Anda di halaman 1dari 9

Tinea Korporis

Definisi Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous

skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha. Dermatofitosis adalah infeksi

jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan

Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi

kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea

korporis.

Etiologi

Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu

Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita

yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur

golongan dermatofita adalah tinea korporis.

Epidemiologi

Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang 20-25%

populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering. Penyakit ini tersebar

di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi

jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban

yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi.

Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika Serikat

penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum,Trycophyton mentagrophytes,

Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis

adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab


terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia penyebab terseringnya adalah

Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes dan Tricophyton violaceum.

Dilaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di Jakarta adalah T. rubrum

57,6%, E. floccosum 17,5%, M. canis 9,2%, T.mentagrophytes var. granulare 9,0%, M.

gypseum 3,2%, T. concentricum 0,5%.

Di RSU Adam malik/Dokter Pirngadi Medan spesies jamur penyebab adalah dermatofita

yaitu: T.rubrum 43%, E.floccosum 12,1%, T.mentagrophytes 4,4%, dan M.canis 2%,serta

nondermatofita 18,5%, ragi 19,1% (C. albicans 17,3%, Candida lain 1,8%).

Klasifikasi Ekologi

Menurut Arnold et al berdasarkan pada pejamunya, jamur penyebab dermatofita

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, dimana pembagian ini juga mempengaruhi

cara penularan penyakit akibat dermatofita ini. Pengelompokannya yaitu:

Geofilik yaitu transmisi dari tanah ke manusia

Zoofilik yaitu transmisi dari hewan ke manusia, contoh Trycophyton simii (monyet),

Trycophyton mentagrophytes (tikus), Microsporum canis (kucing), Trycophyton equinum (kuda)

dan Microsporum nannum (babi).

Antrofilik yaitu transmisi dari manusia ke manusia.

Patogenesa

Elemen kecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filament terdiri dari

sel-sel yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur merupakan karakteristik utama

yang membedakan jamur, karena banyak mengandung substrat nitrogen disebut


dengan chitin. Struktur bagian dalam (organela) terdiri dari nukleus, mitokondria,

ribosom, retikulum endoplasma, lisosom, apparatus golgi dan sentriol dengan fungsi

dan peranannya masing-masing. Benang-benang hifa bila bercabang dan membentuk

anyaman disebut miselium.

Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora,

baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk

hifa, besarnya antara 1-3µ, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut atau

lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang

membentuk hifa. terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual (gabungan dari dua

hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan).

Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang

dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan, jamur

dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi

temperatur dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam

lemak.

Kerusakan stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan

masuknya jamur ke epidermis.

Masuknya dermatofita ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu baik

respon imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik

merupakan pertahanan lini pertama melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat

dipengaruhi faktor umum, seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus

seperti penghalang mekanik dari kulit dan mukosa, sekresi permukaan dan respons
radang. Respons radang merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting

yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur. Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu

pertama produksi sejumlah komponen kimia yang larut dan bersifat toksik terhadap

invasi organisme. Komponen kimia ini antara lain

ialahlisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan protein fase akut. Unsur kedua

merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan makrofag, dengan fungsi utama

fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing. Makrofag juga terlibat dalam

respons imun yang spesifik. Selsel lain yang termasuk respons radang nonspesifik

ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK (natural killer). Neutrofil

mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan infeksi jamur.

Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan melawan jamur setelah jamur

mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan limfosit B merupakan sel yang

berperan penting pada pertahanan tubuh spesifik. Sel-sel ini mempunyai mekanisme

termasuk pengenalan dan mengingat organism asing, sehingga terjadi amplifikasi

dari kerja dan kemampuannya untuk merspons secara cepat terhadap adanya

presentasi dengan memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T berperan dalam

respons seluler terhadap infeksi. Imunitas seluler sangat penting pada infeksi jamur.

Kedua mekanisme ini dicetuskan oleh adanya kontak antara limfosit dengan antigen.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan

perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran

yang polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang
ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagiantengah lesi relatif

lebih tenang. Tinea korporis yang menahun, tandatanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya

hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja. Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama

jika berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.Tinea korporis

biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan binatang piaraan yang

terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah yang

terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian, perabot

dan sebagainya.

Gambar Penyakit Tinea Korporis pada badan dan lengan

Pemeriksaan Laboratorium

Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan

laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan

histopatologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan menggunakan PCR.


Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari kerokan

kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan

dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa

ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora

berupa bola kecil sebesar 1-3µ.

Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (2530⁰C),kemudian satu

minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan

melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora.

Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet

dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidakdapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit

yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat

dilihat dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang memberikan fluoresensi yaitu

M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan T.schoenleinii.

Diagnosa Banding

Ada beberapa diagnosis banding tinea korporis, antara lain eritema anulare sentrifugum,

eksema numular, granuloma anulare, psoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus

dan dermatitis kontak.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yaitu

mikroskopis langsung dan kultur.

Pengobatan

Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non medikamentosa dan

pengobatan medikamentosa.
Non Medikamentosa

Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa penatalaksanaan non medikamentosa

adalah sebagai berikut:

Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau bagian yang

terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya.

Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan orang yang

terinfeksi

Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah penyebaran

jamur tersebut.

Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran

agar jamur tidak mudah tumbuh.

Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan kulit selalu

basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat sirkulasi udara.

Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan debu-debu yang

menempel pada sepatu.

Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan sandal yang

terbuat dari bahan kayu dan karet.

Medikamentosa

Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan pengobatan sistemik. Pada

tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup diberikan obat topikal. Lama pengobatan bervariasi

antara 1-4 minggu bergantung jenis obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal
diperlukan pada lesi yang luas atau kronik rekurens. Anti jamur topikal yang dapat diberikan

yaitu derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan tolnaftat. Pengobatan lokal infeksi jamur pada

lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu dilakukan dengan kompres basah

secara terbuka.

Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antijamur dengan

kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan

pasien)

Pengobatan Topikal

Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi

oleh mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat tersebut.

Selain obat-obat klasik, obatobat derivate imidazole dan alilamin dapat digunakan untuk

mengatasi masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang termasuk golongan imidaol

kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4 minggu atau sampai hasil

kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga untuk meneruskan pengobatan selama 7-10

hari setelah penyembuhan klinis dan mikologis dengan maksud mengurangi kekambuhan.

Pengobatan Sistemik

Menurut Verma pengobatan sistemik yang dapat diberikan pada tinea korporis adalah:

Griseofulvin Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis untuk anak-anak 15-

20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari • Ketokonazol Ketokonazol digunakan

untuk mengobati tinea korporis yang resisten terhadap griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya

adalah 200 mg/hari selama 3 minggu.

Obat-obat yang relative baru seperti itrakonazol serta terbinafin dikatakan cukup memuaskan
untuk pengobatan tinea korporis.
Djuanda, A.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai