Anda di halaman 1dari 4

Faktor 1

Slameto (2010:60) keluarga merupakan “Lembaga pendidikan yang pertama dan utama, karena di dalam
keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan”. Nana Syaodih
Sukmadinata (2004:164) menyatakan bahwa “Keluarga yang memiliki banyak sumber bacaan dan
anggotaanggota keluarganya gemar belajar dan membaca akan memberikan dukungan yang positif
terhadap perkembangan belajar dari anak”. Ini dapat diartikan lingkungan kultur keluarga
diimplementasikan dengan banyaknya sumber bacaan di rumah, anggota keluarga gemar belajar dan
membaca akan memberikan standar unggulan individu anak lebih baik.

http://eprints.unm.ac.id/4846/1/ARTIKEL%20ACC.pdf

Faktor 2 lingkungan

Anak belajar paling banyak dari apa yang dilihat dan didengarnya, oleh sebab itu sangat penting
menempatkan anak di lingkungan yang bisa membina dan mendidik anak untuk menjadi seorang
manusia yang dewasa, penuh kasih sayang, cerdas, mampu berempati dengan orang lain, jujur,
bertanggung jawab dan dapat diandalkan serta berhati nurani.

Lingkungan merupakan tempat dimana seorang anak tumbuh dan


berkembang, sehingga lingkungan banyak berperan dalam membentuk
kepribadian dan karakter seseorang. Bagi kebanyakan anak,
lingkungan keluarga merupakan lingkungan ini yang mempengaruhi
perkembangan anak, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat.
Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh
orangtua dan orang-orang terdekat. Setiap keluarga selalu
berbeda dengan keluarga lainnya, dalam hal ini yang berbeda
misalnya cara didik keluarga, keadaan ekonomi keluarga. Setiap
keluarga memiliki sejarah perjuangan, nilai-nilai, dan
kebiasaan yang turun temurun yang secara tidak sadar akan akan
membentuk karakter anak.
Dalam proses perkembanganya, betapapun ukuranya bervariasi, seorang anak pasti memerlukan biaya.
Biaya untuk makan dan minum dirumah, tetapi juga untuk membeli peralatan sekolah yang dibutuhkan
oleh siswa. Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang
independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak
siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya
akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan
dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat.

Santrock (2004: 349) menyatakan bahwa “as children move into the middle and late chilhood years,
parents spend considerably less time with them”. Pada usia akhir, waktu anak-anak bersama
keluarganya cenderung berkurang. Hal ini dikarenakan anak lebih banyak di sekolah dan atau bermain
dengan teman-teman sebayanya yang banyak menyita waktu. Anak tidak lagi puas bermain sendirian di
rumah, karena anak mempunyai keinginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok. Namun
demikian, dalam hal penanaman norma sosial, kontrol, dan disiplin, orang tua masih memiliki peranan
penting bagi anak. Dahulu anak lebih sering dirumah, tapi sekarang anak bisa bermain bebas keluar jauh
dari rumah sehingga perlunya pengawasan orangtua.

http://eprints.uny.ac.id/9397/3/bab%202%20-10712251005.pdf

faktor 2

Lingkungan merupakan tempat dimana seorang anak tumbuh dan


berkembang, sehingga lingkungan banyak berperan dalam membentuk
kepribadian dan karakter seseorang. Bagi kebanyakan anak,
lingkungan keluarga merupakan lingkungan ini yang mempengaruhi
perkembangan anak, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat.
Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh
orangtua dan orang-orang terdekat. Setiap keluarga selalu
berbeda dengan keluarga lainnya, dalam hal ini yang berbeda
misalnya cara didik keluarga, keadaan ekonomi keluarga. Setiap
keluarga memiliki sejarah perjuangan, nilai-nilai, dan
kebiasaan yang turun temurun yang secara tidak sadar akan akan
membentuk karakter anak.

Ahmadi dan Uhbiyati (2015: 66) yang menyatakan bahwa lingkungan rumah disekitar anak dapat
menjadi baik dan dapat pula buruk. Mengingat sangat luasnya waktu, tempat, dan juga kemungkinan
anak mendapatkan pendidikan/pengaruh tidak sengaja yang dapat memperkecil atau bahkan merusak
pengaruh baik dari pendidikan sengaja maka menjadi tugas pendidik untuk berusaha menyiapkan dan
mengadakan lingkungan yang sebaik-baiknya bagi anak didik sehingga kemungkinan pengaruh tidak baik
itu dapat dicegah atau dikurangi sesedikit mungkin. Kalau lingkungan dapat kita atur, kita pengaruhi
sedemikian rupa maka lingkungan akan dapat menjadi kawan pendidik dan yang secara diam-diam
membantu pendidik dalam melaksanakan pendidikan dengan hasil seperti yang diinginkan. Sebaliknya
jika lingkungan kita abaikan sehingga keadaannya demikian jelek, maka akan memberi pengaruh jelek
pula terhadap perkembangan anak didik. Lingkungan dapat kita jadikan sumber dari pada alat-alat
pendidikan dan faktor pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh pendidik demi terlaksananya pendidikan
(Ahmadi dan Uhbiyati, 2015: 66). Pada dasarnya manusia itu baik, pengaruh yang kemudian datanglah
sebagai penentu apakah jiwa manusia tetap baik atau menjadi menyimpang/jelek. Kunci utamanya
hanya terletak pada diri masing-masing individu. Dari uraian tersebut dapat dipahami jika lingkungan
kedudukannya sangat penting di dalam pendidikan. Namun sebenarnya lingkungan itu berdiri sendiri
dan tidak dapat disatukan dengan pendidik. Lingkungan sangat berpengaruh kepada anak didik baik
berupa pengaruh baik ataupun buruk. Baik buruk pengaruh tersebut tergantung pada setiap individu
menyikapinya.

4. faktor sekolah

Pada zaman dulu, sekolah merupakan lembaga pendidikan yang penting dan terlebih lagi pada zaman
sekarang. Saat ini sekolah merupakan kebutuhan setiap orang untuk mendapatkan pendidikan dari
sekolah. Sekolah memegang peranan penting dalam sosialisasi walaupun sekolah merupakan salah satu
lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan. Seorang anak akan mengalami perubahan dalam
perilaku sosialnya setelah dia masuk sekolah. Sekolah adalah lingkungan pendidikan yang berperan
melaksanakan proses pembelajaran dan proses sosialisasi dengan mengacu pada: belajar mengetahui,
belajar melakukan, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam kebersamaan (Razali, 2010: 11).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sekolah sebagai sebuah wadah atau lembaga dimana terjadi proses
sosialisasi dan proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik.

http://lib.unnes.ac.id/24192/1/1401412035.pdf

3. faktor teknologi dan makanan

Menurut parkminrin, banyak orang percaya bahwa banyak sekali pengaruh handphone terhadap
prestasi belajar siswa. Handphone sendiri atau yang biasa disebut dengan HP ini tentu bukan hal asing
lagi bagi para siswa sekolah. Bila dulu penggunaannya mungkin hanya terbatas pada siswa sekolah
tingkat atas dan universitas, zaman sekarang siswa SD pun sudah banyak yang memiliki HP.

Tak bisa dipungkiri bahwa teknologi seperti handphone memang punya beragam manfaat, tak hanya
bagi orang kantoran atau orang dewasa lainnya, tapi juga bagi para pelajar. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman, banyak pula dampak-dampak negatif handphone yang merugikan para siswa.
Seperti didapati bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan HP oleh kalangan anak SD
terhadap perilaku negatif mereka. Berdasarkan hasil penelitian bahwa mayoritas siswa cenderung
menghabiskan waktu mereka untuk memainkan fasilitas game yang tersedia didalam HP tersebut, atau
dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendengarkan MP3 atau menggunakan fasilitas yang lain
yang tak jarang yang dilakukan yaitu dengan menyendiri dan cenderung menjauh dari komunitas yang
ada.

https://parkminrin123.wordpress.com/2011/05/18/karya-tulis-sederhana-handphone-dan-
pengaruhnya-terhadap-prestasi-di-sekolah/

5. faktor pertumbuhan fisik dan mental anak

Perkembangan pada anak meliputi banyak komponen dan melibatkan rangkaian fisiologis,
psikologis, interaksi sosial, dan lainnya. Tahap perkembangan pada anak merupakan proses
perkembangan fungsi fisiologis tubuh dan pembentukan karakter dan jati diri.

Menurut Santrok Yussen Perkembangan merupakan pola yang berkembang terus menerut
sepanjang hayat. Perubahan ini berlangsung sampai menimbulkan sifat sifat baru dalam diri
individu. Misalnya sifat egois pada anak- anak, akan berkembang setelah mengenal interaksi
sosial dan saling membutuhkan antar manusia sehingga merubah sikap tersebut.

Menurut Arifin Pertumbuhan diartikan sebagai penambahan bentuk, ukuran, berat, serta
bagian bagian lainnya. Perubahan bentuk tubuh terintegrasi dengan bagian lainnya secara
fungsional dan berlangsung sejalan dengan pertumbuhan. Perkembangan disyarati oleh
adanya pertumbuhan. Yang mana setiap anak memiliki pertumbuhan yang berbeda-beda.

https://dosenpsikologi.com/teori-perkembangan-anak-menurut-para-ahli

Anda mungkin juga menyukai