Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2019

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FARINGITIS

OLEH:

AHMAD IMAN RONALDA

C014182056

RESIDEN PEMBIMBING

dr. Rahmi Utami

dr.Gabi Novianti

DOSEN PEMBIMBING

dr. Rahmawaty G,M.Kes, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ahmad Iman Ronalda

NIM : C014182056

Judul : Faringitis

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas PKMRS dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, 19 Agustus 2019

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Rahmi Utami dr. Gabi Novianti

Supervisor

dr. Rahmawaty,M.Kes, Sp.A (K)

2
DAFTAR ISI

BAB I……………………………………………………………………………1

PENDAHULUAN………………………………………………………………1

BAB II………………………………………………………………………….2

PEMBAHASAN………………………………………………………………..2

EPIDEMIOLOGI……………………………………………………………….2

ANATOMI………………………………………………………………………2

KLASIFIKASI…………………………………………………………………..3

ETIOLOGI………………………………………………………………………4

PATOGENESIS…………………………………………………………………5

MANIFESTASI KLINIS………………………………………………………..6

DIAGNOSIS ……………………………………………………………………6

DIAGNOSIS BANDING……………………………………………………….7

PENATALAKSANAAN………………………………………………………..7

KOMPLIKASI………………………………………………………………….9

PROGNOSIS…………………………………………………………………..10

BAB III………………………………………………………………………...11

KESIMPULAN………………………………………………………………..11

3
BAB I

PENDAHULUAN

Faringitis adalah inflamasi pada bagian belakang faring yang kebanyakan


disebabkan oleh Streptococcus pyogenes, group A Beta-hemolytic streptococcal
(GAS). Beberapa virus dan bakteri bisa mengakibatkan faringitis dan biasa sembuh
dengan sendirinya, tetapi hanya infeksi dengan GAS yang memerlukan konfirmasi
diagnosis dan tatalaksana yang tertentu.. Infeksi GAS memerlukan pengobatan yang
segera karena ia bisa mengakibatkan komplikasi seperti komplikasi sistemik, demam
rematik akut, dan pasca streptococcal glomeronephritis.
Gejala yang muncul pada faringitis adalah nyeri tenggorokan secara tiba-tiba,
demam, lemah, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening dan eksudat pada
faring. Batuk, konjungtivitis, dan diare jarang terjadi dan merupakan gejala akibat
serangan virus. Faringitis ditegakkan dengan riwayat keluhan dan pemeriksaan fisik
pasien. Pemeriksaan kultur tenggorokan adalah baku emas untuk mendiagnosis
faringitis, tetapi menjadi kendala bagi setengah rumah sakit kerana pemeriksaannya
mengambil masa yang agak lama. Untuk mendiagnosis faringitis akibat kausa GAS
boleh dilakukan rapid test dengan menggunakan usap tenggorokan. Centor skor juga
sering digunakan untuk mendeteksi akibat infeksi GAS. Pengobatan yang bisa
digunakan adalah penicillin, sefalosporin dan juga makrolida.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Epidemiologi
Setiap tahun terdapat lebih kurang 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5
kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis (kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Di Amerika Serikat, sebanyak 7 miliar kasus
faringitis yang terdiagnosis per tahun. Streptococcus pyogenes terdeteksi sebanyak
5% - 30% kasus, anak-anak lebih sering terinfeksi di banding orang dewasa. Anak-
anak yang rentan berumur antara 5 sehingga 15 tahun. Kejadian ini sering di kawasan
yang tertutup seperti di kawasan perumahan, sekolah dan di tempat yang saling
kontak dengan orang lain. Transmisi terjadi akibat droplet dari sekresi pernafasan,
barang yang telah terkontaminasi seperti makanan yang telah tercemar dengan bakteri
Streptococcus pyogenes dan susu yang tidak terpastur.

2. Anatomi
Faring terletak bagian kaudal dari tenggorokan yang berada di belakang mulut
dan berada di atas esofagus dan laring. Faring terbahagi menjadi tiga bahagian yaitu
nasofaring, orofaring dan laringofaring.

Gambar 1.Anatomi faring

5
Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak di bagian atas palatum
molle di belakang rongga hidung. Pada dinding postero lateral terletak ostium tuba
eustachius yang dikelilingi oleh recessus pharyngeus. Orofaring terletak di antara
palatum molle dan ujung atas epiglottis. Isthmus fausium yang menghubungkan
orofaring dengan rongga mulut yang terdiri dari palatum molle, arcus posterior, arcus
anterior dan uvula. Laringofaring merupakan lanjutan ke kaudal dari orofaring, makin
menyempit sehingga membentuk muara esophagus di bagian posterior dan
berhubungan dengan pintu laring di anterior.

3. Klasifikasi faringitis
a) Faringitis akut
i. Faringitis akibat virus
Virus yang bisa menyebabkan faringitis adalah rhinovirus,
coronavirus, herpes simpleks virus, adenovirus, influenza virus,
coxsackievirus, cytomegalovirus dan human immunodeficiency
virus. Gejala yang timbul akibat infeksi virus adalah konjungtivitis,
batuk, diare, rinitis, parau dan sariawan.

ii. Faringitis akibat bakteri


Faringitis yang paling banyak disebabkan oleh Streptococcus B
Hemolytic Group A (GAS). Gejala yang muncul akibat infeksi
bakteri adalah demam, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut,
inflamasi tonsifaringeal, eksudat tonsilofaringeal, peteki pada
palatal, pembesaran kelnjar getah bening dan scarlatiniform rash.

iii. Faringitis fungal


Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala
dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri
menelan serta tampak plak putih di orofaring dan hiperemis faring.

b) Faringitis kronik
Faringitis kronik disebabkan oleh pajanan iritan dalam waktu yang lama.
Adapun faktor-faktor predisposisi terjadinya proses radang kronik berupa
rhinitis kronik, sinusitis, perokok lama, alkohol, ataupun pasien yang

6
terbiasa bernapas dengan mulut karena sumbatan hidung. Gejala yang
dialami berupa batuk kering dan sering berusaha untuk membersih
tenggorok.
i. Faringitis kronik hiperplastik
Hiperplasia jaringan limfatik dinding faring posterior
menyebabkan perubahan pada mukosa dinding posterior faring
yakni menjadi tidak rata, tampak besar dan bergranular.

ii. Faringitis kronik atrofi


Sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, suhu dan kelembaban udara pernapasan tidak diatur
sehingga dapat mengiritasi faring. Ini dapat memberikan
gambaran mukosa faring yang tertutup lendir kental dan bila
diangkat tampak mukosa kering, licin, dan halus.

4. Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013)
Faringitis viral diperoleh sebanyak 75% daripada kasus faringitis yang didapat.
Virus yang bisa menyebabkan faringitis adalah rhinovirus, coronavirus, herpes
simpleks virus, adenovirus, influenza virus, coxsackievirus, cytomegalovirus dan
human immunodeficiency virus. Gejala yang timbul akibat infeksi virus adalah
konjungtivitis, batuk, diare, rinitis, parau dan sariawan.
Faringitis akibat kausa bakteri adalah dari bakteri golongan C streptococci dan
golongan G streptococci, Fusobacterium necrophorum, Arcanobacterium
haemolyticum, Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Francisella tularensis,
Corynebacterium diphtheriae, Yersinia enterocolitica, Yersinia pestis, Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydophila psittaci, dan paling banyak adalah Streptococcus B
Hemolytic Group A (GAS). Gejala yang muncul akibat infeksi bakteri adalah demam,
sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, inflamasi tonsifaringeal, eksudat
tonsilofaringeal, peteki pada palatal, pembesaran kelenjar getah bening dan
scarlatiniform rash.

7
Faringitis fungal bisa terjadi umumnya disebabkan oleh Candida Sp. namun
sangat jarang terjadi. Gejalnya yang muncul adalah nyeri tenggorok dan nyeri saat
menelan lebih menonjol. Terlihat juga faring hiperemis dan plak putih di orofaring.

Faringitis akibat lain-lain seperti barang yang telah terkontaminasi seperti


makanan yang telah tercemar dengan bakteri Streptococcus pyogenes dan susu yang
tidak terpastur.

5. Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan
limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema
dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi
menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding
faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar.
Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam
folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada
dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan
membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan
iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan


pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus
group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan
dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga
dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

8
6. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme


yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala umum
seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, nyeri tenggorokan, bersin, batuk dan
sakit pada otot leher.

Gejala khas berdasarkan jenis etiologinya:

a) Faringitis viral: konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, suara parau, stomatitis


ulseratif, viral exanthema.
b) Faringitis bakteri: sakit tenggorokan tiba-tiba, demam, sakit kepala, mual,
muntah, sakit perut, inflamasi tonsilofaringeal, peteki pada palatal, servikal
adenitis, scarlatiniform rash.
c) Faringitis fungal: nyeri tenggorok, plak putih di orofaring, faring
hiperemis.

Gambar 2. Manifestasi klinis dari faringitis akibat kausa bakteri dan virus

9
Gambar 3. Manifestasi klinis dari faringitis akibat kausa bakteri dan virus

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.

1. Anamnesis
Berdasarkan gejala klinis yang telah diketahui untuk mengarahkan
diagnosa faringitis akibat infeksi virus atau bakteri. Farinigitis viral seperti
konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, suara parau, stomatitis ulseratif, viral
exanthema dan faringitis bakteri seperti sakit tenggorokan tiba-tiba,
demam, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, inflamasi tonsilofaringeal,
peteki pada palatal, servikal adenitis, scarlatiniform rash.

2. Pemeriksaan fisik.
i. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus,
cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus
dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa
makulopapular rash.

10
ii. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar,
faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri pada penekanan.

3. Pemeriksaan penunjang
i. Pemeriksaan tenggorokan (kultur apus tenggorokan). Pemeriksaan
kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari diagnosis, sehingga lebih
diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang diandalkan.
Sampel harus diambil secara usapan pada posterior faring. Jika
hasil kultur negative, kebanyakan pasien tidak diberikan terapi
antibiotik . Pemeriksaan biakan juga bisa dilakukan jika dicurigai
faringitis akibat kausa fungal dengan biakan pada sabouraud
dextrosa agar. Biakan positif jika ditemukan Candida Sp.
ii. Tes rapid antigen dengan menggunakan apusan tenggorokan.
Pemeriksaan ini mempunyai tinggi spesifitas sebanyak (89,7-99%)
dan sensitivits sebanyak (55-99%). Jika hasil yang didapatkan
adalah positif, dilanjutkan dengan membuat kultur tenggorokan.
Jika hasilnya negatif bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur
atau mendiagnos dengan menggunakan gejalanya. Terdapat studi di
eropa yang menunjukkan jika tes rapidnya negatif, ini
menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak terinfeksi dengan GAS
dan bisa pulangkan.
iii. Center skor juga sering digunakan untuk mendiagnosa berdasarkan
gejala seperti demam, batuk, servikal adenopathy, pembengkakan
tonsil atau eksudat. Skoring pasien yang dibawah 1 atau 1 tidak
terdiagnosa sebagai faringitis. Skoring 2-3 harus dilanjutkan segera
pemeriksaan kultur dan tes rapid antigen. Skoring 4 dan ke atas,
diberikan antibiotik dan merawat gejala klinisnya.

11
Kriteria Poin
Demam (temperature>38C) +1
Batuk tiada +1
Pembesaran kelenjar getah bening +1
Pembesaran tonsil atau eksudat +1
Umur (tahun)
3-14 +1
15-44 0
>44 -1
Tabel 1.Centor skor digunakan untuk melihat probabilitas terinfeksi dengan Streptococcus
pyogenes

Poin Intepretasi
<2 Negatif-tidak terinfeksi, dipulangkan
2-3 Ragu-ragu-dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur dan tes
rapid antigen
>4 Positif, diberikan antibiotic

Tabel 2.Intepretasi Centor Skor

12
8. Diagnosis banding

Diagnosis banding bagi faringitis adalah tosilitis difteri, mononukleus infesioksa,


dan scarlet fever.

1- Tonsilitis difteri
Tonsilitis difteri adalah peradangan di tonsil akibat Corynebacterium
diptheriae. Pada pemeriksaan didapatkan tonsil ertutupbercak putih kotor
makin lama makin meluas dengan membentuk membran, sehingga jika untuk
melepaskan membrane ini akan menyebabkan perdarahan. Jika, membrane ini
terlepas boleh menyumbatkan saluran pernafasan. Selain itu, bull neck juga
akan kelihatan jika terinfeksi dengan C.diphteriae. Komplikasi penyakit ini
akan menyebabkan miokarditis, albuminuria pada ginjal, dan menyerang juga
saraf kranial.

2- Mononukleus infeksiosa
Mononuleus infeksiosa adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi
dan pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening. Penyebab penyakit ini adalah
infeksi dari virus Ebstein Barr (EBV). Penyakit ini ditularkan dengan
penciuman dan dikenali sebagai “Kissing disease”. Gejala penyakitini tidak
spesifik, jadi harus dilakukan pemeriksaan laboratorium dan uji serologi untuk
menegakkan diagnosis.

3- Scarlet fever
Scarlet fever adalah penyakit akibat bakteri Streptoccus pyogenes, penyebab
radang tenggorokan. Tetapi penyakit ini mempunyai gejala khas yaitu ruam
hamper di seluruh tubuh. Ruam ini bisa terasa gatal pada sebagian kasus.
Selain itu, lidah akan tampak benjolan-benjolan kecil seperti buah stroberi
yang bewarna kemerahan.

13
9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:


1. Istirahat cukup

2. Minum air putih yang cukup.

3. Berkumur dengan air yang hangat

4. Pemberian farmakoterapi:

a) Topikal
Obat kumur antiseptik
- Menjaga kebersihan mulut
- Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000−400.000 2
kali/hari.
- Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan
kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin
25%.

b) Oral sistemik

- Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi


virus dengan dosis 60−100 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak kurang dari lima
tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali
pemberian/hari.

- Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya


Streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu penicillin G
benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50
mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari dan pada
dewasa 3x500 mg selama 6−10 hari atau eritromisin 4x500
mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena

14
steroid telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan
reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa
deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama tiga hari dan pada
anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi tiga kali pemberian selama
tiga hari. Pemberian anti nyeri golongan OAINS seperti ibuprofen
juga diperlukan untuk mengurangi demam dan nyeri.
Acetaminophen bisa diberikan jika nyeri yang hebat.

5. Konseling dan Edukasi :


1. Memberitahu keluarga untuk menjaga daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.

2. Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok.

3. Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan yang


dapat mengiritasi tenggorok.

4. Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga kebersihan


mulut.

5. Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur.

10. Komplikasi

Komplikasi umum pada faringitis adalah sinusitis, otitis media, epiglottitis,


mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus
jika tidak segera diobati dapat menyebabkan peritonsillar abses, demam reumatik
akut, toxic shock syndrome, peritonsillar sellulitis, abses retrofaringeal dan
obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik
akut dilaporkan terjadi pada satu dari 400 infeksi GAS yang tidak diobati dengan
baik.

11. Prognosis

15
Sebagian besar faringitis yang diakibatkan oleh virus memiliki prognosis
yang lebih baik karena sangat jarang menimbulkan komplikasi dan juga
merupakan ‘self limiting disease’ yang mana membaik jika imun tubuh baik.
Sedangkan pada faringitis akibat bakteri memiliki prognosis yang lebih buruk
karena dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, oleh karena itu dibutuhkan
pengobatan yang tepat agar fase penyembuhan dapat berlangsung dan tidak
mengakibatkan komplikasi.

16
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulanya, faringitis ini adalah salah satu penyakit kausa bakteri dan
virus. Faringitis akibat kausa Group A Beta Hemolyticus Streptococcal (GAS)
yang memerlukan diagnosa dan pengobatan yang spesifik karena bisa
mengakibatkan banyak komplikasi. Faringitis bisa didiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Centor skor juga bisa digunakan untuk
menentukan penggunaan antibiotic. Pemeriksaan kultur adalah baku emas untuk
mendiagnosis faringitis dan tes rapid antigen digunakan untuk mengetahui
penyebab faringitis dalam waktu yang singkat. Untuk mencegah daripada
komplikasi, penicillin dapat digunakan sebagai pengobatan akibat kausa bakteri.

17
DAFTAR PUSTAKA
Adam, G, 2009. Diseases of the nasopharynx and oropharynx, 6th edition ed. S1 : WB
Saunders Co.

Lais Martin Moreira Anjos. M. B. M. M. F. L. A. L. M. A. M. P., 2014. Streptococd acute


pharyngitis. Revista da Sociedade brasileirade Medicina Tropical Issue 10.1590/00378682-
0265-2013.p.5.

Michael R. Wessels, M. 2016. Pharyngitis and Scarlet Fever. Division of Infectious Disease,
Boston Children’s Hospital, 10 February.p.19.

Murphy P. Terrance,2013.Guidelines for clinical ambulatory.University of Michigan.

Republik Indonesia. K. K, 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Nomor 5 ed. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Shulman ST, B.A.C.H.e.a., 2012. IDSA Updates Guidelines for Managing Group A
Streptococcal Pharyngitis.55(10),p.3.

Y. Bailey, B.J.J., 2006. American Academy of Otolaryngology – Head and necksurgery.


Fourth Edition ed. S 1 : Lippincott Wiiliams & Wilkins.

18

Anda mungkin juga menyukai