Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Golongan Analgetik Non Opioid atau NSAID

Oleh :
Azzah Azaria Wulandari 180106014
Milkha Amalia 180106008
Dwi Atika Safitri 180106003
Harnita 180106005
Fitrianingsih 180106004
Farah Fildzah Rosadi 180106013

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah Swt atas seluruh kurunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan tema “Golongan Analgetik Non Opioid atau
NSAID”. Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakannya. Namun, kami
menyadari, kami masih dalam proses belajar sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.
Oleh sebab itu, bimbingan dan arahan dosen, kami harapkan agar makalah ini dapat
menjadi lebih baik lagi. Kami mempersembahkan karya ini untuk semua teman kami dan
untuk dosen kami sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Farmakoterapi. Berhubungan
dengan hal tersebut, semoga makalah yang sederhana ini dapat dijadikan pedoman dalam
proses pembelajaran komunikasi efektif kedepannya.

Kritik dan Saran senantiasa dinantikan agar makalah ini menjadi lebih baik dimasa
mendatang amin.

Purwokerto, 9 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4

C. Tujuan ............................................................................................................................. 4

BAB II........................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6

A. Pengertian Analgetik ....................................................................................................... 6

B. Golongan Obat Analgetik ............................................................................................... 6

C. Mekanisme Kerja Obat Analgetik .................................................................................. 8

D. Efek Farmakodinamik Obat Analgetik ........................................................................... 8

E. Pengertian AINS ............................................................................................................. 9

F. Mekanisme Kerja AINS .................................................................................................. 9

G. Golongan obat AINS..................................................................................................... 10

H. Obat AINS .................................................................................................................... 11

I. Efek Farmakodinamik AINS ........................................................................................ 18

J. Efek Farmakokinetik AINS .......................................................................................... 19

K. Efek samping AINS ...................................................................................................... 19

BAB III .................................................................................................................................... 21

PENUTUP................................................................................................................................ 21

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat antipiretik dan analgesik merupakan obat yang sudah di kenal luas
seperti obat asetaminofen. Bayak dijual sebagai kemasan tunggal maupun kemasan
kombinasi dengan bahan obat lain. Obat ini tergolong sebagai obat bebas sehingga
mudah ditemukan di apotik toko obat maupun warung pinggr jalan. Karena mudah
didapatkan resiko untuk terjadi penyalahgunaan obat ini semakin besar. Di Amerika
Serikat di laporkan lebih dari 100.000 kasus per tahun yang menghubungi pusat
informasi keracunan, 56.000 kasus datang ke unit gawat darurat, 26.000 kasus
memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik. Bagi para
pengguna mungkin memerlukan bantuan dalam mengkonsumsi obat yang sesuai
dengan dosisi-dosis obat. Penggunaan Obat Analgetik Narkotik atau Obat
Analgesik ini mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik atau Analgesik ini tidak mengakibatkan efek ketagihan
pada pengguna.

B. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan Analgetika dan AINS ?
b) Apa saja golongan obat dari analgetik dan AINS ?
c) Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik dan AINS?
d) Bagaimana efek Farmakodinamika dari obat analgetik ?
e) Bagaimana efek farmakokinetika, efek farmakodinamika, dan efek samping
secara umum dari AINS ?
f) Apa saja yang termasuk obat pada AINS ?

C. Tujuan
a) Untuk mengetahui pengertian dari Analgetika dan AINS
b) Untuk mengetahui golongan obat dari analgetik dan AINS
c) Untuk mengetahui mekanisme kerja obat analgetik dan AINS
d) Untuk mengetahui efek farmakodinamika dari obat analgetik
e) Untuk mengetahui efek farmakokinetika, efek farmakodinamika, dan efek
samping secara umum dari AINS
f) Untuk mengetahui obat pada AINS
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Analgetik
Analgetik atau analgesik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak
menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi
yang menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala Nyeri dapat digambarkan sebagai
rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa terbakar, menyengat,
pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang timbul dan berbeda tempat nyeri.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
a) Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus,
nyeri haid, keseleo. Pada nyeri ringan dapat digunakan analgetik
perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin.
b) Nyeri yang disertai pembengkakan
Contohnya : Jatuh, tendangan, dan tubrukan. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik antiradang seperti aminofenazon dan NSAID (ibu
profen, mefenaminat, dll)
c) Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa morfin,
atropine, butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
d) Nyeri hebat menahun
Contoh : kanker, rematik, dan neuralgia berat. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik berupa fentanil, dekstromoramida, dan
benzitramida.

B. Golongan Obat Analgetik


Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
a) Analgesik narkotika
Analgetik narkotik kini disebut juga dengan opioida yang
merupakan obat-obat yang daya kerja nya meniru opioid endogen
dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid. Zat-zat
ini bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri
dan respon emosional terhadap nyeri berubah.
Analgesik narkotika merupakan kelompok obat yang memiliki
sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura
dan kanker. Efek samping yang paling sering muncul adalah mual,
muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan. Selain itu, juga dapat
mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta
ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala
abstinensia bila pengobatan dihentikan.
Endorfin adalah kelompok polipeptida yang terdapat di CCS
dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.
Mekanisme kerja utamanya ialah endofrin bekerja dengan jalam
menduduki reseptor-reseptor SSP, hingga perasaan nyeri dapat
diblokir. Khasiat analgetik opioida berdasarkan kemampuannya untuk
menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorphin.
Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus menerus, pembentukan
reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endorphin diujung
saraf otak dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
Contoh zat Analgetik Narkotika yaitu morfin, kodein, fentanil,
netadon, tramadol, lokson, kanabis, dan pentazosin.

b) Obat Analgetik Non-narkotik


Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga
sering dikenal dengan istilah Analgesik Perifer. Analgetika perifer
(non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik
dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik
atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf
pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat
Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan
penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX
pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan
mediator nyeri. Efek samping obat-obat analgesik perifer: kerusakan
lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka
waktu lama dan dosis besar.Contoh obat Analgetik Non-Narkotik
yaitu Aminofenazon, asam salisilat, fenilbtazon, glafenin, dan
paracetamol.

C. Mekanisme Kerja Obat Analgetik


Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang
dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator
nyeri (pengantara). Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung
syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang
dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum
tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar,
dimana rangsang terasa sebagai nyeri.

D. Efek Farmakodinamik Obat Analgetik


Sebagai analgesik, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, antralgia dan nyeri
lain yang berasal dari integument, terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi. Efek analgesik nya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiad. Tetapi
berbeda dengan opiad, obat mirip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Obat mirip aspirin hanya
mengubah persepsi modalitas, sensorik nyeri, tidak mempengaruhi sensorik lain.
Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi dengan obat mirip aspirin.
Sebaliknya nyeri kronis pasca bedah dapat diatasi oleh obat mirip aspirin.
E. Pengertian AINS
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi,
analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa
obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata
memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Obat golongan
NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada obat golongan
steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di
sistem yang lebih tinggi dibanding NSAID, yaitu menghambat konversi fosfolipid
menjadi asam arakhidonat melalui penghambatan terhadap enzim fosfolipase.
Contoh obatnya antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen,
naproksen, asam mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin

F. Mekanisme Kerja AINS


Mekanisme kerja AINS berhubungan dengan sistem biosintesis Prostagladin
(PG). Berikut ini merupakan skema Biosintesis Prostaglandin
Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

fosfolipid
dihambat kortikosteroid Enzim fosoflipase
Asam arakidonat
Enzim Enzim
lipoksigenase siklooksigenase
Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH

Leukotrien PGE2,PGF2,PGD2 Prostasiklin

Tromboksan A2
Tempat Obat AINS Bekerja
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase
dengan kekuatan dan selektifitas yang berbeda.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam dua isoform disebut COX-1 dan COX-
2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya fungsi
dalam kondisi normal di berbagai jaringan khusunya ginjal, saluran cerna dan
trombosit. Di mukosa lambung, aktifasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga induksi berbagai stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan. COX-2
mempunyai fungsi fisiologis di ginjal, jaringan vaskuler dan pada proses perbaikan
jaringan. Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan
agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin
(PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut
dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi, dan efek anti-
proliferatif.

G. Golongan obat AINS


Berdasarkan rumus kimia, obat golongan NSAID dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yakni:
a) Golongan asam propionate, seperti ibuprofen, naproxen, fenoprofen,
ketoprofen, flurbiprofen, dan oxaprozin.
b) Golongan asam asetat, seperti indometasin, sulindac, etodolac, dan
diklofenak.
c) Golongan derifat asam enolic (oxicam), seperti piroksikam, meloksikam,
tenoxicam, droxicam, lornoxicam, dan isoxicam.
d) Gologan asam fenamic, seperti asam mefenamat, asam meclofenamic,
asam flufenamic, dan tolfenamic.
e) Gologan COX-2 inhibitor (coxib), seperti celecoxib, rofecoxib (telah
ditarik dari pasar), valdexocib (telah ditarik dari pasar), parecoxib,
lumiracoxib, dan etoricoxib.
H. Obat AINS
a) Ketolorac
1. Pengertian
Ketorolac adalah salah satu jenis obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAIDs) yang biasanya dipakai untuk meredakan peradangan dan
rasa nyeri setelah operasi mata. Selain itu, obat ini juga dapat
digunakan untuk mengatasi gatal-gatal pada mata
akibat konjungtivitis alergi.
2. Tentang ketolorac

Jenis obat Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Golongan Obat resep

Meredakan peradangan dan nyeri pasca


Manfaat
operasi mata

Digunakan oleh Dewasa

Kategori C (Trimester pertama dan


kedua): Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin, namun belum ada studi
terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya
boleh digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko
Kategori kehamilan
terhadap janin.
dan menyusui
Kategori D (Trimester ketiga atau mendekati
hari lahir): Ada bukti positif mengenai risiko
terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar
dari risikonya, misalnya untuk mengatasi
situasi yang mengancam jiwa.

Bentuk obat Tablet, suntik, dan tetes


3. Dosis

Kondisi Bentuk obat Dosis

Konjungtivitis Dewasa: 1 tetes (0.5%) di bagian


Tetes
alergi mata yang terinfeksi, 4 kali sehari.

Dewasa: 1 tetes (0.5%) di bagian


kali
mata yang terinfeksi, 4 sehari
Peradangan
Tetes selama 24 jam setelah operasi
mata
katarak. Dosis dapat dilanjutkan
selama 2 minggu.

Dewasa: 20mg sebagai dosis awal,


dilanjutkan dengan 10mg setiap 4-6
jam. Dosis maksimum per hari
adalah 40 mg, dengan jangka waktu
Nyeri pasca maksimal 5 hari.
Tablet
operasi
Lansia: 10mg sebagai dosis awal,
dilanjutkan dengan setiap 4-6 jam.
Dosis maksimum per hari adalah 40
mg.

4. Interaksi obat
a. Berpotensi meningkatkan risiko fatal, seperti perdarahan, jika
digunakan bersama dengan obat antikoagulan, aspirin atau obat
antiinflamasi nonsteroid dan pentoxifylline lainnya. Selain itu,
obat seperti probenecid juga dapat meningkatkan kadar ketorolac
dalam darah. Sebaliknya, ketorolac dapat meningkatkan kadar zat
litium.
b. Dapat meningkatkan kadar toksisitas obat methotrexate.
c. Obat-obatan golongan kortikosteroid, selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRIs), dan anti platelet berpotensi meningkatkan
risiko tukak lambung atau perdarahan jika digunakan bersama
dengan ketorolac.
d. Ketorolac yang digunakan bersama dengan
diuretik, ciclosporin, tacrolimus, penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE inhibitors), atau obat angiotensin II receptor
antagonists (ARBs) dapat meningkatkan risiko kerusakan pada
ginjal (nefrotoksisitas).
e. Obat-obatan psikoaktif, seperti flouxetine, thiothixene dan
alprazolam, dapat memicu halusinasi jika digunakan bersama
dengan ketorolac. Dalam kasus yang langka, kejang-kejang dapat
terjadi jika ketorolac digunakan bersama dengan obat antikejang,
seperti phenytoin dan carbamazepine.
5. Efek samping
Sama seperti obat-obat lain, ketorolac juga berpotensi
menyebabkan efek samping. Efek samping yang umum terjadi setelah
menggunakan obat ini adalah rasa pedih atau panas di mata yang
bersifat sementara. Sedangkan efek samping yang lebih jarang terjadi
adalah mata terasa gatal, mengeluarkan kotoran, kemerahan atau
bengkak pada kelopak mata.
Dalam kasus tertentu, kondisi seperti mata kering, pusing,
mual, muntah, diare dapat terjadi. Jika efek samping dirasakan
berkelanjutan atau terdapat reaksi alergi, segera temui dokter.

b) Ketoprofen
1. Pengertian
Ketoprofen adalah obat yang digunakan untuk meredakan
gejala peradangan, seperti nyeri, akibat penyakit asam urat, artritis,
atau terkilir. Selain itu, obat ini juga bisa digunakan untuk meredakan
nyeri pasca operasi dan nyeri haid.
2. Tentang ketoprofen

Golongan Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

Kategori Obat resep


Manfaat Meredakan gejala peradangan, seperti nyeri

Digunakan
Dewasa
oleh

Kategori C: Studi pada binatang percobaan


memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.
Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.

Untuk kehamilan trimester 3, kategorinya berubah


menjadi
Kategori D: Ada bukti positif mengenai risiko terhadap
Kategori
janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh
kehamilan
mungkin lebih besar dari risikonya, misalnya untuk
dan
mengatasi situasi yang mengancam jiwa.
menyusui
Pemakaian ketoprofen di trimester 3 kehamilan berisiko
menimbulkan kecacatan janin, yaitu patent ductus
arteriosus.

Belum diketahui apakah obat ini diserap ke dalam ASI


atau tidak. Bagi ibu menyusui, disarankan untuk
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum
mengonsumsi obat ini.

Bentuk
Tablet salut selaput, kapsul, suntik, suppositoria, gel
obat

3. Dosis
Dosis obat ketoprofen berbeda-beda untuk setiap pasien.
Berikut ini adalah dosis umum penggunaan obat ketoprofen untuk
beberapa kondisi berikut:
a. Bentuk obat: Suntik
Nyeri sendi, nyeri otot, atau nyeri pasca operasi ortopedi
Dosis: 5-100 mg, tiap 4 jam. Maksimal 200 mg per hari,
selama 3 hari
b. Bentuk obat: Tablet
1) Rheumatoid arthritis
Dosis: 100-200 mg per hari, yang dibagi ke dalam 2-4
jadwal konsumsi. Maksimal 300 mg per hari. Kurangi
dosis pada pasien usia 75 tahun ke atas.
2) Pereda nyeri
Dosis: 25-50 mg, tiap 6-8 jam. Maksimal 300 mg per hari
yang dibagi ke dalam beberapa jadwal konsumsi. Kurangi
dosis pada pasien usia 75 tahun ke atas.
c. Bentuk obat: Suppositoria
Rheumatoid arthritis
Dosis: 100 mg, digunakan pada malam hari.
d. Bentuk obat: Gel
Pereda nyeri
Dosis: Oleskan 2-4 kali sehari, selama 10 hari.
4. Interaksi Obat
a. Mengurangi efektivitas obat antihipertensi.
b. Meningkatkan risiko perdarahan pada saluran pencernaan jika
dikombinasikan dengan kortikosteroid dan warfarin.
c. Meningkatkan risiko gagal ginjal jika digunakan dengan obat
diuretik.
5. Efek samping

a. Sakit maag.
b. Mual.
c. Perut kembung.
d. Sakit perut.
e. Diare.
f. Sembelit.
g. Pusing.
h. Sakit kepala.
i. Gangguan fungsi ginjal.
j. Pembengkakan kedua tungkai.
k. Sariawan.
l. Ruam kulit.
m. Insomnia.
n. Sesak napas.
o. Serangan jantung

c) Meloxicam
1. Pegertian
Meloxicam adalah salah satu obat antiinflamasi nonsteroid.
Obat ini umumnya digunakan untuk meredakan gejala-gejala
arthritis, misalnya peradangan, pembengkakan, serta kaku dan nyeri
otot. Contoh penyakit radang persendian yang biasanya ditangani
dengan meloxicam adalah osteoartritis, rheumatoid
arthritis, dan ankylosing spondylitis.
2. Cara kerja
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang
memproduksi prostaglandin, yaitu senyawa yang dilepas tubuh yang
menyebabkan rasa sakit serta reaksi radang. Dengan menghalangi
prostaglandin, obat ini akan mengurangi rasa sakit dan peradangan.
3. Tentang Meloxicam

Golongan Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Kategori Obat resep

Manfaat Meredakan gejala-gejala artritis

Dikonsumsi
Dewasa dan anak-anak di atas 2 tahun
oleh

Bentuk Tablet

Kategori Kategori C: Obat-obatan yang berdasarkan efek


Kehamilan farmakologisnya telah atau diduga mampu
dan memberikan dampak buruk bagi janin, namun tidak
menyusui sampai menyebabkan suatu kecacatan yang sifatnya
permanen.

Pada trimester terakhir - Kategori D: Obat-obatan


yang telah atau diduga mampu meningkatkan risiko
terjadinya kecacatan janin yang sifatnya permanen.

4. Dosis:
Takaran meloxicam akan ditentukan oleh dokter berdasarkan
kondisi yang diobati, tingkat keparahan gejala, usia, dan respons tubuh
pasien. Khusus untuk pasien anak-anak, dosis juga akan disesuaikan
dengan berat badannya.
Dosis meloxicam yang umumnya diberikan untuk dewasa
adalah 7,5-15 mg per hari. Dosis maksimal obat ini adalah 15 mg per
hari.

5. Interaksi Piroxicam dan Obat Lain


Terdapat sejumlah obat yang berpotensi menimbulkan reaksi
tidak diinginkan jika dikonsumsi bersamaan dengan vitamin A.
Beberapa di antaranya meliputi:

a. Antikoagulan, aspirin, clopidogrel, kortikosteroid, heparin,


rivaroxaban, atau antidepresan penghambat pelepasan selektif
serotonin (SSRI); meningkatkan risiko pendarahan lambung.

b. Probenecid; berpotensi meningkatkan risiko efek samping


meloxicam.

c. Cholestyramine; dapat menurunkan keefektifan meloxicam.

d. Bisphosphonates, cyclosporine, hydantoin, lithium,


methotrexate, kuinolon, sulfonamide, atau sulfonylurea; karena
meloxicam berpotensi meningkatkan efek samping obat-obatan
tersebut.
e. ACE inhibitor, penghambat reseptor angiotensin, atau diuretik;
karena meloxicam dapat menurunkan keefektifannya obat-obatan
tersebut dan dapat menyebabkan gangguan pada ginjal.

6. Kenali Efek Samping dan Bahaya Meloxicam


Semua obat berpotensi menyebabkan efek samping, termasuk
meloxicam. Beberapa efek samping yang umum terjadi saat
mengonsumsi obat ini adalah:
a. Mual.
b. Muntah.
c. Gangguan pencernaan, seperti konstipasi atau diare.
d. Nyeri ulu hati.
e. Sakit kepala.
f. Sulit tidur.
g. Perut kembung.

Efek samping ini biasanya akan berkurang seiring penyesuaian


tubuh terhadap obat. Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter
jika Anda mengalami efek samping yang serius, seperti kesulitan
bernapas, urine berwarna gelap, perubahan emosional, pembengkakan
pada tangan, kaki, wajah, tenggorokan, lidah, pingsan, linglung, detak
jantung tidak beraturan, tidak nafsu makan, kejang, nyeri dada, tinja
berwarna hitam atau berdarah, muntah darah, kulit dan mata yang
menguning, serta telinga yang berdenging.

I. Efek Farmakodinamik AINS


Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Ada
perbedaan aktivitas diantara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Sebagai analgesik, obat NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri lain yang
berasal dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat.
Sebagai antipiretik, obat NSAID akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek anti piretik in
vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama.
Kebanyakan obat NSAID, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai
anti-inflamasi pada pengobatan kelainan musculoskeletal, seperti arthritis
rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitas ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat
NSAID ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah
kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.

J. Efek Farmakokinetik AINS


NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di
antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.)
keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik farmakokinetik
yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika NSAID , mereka
mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar dari obat ini diserap
dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas mereka secara
substansial.
Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism, beberapa oleh mekanisme
fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase II).
Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian melalui enzim P450
kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah rute yang
paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai tingkat
ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis). Kenyataanya
tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah berkolerasi dengan jumlah sirkulasi
enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID berikatan protein tinggi , biasanya dengan
albumin.

K. Efek samping AINS


Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki efek
samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek
samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik
yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme
terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan
difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; dan
(2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan
biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung
dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mucus
usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.
Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh
yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan
serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. NSAID (Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) adalah suatu
kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi, analgetik dan antipiretik.
NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara
kimiawi. Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
peradangan.
Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: Analgesik narkotika
dan Obat Analgetik Non-narkotik. Pada obat Antipiretik penggolongan obatnya,
yaitu Benorylate, Fentanyl, dan Piralozon. Berdasarkan rumus kimia, obat golongan
NSAID dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yakni Golongan asam propionate,
Golongan asam asetat, Golongan derifat asam enolic (oxicam), Gologan asam
fenamic, dan Gologan COX-2 inhibitor (coxib),
Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa
neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan
blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal"
nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
DAFTAR PUSTAKA
a. Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.
b. Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D.1995. Farmakologi dan Terapi, bagian
farmakologi FK-UI. Jakarta : Universitas Indonesia
c. Tjay, Tan howan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI. Jakarta :
Elex Media Kompetindo

Anda mungkin juga menyukai