Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara yang sedang berkembang, biasanya gizi kurang terjadi karena
kegagalan pemberian air susu ibu dan masukan diet tidak adekuat. Kadang-
kadang timbul pada penyakit menahun. Lazim terjadi emasiasi berat serta
peningkatan kerentanan terhadap gastroenteritis dan infeksi. Gizi buruk adalah
suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan
ungkapan lain status nutrisinya berada dibawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat, dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP
(Kurang Energi Protein) adalah suatu salah masalah gizi utama yang banyak
dijumpai pada balita. Dalam arti paling luas istilah gagal tumbuh digunakan
untuk menjelaskan bayi dan anak yang pertumbuhannya menyimpang dari
yang diharapkan sesuai jenis kelamin dan usianya.
Tahun 2012 di Indonesia 40% anak terhambat pertumbuhannya dan 1
dari 23 anak meninggal sebelum usia 5 tahun karena kekurangan gizi
(UNICEF, 2012). Status gizi balita pada tahun 2015 adalah (KEMENKES,
2015); Status gizi menurut indeks BB per Usia di dapatkan hasil : 79,7% balita
gizi baik; 14,9% balita gizi kurang; 1,5% balita gizi lebih; dan 3,8% balita gizi
buruk; Status gizi menurut indeks TB per Usia di dapatkan hasil : 71% normal
dan 29,9% balita pendek dan sangat pendek; Status gizi menurut indeks BB
per TB di dapatkan hasil : 82,7% balita normal; 8,2% balita kurus; 5,3% balita
gemuk dan 3,7% balita sangat kurus.
Kasus gizi buruk yang dimaksud ditentukan berdasarkan perhitungan
berat badan menurut tinggi badan balita Zscore < -3 standar deviasi (balita
sangat kurus). Sedangkan menurut hasil Riskesdas 2013 prevalensi gizi sangat
kurus pada balita sebesar 5,3%. Jika diestimasikan terhadap jumlah sasaran
balita maka perkiraan jumlah balita gizi buruk (sangat kurus) sebanyak sekitar
1,1 juta jiwa. Dengan demikian penemuan kasus balita gizi buruk masih jauh
dibandingkan perkiraan kasus gizi buruk yang ada di masyarakat.
Survei diet total yang dilakukan pada tahun 2014, memperoleh hasil
sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki tingkat kecukupan energi

1
sangat kurang dan kurang yaitu sebesar 79,6%, terdiri dari 45,7% penduduk
dengan tingkat kecukupan energi sangat kurang/minimal dan 33,9% penduduk
dengan tingkat kecukupan energi kurang. Menurut provinsi, tingkat kecukupan
energi sangat kurang dan kurang tertinggi terjadi di Lampung (89,5%), serta
Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur masing-masing sebesar 89,3%.
Sedangkan persentase terendah yaitu DKI Jakarta (65,9%). Selain memiliki
tingkat kecukupan energi sangat kurang dan kurang terendah, DKI Jakarta
memiliki persentase tingkat kecukupan energi lebih tertinggi yaitu sebesar
12,4%.
Asupan energi penduduk umur 0-59 bulan secara nasional sebesar 1.137
Kkal, lebih tinggi dibandingkan energi yang dianjurkan (1.118 Kkal). Rerata
asupan energi di perkotaan (1.190 Kkal) lebih tinggi dibandingkan dengan di
perdesaan (1.081 Kkal). Menurut tingkat kecukupan energi, rerata tingkat
kecukupan energi penduduk umur 0-59 bulan di Indonesia sebesar 101,0%, di
perkotaan 104,1% dan di perdesaan 97,7%. Sebanyak 18 provinsi (55%)
memiliki rerata tingkat asupan energi penduduk umur 0-59 bulan normal.
Sedangkan 15 lainnya (45%) memiliki rerata tingkat asupan energi penduduk
kurang. Tidak satu pun provinsi dengan rerata tingkat asupan energi sangat
kurang maupun lebih. Rerata tingkat asupan energi penduduk umur 0-59 bulan
tertinggi yaitu DKI Jakarta (114,4%) dan terendah Nusa Tenggara Timur
(92,3%).
Data-data diatas menunjukkan masih tingginya angka gizi buruk yang
terjadi di Indonesia. Permasalah gizi buruk memiliki dampak yang besar.
Dampak yang akan terjadi dari masalah gizi buruk adalah anak akan
mengalami kegagalan dalam tumbuh kembang dan juga anak dapat terserang
penyakit infeksi dengan cepat. Dampak ini akan menurunkan cita bangsa dan
negara dan secara perlahan akan mengurangi generasi penerus bangsa.
Angka-angka kejadian malnutrisi (marasmus) di atas dan dampaknya
terhadap kesehatan anak saat ini, maka sebagai mahasiswa perawat perlu
memahami konsep teori anak dengan marasmus sehingga bisa menjadi acuan
bagi kami dalam menerapkannya pada praktik klinik dan kuliah.

2
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mampu menganalisa dan memahami tentang asuhan keperawatan
pada anak dengan marasmus.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian marasmus
2. Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab dari marasmus
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi penyakit marasmus
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway dari penyakit marasmus
5. Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi klinik dari anak
dengan marasmus
6. Mahasiswa mampu menyebutkan pemeriksaan diagnostik yang
perlu dilakukan pada anak dengan marasmus
7. Mahasiswa mampu menyebutkan penatalaksanaan pada anak
dengan marasmus
8. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada anak
dengan marasmus.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Marasmus


Marasmus juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi penyakit yang parah
diderita anak akibat penurunan rasio berat dan tinggi (Ruddolph., 2014).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi yang sering terjadi di daerah
dengan makanan tidak cukup, informasi teknik pemberian makanan yang tidak
cukup atau higiene yang jelek (Nelson., 2012).
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling
sering ditemui pada balita berusia 0-2 tahun yang tidak mendapatkan cukup
ASI (Info Datin 2015).
Marasmus timbul akibat kekurangan energi (kalori) sedangkan kebutuhan
protein relatif cukup. Marasmus merupakan penurunan berat badan atau
‟wasting‟ yang berat tanpa disertai edema. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit.
Hal : 183).
Jadi, marasmus adalah kondisi penyakit yang di derita karena kekurangan
makanan dan dan higene yang buruk sehingga menimbulkan penurunan rasio
berat dan tinggi.

2.2 Penyebab Marasmus

Penyebab marasmus adalah masukan kalori yang tidak cukup karena diet
yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka
yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi (Nelson., 2012).

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu


memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan
metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino. Karena itu pada
marasmus, kadang-kadang masih ditemukan kadar asam amino yang normal
sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.

4
Penyebab lainnya adalah kurangnya asupan makanan, adanya infeksi,
pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan
lingkungan. (Info Datin., 2015).

2.3. Patofisiologi dari Marasmus

Yang menyolok pada marasmus ialah pertumbuhan yang kurang atau


terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada
mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak dapat dan dipenuhi oleh
makanan yang diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri dan
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu


memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen
homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih
ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk
cukup albumin.(Ngastiyah.2012.Hal 183-184).

5
2.4. Pathway Penyakit Marasmus

Sosial Kegagalan
ekonomi Malabsorbsi, melakukan sintesis
rendah infeksi anoreksia kalori

Intake kurang
dari kebutuhan

Defisiensi
kalori

Hilangnya Daya tahan Asam Kurang


lemak di tubuh amino pengetahuan
bantalan kulit menurun esensial
menurun
dan
Keadaan produksi Atofi/pengecilan
Turgor kulit
umum albumin otot
menurun dan
lemah menurun
keriput

Resiko Keterlambatan
Kerusakan
infeksi pertumbuhan
integritas
saluran dan
kulit
pencernaan perkembangan
Anoreksia,
diare

Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
(marasmus)

(Sumber : NANDA 2018-2020)

6
2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Nelson, 2012; dan Ruddolph, 2014 dan Infodatin 2015


menyatakan bahwa manifestasi klinis penyakit marasmus pada anak adalah
sebagai berikut :

1. Badan kurus kering; berat badan sangat rendah kurang dari 60% berat
badan sesuai dengan usianya.

2. Ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh.

3. Mudah terserang infeksi penyakit.

4. Tingkat kesadaran menurun

5. Tampak seperti orang tua atau kakeksia

7
6. Lethargia

7. Kulit berkeriput

8. Ubun-ubun cekung pada bayi

9. Jaringan subkutan hilang

10. Turgor kulit jelek

11. Malaise

12. Apatis

13. Kelaparan

14. Abdomen tampak kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan
mudah dilihat

15. Atrofi otot dengan akibat hipotoni, otot lemah terasa kendor/lembek ini
dapat dilihat pada paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat dan kenyal
dan tebal. Biasanya disebut Baggy Pants atau seperti memakai celana
longgar

16. Nadi lambat

8
17. Suhu subnormal

18. Angka metabolisme basal menurun,

19. Mudah menangis atau cengeng dan rewel

20. Nafsu makan hilang

21. Mengalami konstipasi tetapi dapat juga muncul diare tipe kalparan
dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit.

22. Vena superfisialis kepala lebih nyata

23. Fontanel cekung

24. Rambut menipis, jarang, rapuh, dan tidak berkilau

25. Hipotermia, hipotensi dan hipoglikemia

26. Tulang pipi dan dagu terlihat menonjol

27. Mata nampak lebih besar dan cekung

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Marasmus

Untuk mengetahui keparahan dari kurang kalori diukur dengan


menggunakan parameter antropometrik karena tanda dan gejala klinis
biasanya tidak menunjukkan perubahan, kecuali bila penyakit ini telah parah.

1. Pemeriksaan glukosa darah : bila <54 mg/dl maka menunjukkan adanya


indikasi hipoglikmia.
2. Hapusan darah tepi :

9
a. Untuk mengetahui adanya infeksi malaria
b. Hemoglobin ( < 40g/l menunjukkan adanya anemia)
c. Hematokrit ( < 12% menunjukkan adanya anemia)
3. Radiology : untuk mengetahui adanya pneumonia, gagal jantung dan
riketsia.
4. Tes kulit TBC (Kerap negatif)

(Sumber: Arisman.Hal 127).

2.7 Penatalaksanaan Penyakit Marasmus


1. Memenuhi Kebutuhan Gizi
Pasien yang menderita malnutrisi kekurangan kalori apalagi yang berat
pada umumnya menderita anoreksia yang hebat sehingga sukar sekali
untuk memberikan makanan. Selain anoreksia juga menderita gangguan
pada saluran pencernaan sebagai akibat kurangnya enzim-enzim yang
diperlukan untuk pencernaan makanan ; juga adanya atrofi vili usus
mengakibatkan gangguan penyerapan.
Akibat tidak dicerna dan diserap dengan baik, makanan yang ada
didalam usus tersebut menyebabkan berkembang biaknya flora usus dan
terjadilah diare. Padahal pasien dengan defisiensi yang berat ini
memerlukan makanan tinggi kalori dan protein (3-4 g/kgBB/hari dan 160-
175 g/kgBB/hari) maka harus mencari upaya bagaimana makanan tersebut
dapat diberikan.
Cara memberikan makanan selama anak masih mau peroral diberikan
berulang-ulang. Tetapi jika dilihat bahwa makanan selalu masih sisa lebih
dari setengahnya lebih baik diberikan melalui sonde (makanan cair).
Biasanya bila telah 3-4 hari berat badan sudah mulai naik dan nafsu makan
mulai timbul, pemberian makanan secara bertahap seperti yang
diterangkan di atas.
2. Bahaya terjadi Komplikasi
Pasien malnutrisi kalori sangat mudah mendapat infeksi karena daya
tahan tubuhnya rendah. Infeksi yang paling sering ialah bronkopneumonia

10
dan tuberculosis. Adanya atrofi vili usus yang menyebabkan
penyerapannya terganggu mengakibatkan pasien marasmus sering diare.
Melihat komplikasi-komplikasi tersebut yang sukar dihindarkan maka
lebih baik jika penyakit kekurangan gizi dicegah. Yang perlu diperhatikan
dalam merawat pasien malnutrisi adalah :
a. Kebersihan mulut ; sering berikan minum terutama setelah makan
atau minum susu. Juga bila pasien dipasang sonde (makanan cair),
berikan 2-3 sendok teh untuk mencegah kekeringan pada selaput
lendir mulut dan tenggorokkan.
b. Kebersihan kulit ; harus diperhatikan agar keadaan kulit terutama
dibagian yang tertekan selalu bersih dan kering. Pasien dimandikan
2 kali sehari dengan air hangat dan jika basah atau kotor harus
segera diganti, pasien jangan hanya bernaring pada satu sisi terlalu
lama karena bagian yang tertekan tersebut akan mudah lecet.
c. Jika pasien menderita hipotermia ; ini merupakan gejala dari
terjadinya hipoglikemia.
3. Gangguan Rasa Aman dan Nyaman/Psikososial
Gangguan rasa aman dan nyaman atau psikososial dialami oleh pasien
sejak menderita kekurangan gizi awal. Gangguan mental berupa cengeng,
yang sebabnya disuga karena rasa lapar dan sakit diseluruh tubuhnya.
Keadaan cengeng ini walaupun anak sudah diberikan makan atau bayi
sudah menetek anak masih terus merengek saja terutama pada malam
hari.
Dari keadaan cengeng inikemudian anak menjadi apatik, yang kadang-
kadang patiknya begitu paeah sehingga bila anak BAB/BAK tidak diganti
walaupun basah seluruh tubuhnya tidak pernah menagis, juga walau
seharian tidak diberi makan anak akan tetap diam saja. Anak tidak akan
pernak bergerak karena memang tidak mampu maka tidak jarang terjadi
dekubitus.
Ganggua rasa aman/nyaman akan bertambah jika pasien diperlukan
tindakan medis seperti : pengambilan cairan lambung, pengambilan darah
dan biopsi usus karena tindakan ini memerlukan waktu beberapa jam dan
pasien biasanya diikat tangannya agar tidak mencabut selang yang ada
pada lat biopsinya.

11
Walaupun pasien begitu apatik atau tak berdaya dalam perawatannya
pasien memerlukan sikap yang tidak berbeda dengan pasien lainnya,
pasien tetap memerlukan perlakuan dengan kasih sayang. Ajaklah
berbicara setiap mendekati pasien atau setiap akan melakukan tindakan,
atau saat mengubah sikap berbaringnya. Dengan perawatan yang baik dan
pemberian diet yang sesuai terlihat hasilnya penyembuhan pasien yang
jauh berbeda dengan ketika sedang masuk rumah sakit.
4. Kurangnya Pengetahuan Orangtua Pasien Mengenai Makanan Anak
Pasien yang menderita kekurangan gizi sudah jauh berkurang berkat
perbaikan sosial ekonomi walaupun masih belum merata sampai ke
pelosok dan juga karena kegiatan PKK yang besar perannya dalam
mengubah kehidupan keluarga, terutama untuk perbaikan gizi anak-anak.
Disamping itu ada yang penyebabnya karena mereka kurang mengerti cara
pemberian makanan anak. Penyuluhan yang perlu adala
a. Menjelaskan bahwa penyakit anaknya disebabkan karena anak
kurang mendapat makanan yang mengandung cukup gizi, bukan asal
diberikan makanan banyak saja.
b. Berikan contoh bahan makanan yang bergizi dan bagaimana cara
memilih serta memasaknya.
c. Agar anak dibawa konsultasi ke POSYANDU/Puskesmas untuk
mendapatkan petunjuk pemberian makanannya serta mendapatkan
pengawasan kesehatannya.
d. Perlu pemeliharaan kebersihan mulut anak untuk mencegah
stomatitis dan menghindarkan kehilangan nafsu makannya.

(sumber : Ngastiyah (2012) “Perawatan Anak Sakit” Jakarta EGC. Hal : 185-188)

12
2.8 Asuhan Keperawatan Anak dengan Marasmus
2.8.1. Pengkajian
1. Anamnesis

Data yang dikaji adalah :

a. Kapan Kejadian mata cekung muncul


b. Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan
muntah dan diare (encer/darah/lendir)
c. Kapan terakhir berkemih
d. Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin
e. Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
f. Riwayat pemberian ASI
g. Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari
terakhir
h. Hilangnya nafsu makan
i. Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
j. Batuk kronik
k. Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
l. Berat badan lahir
m. Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
n. Riwayat imunisasi
o. Apakah ditimbang setiap bulan
p. Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
q. Apakah diketahi atau tersangka infeksi HIV

2. Pemeriksaan Fisik
a. Apakah anak tampak sangat kurus. Tentukan status gizi dengan
menggunakan BB/TB-PB.
b. Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk)
c. Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang
melambat, nadi lemah dan cepat) kesadaran menurun.
d. Demam (suku aksilar ≥ 37,50C) atau hipotermi (suhu aksilar <
35,50C)

13
e. Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung
f. Sangat pucat
g. Pembesaran hati dan ikterus
h. Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
asites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air
(abdominal splash)
i. Tanda defisiensi vitamin A pada mata :
1) Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot
2) Ulkus kornea
3) Keratomalasia
j. Ulkus pada mulut
k. Fokus infeksi : telinga, tenggorokan, paru, kulit

Data Subyektif Data Obyektif


1. Orang tua mengatakan pasien 1. Badan kurus kering
tidak ada nafsu makan 2. Tampak seperti orang tua
2. Orang tua mengatakan pasien 3. Kulit berkeriput
mudah menangis atau rewel 4. Ubun-ubun cekung pada bayi
3. Orang tua mengatakan pasien 5. Jaringan subkutan hilang
mengalami kelaparan 6. Turgor kulit jelek
4. Orang tua mengatakan pasien 7. Ada kegagalan menaikkan berat
selalu mengantuk, mudah lelah badan disertai dengan kehilangan
dan bergerak dengan lambat. berat badan sampai berakibat kurus
5. Orang tua mengatakan pasien 8. Abdomen tampak kembung atau
sering mengalami datar dan gambaran usus dapat
ketidaknyamanan, lesu dengan mudah dilihat
6. Orang tua mengatakan pasien 9. Atrofi otot dengan akibat hipotoni
sering mengalami susah buang air 10. Nadi lambat
besar dan sering juga terjadi diare 11. Suhu subnormal
dengan jumlah feses sedikit dan 12. Angka metabolisme basal menurun,
ada lendir. 13. Vena superfisialis kepala lebih nyata
14. Fontanel cekung
15. Rambut menipis, jarang, rapuh, dan
tidak berkilau

14
16. Hipotermia, hipotensi dan
hipoglikemia
17. Tulang pipi dan dagu terlihat
menonjol
18. Mata nampak lebih besar dan
cekung

2.8.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat diambil adalah :

1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake makanan tidak adekuat
2. Defisien volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang kurang
3. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber
pengetahuan tentang nutrisi pada anak
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nutrisi tidak adekuat

2.8.3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Goal & Obyektif Intervensi Rasional


1. Ketidakseim- G : pasien akan 1. Tentukan jumlah
bangan mempertahankan kalori dan jenis
nutrisi : keseimbangan nutrisi yang
kurang dari nutrisi selama dibutuhkan untuk
kebutuhan dalam perawatan memenuhi
tubuh b.d. O : pasien akan persyaratan gizi
intake meningkatkan 2. Berikan makanan
makanan kebutuhan nutrisi dalam porsi kecil dan
tidak adekuat selama dalam lebih sering serta
perawatan tingkatkan porsi
dengan kriteria secara bertahap
hasil : 3. Monitor tanda dan
a. Kebutuhan gejala diare

15
nutrisi 4. Monitor
meningkat kecenderungan
b. Berat badan terjadinya penurunan
meningkat 250 dan kenaikan berat
gr/minggu badan
c. Tidak terjadi
kerusakan
integritas kulit
d. Nafsu makan
meningkat
e. Tidak
ditemukan
manifestasi
malnutrisi
2. Defisien G : pasien akan 1. Monitor status hidrasi
volume meningkatkan (misalnya, membran
cairan b.d. kebutuhan cairan mukosa lembab,
asupan selama dalam denyut nadi adekuat,
cairan yang perawatan dan tekanan darah
kurang O : pasien akan ortostatik)
meningkatkan 2. Monitor tanda-tanda
kebutuhan cairan vital pasien
selama dalam 3. Tawari makanan
perawatan ringan (misalnya,
dengan kriteria minuman ringan dan
hasil : buah-buahan
a. Kadar segar/jus buah)
elektrolit psien 4. Monitor makanan
dalam rentang atau cairan yang
normal dikonsumsi dan
b. Tanda-tanda hitung asupan kalori
vital dalam harian
batas normal

16
c. Turgor kulit
elastis
d. Volume cairan
dan darah
normal
3. Defisien G : keluarga akan 1. Berikan orangtua
pengetahuan meningkatkan materi-materi tertulis
b.d. kurang pengeta-huan yang sesuai dengan
sumber selama dalam kebutuhan
pengetahuan peraw-atan pengetahuan yang
tentang O : keluarga akan telah diidentifikasi
nutrisi pada meningk-atkan 2. Instruksikan orangtua
anak pengeta-huan untuk menawarkan
selama dalam makanan ringan
peraw-atan yang sehat.
dengan kriteria 3. Instruksikan orangtua
hasil : untuk menghindari
1. Keluarga memaksa memberi
memahami makan karena
pentingnya nutrisi adanya penurunan
pada anak nafsu makan
4. Kerusakan G : pasien akan 1. Monitor kulit dan
integritas terhindar dari selaput lendir
kulit b.d. kerusakan terhadap area
nutrisi tidak integritas kulit perubahan warna,
adekuat selama dalam memar, dan pecah
perawatan 2. Dokumentasikan
O : pasien akan perubahan membran
terhindar dari mukosa
kerusakan 3. Ajarkan anggota
integritas kulit keluarga mengenai
selama dalam tanda-tanda
perawatan kerusakan kulit,

17
dengan kriteria dengan tepat
hasil :
a. Tidak ada
lesi/luka
b. Pasien
merasa
nyaman

2.8.4. Implementasi Keperawatan

Dilakukan sesuai intervensi

2.8.5. Evaluasi Keperawatan


1. Kebutuhan nutrisi meningkat
2. Berat badan meningkat 250 gr/minggu
3. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
4. Nafsu makan meningkat
5. Tidak ditemukan manifestasi malnutrisi
6. Asupan cairan dan serat terpenuhi
7. Pasien dapat mengeluarkan feses yang mudah dan tuntas
8. Pasien dapat mempertahankan pola eliminasi dalam batas normal;
feses dalam konsistensi lembek
9. Kadar elektrolit psien dalam rentang normal
10. Tanda-tanda vital dalam batas normal
11. Turgor kulit elastis
12. Volume cairan dan darah normal
13. Keluarga memahami pentingnya nutrisi pada anak
14. Tidak ada lesi/luka
15. Pasien merasa nyaman

18
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kasus anak dengan gizi buruk di Indonesia masih sangat tinggi terutama
untuk marasmus. Marasmus adalah kondisi penyakit yang di derita karena
kekurangan makanan dan dan higene yang buruk sehingga menimbulkan
penurunan rasio berat dan tinggi. Dampak dari penyakit ini adalah kegagalan
tumbuh kembang dan anak akan lebih mudah terserang penyakit infeksi. Hal
ini tidak disadari oleh kebanyakan orang tua atau keluarga yang belum
mendapat informasi tentang gizi buruk dengan tanda dan gejalanya.

3.2 Saran

Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan gizi bagi anak harus lebih
ditingkatkan melalui penyuluhan dari petugas kesehatan.

Dalam merawat anak dengan penyakit-penyakit infeksi khususnya di


rumah sakit, perawat juga harus mengkaji pengaruh dari penyakit tersebut
terhadap peningkatan kebutuhan kalori yang bisa menyebabkan “marasmus”.

19

Anda mungkin juga menyukai