Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA JANUARI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT: GANGGUAN BIPOLAR II


LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID

OLEH :
Ahmad Iman Ronalda
C014182032

RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Ilma Khaerina Amaliyah B

SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Ahmad Iman Ronalda

NIM : C014182056

Judul Refarat : Gangguan Bipolar II

Judul Laporan Kasus : Skizofrenia Paranoid (F 20.0)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Desember 2019

Pembimbing Supervisor Residen Pembimbing

(Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ) (dr. Ilma Khaerina A. B)


DAFTAR ISI

PENDAHULUAN………………………………………………………1

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI……………………………………………….…………………………. 2

2.2 EPIDEMIOLOGI…………………………………….………………………… 4

2.3 ETIOLOGI…………………………………………..……………………………. 5

2.4 MANIFESTASI KLNIS …………………………..………………………..7

2.5 KRITERIA DIAGNOSIS…………………………………….……………. 9

2.6 PENATALAKSANAAN ………………………………………………….15

2.7 PROGNOSIS…………………………………….………………………………17

KESIMPULAN…………………………………….……………………………………..18

DAFTAR PUSTAKA…………………………………….………………………………19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan bipolar yang dikenal sebagai manic-depresive illness adalah

penyakit medis yang mengancam jiwa karena adanya percobaan bunuh diri yang

cukup tinggi pada populasi bipolar, yaitu 10-15%. Gangguan bipolar adalah suatu

penyakit jangka panjang dan episodik dengan berbagai macam variasi perjalanan

penyakit. Gangguan bipolar sering tidak diketahui dan salah diagnosa dan bahkan bila

terdiagnosa sering tidak terobati dengan adekuat.

Diagnosis gangguan bipolar sulit dibuat karena gejala gangguan bipolar yang

bertumpang tindih dengan gangguan psikiatrik yang lain yaitu skizofrenia dan

skizoafektif. Hal ini mengakibatkan prevalensi gangguan skizoafektif, skizofrenia, dan

gangguan bipolar berbeda-beda pada setiap penelitian yang dilakukan. Gangguan

bipolar mempunyai prognosis yang relatif baik terutama untuk gangguan bipolar yang

bentuk klasik. Perjalanan penyakit gangguan bipolar sangat bervariasi dan biasanya

kronik. Kekambuhan yang terjadi akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan,

perkawinan bahkan meningkatkan risiko bunuh diri.

Terapi yang komprehensif diperlukan pasien untuk mencapai kembali

fungsinya semula dan kualitas hidup yang tetap baik. Terapi komprehensif meliputi

farmakoterapi dan intervensi psikososial.1

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Pada DSM-IV-TR , gambaran esensial gangguan bipolar adalah kemunculan

sekurang-kurangnya satu episode mania, biasanya, meskipun tidak selalu, disertai

sekurang-kurangnya satu episode depresif. Oleh karena itu berdasarkan definisi, setiap

orang yang sebelumnya baik kemudian menderita episode pertama mania (atau

hipomania), akan digolongkan sebagai penderita gangguan bipolar. Di lain sisi, jika

orang yang sebelumnya baik kemudian menderita satu atau lebih episode depresif,

suatu diagnosis gangguan bipolar tidak akan ditegakkan kecuali jika dan sampai

episode pertama mania terjadi.

Pada ICD-10, definisi gangguan bipolar sedikit berbeda, yaitu harus terdapat

riwayat setidaknya dua episode gangguan mood dan setidaknya salah satu harus

berupa mania (atau hipomania). Kesamaan dan perbedaan antara dua sistem klasifikasi

tersebut digambarkan pada gambar dibawah ini.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV- text revised

(DSM IV-TR), gangguan bipolar dibagi menjadi empat jenis yaitu gangguan bipolar

I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimia, dan gangguan bipolar yang tak dapat

dispesifikasikan.

Bipolar II didefinisikan sebagai gangguan mood yang mana terdapat satu atau

lebih episode depresi mayor dan setidaknya satu episode hipomania, sebagaimana

pada gambar 2 2 .

2
Gambar 1 Berbagai Episode Mood Pada Gangguan Bipolar 2

Gambar 2 Definisi Bipolar II 2

3
2.2 EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI

Saat ini prevalensi gangguan bipolar dalam populasi mencapai 1,3-3%. Bahkan

prevalensi untuk seluruh spektrum bipolar mencapai 2,6-6,5%. Tujuh dari sepuluh

pasien pada awalnya misdiagnosis. Pada gangguan bipolar II, prevalensi pada

perempuan lebih besar. Depresi atau distimia yang terjadi pertama kali pada

prapubertas memiliki risiko untuk menjadi gangguan bipolar.3

Gangguan bipolar relatif tidak umum terjadi, sekitar 1% - 3% dari populasi

orang dewasa mengalami gangguan bipolar baik bipolar I atau bipolar II. Angka

prevalensi semasa hidup yang dilaporkan oleh sebuah survey nasional sekitar 0,5%

untuk bipolar II di Amerika Serikat. 4

Terdapat perubahan paradigma prevalensi gangguan bipolar, saat ini jumlah

bipolar II lebih banyak dibandingkan bipolar I, saat ini juga beberapa gejala sudah

dimasukkan dalam kriteria spektrum bipolar 2

Gambar 3 Perubahan paradigma prevalensi gangguan bipolar.

4
2.3 ETIOLOGI

Sejumlah faktor yang berkontribusi pada kejadian gangguan bipolar dan penyakit

manicdepressive (MDI) diantara lain: genetic, biokimia, psikodinamik dan

lingkungan.

1. Genetik
Pada penelitian terhadap keluarga, memperlihatkan bahwa risiko

gangguan mood seumur hidup lebih besar pada keluarga biologis pasien

(proband) daripada populasi umum.

Pada penelitian terhadap anak kembar juga mendukung adanya

komponen genetic penting pada gangguan mood, rasio indeks

monozigot:dizigot untuk gangguan bipolar adalah sekitar 4:1 untuk proband

bipolar.

Penelitian adopsi pada umumnya juga mendukung hipotesis adanya

suatu komponen genetic yang penting. Penelitian tahun 1977 terhadap 29 anak

adopsi dengan riwayat gangguan bipolar, ditemukan sebesar 28% orang tuanya

menderita gangguan mood, sedangkan orang tua yang mengadopsi hanya

sebesar 12 %. Sebagai perbandingan, 26 %orang tua biologis dari 31 anak

bipolar bukan adopsi juga ditemukan menderita gangguan mood. 1 Penyebab

dari sisi genetic lebih menonjol pada gangguan bipolar tipe 1 daripada bipolar

II. 5

5
2. Biokimia

Banyak jalur biokimia yang berperan dalam menyebabkan kejadian

bipolar, itulah kenapa mendeteksi satu saja jalur begitu sulit untuk

menentukannya. Beberapa neurotransmitter dikaitkan dengan penyakit ini

terutama respon pasien terhadap agen psikoaktif seperti obat reserpine yang

mengurangi jumlah katekolamin yang dikeluarkan dari neuron terminal dapat

menyebabkan depresi, hal ini mengarahkan ke hipotesis katekolamin yang

mana ketika terjadi peningkatan epinefrin atau norepinefrin dapat

menyebabkan mania sedangkan ketika terjadi penurunan epinefrin atau

norepinefrin dapat menyebabkan depresi. Obat lain yang dapat menyebabkan

eksaserbasi mania yaitu L-dopa, L-dopa mempengaruhi menghahambat

pengambilan dopamine dan serotonin. 6

3. Psikodinamik

Banyak praktisi yang berpendapat bahwa dinamika mania-depresif

sebagai sebuah satu jalur korelasi. Depresi sebagai sebuah manifestasi

negative/kerugian seperti hilangnya harga diri. Oleh karena itu mania berfungsi

sebagai pertahanan terhadap perasaan depresi.

4. Lingkungan

Peneltian menunjukkan bahwa pada individu yang bipolar mengalami

peninkatan stress sebelum onset pertama dan kejadian yang berulang.

Beberapa penelitian juga menunjukkan 20-66% orang dengan bipolar

mengalami kejadian stress 1-3 bulan sebelum onset perubahan mood. Sebagai

6
tambahan, faktor psikososial adalah faktor utama penyebab relaps pada pasien

bipolar. 6

7
2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.

Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu mania dan

depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomania dan depresi.

Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang meningkat, disertai

peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik mental, dalam berbagai derajat

keparahan. Sedangkan episode depresi ditandai dengan gejala utama yaitu: afek

depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, serta kekurangan energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Hipomania yaitu

derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek meninggi atau berubah disertai

peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturur-

turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan melebihi siklotimia serta tidak ada

halusinasi atau waham .

Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode campuran yang

didefinisikan sebagai terjadinya simultan gejala mania dan depresi. Episode campuran

terjadi hingga 40% dari semua episode dan lebih umum pada pasien lebih muda dan

tua serta wanita .Serta dapat juga mengalami siklus cepat ; yaitu bila terjadi paling

sedikit empat episode – depresi hipomania atau mania – dalam satu tahun. Seseorang

dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat adanya

kesulitan dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan. Siklus ultra ceoar yaitu

episode mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam

beberapa hari. Gejala dan hendaknya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia

dan sangat sulit diatasi. Symptom psikotik kasus berat, pasien bisa mengalami gejala

8
psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: halusinasi (auditorik, visual, atau

bentuk sensasi lainnya) dan waham. 5

Fluktuasi gejala pada bipolar dapat dijelaskan pada gambar dibawah,

Gambar 4. Fluktuasi mood pada pasien bipolar

9
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis menurut DSM V,

Episode hipomanik

A. Periode yang berbeda dari suasana hati yang abnormal dan terus-menerus

meningkat, luas, atau mudah tersinggung dan aktivitas atau energi yang abnormal dan

terus-menerus meningkat, berlangsung setidaknya 4 hari berturut-turut dan hampir

sepanjang hari, serta hampir setiap hari.

B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi dan aktivitas, tiga

(atau lebih) dari gejala-gejala berikut (empat jika suasana hati hanya

mudah tersinggung) telah bertahan, merupakan perubahan nyata dari

perilaku yang biasanya, dan sudah sampai pada tingkat yang signifikan:

1. Meningkatnya kepercayaan diri atau kebesarannya/grandios

2. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup beristirahat hanya

dengan tidur 3 jam)

3. Lebih banyak bicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara

4. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling bersliweran.

5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik pada hal yang kurang

penting atau tidak relevan rangsangan eksternal)

6. Peningkatan dari berbagai macam kegiatan (baik sosial, di tempat kerja,

sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik

7. Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang memiliki

potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi yang menyakitkan (misalnya

10
berfoya-foya, ketidakbijaksanaan dalam seksual, atau tidak bisa menjalankan

investasi bisnis dengan benar).

C. Episode ini dikaitkan dengan perubahan tegas/nyata dalam fungsi sehari-

hari yang tidak seperti biasanya, pada individu ketika tidak bergejala

D. Gangguan dalam suasana hati dan perubahan dalam fungsi yang diamati

oleh orang lain.

E. Episode yang penyebabnya tidak cukup parah ditandai penurunan dalam

hubungan sosial atau fungsi pekerjaani, tidak memerlukan rawat inap, dan

tidak memiliki gejala psikotik.

F. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,

penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis

umum (misalnya, Hipertiroidisme).

Episode Depresi berat

A. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari selama

periode 2-minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi

sebelumnya; setidaknya salah satu gejala adalah perasaan depresi atau

kehilangan minat atau kesenangan:

1. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari

2. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan semua, atau

hampir semua, sepanjang hari.

11
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, peningkatan

berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam

sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan.

4. Insomnia atau hypersomnia

5. Agitasi psikomotorik atau keterbelakangan mental (diamati oleh orang

lain, tidak hanya subjektif perasaan kegelisahan atau sedang melambat)

6. Kelelahan atau kehilangan energi

7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau

tidak pantas selayaknya (yang mungkin delusi)

8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi (baik

subjektif atau diamati oleh orang lain)

9. Terus berpikiran tentang kematian (tidak hanya rasa takut mati),

berulang keinginan bunuh diri tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh

diri sebelumnya atau rencana tertentu untuk melakukan bunuh diri

B. Gejala menyebabkan tekanan klinis secara signifikan atau dalam sosial,

pekerjaan, atau fungsi dari bidang-bidang penting lainnya.

C. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,

penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum

(misalnya, hipotiroidisme).

12
Kriteria diagnosis Bipolar II

A. Sekurang kurangnya terdapat satu episode hipomanik (kriteria A-F pada

episode hipomanik di atas) dari sekurang-kurangya satu episode depresi

berat (kriteria A-C pada episode depresi berat di atas)

B. Belum pernah ada episode manik

C. Kejadian pada episode mania dan depresi berat tidak bisa dijelaskan

sebagai gangguan skizoafektif , skizofrenia, gangguan skizoreniform,

gangguan delusional atau skizofrenia spesifik dan tidak spesifik dan

gangguan psikosis lainnya

D. Gejala depresi atau ketidakmampuan untuk diprediksi akibat seringnya

pertukaran episode depresi dan hipomania menyebabkan distress atau

gangguan fungsi sosial, pekerjaan atau hal hal lain.

13
2.6 PENATALAKSANAAN

A. Non farmakologi 8

 Rawat inap. Keputusan pertama dan yang paling penting harus

dibuat oleh seorang dokter adalah apakah pasien harus dirawat di

rumah sakit atau sebaliknya dicoba terapi rawat jalan. Indikasi yang

jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedru diagnosis, risiko

bunuh diri, atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun

drastic untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal . Riwayat

gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem dukungan

pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap.

 Terapi psikososial, meliputi terapi kognitif , terapi interpersonal,

terapi perilaku, terapi berorientasi psikoanalitik dan terapi keluarga.

 Sleep depriviation. Sleep depriviation dapat mempresipitasi mania

pada pasien dengan gangguan bipolar dan untuk sementara

meringankan pada mereka yang mengalami depresi unipolar.

14
B. Farmakologi 9

 Penatalaksanaan Depresi akut pada gangguan bipolar II

o Lini 1 : Quetiapin

o Lini 2 : Litium, lamotrigine, divalproat, litium atau

divalproat + antidepresan, litium + divalproat,

antipsikotika atipik + antidepresan.

o Lini 3 : Antidepresan monoterapi (terutama untuk

pasien yang jarang mengalami hipomania)

 Rekomendasi terapi rumatan pada gangguan bipolar II

o Lini 1 : Litium, lamotrigine

o Lini 2 : Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika

atipik + antidepresan, kombinasi dua dari :

litium,lamotrigine, divalproat, atau antipsikotika atipik.

o Lini 3 : Karbamazepin, antipsikotik atipik, ECT

 Obat-obatan yang tidak dianjurkan :

Gabapentin.

15
2.7 PROGNOSIS

Gangguan bipolar memiliki tingkat yang cukup signifikan untuk morbiditas

dan mortilitas. Di Amerika Serikat selama bagian awal 1990-an, sekitar 25%-50% dari

orang-orang dengan gangguan bipolar usaha bunuh diri, dan 11% benar-benar

melakukan bunuh diri .Pasien dengan Bipolar I memiliki prognosis yang lebih buruk

daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40-50%

dari pasien mengalami serangan mania. Hanya 50-60% dari pasien dengan BPI

(Bipolar I) yang mendapat litium untuk mengontrol gejala mereka. Kira-kira 7% dari

pasien tersebut mengalami gejala tidak terulang, 45% dari pasien mengalami episode

lebih dari satu dan 40% terus memiliki gangguan persisten. Sering kali, pergantian

antara episode depresi dan mania dipercepat dengan usia . 5

5
Faktor yang memperburuk prognosis :

1) Riwayat pekerjaan yang buruk / kemiskinan

2) Disertai dengan penyalahgunaan alkohol

3) Disertai dengan gejala psikotik

4) Gejala depresi lebih menonjol

16
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan bipolar II adalah salah satu jenis dari gangguan bipolar/maniac-

depressive illness. Bipolar II ditandai dengan gejala berupa setidaknya terdapat satu

atau lebih periode mania (atau hipomania) serta satu atau lebih periode depresi. Angka

kejadian bipolar utamanya bipolar II tergolong cukup rendah yaitu sekitar 2% per

tahunnya. Penyebab dari gangguan bipolar bisa karena faktor genetic,biokimiawi,

lingkungan ataupun faktor psikodinamik, faktor genetic lebih sering terjadi pada

bipolar I.

Diagnosis berdasarkan kriteria dari DSM V yaitu setidaknya ada satu atau lebih

periode hipomania dan satu atau lebih periode depresi mayor. Tatalakasana pada

pasien bipolar II dengan non-farmakoterapi seperti terapi psikososial, rawat inap dan

sleep depriviation serta farmakoterapi berupa tatalaksana akut dan terapi rumatan yang

terbagi dalam 3 lini.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Fithriyah, Izzatul dan Margono,M. 20.13 Tinjauan Kepustakaan Gangguan


Afektif Bipolar Episode Manik dengan Gejala Psikotik Fokus pada
Penatalaksanaan . Surabaya: Unair
2. Stahl, S.2013 M. Stahl’s essential psychopharmacology : neuroscientific
basis and practical application 4thed. New York: Elsevier
3. Puri et al.2013. Buku Ajar Psikiatri edisi 2.Terj.Roan,W.M,dr,Sp.KJ.
Jakarta:Erlangga
4. Kusumawardhani A.A.A.A., 2012. Diagnosis Banding Gangguan Bipolar.
Dalam: Kumpulan Makalah Konas I Gangguan Bipolar. Surabaya: Airlangga
University Press. Hal 29-36
5. Falita.2013. POLA PENGOBATAN PADA PASIEN GANGGUAN BIPOLAR
DI RUMAH SAKIT GRHASIA YOGYAKARTA PADA TAHUN 2009-2011.
Jogjakarta : UGM
6. Sadock. 2014.Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC
7. Ayano G. 2016. Bipolar Disorder: A Concise Overview of Etiology,
Epidemiology Diagnosis and Management: Review of Literatures. SOJ
Psychol 3(1): 1-8
8. American Psychiatric Association.2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5). Arlington.
Doi:10.1176/appi.books.9780890425596.
9. Saddock BJ, Saddock VA. 2013. Synopsis of Psychiatry Behavioral Science
and Clinical Psychiatri. Philadelphia : Lippincot
10. Elvira SD, Hadisukanto G. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI

18

Anda mungkin juga menyukai