Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI


KONSELING PASIEN
Tugas ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah
Komunikasi, Informasi, Edukasi.

Dosen Pengampu :
Elmiawati Latifah, M.Sc., Apt
Puspita Septie Dianita, M.P.H., Apt

Disusun Oleh:
1. Veni Umikhovivatun Nisak (17.0605.0015)
2. Nesya Jeihan Daniswara (17.0605.0020)
3. Dika Kumala Sari (17.0605.0028)
4. Anggi Pratiwi (17.0605.0030)
5. Yohanna Eka Suryaningtyas (17.0605.0024)
6. Zunna Septiandani (17.0605.0038)
7. Rachel Pasa (17.0605.0047)
8. Meiliana Purnamaningrum (17.0605.0050)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2019
1. Subjective
a. Identitas Pasien
Nama pasien : Ibu Radiyanti
Umur : 46 tahun
Berat badan : 45 kg
Alamat : Rejosari 1 RT 02 RW 01 Tanjunganom Salaman
Riwayat keluarga : Asma
b. Keluhan Utama
Sesak nafas saat tidur bersama keempat anaknya, asmanya akan kambuh jika terkena
debu, udara dingin serta kelelahan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
-
d. Riwayat Keluarga/Sosial
Asma
e. Riwayat Penggunaan Obat
Aminofilin
f. Status Alergi
Debu dan udara dingin
g. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah normal
2. Objective
Tidak ada hasil laboratorium

3. Assessment
a. Diagnosis
Asma sejak berumur 20 tahun
b. Data Penggunaan Obat Sekarang
Inhaler berotec, Seretide diskus (Salmeterol xinafoate, Fluxticasone propinoate)
4. Plan
a. Tujuan Terapi
 Memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan
atau tanpa gejala
 Beberapa tujuan yang lebih rinci antara lain adalah :
 Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan menganggu, seperti sesak nafas
 Menjaga fungsi paru “mendekati” normal
 Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, olah raga, dll)
 Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS
 Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru, dan untuk anak-anak
mencegah berkurangnya pertumbuhan paru-paru
 Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan sesedikit mungkin efek
samping

b. Terapi Farmakologi
1) Inhaler Berotec
a) Dosis
Inhaler episode asma akut 1 semprot, jika belum ada perbaikan sesudah 5
menit, berikan dosis ke-2. Jika serangan asma tidak dapat diatasi dengan 2
semprot dosis mungkin perlu ditambah. Pencegahan asma yang dipicu
aktivitas fisik 1-2 semprot, maksimal 8 semprot/hari. Asma bronkial dan
keadaan lain dengan penyempitan saluran nafas yang reversibel bila
diperlukan pengulangan dosis, 1-2 semprot untuk tiap pemberian, maksimal 8
semprot/hari.
b) Efek samping
Tremor halus pada otot rangka, gugup. sakit kepala, pusing, takikardi,
palpitasi, batuk, iritasi lokal; mual, muntah, berkeringat, otot lemah, mialgia,
kram otot. Hipokalemia serius dapat diakibatkan oleh terapi agonis beta 2
c) Kontraindikasi
Kardiomiopati obstruksi hipertrofi, takiaritmia.
d) Penggunaan
Penggunaan obat metformin bersamaan dengan makanan dan memulai terapi
dengan dosis yang sesuai.
e) Indikasi
Inhaler episode asma akut 1 semprot, jika belum ada perbaikan sesudah 5
menit, berikan dosis ke-2. Jika serangan asma tidak dapat diatasi dengan 2
semprot dosis mungkin perlu ditambah. Pencegahan asma yang dipicu
aktivitas fisik 1-2 semprot, maksimal 8 semprot/hari. Asma bronkial dan
keadaan lain dengan penyempitan saluran nafas yang reversibel bila
diperlukan pengulangan dosis, 1-2 semprot untuk tiap pemberian, maksimal 8
semprot/hari.
f) Kontraindikasi
Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takiaritmia.

2) Seretide diskus (Salmaterol xinafoate, Fluxticasone propinoate)


a) Dosis
Penyakit obstruksi saluran nafas yang reversibel dewasa dan anak ≥4tahun 2
inhalasi seretide inhaler 50 atau 125 atau 1 inhalasi Seretide diskus 100, 250,
atau 500. PPOK dewasa 2 inhalasi Seretide Inhaler 125 atau 1 inhalasi Seretide
Diskus 250 atau 500. Semua dosis diberikan 2kali/hari.

b) Indikasi
Terapi reguler untuk penyakit obstruktif saluran nafas yang reversibel
termasuk asma, serta (terapi) PPOK termasuk bronkitis kronik dan emfisema.
c) Efek samping
Sesak atau disfonia, sakit kepala, kandidiasis mulut dan tenggorokan, iritasi
tenggorokan, palpitasi tremor, bronkospasme paradoksial, artralgia; kram otot.
Tanda-tanda dan gejala-gejala overdosis berupa tremor, sakit kepala dan
takikardi.
d) Kontraindikasi .
Pasien penderita hipersensitif terhadap zat yang terkandung dalam obat
ini.

c. Terapi Non Farmakologi


1) Sedapat mungkin kurangi atau singkirkan faktor pemicu (debu dan udara dingin).
2) Menggunakan alat penyaring udara, membuka jendela, dan ventilasi yang
memadai serta menutupi dengan kain yang berjaring. untuk membuat lingkungan
dalam rumah bersih dan minim debu.
3) Kenakan masker saat membersihkan rumah.
4) Istirahat dan olahraga yang cukup.
5) Menjaga pola makan, khususnya memperbanyak makanan yang mengandung
karoten (wortel,umbi umbian),vitamin b9, vitamin c, vitamin e.
6) Berjemur dibawah sinar matahari.

d. Konseling, Edukasi dan Monitoring


1) Memberikan informasi mengenai penyakit asma.
2) Menganjurkan untuk patuh minum obat ,pentingnya berolahraga, penerapan pola
hidup yang baik serta menganjurkan untuk melakukan senam asma.
3) Menjaga pola makan, khususnya memperbanyak makanan yang mengandung
karoten (wortel,umbi umbian),vitamin b9, vitamin c, vitamin e.
4) Menyarankan menggunakan masker ketika berpergian dan berish berish rumah
karena adanya paparan asap dan debu dapat menjadi pemicu asma.
5) Pada saat timbul serangan, dianjurkan untuk segera beristirahat dan segera
menggunakan obat asma yang diresepkan dokter.

5. Pembahasan
Pasien telah menderita asma sejak berumur 20 tahun dan memiliki riwayat keluarga
penyakit asma. Pasien menceritakan bahwa sejak tinggal di Magelang asmanya sering
kambuh berbeda ketika beliau bekerja di Jakarta. Pada saat di Jakarta walaupun
lingkungan kerja pasien banyak yang menderita asma tapi asma pasien jarang kambuh.
Pasien mengaku tidak memiliki alergi dan tidak masalah dengan asap rokok ataupun bulu
hewan. Beliau mengatakan asmanya akan kambuh jika terkena debu, udara dingin serta
kelelahan. Pasien mengeluh ia bisa sesaak nafas saat tidur karena tidur bersama dengan
ke 4 anaknya .Obat yang digunakan pasien adalah obat berotec fenoterol, seretide diskus.
Pasien mengaku tidak begitu patuh terhadap aturan minum obat, karna ia merasa tidak
perlu untuk meminum obat apabila asmanya tidak kambuh. Pasien mengatakan dahulu ia
rutin pergi ke dokter untuk memeriksa kondisi asmanya, namun sekarang ia hanya
kedokter 3 bulan sekali. Dahulu pasien pernah mendapat obat aminofilin dan mengatakan
ketika ia menggunakan obat itu ia sangat cocok dan dapat melegakan asmanya, namun
semakin kesini pasien merasa bahwa ia seperti mengalami maag dan dia meminta kepada
dokternya untuk mengganti obat tersebut. Lalu pasien mendapatkan obat inhaler tersebut.
Berdasarkan kasus pasien, perlu kita tinjau lebih dalam mengenai penyakit asma.
Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada saluran nafas yang disebabkan
oleh banyak hal, diantaranya adalah adanya faktor genetik, dimana pada penyakit asma
menunjukkan adanya kelainan gen. Selain faktor genetik, lingkungan juga dapat
mempengaruhi terjadinya asma misalnya, keadaan sosioekonomi, jumlah keluarga,
paparan dari rokok terhadap kehamilan maupun bayi, paparan alergen, urbanisasi, dan
meningkatnya agen penginfeksi asma pada anak-anak (Kelly et al., 2008). Berdasarkan
pernyataan pasien dapat disimpulkan bahwa pasien menderita asma dikarenakan adanya
alergi pada debu dan asap. Menurut State of the Region’s Health (2002) terdapat 3
domain besar yang menjadi factor risiko terjadinya asma yaitu allergen, iritan dan dan
hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan. Selain itu, riset di London
menunjukkan bahwa berjalan selama 2 jam di sepanjang jalan yang padat kendaraan
bermesin diesel mempengaruhi efek fungsional dan reaksi inflamasi pada orang dewasa
dengan asma (Kaufman, 2007). Pasien juga menyatakan ketika bekerja hingga kelelahan
menyebabkan asma beliau kambuh, lalu adanya pengaruh suhu juga dapat memperparah
asma beliau. Hal tersebut ditunjukkan ketika asma pasien lebih sering kambuh ketika di
Magelang, hal ini dikarenakan Magelang memiliki suhu serta kelembapan lebih tinggi
daripada Jakarta . Menurut AAFA (2008) aktivitas fisik yang sering menyebabkan
kemunculan gejala asma adalah olahraga dan melakukan pekerjaan berat, sehingga
penderita asma tidak mampu mentolerir rasa lelah yang dirasakan. Bila tubuh lelah
akibat aktivitas fisik yang dilakukan, maka tubuh akan mengkompensasi dengan bernafas
lebih cepat, dengan tujuan memperoleh oksigen yang lebih banyak untuk kepentingan
metabolisme (Canadian Lung Association, 2008). Gejala asma akibat aktivitas fisik juga
akan semakin parah dengan tambahan iritan dari faktor risiko asma lainnya, seperti
udara dingin (MacNaughton, 2008). Hal ini terbukti di lapangan. Penderita asma yang
memilih faktor risiko aktivitas fisik juga memilih faktor risiko perubahan suhu akibat
kondisi geografis, yaitu sebanyak 21 orang (51,22%)(Nursalam, Hidayati, & Sari, 2009).
Asma yang saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi jalan nafas memang tidak
bisa lepas dari pengaruh alergen (Suyono, 2001). Alergen spesifik sifatnya sangat
subyektif, tergantung kepekaan masing-masing penderita asma. Paparan berulang
terhadap suatu jenis alergen spesifik akan menyebabkan reaksi alergi langsung, seperti
reaksi hipersensitivitas tipe I pada asma (AAFA, 2008). Penyakit alergi tidak bisa
disembuhkan, satu-satunya cara adalah dengan menghindari paparan terhadap alergen
spesifik, yang sumber terbesarnya adalah dari lingkungan (Arruda, 2006). Sejalan dengan
pernyataan tersebut,GINA (2008) menyatakan asma tidak bisa disembuhkan, namun
manifestasi klinis dari asma bisa dikendalika. Berdasarkan pernyataan tersebut maka
terapi farmakologis tidak dirancang untuk menyembuhkan asma, maka perilaku
pencegahan terhadap paparan faktor risiko asma lebih diutamakan dari pengobatan.
Intervensi awal untuk menghentikan atau mengurangi paparan terhadap faktor risiko
asma yang menyebabkan hipereaktivitas saluran nafas dapat membantu meningkatkan
kontrol penderita terhadap penyakit asma (GINA, 2008). Berdasarkan kasus ibu Radiyanti
maka kami menyarakan untuk sedapatmungkin mengurangi atau menyingkirkan factor
pemicu (debu dan udara dingin) dengan menggunakan alat penyaring udara, membuka
jendela setiap hari, menutup ventilasi menggunakan kain yang berjaring dengan tujuan
meminimalisir debu yang masuk serta menjaga kelembapan didalam rumah. Kami juga
menyarakan untuk menggunakan masker saat membersihkan rumah serta keluar rumah
dan menyarakan untuk keluarga pasien untuk tidak merokok. Hal ini dikarenakan
Merokok dapat menyebabkan penurunan fungsi paru yang cepat, meningkatkan derajat
keparahan asma, menjadikan penderita kurang responsif terhadap terapi
glukokortikosteroid, dan menurunkan tingkat kontrol penyakit asma (GINA, 2008) dan
bahkan menghirup perokok pasif bahan kimia yang lebih berbahaya dari perokok itu
sendiri, karena sidestream smoke (asap yang berasal dari ujung batang rokok yang
terbakar) lebih berbahaya dibandingkan asap yang dihirup oleh perokok. Asap rokok
sangat cepat memicu serangan asma, dan juga dapat meningkatkan frekuensi terjadinya
serangan asma.
Olahraga secara teratur seperti senam asma juga kami sarankan sebagai terapi
farmakologi pasien. Berdasarkan hasil penelitian Emtner et al, yang meneliti orang
dewasa dengan penyakit asma melakukan latihan fisik 1 kali seminggu selama 3 tahun
lebih dapat memberikan efek berupa penurunan pemakaian obat dan mengurangi
masuk ke ruang gawat darurat hingga kontrol asma semakin membaik, ini bermakna
latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan kapasitas aerobik dan kontrol asma (Dogra
et al, 2011). Menjaga pola makan khususnya memperbanyak makanan yang
mengandung karoten (wortel, umbu umbian), vitamin b9, vitamin c, vitamin e serta
berjemur dibawah sinar matahari juga kami sarankan untuk mencegah asma. Pentingnya
mengkonsumsi vitamin A, C, E, karoten riboflavin, dan piridoksin diketahui berhubungan
dengan penurunan fungsi asma. Kadar vitamin C yang rendah berhubungan dengan
meningkatnya prevalensi asma pada anak dan dewasa, gejala respirasi, serta
hipereaktivitas bronkus. Suplementasi vitamin C menunjukkan terjadinya penurunan
derajat serangan dan frekuensi asma, bronkospasme yang diinduksi oleh aktivitas, dan
respons saluran napas terhadap metakolin (Nindia,2015). Selain mengkonsumsi vitamin
vitamin tersebut, Menurut tim penelitian King’s College London dengan berjemur
dibawah sinar matahari pagi dapat menigkatkan kadar vitamin D pada tubuh, hal ini
didarkan pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa rendahnya asupan vitamin D
yang diberikan matahari pada tubuh dapat memperburuk gejala asma. Penelitian
Suryadinata, Lorensia, & Aprilia (2017) menyatakan mekanisme patogenesis asma
dipengaruhi juga oleh vitamin D sebagai imunomodulator. Kadar vitamin D yang rendah
dapat memicu terjadinya perburukan asma.

6. Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pemicu terjadinya asma pada pasien
adalah debu, asap, kelahan serta faktor suhu udara. Terapi non farmakologi seperti
menggunakan masker, senam asma secara teratur menjaga pola makan seperti
mengkonsumsi vitamin A, C, E, karoten, piridoksin serta berjemur dibawah sinar matahari
diharapkan dapat mencegah terjadinya asma pada pasien.

Daftar Pustaka

Kaufman, J. D., (2007). Air Pollution and Mortality : Are We Close to Understanding the
How?, (online), (http://www.ajrccm.atsjournals.org, Diakses pada tanggal 25 Desember
2019, Jam 13.35 WIB).
MY M. (2018). Hubungan Antara Lama Mengikuti Program Senam Asma Dengan Tingkat
Kontrol Asma Pada Penederita Asma.
Nursalam, Hidayati, L., & Sari, N. putu W. P. (2009). Faktor Risiko Asma Dan Perilaku
Pencegahan Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol Penyakit Asma (Asthma Risk
Factors and Prevention Behaviour Relate to Asthma Level of Control). Jurnal Ners,
4(1), 9–18.
Suryadinata, R. V., Lorensia, A., & Aprilia, A. P. (2017). Profil Vitamin D Pada Pasien
Asma dan Non-Asma Dewasa di Surabaya. The Indonesian Journal of Public Health,
12(November), 106–117. https://doi.org/10.20473/ijph.v12i1.2017.106-117

Anda mungkin juga menyukai