21
ANESTESIA UNTUK PASIEN DENGAN
PENYAKIT KARDIOVASKULER
Konsep Kunci
2. Terlepas dari tingkat kontrol tekanan darah pra – operasi, banyak pasien
dengan hipertensi menunjukkan respons hipotensi yang menonjol selama
induksi anestesi, diikuti dengan respons hipertensi yang berlebihan
terhadap proses intubasi. Pasien hipertensi dapat menunjukkan respons
yang berlebihan terhadap katekolamin endogen (dari intubasi atau
stimulasi bedah) dan agonis – agonis simpatis yang diberikan secara
eksogen.
3. Pasien dengan penyakit arteri koroner yang luas (tiga pembuluh darah
koroner atau pembuluh darah koroner kiri utama), riwayat miokard infark
(MI), atau disfungsi ventrikel akan berisiko tinggi untuk mengalami
komplikasi jantung.
10. Pemeliharaan irama sinus normal, denyut jantung, resistensi vaskular dan
volume intravaskular sangat penting pada pasien dengan stenosis aorta.
Hilangnya waktu normal dari sistole atrium seringkali menyebabkan
kemunduran yang cepat, terutama bila dikaitkan dengan takikardia.
Anestesi spinal dan epidural merupakan kontraindikasi relative pada
pasien dengan stenosis aorta berat.
13. Adanya pergeseran aliran antara jantung kanan dan kiri, terlepas dari arah
aliran darah, menyebabkan eksklusi secara cermat dari gelembung udara
atau bahan partikulat pada cairan intravena untuk mencegah terjadinya
emboli paradoks ke sirkulasi otak atau koroner.
14. Tujuan pengelolaan anestesi pada pasien dengan tetralogy of Fallot adalah
untuk mempertahankan volume intravaskular dan systemic vascular
resistance (SVR). Peningkatan pulmonary vascular resistance (PVR),
seperti yang mungkin terjadi akibat kondisi asidosis atau depresi saluran
napas yang berlebihan, harus dihindari. Shunting kanan – ke – kiri
cenderung memperlambat pengambilan anestesi inhalasi; Sebaliknya, ini
bisa mempercepat onset dari agen – agen yang diberikan secara intravena.
Tabel 21 – 1. Kondisi jantung aktif dimana pasien harus menjalani evaluasi dan
pengobatan sebelum operasi non – kardiak.
Kondisi Contoh
Sindrom koroner tidak stabil Angina tidak stabil atau angina berat1 (CCS
kelas III atau IV)2
Infark miokard3
Gagal jantung Dekompensata
(Fungsional NYHA kelas IV;
perburukan atau onset awal
gagal jantung)
Aritmia signifikan Blok atrioventikular tingkat berat
Blok atrioventikular mobitz II
Blok atrioventrikular jantung derajat tiga
Aritmia ventrikel simptomatik
Aritmia supraventrikel (termasuk atrial
fibrilasi) dengan) kecepatan ventrikel tidak
terkontrol (Denyut jantung lebih dari 100 kali
per menit saat istirahat)
Bradikardia simptomatik
Ventrikel takikardi yang baru diketahui
Penyakit katup berat Stenosis aorta berat (rata-rata tekanan gradien
lebih dari 40 mm Hg, katup aorta kurang dari
1.0 cm2, atau simptomatik)
Stenosis mitral simptomatik (Sesak napas
progresif saat penggunaan tenaga yang
berlebih atau presinkop exertional atau gagal
jantung)
CCS menunjukkan Canadian Cardiovascular Society; HF, heart failure atau
gagal jantung;HR, heart rate atau denyut jantung; MI, miokard infark atau infark
miokard; NYHA, New York Heart Association.
1
Menurut Campeau L. Letter: Grading of angina pectoris. Circulation. 1976 ; 54 :
522 – 523.
2
Mungkin termasuk angina "stabil" pada pasien yang tidak biasa tidak
beraktivitas
3
Perguruan tinggi Amerika dari Database Perpustakaan Nasional Kardiologi
mendefinisikan MI (Miokard Infark) baru lebih dari 7 hari tetapi kurang dari atau
sama dengan 1 bulan (dalam 30 hari).
Direproduksi, dengan izin dari Fleisher L, Beckman J, Brown K, et al:
ACC/AHA 2007 guidelines on perioperative cardiovascular evaluation and care
for noncardiac surgery. Circulation 2007 ; 116 : 1971 – 1996.
1 MET Menjaga dirimu sendiri? 4 METs Naik tangga atau berjalan mendaki
bukit?
Makan, berpakaian, atau
pergi ke kamar mandi? Berjalan di tanah setinggi 4 mph (6,4
kph)?
Berjalan didalam sekitar
rumah? Lari jarak pendek?
Riwayat medis pasien juga harus mencari tanda – tanda proses penyakit
lain yang sering menyertai penyakit jantung. Pasien jantung sering hadir dengan
penyakit paru obstruktif, penurunan fungsi ginjal, dan diabetes melitus.
• Diabetes mellitus
• Kelas IIa: Keuntungan >> risiko, tetapi bukti ilmiah tidak lengkap
HIPERTENSI
Hipertensi
Patofsisiologi
Hipertensi dapat bersifat idiopatik (esensial), atau, pada kondisi
yang lebih jarang, sekunder akibat kondisi medis lainnya seperti penyakit
ginjal, stenosis arteri ginjal, hiperaldosteronisme primer, penyakit
Cushing, akromegali, pheochromocytoma, kehamilan, atau terapi estrogen.
Hipertensi esensial menyumbang 80 % sampai dengan 95 % kasus dan
mungkin terkait dengan peningkatan curah jantung yang tidak normal,
peningkatan resistensi vaskular sistemik atau systemic vascular resistance
(SVR), maupun keduanya. Pola yang berkembang biasanya terlihat selama
perjalanan penyakit, di mana curah jantung kembali menjadi (atau tetap)
normal, namun systemic vascular resistance (SVR) akan menjadi sangat
tinggi. Peningkatan kronik dari afterload jantung menghasilkan left
ventricular hypertrophy (LVH) konsentris dan fungsi diastolik yang
berubah. Hipertensi juga mengubah autoregulasi serebral, sehingga aliran
darah serebral normal dipertahankan pada tekanan darah yang tinggi;
Batas autoregulasi mungkin berada dalam kisaran tekanan darah rata – rata
110 mmHg – 180 mmHg.
Anamnesis
Blok ganglionik
Vasodilator
Pemblokade kanal Depresi jantung, bradikardia, blokade konduksi (verapamil,
kalsium diltiazem), edema perifer (nifedipine), takikardia (nifedipin),
peningkatan blokade nondepolarisasi neuromuskular
Depresi jantung, bradikardia, blokade konduksi (verapamil,
Inhibitor ACE1 diltiazem), edema perifer (nifedipine), takikardia (nifedipin),
peningkatan blokade nondepolarisasi neuromuskular
(Kesalahan teks asli)
Hipotensi, gagal ginjal pada stenosis arteri ginjal bilateral,
Antagonis reseptor hiperkalemia
angiotensin Refleks takikardia, retensi cairan, sakit kepala, sindroma
Vasodilatasi langsung lupus eritematosus sistemik (hydralazine), efusi pleura atau
perikardial (minoxidil)
1
ACE, angiotensin-converting enzim atau enzim pengubah angiotensin
Pramedikasi
Tujuan
Monitoring
Induksi
Induksi anestesi dan intubasi endotrakeal sering dikaitkan dengan
adanya ketidakstabilan hemodinamik pada pasien dengan hipertensi.
Terlepas dari tingkat kontrol tekanan darah pra – operasi, banyak pasien
dengan hipertensi menunjukkan respons hipotensi yang menonjol pada
proses induksi anestesi, diikuti dengan respons hipertensi yang berlebihan
terhadap tindakan intubasi. Banyak, atau bahkan hampir semua, agen
antihipertensi dan anestesi umum adalah vasodilator, depresan jantung,
atau keduanya. Selain itu, banyak pasien hipertensi hadir untuk operasi
dalam keadaan volume darah yang telah terdeplesi. Agen simpatolitik
mengurangi refleks peredaran pelindung normal, mengurangi tonus
simpatik dan meningkatkan aktivitas vagal.
C. Relaksan Otot
D. Vasopressor
5-15 mg/jam
Hipertensi pasca operasi umum terjadi dan harus diantisipasi pada pasien
yang memiliki hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik. Pemantauan tekanan
darah secara ketat harus dilanjutkan di ruang pemulihan dan masa awal pasca
operasi. Selain iskemia miokard dan gagal jantung kongestif, peningkatan yang
bermakna dari tekanan darah secara berkelanjutan dapat berkontribusi pada
pembentukan hematoma pada luka dan gangguan vaskularisasi pada luka jahitan.
A. Nitrat
Penggunaan klinis
Agen Jalur Dosis1 Waktu Angina Hipertensi Vasospasme Supraventrikular
paruh serebral takikardi
Verapamil PO 40-240 5 jam + + +
mg
IV 5-15 mg 5 jam + +
Nifedipine PO 30-180 2 jam + +
mg
SL 10 mg 2 jam + +
Diltiazem PO 30-60 4 jam + + +
mg
IV 0.25- 4 jam + +
0.35
mg/kg
Nicardipine PO 60-120 2-4 jam + +
mg
IV 0.25-0.5 2-4 jam + +
mg/kg
Nimodipine PO 240 mg 2 jam +
Bepridil2 PO 200-400 24 jam + +
mg
Isradipine PO 2.5-5.0 8 jam +
mg
Felodipine PO 5-20 mg 9 jam +
Amlodipine PO 2.5-10 30-50 + +
mg jam
1
Total dosis oral per hari dibagi menjadi tiga dosis kecuali adanya kondisi sebaliknya
2
Juga memiliki sifat antiaritmia.
Penggunaan klinis
Agen Jalur Dosis1 Waktu Angina Hipertensi Vasospasme Supraventrikular
paruh serebral takikardi
Verapamil PO 40-240 5 jam + + +
mg
IV 5-15 mg 5 jam + +
Nifedipine PO 30-180 2 jam + +
mg
SL 10 mg 2 jam + +
Diltiazem PO 30-60 4 jam + + +
mg
IV 0.25- 4 jam + +
0.35
mg/kg
Nicardipine PO 60-120 2-4 jam + +
mg
IV 0.25-0.5 2-4 jam + +
mg/kg
Nimodipine PO 240 mg 2 jam +
Bepridil2 PO 200-400 24 jam + +
mg
Isradipine PO 2.5-5.0 8 jam +
mg
Felodipine PO 5-20 mg 9 jam +
Amlodipine PO 2.5-10 30-50 + +
mg jam
1
Total dosis oral per hari dibagi menjadi tiga dosis kecuali adanya kondisi sebaliknya
2
Juga memiliki sifat antiaritmia.
Anamnesis
Anamnesis pada angina yang tidak stabil atau miokard infark (MI)
harus mencakup waktu terjadinya dan apakah itu terkomplikasi oleh
adanya aritmia, gangguan konduksi, atau gagal jantung. Lokalisasi daerah
iskemia sangat bermanfaat dalam menentukan lead elektrokardiografi
mana yang perlu dimonitor selama intraoperatif. Aritmia dan kelainan
konduksi lebih sering terjadi pada pasien dengan infark sebelumnya dan
pada mereka yang memiliki fungsi ventrikel lemah. Kelompok pasien
yang memiliki fungsi ventrikel yang lemah inilah yang biasanya
memerlukan internal cardioverter – defibrillator (ICD).
Bila digunakan sebagai tes skrining untuk populasi umum, tes stres
noninvasif memiliki prediktabilitas rendah pada pasien tanpa gejala,
namun cukup dapat diandalkan pada pasien bergejala dengan lesi yang
dicurigai. Pemantauan Holter, elektrokardiografi dengan latihan,
pemindaian perfusi miokard, dan ekokardiografi penting dalam
menentukan risiko perioperatif dan kebutuhan akan angiografi koroner;
Namun, tes ini hanya ditunjukkan jika hasilnya akan mengubah perawatan
pada pasien.
A. Monitoring Hotler
D. Echokardiografi
Premedikasi
MANAJEMEN INTRAOPERATIF
Tujuan
Monitoring
A. Elektrokardiografi
B. Monitoring Hemodinamik
Stent dan
Risiko Perdarahan dari Rendah melanjutkan
Pembedahan
terapi anti –
platelet ganda
Tidak Rendah
Waktu
Pembedahan 14 sampai 29 hari 30 sampai 365 hari Lebih dari 365 hari
Sekarang ini semakin banyak pasien yang hadir untuk operasi dengan
gagal jantung sistolik dan / atau diastolik. Gagal jantung kongestif mempengaruhi
lebih dari 5 juta orang Amerika. Gagal jantung mungkin terjadi akibat dari adanya
iskemia, penyakit katup jantung, agen infeksius, dan berbagai jenis kardiomiopati.
Sebagian besar pasien dengan gagal jantung mencari bantuan medis karena
munculnya keluhan sesak nafas dan kelelahan. Gagal jantung berkembang seiring
berjalannya waktu, sebagaimana gejalanya juga akan semakin memburuk
(Gambar 21 – 5). Pasien umumnya menjalani echocardiography untuk
mendiagnosa adanya defek pada struktur jantung, untuk mendeteksi tanda-tanda
"remodeling jantung", untuk menentukan fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan untuk
menilai fungsi diastolik jantung. Evaluasi laboratorium terhadap konsentrasi
peptida natriuretik otak atau brain natriuretic peptide (BNP) juga diperoleh untuk
membedakan gagal jantung dari penyebab dispnea yang lainnya. brain natriuretic
peptide (BNP) dilepaskan dari jantung, dan elevasinya berhubungan dengan
adanya gangguan fungsi ventrikel.
Terlepas dari lesi atau penyebabnya, evaluasi pra – operasi terutama harus
berkaitan dengan penentuan identitas dan tingkat keparahan dari lesi dan
signifikansi hemodinamiknya, fungsi ventrikel residual, dan adanya efek sekunder
pada fungsi paru, ginjal, dan hepar. coronary artery disease (CAD) yang terjadi
secara bersamaan tidak boleh diabaikan, terutama pada pasien yang lebih tua dan
pada mereka yang memiliki faktor risiko yang diketahui (lihat di atas). Iskemia
miokard juga dapat terjadi tanpa adanya oklusi koroner yang signifikan pada
pasien dengan stenosis aorta berat atau regurgitasi.
Anamnesis
Kelas Deskripsi
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan Khusus
STENOSIS MITRAL
Patofisiologi
∆𝑃 = 4𝑉 2
Dimana Δ P adalah gradien tekanan (dalam satuan mm Hg) dan V
adalah kecepatan aliran darah (dalam satuan m / s) yang distal terhadap
obstruksi. Orifisium dari katup dapat diperkirakan dari waktu yang
dibutuhkan untuk dari gradien tekanan puncak awal sampai mencapai
setengah dari nilai awalnya, yang dikenal sebagai waktu paruh tekanan (T
1/2). Hubungan ini kemudian diperkirakan dengan:
220
𝐴=
𝑇1/2
2
Luas katup mitral yang kurang dari 1 cm biasanya berhubungan
dengan gradien transvalvular sebesar 20 mmHg saat istirahat dan
terjadinya dispnea dengan pengeluaran tenaga yang minimal; luas katup
2
mitral kurang dari 1 cm sering disebut sebagai stenosis mitral kritis.
2 2
Pasien dengan luas katup mitral antara 1.5 cm sampai dengan 2.0 cm
umumnya bersifat asimtomatik atau hanya memiliki gejala ringan dengan
2
eksersi. Bila luas katup mitral antara 1 cm sampai dengan 1.5 cm 2,
sebagian besar pasien akan menunjukkan adanya gejala dengan usaha
ringan sampai dengan usaha sedang. Meskipun curah jantung mungkin
normal saat istirahat, namun jantung akan gagal untuk meningkatkan curah
jantung secara tepat selama beraktivitas karena adanya penurunan preload
pada ventrikel kiri.
Pengobatan
Manajemen Anestetik
A. Tujuan
C. Pemilihan Agen
REGURGITASI MITRAL
Gambar 21 – 9. Klasifikasi gerakan daun katup mitral (seperti yang terlihat dari
ekokardiografi transesofagus). Perhatikan bahwa dengan adanya prolaps, ujung
bebas daun – daun katup memanjang melampaui bidang anulus mitral yang
menghasilkan jet eksentrik. Dengan gerakan yang terbatas, daun katup gagal
untuk menyesuaikan, sehingga menghasilkan jet sentral.
𝐴 = 0.785 × (𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)2
Dan
𝑅𝐹 = 𝑅𝑆𝑉 / 𝑆𝑉
Penanganan
Manajemen Anestetik
A. Tujuan
C. Pemilihan Agen
Prolaps katup mitral secara klasik ditandai dengan bunyi klik pada
pertengahan sistolik, dengan atau tanpa murmur sistolik apikal pada
auskultasi. Prolaps katup mitral adalah kelainan yang relatif umum yang
ditemukan hingga 1 % sampai dengan 2.5 % dari populasi umum.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan auskultasi dan dikonfirmasi
dengan ekokardiografi, yang menunjukkan prolaps sistolik daun katup
mitral yang masuk ke dalam atrium kiri. Pasien dengan murmur sering
memiliki beberapa elemen dari adanya regurgitasi mitral. Daun katup
mitral posterior lebih sering mengalami prolaps dibandingkan dengan daun
katup mitral anterior. Anulus mitral juga bisa mengalami dilatasi. Secara
patologis, kebanyakan pasien memiliki kelebihan atau degenerasi
myxomatous pada daun katup. Sebagian besar kasus prolaps katup mitral
bersifat sporadis atau familial, yang mempengaruhi orang normal. Insiden
prolaps katup mitral yang tinggi ditemukan pada pasien dengan gangguan
jaringan ikat (terutama sindrom Marfan).
STENOSIS AORTA
Gambar 21 – 11. Katup aorta stenotik terlihat dengan jelas pada sudut pandang
katup aorta sumbu pendek midesophageal ini. Kalsifikasi pada katup aorta
biasanya berhubungan dengan degenerasi senilis. Namun, abnormalitas secara
congenital (bikuspid) dan presentasi rematik juga terjadi. (Diproduksi ulang,
dengan seizin, dari Wasnick J, Hillel Z, Kramer D, et al: Cardiac Anesthesia &
Transesophageal Echocardiography, McGraw – Hill, 2011.)
Patofisiologi
∆𝑃 = 4 𝑉 2
𝐴1 𝑉1
𝐴2 =
𝑉2
Manajemen Anestesi
A. Tujuan
B. Monitoring
C. Pemilihan Agen
REGURGITASI AORTA
Patofisiologi
Sehingga
Dan
𝑅𝐹 = 𝑅𝑆𝑉 / 𝑆𝑉
Waktu paruh tekanan (T 1/2, lihat bagian stenosis mitral di atas) dari
aliran regurgitasi adalah parameter ekokardiografi lain yang berguna untuk
menilai secara klinis tingkat keparahan regurgitasi aorta. Semakin pendek
waktu paruhnya, maka semakin parah regurgitasinya; regurgitasi derajat
berat dengan cepat meningkatkan tekanan diastolik ventrikel kiri dan
menghasilkan equilibrasi tekanan yang lebih cepat. Sayangnya, waktu
paruh tekanan (T 1/2) dipengaruhi tidak hanya oleh luas orifisium
regurgitasi, tetapi juga oleh tekanan aorta dan ventrikel. Sebuah aliran
regurgitasi aorta dengan waktu paruh tekanan (T 1/2) kurang dari 240 mili
detik berhubungan dengan adanya regurgitasi derajat berat.
Pengobatan
A. Tujuan
B. Monitoring
C. Pemilihan Agen
REGURGITASI TRIKUSPID
Patofisiologi
∆𝑃 = 4 × 𝑉 2
𝑃𝐴𝑆 = 𝐶𝑉𝑃 + ∆𝑃
Penanganan
Manajemen Anestesi
A. Tujuan
B. Monitoring
C. Pemilihan Agen
PROFILAKSIS ENDOKARDITIS
ANTIKOAGULASI
Pasien dengan katup prostetik sering hadir untuk operasi non – cardiac
yang memerlukan penghentian sementara dari terapi antikoagulan. Pedoman
American College of Cardiology (ACC) / American Heart Association (AHA)
menunjukkan bahwa pasien dengan risiko rendah mengalami trombosis, seperti
katup mekanis bileaflet dalam posisi katup aorta tanpa masalah tambahan
(misalnya, tanpa adanya atrial fibrillation (AF) atau tidak ada kondisi
hiperkoagulasi) dapat menghentikan warfarin selama 48 – 72 jam sebelum operasi
sehingga international normalized ratio (INR) turun sampai dengan di bawah 1.5.
Pada pasien dengan risiko mengalami trombosis yang lebih besar, warfarin harus
dihentikan dan heparin, baik yang tidak terfragmentasi ataupun yang memiliki
berat molekul rendah, dimulai saat international normalized ratio (INR) turun di
bawah 2.0. Heparin dapat dihentikan 4 – 6 jam sebelum operasi dan kemudian
dimulai kembali segera setelah perdarahan akibat pembedahan berhenti, sampai
pasien dapat memulai kembali terapi warfarin. Fresh frozen plasma (FFP) dapat
diberikan, jika diperlukan, dalam situasi darurat untuk mengganggu terapi
warfarin. Vitamin K tidak boleh diberikan, karena berpotensi menyebabkan
keadaan hiperkoagulasi. Staf anestesi harus selalu berkonsultasi dengan dokter
bedah pasien dan dokter yang bertanggung jawab untuk meresepkan antikoagulan
sebelum menyesuaikan antikoagulasi atau regimen antiplatelet secara perioperatif.
Koarktasio aorta
Tabel 21 – 19. Masalah umum pada pasien operasi pembedahan defek jantung
kongenital
Aritmia
Hipoksemia
Hipertensi pulmonar
Timbulnya shunt
Emboli paradoksikal
Endokarditis bakteri
Untuk tujuan pengelolaan anestesi, cacat jantung bawaan dapat
dibagi menjadi lesi obstruktif, shunting yang didominasi kiri – ke – kanan,
atau shunting yang didominasi oleh kanan – ke – kiri. Pada kenyataannya,
shunting juga bisa terjadi dua arah dan bisa membalikkan kondisi tertentu.
Tabel 21 – 20. Lesi jantung kongenital dan risiko perioperatif pada pembedahan
nonkardiak
Risiko tinggi
Hipertensi pulmonar, primer atau sekunder
Penyakit jantung kongenital sianotik
New York Heart Association kelas III atau IV
Disfungsi ventrikel sistemik berat (Fraksi ejeksi
kurang dari 35%)
Lesi obstruksi berat jantung bagian kiri
Risiko sedang
Katup atau kanal prostetik
Shunt intrakardiak
Obstruksi sedang jantung bagian kiri
Disfungsi ventrikel sistemik sedang
Warnes C, Williams R, Bashore T, et al: ACC/AHA
2008 guidelines for the management of adults with
congenital heart disease. Circulation 2008;118:2395.
1. Lesi Obstruktif
Stenosis Pulmonal
Kehadiran arus shunt antara jantung sisi kanan dan sisi kiri, terlepas dari
arah aliran darah, mengakibatkan pelepasan gelembung udara dan bahan
partikulat dari cairan intravena secara cermat untuk mencegah embolisme
paradoks ke dalam sirkulasi otak atau sirkulasi koroner.
Defek ini didapatkan saat satu atau lebih pembuluh darah pulmonal
yang mengalir ke sisi kanan jantung; Vena yang anomali biasanya berasal
dari paru kanan. Lokasi masuknya anomali yang memungkinkan yaitu
termasuk atrium kanan, vena kava superior atau inferior, dan sinus
koroner. Kelainan yang dihasilkan akan menyebabkan sejumlah variasi
dari shunting kiri – ke – kanan. Perjalanan klinis dan prognosis biasanya
sangat baik dan serupa dengan atrial septal defect (ASD) secundum. Sinus
koroner yang sangat besar pada transesophageal echocardiography (TEE)
menunjukkan drainase yang anomali ke dalam sinus koroner, yang dapat
mempersulit pengelolaan kardioplegia selama operasi jantung.
Pengembalian vena anomali total diperbaiki segera setelah kelahiran.
Lesi pada kelompok ini (beberapa juga disebut lesi campuran) sering
menyebabkan obstruksi aliran keluar ventrikular dan shunting. Penyumbatan
menyebabkan shunting mengalir ke arah sisi yang tidak terobstruksi. Bila
penyumbatannya relatif ringan, jumlah shunting dipengaruhi oleh rasio systemic
vascular resistance (SVR) terhadap pulmonary vascular resistance (PVR), namun
tingkat obstruksi yang meningkat Kn memperbaiki arah dan besarnya shunting.
Atresia dari salah satu katup jantung menunjukkan adanya bentuk obsruksi yang
ekstrem. Shunting terjadi pada bagian proksimal dari katup yang mengalami
atresia dan benar – benar pasti; Kelangsungan hidup tergantung pada shunting
distal lain (biasanya patent ductus arteriosus [PDA], patent foramen ovale, atrial
septal defect (ASD), atau ventricular septal defect (VSD)), di mana darah mengalir
dalam arah yang berlawanan. Kelompok dengan defek seperti ini juga dapat
dibagi menurut apakah mereka meningkatkan atau menurunkan aliran darah
pulmonal.
Tetralogy of Fallot
Truncus Arteriosus
Manajemen Anestesi