pada manusia (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing

Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara

umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah

12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae

bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah

parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.(Kemenkes, 2003)

Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik). Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka

protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan

selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase.

Gametosit yang matang dalam darah akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami

proses pematangan dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis).

Adapun masa inkubasi atau lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax

8-10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium

malariae 14-16 hari. (Kemenkes, 2003)


2.2.3 Vektor Malaria

Nyamuk termasuk dalam Phylum Arthropoda; Ordo Diptera; klas Hexapoda; Famili

Culicidae; Sub Famili Anopheline; Genus Anopheles (Roden Wald, 1925).(Damar, 2008)
Diketahui lebih dari 422 spesies Anopheles di dunia. Di Indonesia hanya ada 80 spesies dan 22
diantaranya ditetapkan menjadi vektor malaria. 18 spesies dikomfirmasi sebagai vektor malaria
dan 4 spesies diduga berperan dalam penularan malaria di Indonesia. Nyamuk tersebut hidup di
daerah tertentu dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai, rawarawa,
persawahan, hutan dan pegunungan. Nyamuk Anopheles dewasa adalah vektor penyebab malaria.
Nyamuk betina dapat bertahan hidup selama sebulan. ( Damar, 2008)

2.2.4 Penyebab Malaria

Ketidakstabilan politik, bencana alam, dan perpindahan penduduk ikut mengakibatkan

terjadinya wabah (outbreak), munculnya daerah-daerah endemik baru, siklus aseksual yaitu siklus

yang terdiri dari siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati, fase hidup dalam sel darah

merah / eritrositer terbagi dalam fase sisogoni yang menimbulkan demam dan fase gametogoni

yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria,

fase seksual dalam tubuh nyamuk ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan

sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia,

nyamuk Anopheles, manusia yang rentan terhadap infeksi malaria, lingkungan dan Iklim.

(Harijanto, 2000)

2.2.5 Prevalensi Malaria.

Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang tinggal di daerah endemik

malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10

persennya saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit

malaria ini ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan
penyakit endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar Jawa-Bali juga merupakan daerah

risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul kembali

(re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi

malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20 persen di

Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua. (Kemenkes, 2003).

2.2.6 Diagnosa dan Pengobatan Malaria

Dasar dari pengobatan yang akurat adalah adanya dukungan laboratorium yang berfungsi

dengan baik Diperkirakan kurang lebih separuh dari kasus yang dilaporkan hanya didiagnosa

berdasarkan gejala klinik tanpa dukungan

konfirmasi laboratorium. Ini berpengaruh terhadap ketidaktepatan diagnosa dan pengobatan

yang tidak memadai. Pemakaian diagnosa cepat menggunakan ‘dipsticks’ dapat mulai dipakai

secara bertahap, terutama dalam ledakan malaria dalam situasi darurat atau di daerah terpencil.

Secara garis besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu

pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau

antibody spesifik terhadap Plasmodium. (Kemenkes, 2003)

2.2.7 Cara Penularan Malaria

Penularan secara alamiah (natural infection) dimana malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles.

Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi

oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari.
(Kemenkes 2003) Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan

menjelang pajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada

stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk

yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana

ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit

manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga

manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit. (Kemenkes, 2003) Secara sederhana dapat dilihat

pada gambar dibawah ini:

Digigit
Orang sakit Nyamuk malaria
malaria
(belum terinfeksi)

Menjadi Menjadi

Orang tidak sakit Menggigit Nyamuk malaria terinfeksi


(mengandung sporozoid)
malaria
Gambar 2.1: Bagan Cara penularan malaria (Kemenkes,2003)

Penularan tidak alamiah (not natural infection) antaralain malaria bawaan terjadi pada bayi

yang baru lahir karena ibunya menderita malaria.Penularannya terjadi melalui tali pusat atau

placenta (transplasental); Secara mekanik penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum

suntik;Secara oral. Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung dara

( P.relection) dan monyet (P.knowlesi). (Kemenkes, 2003)


2.2.8 Strategi dalam pemberantasan malaria

Upaya pemberantasan malaria sudah sejak lama dilaksanakan. WHO, mulai tahun 1955

mengupayakan program pemberantasan di berbagai wilayah dunia. Selama 15 tahun program

tersebut berjalan, akhirnya malaria dapat dieliminasi dari negara-negara berkembang. Namun,

kejadian malaria kembali meningkat, tidak terkecuali pada negara-negara yang sudah dieliminasi

sebelumnya. Tahun 1978, WHO pada konfrensi Alma Ata mencanangkan Primary Health Care

(PHC) sebagai strategi baru menghadapi malaria. Tahun 1992, sebuah strategi baru kembali

dikemukakan oelh menteri-menteri kesehatan negara-negara anggota WHO di Amsterdam, yaitu

strategi global pemberantasan malaria. Di Afrika walaupun strategi tersebut sudah dijalankan,

ternyata kejadian malaria tetap tinggi. Merespon kondisi ini, pada tahun 1998 WHO, UNICEF dan

World Bank meluncurkan strategi “the Rolling Back Malaria (RBM)”. (Muhe, 2002)

Penelitian Oommen, et al. (1999), di India mengemukakan bahwa strategi pencegahan dan

pemberantasan malaria dengan melibatkan masyarakat dapat menurunkan angka kejadian penyakit

sampai lebih dari 30,6%. Ruebush (1992), mengemukakan bahwa The Volunteer Collaboration

Network merupakan contoh sukses partisipasi masyarakat dalam program malaria di Guatemala.

Demikian halnya dengan penelitian dari Unicef (2001), di Mozambique mengemukakan bahwa

partisipasi masyarakat merupakan komponen vital dalam strategi penanggulangan malaria. Pada

masyarakat Tigray, Ethopia, ibu-ibu bertindak sebagai koordinator dalam mengenal dan mengobati

malaria, hasilnya kematian anak dapat diturunkan sampai 40%. (Kidane and Morrow, 2002 cit

Dunn, 2005)
Penelitian Ompusunggu, dkk (2005), menyimpulkan bahwa desa yang ada partisipasi

masyarakatnya menunjukkan junlah sediaan positif malaria menurun, cakupan penemuan

penderita secara aktif meningkat dan jumlah penderita malaria terdiagnosis falciparum manurun.

Penelitian dari berbagai negara, seperti yang sudah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan

bahwa upaya penanggulangan malaria selalu melibatkan masyarakat. Upaya melibatkan peran

serta masyarakat dalam program pemberantasan malaria ternyata efektif menurunkan angka

kejadian malaria.

Gerakan Berantas Kembali Malaria atau GEBRAK Malaria yang dimulai pada 2000 adalah

bentuk operasional dari Roll Back Malaria (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan

kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran

penyakit malaria. Menurut peneliti program GEBRAK Malaria, yang diberlakukan di Indonesia,

untuk saat ini belum melibatkan masyarakat dalam upaya penanggulangan malaria, sehingga

penanggulangan malaria di Indonesia terkesan lamban. Berbeda halnya dengan kondisi di berbagai

negara yang menerapkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan malaria, dimana

menunjukkan penurunan angka malaria yang sangat signifikan. (Harijanto,2000)

2.3 Telaahan Program Perkesmas di Indonesia

Puskesmas merupakan ujung tombak penyelenggaraan UKM maupun UKP di strata pertama

pelayanan kesehatan, dan merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan di Kabupaten/Kota.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas meliputi upaya kesehatan wajib dan upaya

kesehatan pengembangan.
Seperti kita ketahui bahwa fungsi Puskesmas ada tiga yaitu: 1). Pusat pembangunan

berwawasan kesehatan; 2). Pusat pemberdayaan Keluarga dan masyarakat; 3). Pusat Pelayanan

kesehatan strata pertama. Untuk saat ini ketiga fungsi tersebut tidak berjalan seimbang, fungsi

Puskesmas yang paling menonjol adalah sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama bahkan ada

puskesmas yang sudah memberikan layanan spesialistik (tingkat lanjutan).

Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya otonomi daerah yang membuat peran puskesmas

sebagai pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat makin tersisihkan. Pengembangan

puskesmas yang beralih fungsi peran sebagai rumah sakit tanpa memikirkan siapakah yang akan

menangani masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Inilah yang

membuat kegiatan yang bertujuan untuk kesehatan masyarakat tidak berjalan.

Munculnya Triple burden disease dalam kesehatan masyarakat di Indonesia : munculnya

penyakit baru (new emerging disease) seperti ; flu burung, SARS, Flu A (H1N1), Muncul kembali

(re-emerging diseas ) al. Polio, malaria, masih tingginya penyakit infeksi (TB Paru, ISPA, Diare,

dll) dan meningkatnya penyakit-penyakit degenerative, masih banyak permasalahan kesehatan

yang utama di Indonesia seperti Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sampai saat ini masih

tinggi.

Sistem pelayanan kesehatan yang salah menurut peneliti adalah jika masalah kuratif saja yang

selalu menjadi pokok pemikiran pengambilan keputusan maka bisa dipastikan angka kesakitan

akan selalu tinggi. Salah satu program kesehatan masyarakat yang tidak berjalan dengan baik

adalah Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas). Menurut peneliti program perkesmas ini

sangat penting untuk dilaksanakan karena dengan berjalannya program perkesmas mampu

memfasilitasi kemandirian individu, keluarga, dan masyarakat untuk hidup sehat, melalui kegiatan
pencegahan penyakit, promosi kesehatan, peningkatan dan mempertahankan kesehatan dan asuhan

komprehensif untuk peningkatan kesehatan komunitas.

Perkesmas dewasa ini dianggap tidak begitu penting dibanding dengan program untuk

penanganan angka kematian ibu dan anak, masalah gizi dan penanganan penyakit menular. Dilihat

dari ketenagaan yang ada di Puskesmas sebagian besar adalah tenaga keperawatan. Salah satu tugas

pokok dan fungsi perawat di Puskesmas adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan masyarakat,

keluarga, dan individu. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kondisi sekarang ini cenderung

kebanyakan perawat di puskesmas belum melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan benar.

Sebagian besar kepala puskesmas atau pembuat kebijakan kesehatan di tingkat kabupaten maupun

pusat sepenuhnya belum mengerti mengenai perkesmas secara benar.

Mereka beranggapan bahwa setiap kunjungan rumah sudah merupakan perkesmas. Sebenarnya

perkesmas tidak sesederhanan itu. Perawatan kesehatan masyarakat itu merupakan serangkaian

kegiatan keperawatan dengan menggunakan asuhan keperawatan melalui proses pengkajian,

penetapan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Tujuan dari perkesmas ini adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatas

masalah kesehatannya dalam kegiatan promotif, preventif, tanpa mengabaikan kuratif dan

rehabilitatif. Sasaran kegiatan ini adalah individu, keluarga/kelompok/masyarakat dengan prioritas

sasaran adalah keluarga rawan terhadap masalah kesehatan (Risiko tinggi, rentan).

Bisa disimpulkan bahwa kemandirian masyarakat terhadap kesehatan sepenuhnya tanggung

jawab perawat. Baik individu, keluarga, kelompok masyarakat sebelum sakit, sesudah sakit dan

supaya tidak jatuh lagi pada kondisi sakit adalah peran perawat. Apabila perkesmas ini benar –
benar berjalan maka tidak mungkin akan terjadi adanya kondisi KLB, Angka kematian Ibu yang

tingi, serta angka gizi buruk yang besar.

Kenyataannya di lapangan adalah mengapa perawat di puskesmas sebagian besar ahli dibidang

keilmuan lain (bagian farmasi, menjadi tenaga Kesling, Gizi atau bahkan menjadi bendahara)

sedang untuk perkesmas masih sedikit yang melakukan? Siapa yang perlu disalahkan perawat itu

sendiri, sistem atau yang lainnya? Bagaimanan mungkin mereka memperoleh nilai kredit untuk

kenaikan jabatan fungsional yang seluruhnya berhubungan dengan perkesmas?.

Kondisi demikianlah yang perlu untuk dikaji kembali mengenai adanya pembinaan tenaga

perawat untuk meningkatkan kinerja mereka serta adanya kerjasama dengan organisasi profesi

(PPNI) di wilayah masing – masing.

Menurut peneliti satu hal yang sangat penting adalah perlu adanya kesadaran dari perawat itu

sendiri, puskesmas dan pembuat kebijakan untuk menegakkan kembali peran perawat sesuai

dengan tugas pokok dan fungsinya. Sudah seharusnya di Dinas kesehatan Kabupaten dan provinsi

maupun pusat memiliki tenaga adminkes keperawatan yang bertugas untuk membina dan

bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perawat puskesmas. Jika tidak dimulai dari

kesadaran bersama bisa dipastikan peran perawat sesuai dengan tugasnya tidak akan pernah

terwujud.
2.2 Kerangka Konsep

lingkungan eksternal

Gambar 2.2: Model Logika Manajemen Program Kesehatan dan Proyek ( Longest,
2004)

Manajemen program kesehatan sebagai suatu upaya pengelolaan pelayanan kesehatan yang

paling berguna dalam pelaksanaan program sehingga dapat digunakan sebagai dasar sementara

dalam menentukan hasil suatu program. ( Longest, 2004)

Manajemen program kesehatan adalah suatu panduan yang terdiri dari input, proses dan output

yang ingin dicapai. Input meliputi sumber daya yang tersedia dalam suatu program, sedangkan

proses suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan input yang ada dan output berisikan hasil

pencapaian program yang dimaksud. (Longest,2004)

Berhasil tidaknya suatu program juga sangat dipengaruhi faktor lingkungan. Sehingga untuk

menunjukan suatu program berhasil dan dapat dilanjutkan perlu adanya umpan balik karena ini

sangat penting untuk menilai bahwa manajemen yang digunakan adalah tepat sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Peneliti menyoroti satu hal dari bagan logic model yang ditampilkan oleh

Longest, bahwa logic model tersebut tidak terlalu membahas tentang faktor lingkungan eksternal.

Anda mungkin juga menyukai