Anda di halaman 1dari 9

Lihat diskusi, statistik, dan profil penulis untuk publikasi ini di: https://www.researchgate.

net/publication/317578207

Kesalahan pengobatan Gambaran pada fase peresepan dan administrasi pada pengobatan stroke di
IGD Rumah Sakit X di Yogyakarta

Artikel · Mei 2017


DOI: 10.12928 / pharmaciana.v7i1.4664

CITATIONS BACA

0 1,101

12 penulis , termasuk:

Universitas Ahmad Dahlan

44 PUBLIKASI     9 CITATIONS    

LIHAT PROFIL

Beberapa penulis dari publikasi ini juga mengerjakan proyek terkait ini:

Phyllanthus niruri sebagai imunomodulator Lihat proyek

Pengembangan model praktik perawatan farmasi dalam sistem perawatan kesehatan primer dan skandal di Indonesia Lihat proyek Akrom Akrom

Semua konten yang mengikuti halaman ini diunggah oleh Akrom Akrom pada 14 Juni 2017. Pengguna telah

meminta peningkatan file yang diunduh.


Pharmaciana
Vol.7, No.1, Mei 2017, Hal. 25-32 ISSN: 2088
4559; e-ISSN: 2477 0256 DOI: 10.12928 /
pharmaciana.v7i1.4664 25

Gambaran kesalahan pengobatan pada fase meresepkan dan administrasi pada


pengobatan stroke di IGD Rumah Sakit X di Yogyakarta

Tomi 1, Akrom 2, Agnes Jatiningrum 3


1,2 Magister Farmasi Klinis, Universitas Ahmad Dahlan

Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH, Janturan, Yogyakarta


3 RSUD Panembahan Senopati Bantul Jl. Dr. Wahidin

Sudirohusodo Bantul, Yogyakarta

Terkirim: 15-07-2016 Ditinjau: 30-11-2016 Diterima: 10-04-2017

ABSTRAK

Stroke merupakan kondisi gawat darurat yang berhubungan dengan cepat dan tepat di IGD, namun seringkali
sering kejadian kesalahan pengobatan ( ME) di IGD. Tujuan penelitian ini adalah menentukan kejadian-kejadian di IGD
rumah sakit X.Telah dilakukan penelitian observasional secara deskriptif dengan mengambil data secara prospektif
pada bulan Desember 2014 - April 2015 di IGD Rumah Sakit X di Yogyakarta. Didapatkan sebanyak 106 pasien dengan
diagnosis inklusi pasien dengan diagnosis stroke non hemoragik maupun stroke hemoragik, baik dengan penyakit
penyerta maupun tanpa penyakit penyerta. Data yang diperoleh di kaji terhadap kemudahan dari ME pada fase
pemberian resep dan administrasi (cara pemberian) berdasarkan Persatuan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia
(PERDOSSI). Pengolahan data dilakukan dengan analisis monovariat untuk mengetahui informasi umum, karakteristik
pasien dan gambaran kejadian, distribusi dan fase ME. Data menggambarkan kejadian, distribusi dan fase ME disajikan
secara deskriptif (persentase). Hasil dari penelitian ini adalah pasien yang lebih dari 60 tahun sebanyak 67 (63,20%).
Sebanyak 85,80% pasien didiagnosis stroke non hemoragik dan keadaan sebanyak 14,20% didiagnosis stroke
hemoragik. ME terjadi pada 104 pasien (98,10%). Distribusi menunjukkan ME pada fase meresepkan dan administrasi
per pasien adalah 28 pasien berlalu satu kejadian ME, 48 pasien dari insiden ME, Sebanyak 20 pasien yang melakukan
tiga kejadian ME, 8 pasien EME empat kejadian ME. Total kejadian kesalahan pengobatan yang terjadi sebanyak 216
dari 106 pasien dengan sertifikat rata-rata 2 kejadian kesalahan per pasien. Kesalahan pengobatan di fase meresepkan sebanyak
98,11% dan kesalahan pengobatan di fase administrasi sebanyak 61,32%.

Kata kunci: stroke, geriatri, kesalahan pengobatan, meresepkan, administrasi.

ABSTRAK

Stroke secara luas dikenal sebagai penyakit yang muncul yang membutuhkan perawatan cepat dan tepat di bagian
gawat darurat (IGD) rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah ER Rumah Sakit X. Sebuah penelitian
observasional melalui analisis prospektif ER dilakukan dari Desember 2014 hingga April 2015. Di sini, diperoleh total 106
pasien dengan kriteria subjek inklusi, termasuk pasien dengan stroke non-hemoragik dan pasien dengan diagnosis stroke
hemoragik, di mana keduanya baik withor tanpa komorbiditas.

Penulis korespondesi:
Tomi
Magister Farmasi Klinis, Universitas Ahmad Dahlan Jl. Prof. Dr.
Soepomo, SH, Janturan, Yogyakarta 55164 Email:
tomi_crb@yahoo.com

Homepage jurnal: http://journal.uad.ac.id/index.php/PHARMACIANA


ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256

Pengolahan data dilakukan melalui analisis Monovariate untuk menggambarkan karakteristik umum pasien,
gambaran klinis pasien, penggambaran fase insidensi, distribusi, dan ME. Deskripsi, distribusi data insiden, dan fase
ME disajikan dalam persentase selanjutnya. Penelitian ini menghasilkan bahwa jumlah pasien usia geriatrik lebih dari
60 tahun adalah 67 pasien (63,20%). Kedua kriteria pasien, yang dengan non-hemoragik dan stroke hemoragik,
tercatat masing-masing 85,80% dan 14,20%. Sementara, ME terjadi pada 104 pasien atau 98,1% dari semua
peserta. Distribusi MEs dalam fase resep dan administrasi per pasien adalah 28 yang mengalami insiden ME sekali,
48 yang mengalami dua kali insiden ME, 20 pasien yang mengalami tiga episode insiden ME, dan 8 pasien
mengalami empat kali insiden ME. Total insiden ME adalah 216 yang diperoleh dari 106 pasien dengan nilai rata-rata
adalah 2 per pasien. Selanjutnya, ME dalam fase peresepan dan administrasi dilaporkan 98,11% dan 61,32%,
masing-masing.

Kata kunci: stroke, geriatri, kesalahan pengobatan, resep, administrasi.

PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang menjadi penyebab utama kematian yang sering terjadi di
Indonesia. Di pusat-pusat pelayanan neurologi Indonesia jumlah penderita gangguan otak (GPDO) selalu merupakan
urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap (Harsono, 2007).

Di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 stroke merupakan penyebab kematian pada kelompok usia tertinggi
dengan proporsi 15,4%, sedangkan pada kelompok umur 55-64 tahun mencapai 26,8% baik di kota maupun desa dan
kasus stroke yang ditemukan pada kelompok umur 18-24 tahun. Prevalensi stroke di Indonesia sebesar 8,30 per 1.000
penduduk dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk (Anonim, 2013).

Adanya penyakit penyerta sebagai faktor resiko pasien stroke yang akan mengeluarkan lebih dari dua macam
obat. Jenis-jenis yang banyak dan saling tumpang tindih dapat berisiko pada ketidakefektifan pengobatan dan
kekeliruan yang disebut kesalahan pengobatan. Kejadian kesalahan pengobatan dibagi dalam empat fase, yaitu fase

peresepan (kesalahan terjadi pada dilukis ulang), fase transkripsikan (kesalahan terjadi pada saat pembacaan ulang), fase dispensing
(kesalahan terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan obat) dan fase
administrasi (kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan obat) (Cochen, 1991).
Insiden kesalahan pengobatan sering terjadi di rumah sakit dengan angka yang cukup bervariasi, antara 3-6,90%
untuk pasien rawat inap (Kohn et.al., 2000). Terjadinya terjadi kesalahan pengobatan memengaruhi pasien pada sistem
layanan kesehatan dan juga menyebabkan meningkatnya biaya layanan kesehatan (Anonim Sebuah 1993; Kohn et al., 2000).
Pada studi prospektif yang dilakukan oleh Perwitasari et al., ( 2010) di rumah sakit pemerintah di Yogyakarta pada bulan
Juni-September 2009 menunjukkan yang terjadi kesalahan obat sebanyak 226 resep dari 229 resep yang diteliti antara
lain 99,12% meresepkan kesalahan, 3,02% kesalahan farmasi dan

3,66% mengeluarkan kesalahan. Tipe dari meresepkan kesalahan adalah ketidaklempurnaan Permintaan peresepan ( pesanan
resep yang tidak lengkap). Peresepan dokter merupakan penyebab umum kesalahan (99,12%). Kesalahan farmasi Termasuk overdosis
dan underdosis terima obat. Dispensing error
Termasuk persiapan obat yang tidak tepat dan tidak lengkap atau tidak ada informasi obat.
Studi yang dilakukan pada pasien stroke oleh Mutmainah (2005) yang menunjukkan pada studi retrospektif ditemukan
adanya kejadian kesalahan pengobatan dengan tipe meresepkan kesalahan
(26,09%), teknik administrasi yang salah ( 68,12%) dan memonitor kesalahan ( 5,90%). Penggunaan antibiotik yang kurang tepat
sebesar 92,31% dan penanganan hiperglikemi pada stroke yang kurang tepat sebesar 45,45%. Dari studi prospektif ditemukan
kejadian kesalahan pengobatan dengan tipe meresepkan kesalahan ( 25%) dan teknik administrasi yang salah ( 75%).
Penggunaan antibiotik yang kurang tepat sebesar 78,60%, penanganan hiperglikemi pada stroke yang kurang tepat sebesar
12,50%,

Pharmaciana Vol. 7, No. 1, Mei 2017, Hal. 25 - 32 26


Pharmaciana ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256 27

dan kejadian efek samping obat sebesar 1,92%. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa 49 dari 52 (94,23%)
pasien stroke pada bulan Januari-Juli 2004 dan 16 dari 18 (88,89%) pasien stroke pada bulan September-Oktober 2004
kejadian kesalahan pengobatan. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kesalahan pengobatan oleh seorang farmasis
adalah melakukan skrining yang dapat ditinjau dari kelengkapan resep yang meliputi identitas dokter, identitas pasien,
nama obat, regimen dosis, serta kelengkapan ketentuan lain (Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027 /
MENKES / SK / IX / 2004).

Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentu butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu
memasukkan standar dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. waktu respons
yang cepat dan penanganan yang tepat (Anonim, 2009). Studi yang dilakukan Patanwala (2010) menyatakan 178

kesalahan pengobatan terjadi dari 194 pasien di instalasi gawat darurat. Kesalahan terbanyak ada pada fase
meresepkan 53,90% dan fase administrasi 34,80%. Stroke murupakan keadaan gawat darurat yang berhubungan
dengan cepat dan tepat. Deteksi dini pada pasien stroke sangat penting untuk menentukan penanganan yang akan
dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian kesalahan pengobatan pada fase meresepkan
atau apa yang harus dilakukan dalam upaya-upaya dalam IGD kesalahan pengobatan pada fase meresepkan dan
administrasi di IGD rumah sakit X.

METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan selama lima bulan pada bulan Desember 2014 - April 2015 di 2 IGD rumah sakit di
yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dengan mengambil data pasien stroke yang akan dijadikan
sampel penelitian di IGD Rumah Sakit X di Yogyakarta.
Sebuah. Kriteria Inklusi Sampel

1) Diagnosis stroke non hemoragik maupun stroke hemoragik, baik dengan penyakit penyerta
atau tanpa penyakit penyerta.
2) Dirawat dalam ruangan IGD di Rumah Sakit X di Yogyakarta pada periode penelitian yaitu
selama Desember 2014 - April 2015.
3) Bersedia sebagai responden dalam penelitian.
b. Kriteria Eksklusi Sampel
1) Pasien stroke yang tidak mendapatkan penanganan di IGD kemudian dirujuk atau meninggal.
Tahap mengumpulkan data dimulai dengan melacak pasien-pasien di ruang IGD yang didiagnosis pukulan.
Setelah mendapatkan pasien yang terdiagnosis stroke, kemudian mulai untuk mengambil data demografi dan riwayat
pengobatan pasien stroke di IGD. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.

Pengambilan data primer melalui wawancara pada pasien atau keluarga. Wawancara Pasien atau keluarga
pasien dapat menggunakan informasi yang diperlukan untuk meminum obat (jika ada obat yang diminum). Data
sekunder dari data rekam medis stroke mulai dari masuk ke IGD Rumah Sakit untuk keluar dari ruangan IGD. Data
sekunder yang berasal dari rekam medis adalah identitas pasien berupa nama, waktu, jenis kelamin, alamat, waktu
awitan stroke, waktu sendiri tiba di rumah sakit, diagnosa awal, pengobatan, pengobatan, hasil pemeriksaan, hasil
dan pemeriksaan penunjang lainnya . Data yang diperoleh baik dari data primer maupun dari data sekunder
kemudian dituliskan dalam bentuk pengambilan data atau bentuk catatan kasus ( CRF) yang sudah dibuat oleh peneliti
dan telah disahkan oleh ebook etik Universitas Ahmad Dahlan (UAD).

Diagnosis dan jenis stroke pada diagnosis yang dilakukan pada rekam medik dengan atau tanpa data Hasil
pemeriksaan kepala CT-scan. Kejadian kesalahan pengobatan ditentukan dengan
Kesalahan pengobatan Gambaran ... (Tomi et al.,)
ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256

cara mencari kesepatan atau ketepatan terapi pada pasien stroke dengan stroke pedoman.
Stroke panduan yang dalam penelitian ini adalah PERDOSSI 2011. Pada fase meresepkan ketepatan obat dilengkapi
obat yang diresepkan tidak tepat indikasi (ada indikasi tidak ada obat), tidak tepat pasien atau kontraindikasi (tidak
sesuai dengan kriteria bir), tidak ada obat atau ada obat tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai,
sedangkan pada fase administrasi ketepatan terapi obat-obatan yang digunakan dengan cara atau penggunaan obat
dan frekuensi. Data instruksi dari obat-obatan yang diberikan oleh hasil dari buku catatan hadiah obat oleh perawat.
Pertanyaan yang berkaitan dengan perintah administrasi obat di rekam medis dengan catatan pemberian obat oleh
perawat. Analisis data statistik dan demografi dan data hasil kajian kejadian kesalahan pengobatan disampaikan
secara deskriptif (persentase).

Analisis Data
Dilakukan analisis monovariat untuk mengetahui rawat inap pasien. Disamping itu analisis monovariat juga
digunakan untuk menggambarkan persentase kejadian kesalahan pengobatan. Data frekuensi kejadian pada kesalahan
pengobatan pada fase meresepkan dan administrasi disajikan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik umum
Karakteristik umum pasien termasuk waktu, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan yang ditampilkan pada Tabel I.
Penelitian dilakukan di IGD rumah sakit X dengan sampel 106 pasien.
Berdasarkan Tabel I jumlah pasien yang sudah> 60 tahun sebanyak 67 (63,20%). Pasien perempuan dan
laki-laki tidak ada jumlah-jumlah masing-masing 53 pasien. Pasien dengan pendidikan tamatan SD menjadi agama
yaitu sebanyak 64 pasien (60,40%). Pekerjaan sebagai petani, swasta, dan buruh jumlah yang terbanyak yaitu 60
pasien (56,60%). Faktor-faktor yang berbeda dan tidak ada atau tidak ada hungannya dengan kejadian stroke.

Dalam penelitian ini pasien geriatri lebih banyak dari pada pasien non geriatri. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wibisono (2012) bahwa penderita stroke lebih banyak pada pasien geriatri. Hal tersebut juga sesuai dengan
penelitian Goldstein et al., ( 2006) yang menyatakan bahwa kerugian stroke meningkat dua kali lipat pada periode setelah 55
tahun.
Selama 60 tahun ke atas terjadi proses yang universal yang terjadi dari fungsi biosel, jaringan, organ, sifat
progesif, secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik. Proses penuaan pada berbagai organ di dalam tubuh seperti
sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem imunologis, sistem serebrovaskular, sistem
saraf pusat dan sebagainya. Dengan bertambahnya waktu maka tidak dapat mengubah kondisi fisik menjadi
berkurangnya kekuatan fisik yang menyebabkan individu menjadi cepat

tahan atau menurunnya kecepatan reaksi yang


kedatangan gerak-geriknya menjadi lamban. Selain itu timbulnya penyakit yang biasa juga tidak hanya beberapa kali
lipat, yang membutuhkan bantuan, perawatan dan obat-obatan untuk proses pemulihan atau penyakit agar-agar
tidak bertambah parah (Depkes, 2006).

Pharmaciana Vol. 7, No. 1, Mei 2017, Hal. 25 - 32 28


Pharmaciana ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256 29

Tabel I. Karakteristik demografi dan klinik pasien

Karakteristik Frekuensi (%)


Usia > 60 tahun 63,20
<60 tahun 36,80
Jenis kelamin Laki-laki 50,00
Perempuan 50,00
Pendidikan Tidak Sekolah 3,80
SD 60,40
SMP 14,20
SMA 14,20
Sarjana 1,90
Lain-lain 5,70
Pekerjaan Tanpa Disadari 27,40
PNS 5,70
Wiraswasta 10,40
Petani, Swasta, Buruh 56,60
Stroke kategori Stroke non Hemoragik 85,80
Stroke Hemoragik 14,20
Kepala CT - Scan Ya 29,20
Tidak 70,80

Kajian kesalahan pengobatan


Kejadian kesalahan pengobatan pada pengobatan stroke di IGD rumah sakit X yang ditampilkan pada Tabel II.

Tabel II. Kejadian kesalahan pengobatan pada pasien

Kejadian Kesalahan pengobatan Frekuensi (%)

Ya 98,10
Tidak 1,90

Dari Tabel II menunjukkan bahwa 104 pasien (98,10%) mengalami gangguan kesalahan pengobatan dan yang
tidak kesalahan pengobatan sebanyak 2 pasien (1,90%). Unit Gawat Darurat adalah lokasi yang beresiko tinggi
berolahraga. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit layanan dengan berbagai macam fitur yang unik, seperti
pengukuran stres, aktivitas selama 24 jam, pengambilan keputusan dan prosedur individual, ada yang tersedia dan
terbatasnya oleh pengobatan oleh farmasis. Sementara itu yang ada di IGD memiliki pasien dengan tinggi,
pengobatan dengan tinggi, dan keterbatasan riwayat pasien (Jennet, 2006).

Kesalahan pengobatan merupakan salah satu penyebab kesalahan yang signifikan di IGD. Prevalensi tertinggi dari kesalahan
medis yang dapat dicegah juga terdapat di IGD. Studi kejadian obat yang merugikan yang membahas dalam basis data nasional
menunjukkan bahwa kesalahan pengobatan di IGD dua kali lipat dari insiden di rawat inap (Fairbanks, 2007).

Tabel III. Status kesalahan pengobatan fase meresepkan

Status ME Fase Meresepkan Frek uensi (%)


Ya 98,10
Tidak 1,90

Tabel III menunjukkan bahwa sebanyak 104 (98,10%) kesalahan pengobatan di fase
meresepkan. Fase ini meliputi obat yang diresepkan tidak tepat (ada indikasi tidak ada obat), tidak tepat atau ada obat
yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai.

Kesalahan pengobatan Gambaran ... (Tomi et al.,)


ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256

Contohnya pemberian vitamin K yang kurang tepat diberikan pada pasien stroke hemoragik. Berdasarkan hasil yang
dilakukan Perwitasari (2010), dari 226 kesalahan obat, 99,12% adalah meresepkan kesalahan. Berdasarkan data dapat
diketahui bahwa angka kejadian kesalahan obat masih sering terjadi di rumah sakit di indonesia.

Tabel IV. Status kesalahan pengobatan fase administrasi

Status ME Fase Administrasi F rekuensi (%)


Ya 61,30
Tidak 38,70

Dari Tabel IV menunjukkan bahwa pasien yang mengalami peristiwa kesalahan pengobatan fase administrasi
(ketidaksesuaian cara pemberian obat) sebanyak 65 (61,30%) pasien. Ketidaksesuaian cara pemberian piracetam
terjadi pada kasus ini. Berdasarkan PERDOSSI 2004, cara pemberian piracetam dengan bolus pada kasus ini
piracetam diberikan dengan cara intravena. Penelitian yang dilakukan oleh Ong di rumah sakit Selayang di Malaysia
pada tahun 2007 menyatakan bahwa terjadi kesalahan pengobatan pada fase persiapan dan administrasi sebanyak
97,70%. Pada fase administrasi sering terjadi kesalahan yaitu perintah atau resep yang dituliskan oleh dokter kurang
lengkap, salah satu contohnya peresepan obat suntikan tidak ada keterangan intravena alias bolus. Selain itu tidak
ada petugas yang menggunakan obat-obatan untuk pasien.

Angka kejadian ME yang sangat tinggi akan berpengaruh pada kondisi pasien salah satunya akan menyebabkan
lama rawat yang menjadi lebih lama, cacat atau bahkan meninggal dunia. Kejadian ME pada pasien stroke juga oleh
sarana dan prasarana dari rumah sakit. Ketersediaan
kepala CT-Scan merupakan standar dalam menentukan ketepatan diagnosis stroke yang akan mempengaruhi pola
pengobatan selanjutnya.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil dari 106 pasien dengan jumlah> 60 tahun sebanyak
67 pasien (63,20%). Dalam penelitian ini sebanyak 85,80% pasien didiagnosa stroke non hemoragik dan sisanya
sebanyak 14,20% didiagnosa stroke hemoragik.
Kesalahan pengobatan di fase meresepkan sebanyak 98,10%, kesalahan pengobatan di fase administrasi sebanyak
61,30%.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1993, Pedoman ASHP tentang Mencegah Kesalahan Pengobatan di Rumah Sakit, Saya. J. Hosp. Pharm.,
50: 305-14. Anonim, 2006, Penggunaan Obat Rasional, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2009, Standar
Instalasi Gawat Darurat, Kepmenkes 856 / Menkes / SK / IX / 2009. Anonim, 2013, Stroke Pedoman Pengendalian, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Cochen, Michael R., 1991, Kesalahan Pengobatan, Asosiasi Apoteker Amerika.
Fairbanks RJ. Apoteker Darurat: Ukuran Keselamatan dalam Pengobatan Darurat ( Pembenaran

Dokumen Rangkuman) [Internet]. Des 2007 (dikutip 2009). Sangat mudah dari:
http://www.emergencypharmacist.org

Goldstein LB, Adams R., Alberts MJ, Appel LJ, Brass LM, CD Bushnell, Culebras A., De
Graba TJ, Gorelick PB, Guyton JR, Hart RG, Howard G., Hayes MK, Nixon JV, Sacco
RL, 2006, Pencegahan Primer Stroke Iskemik. Stroke AHA, 37: 1583-633.

Harsono, DSS., 2007, Gambaran Umum tentang Gangguan Peredaran Darah Otak: Kapita Selekta
Neurologi, Pers UGM, Yogyakarta.

Pharmaciana Vol. 7, No. 1, Mei 2017, Hal. 25 - 32 30


Pharmaciana ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256 31

Jennet AM. Apoteker sebagai Mean of Cost Containment pada Departemen Darurat. Kertas
dipresentasikan di: American Society of Health-System Pharmacists Pertemuaan Klinis Mid-Year, Anaheim, CA. 6
Desember 2006.

Kohn, LT, Corrigan, JM, Donaldson, M..S., 2000, Kesalahan dalam Perawatan Kesehatan: Penyebab Utama Kematian dan
Cedera dalam Kohn, LT, Untuk Err adalah Manusia, Institute of Medicine, 26-47, National Academy Press, Washington DC

Mutmainah, N., 2008, Kajian Kesalahan pengobatan pada Kasus Stroke Di RS X Surakarta Tahun 2004,
Jurnal Farmasi Indonesia, 4 (1): 42-46.

Ong, WM., et.al., 2013. Kesalahan Pengobatan dalam Persiapan dan Administrasi Obat Intravena. Med J
Malaysia, 68 (1) Februari 2013.

Patanwala, AE., TL Warholak, Sanders AB, Erstad BL., Sebuah studi observasional prospektif
kesalahan pengobatan di departemen darurat perawatan tersier. Ann Emerg Med 2010 Jun, 55 (6): 522-6.

Perdossi, 2004, Stroke panduan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Perdossi, 2011, Stroke panduan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Perwitasari, DA, Abror, J., Wahyuningsih, I., 2010, Kesalahan Pengobatan Pada Pasien Rawat Jalan A
Rumah Sakit Pemerintah di Yogyakarta Indonesia, Jurnal Internasional Penelitian dan Tinjauan Ilmu Farmasi, I
(1): 8-10.

Riskesdas, 2007, Laporan Nasional Riskesdas. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Hal: 110-118.

Siregar, Charles JP dan Endang Kumolosasi., 2006, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Wibisono DH, 2011, Hubungan Antara Stroke Iskemik Akibat Dislipidemia dan Lokasi Infark di Rsud dr. Moewardi di
Surakarta. Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kesalahan pengobatan Gambaran ... (Tomi et al.,)


ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256

Pharmaciana Vol. 7, No. 1, Mei 2017, Hal. 25 - 32 32

Lihat statistik
statistik publikasi
publikasi Lihat

Anda mungkin juga menyukai