Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pertumbuhan penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan,
hingga saat ini Indonesia masih menduduki peringkat empat di dunia dengan
laju pertumbuhan mencapai 2,6 jiwa per tahun. Bila hal ini tidak segera diatasi
maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk Tingkat
kesejahteraan suatu bangsa ditentukan dengan seberapa jauh gerakan
Keluarga Berencana dapat diterima di masyarakat. Oleh karena itu
pemerintah merubah paradigma program Keluarga Berencana Nasional yang
semula mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”.
Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju,
mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwa- wasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Data terakhir cakupan peserta KB aktif Contraceptive Prevalence Rate


(CPR) di Indonesia mencapai 61,4%, dan angka ini merupakan pencapaian
angka yang cukup tinggi diantara negara ASEAN. Namun demikian metode
yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil
dan suntik. Menurut data sumber daya kesehatan Indonesia aseptor KB yang
menggunakan suntik sebesar 30,8%, pil 13,2%, AKDR 4,8%, susuk 2,8%,
tubektomi 3,1%, dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka
putus pemakaian pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan
yang terus menerus. Disamping itu pengelolaan program KB perlu
memfokuskan sasaran pada kategori pasangan usia subur (PUS) dengan 4
terlalu (terlalu muda, tua, sering dan banyak).

1
Menurut sumber data BKKBN Provinsi Jawa timur didapatkan dari
total pengguna KB aktif sebanyak 6.037.256. Antara lain jumlah akseptor KB
yang menggunakan suntik sebesar 3.044.160 (50,4%) , pil 1.162.885 (19,2%),
AKDR 724. 878 (0,12%), susuk 0,11%, tubektomi 205.673 (0,03 %), dan
kondom 116.949 (0,3%). Dari hasil yang didapatkan BKKBN melakukan
upaya yang tidak hanya terbatas pada program akan tetapi juga secara luas
akan berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia
dengan sasaran pengendalian penduduk secara tepat sehingga menciptakan
kondisi ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan
daya tampung untuk meningkatkan kapasitas penduduk dalam pembangunan.

Berdasarkan data yang didapatkan dari BKKBN Kota Pasuruan, total


pasangan usia subur PUS 32.204 pasangan. Total capaian pengguna KB aktif
sebanyak 3534 (68,1% ) dari total sasaran 5185 akseptor. Total pengguna alat
kontrasepsi hormonal sebanyak 4374 (84,4%) dan yang menggunakan alat
kontrasepsi non hormonal sebanyak 811 (15,6%) . Dari semua yang
menggunakan alat kontrasepsi diantaranya sebanyak 397 (11%)
menggunakan implant, sebanyak 1784 (50%) menggunakan KB suntik dan
sebanyak 617 (17%) menggunakan KB pil, pengguna AKDR atau IUD
sebanyak 326 jiwa (9%), yang melakukan Metode Operasi Wanita (MOW)
sebanyak 75 (2%) akseptor, dan lainya memilih menggunakan kondom.
Berdasarkan data diatas penggunaan MKJP masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan penggunaan alat kontrasepsi hormonal,

Data khusus yang didapatkan pada bulan Oktober 2019 jumlah PUS
kelurahan Panggungrejo sebanyak 572. pengguna KB aktif sebanyak 475
(83%) dari total pengguna KB tersebut didapatkan pengguna KB hormonal
suntik sebanyak 318 (66,95%), KB hormonal pil sebanyak 90 (18%) , dan
KB hormonal implant 25 (5%), sedangkan pengguna KB non hormonal
sebanyak 42 (7,9%).

2
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa masih lebih banyak
penggunaan suatu kontrasepsi berbasis hormonal dikalangan masyarakat.
Berdasarkan data dari Buletin Kesehatan Reproduksi pada tahun 2008
menunjukkan perbandingan keluhan antara metode kontrasepsi hormonal dan
non hormonal. Data tersebut menunjukkan 95,2% pengguna IUD melaporkan
tidak ada efek samping yang bermakna. Kemudian pada pengguna
kontrasepsi jenis suntik 2,6% mengalami peningkatan berat badan, 0,8%
mengalami pendarahan, 6,1% mengalami nyeri kepala, 6,2% tidak
mengalami siklus haid, 0.3% mengalami hipertensi, 0,8% mengalami mual-
mual, dan 0,7% mengalami keadaan lemas yang tidak dapat dijelaskan.

Kota Pasuruan merupakan kota dengan jumlah populasi akseptor


KB hormonal jangka panjang yang cukup sedikit terutama di kelurahan
Panggungrejo. Dari data didapatkan dari kampung KB kelurahan
Panggungrejo, saat ini cakupan penggunaan KB non hormonal sangat
minimal. Hal ini dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat,
peran serta percontohan tokoh masyarakat yang belum terlaksana dengan
baik, mengingat bahwa efek samping penggunaan KB hormonal jangka
Panjang dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan kegiatan “Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Minat
Masyarakat terhadap Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di
Kelurahan Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan”.

1.2. RUMUSAN MASALAH


a. Pengetahuan dan presepsi masyarakat yang masih kurang tepat tentang
alat kontrasepsi
b. Tingginya penggunaan jenis kontrasepsi hormonal yang cenderung
memiliki banyak efek samping dan menyebabkan masalah kesehatan bila
digunakan dalam kurun waktu tertentu

3
c. Belum adanya pendekatan yang dilakukan secara interpersonal terhadap
masyarakat mengenai MKJP.

4
1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Terlaksananya program peningkatan pengetahuan KB
diharapkan dapat membantu masyarakat dengan memilih alat
kontrasepsi yang tepat di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas
Kandang Sapi Kota Pasuruan .

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat secara menyeluruh
tentang KB khususnya tentang efek samping KB hormonal serta
manfaat penggunaan MKJP
b. Intervensi melalui penyuluhan yang terjadwal serta pendekatan
terhadap masyarakat yang diberikan langsung oleh tenaga
kesehatan .

1.4. MANFAAT PENELITIAN


1.4.1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam melaksanakan penelitian, khususnya yang
terkait dengan Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Minat
Masyarakat terhadap Penggunaan Metode Kontrasespi Jangka
Panjang di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi
Kota Pasuruan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan referensi bagi peneliti selanjutnya.

5
1.4.2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran
informasi mengenai cara meningkatkan pengetahuan masyarakat
terhadap kb hormonal dan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dan evaluasi dalam salah satu usaha pengendalian
penggunaan KB non hormonal khususnya di kelurahanPanggun
Puskesmas Kandang Sapi kota Pasuruan.

6
b. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta
dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang
diperoleh mengenai KB, khuauanya efek samping dari
penggunaan kb hormonal jangka Panjang, serta manfataat
MKJP.

c. Bagi Masyarakat dan Instansi Pemerintahan


Menciptakan masyarakat yang sehat dan cerdas serta berperan
dalam peningkatan program dari BKKBN yang bertujuan
meningkatkan angka cakupan peningkatan penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Keluarga Berencana ( KB )

2.1.1. Definisi Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation)


adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk:
(1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran
yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5)
menetukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004). Keluarga
berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera (Juliantoro, 2000).
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah
maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi
yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah
Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan
desa Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB,
AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis
kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan
KB dan kader desa. Pelayanan kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh
bidan dan dokter sedangkan pelayanan AKDR, implant dan
vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan
berkompeten.

8
2.1.2. Tujuan KB

Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan


pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB
ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran
dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga
berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS)
diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan


dalam bidang KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan,
pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat
kontrasepsi, pelembagaan dan pembudayaan NKKBS serta peningkatan
keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung
pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam
bentuk upaya pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun
sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi
muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan

2.1.3. Visi dan Misi KB

Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana


Nasional adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga
yang berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak
yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015′′ dijabarkan dalam
salah satu misinya kedalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana
dan Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2011).

9
2.2. Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah suatu alat, obat atau cara yang digunakan untuk
mencegah terjadinya konsepsi atau pertemuan antara sel telur dan sperma di dalam
kandungan/rahim. Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya
mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut
diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu menunda/mencegah kehamilan,
menjarangkan kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan atau
kesuburan. Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi pada umumnya yaitu :

a. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.


b. Melumpuhkan sperma.
c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.

2.2.1 Macam-macam Kontrasepsi

a.Metode kontrasepsi sederhana

Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi sederhana


tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi tanpa alat antara
lain: Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Couitus Interuptus, Metode Kalender,
Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu
perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan metode kontrasepsi
sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida
(Handayani, 2010).

b.Metode Kontrasepsi Hormonal

Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu kombinasi


(mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik) dan yang hanya berisi
progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada pil dan

10
suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormon yang berisi progesteron terdapat
pada pil, suntik dan implant (Handayani, 2010).

c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu AKDR yang
mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan yang tidak mengandung
hormon (Handayani, 2010). AKDR yang mengandung hormon Progesterone atau
Leuonorgestrel yaitu Progestasert (Alza-T dengan daya kerja 1 tahun, LNG-20
mengandung Leuonorgestrel (Hartanto, 2002).

d.Metode Kontrasepsi Mantap

Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif Wanita
(MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP). MOW sering dikenal dengan tubektomi
karena prinsip metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopii
sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP sering
dikenal dengan nama vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran
vas deferens sehingga cairan sperma tidak dapat keluar atau ejakulasi (Handayani,
2010).

Kontrasepsi Hormonal

1. Definisi Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang


paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi (Baziad, 2008).
Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan progesteron
memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga
terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi (Manuaba, 2010).

2. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal

11
Hormon estrogen dan progesteron memberikan umpan balik, terhadap
kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap
perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis,
estrogen dapat menghambat pengeluaran Folicle Stimulating Hormone (FSH)
sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle De Graaf tidak terjadi. Di
samping itu progesteron dapat menghambat pengeluaran Hormone Luteinizing
(LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai
uterus endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi (Manuaba, 2010).

Selama siklus tanpa kehamilan, kadar estrogen dan progesteron bervariasi


dari hari ke hari. Bila salah satu hormon mencapai puncaknya, suatu mekanisme
umpan balik (feedback) menyebabkan mula-mula hipotalamus kemudian kelenjar
hypophyse mengirimkan isyarat-isyarat kepada ovarium untuk mengurangi sekresi
dari hormon tersebut dan menambah sekresi dari hormon lainnya. Bila terjadi
kehamilan, maka estrogen dan progesteron akan tetap dibuat bahkan dalam jumlah
lebih banyak tetapi tanpa adanya puncak-puncak siklus, sehingga akan mencegah
ovulasi selanjutnya. Estrogen bekerja secara primer untuk membantu pengaturan
hormon realising factors of hipotalamus, membantu pertumbuhan dan pematangan
dari ovum di dalam ovarium dan merangsang perkembangan endometrium.
Progesteron bekerja secara primer menekan atau depresi dan melawan isyarat-
isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini atau
prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium
(Hartanto, 2002).

Adapun efek samping akibat kelebihan hormon estrogen, efek samping


yang sering terjadi yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada payudara,
dan fluor albus atau keputihan. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diare,
dan rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air
dan natrium, dan dapat meningkatkan berat badan. Sakit kepala disebabkan oleh
retensi cairan. Kepada penderita pemberian garam perlu dikurangi dan dapat
diberikan diuretik. Kadang- kadang efek samping demikian mengganggu akseptor,
sehingga hendak menghentikan kontrasepsi hormonal tersebut. Dalam kondisi

12
tersebut, akseptor dianjurkan untuk melanjutkan kontrasepsi hormonal dengan
kandungan hormon estrogen yang lebih rendah. Selain efek samping kelebihan
hormon estrogen, hormon progesteron juga memiliki efek samping jika dalam dosis
yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu
makan disertai bertambahnya berat badan, acne (jerawat), alopsia, kadang-kadang
payudara mengecil, fluor albus (keputihan), hipomenorea. Fluor albus yang
kadang-kadang ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan progesteron dalam
dosis tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan candida albicans
(Wiknjosastro, 2007).

Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, retensi air, dan


garam, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat
menstruasi, meningkatkan pengeluaran leukorhea, dan menimbulkan perlunakan
serviks. Komponen progesteron menyebabkan payudara tegang, acne (jerawat),
kulit dan rambut kering, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram
(Manuaba, 2010).

3. Macam-Macam Kontrasepsi Hormonal

a. Kontrasepsi Pil

1) Pengertian

Pil oral akan menggantikan produksi normal estrogen dan progesteron oleh
ovarium. Pil oral akan menekan hormon ovarium selama siklus haid yang normal,
sehingga juga menekan releasing- factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi.
Pemberian Pil Oral bukan hanya untuk mencegah ovulasi, tetapi juga menimbulkan
gejala-gejala pseudo pregnancy (kehamilan palsu) seperti mual, muntah, payudara
membesar, dan terasa nyeri.

2)Efektivitas
Efektivitas pada penggunaan yang sempurna adalah 99,5- 99,9% dan 97%
(Handayani, 2010).

13
3) Jenis KB Pil menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengamdung hormon


aktif estrogen atau progestin, dalam dosisi yang sama, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif, jumlah dan porsi hormonnya konstan setiap hari.

b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon


aktif estrogen, progestin, dengan dua dosis berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif,
dosis hormon bervariasi.

c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon


aktif estrogen atau progestin, dengan tiga dosis yang berbeda 7 tablet tanpa
hormon aktif, dosis hormon bervariasi setiap hari.

4) Cara kerja KB Pil menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Menekan ovulasi

b) Mencegah implantasi

c) Mengentalkan lendir serviks

d) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi ovum akan terganggu.

5) Keuntungan KB Pil menurut Handayani (2010) yaitu:

a) Tidak mengganggu hubungan seksual

b) Siklus haid menjadi teratur (mencegah anemia)

c) Dapat digunakam sebagai metode jangka panjang

d) Dapat digunakan pada masa remaja hingga menopouse

14
e) Mudah dihentikan setiap saat

f) Kesuburan cepat kembali setelah penggunaan pil dihentikan

g) Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium,

kanker endometrium, kista ovarium, acne, disminorhea.

6) Keterbatasan KB Pil menurut Sinclair (2010) yaitu:

a) Amenorhea

b) Perdarahan haid yang berat

c) Perdarahan diantara siklus haid

d) Depresi

e) Kenaikan berat badan

f) Mual dan munta

g) Perubahan libido

h) Hipertensi

i) Jerawat

j) Nyeri tekan payudara

k) Pusing

l) Sakit kepala

m) Kesemutan dan baal bilateral ringan

n) Mencetuskan moniliasis

o) Cloasma

p) Hirsutisme

q) leukorhea

15
r) Pelumasan yang tidak mencukupi

s) Perubahan lemak

t) Disminorea

u) Kerusakan toleransi glukosa

v) Hipertrofi atau ekropi serviks

w) Perubahan visual

x) Infeksi pernafasan

y) Peningkatan episode sistitis

z) Perubahan fibroid uterus.

b. Kontrasepsi Suntik
1) Efektivitas kontrasepsi Suntik.

Menurut Sulistyawati (2013), kedua jenis kontrasepsi suntik mempunyai


efektivitas yang tinggi, dengan 30% kehamilan per 100 perempuan per tahun, jika
penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan.
DMPA maupun NET EN sangat efektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari
1 per 100 wanita akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA
dan 2 per 100 wanita per tahun pemakain NET EN (Hartanto, 2002).

2) Jenis kontrasepsi Suntik Menurut Sulistyawati (2013), terdapat dua jenis


kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu :

a) Depo Mendroksi Progesteron (DMPA), mengandung 150 mg DMPA yang


diberikan setiap tiga bulan dengan cara di suntik intramuscular (di daerah
pantat).

b) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg


Noretindron Enantat, diberikan setiap dua bulan dengan cara di suntik
intramuscular (di daerah pantat atau bokong).

16
3) Cara kerja kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Mencegah ovulasi

b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi


sperma

c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi

d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba falloppii.

4) Keuntungan kontrasepsi Suntik

Keuntungan pengguna KB suntik yaitu sangat efektif, pencegah kehamilan jangka


panjang, tidak berpengaruh pada hubungan seksual, tidak mengandung estrogen
sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan
pembekuan darah, tidak mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil, klien tidak
perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia lebih 35 tahun
sampai perimenopause, membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik, menurunkan kejadian tumor jinak payudara, dan mencegah beberapa
penyebab penyakit radang panggul (Sulistyawati, 2013).

5) Keterbatasan
Adapun keterbatasan dari kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Amenorhea
b) Sakit kepala

c. Kontrasepsi Implant
1) Profil kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk Jedena, Indoplant, atau


Implanon

17
b) Nyaman

c) Dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi

d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan

e) Kesuburan segera kembali setelah implan dicabut

f) Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak,


dan amenorea

g) Aman dipakai pada masa laktasi.

2) Jenis kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Norplant: terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4
cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 3,6 mg levonorgestrel dan lama
kerjanya 5 tahun.

b) Implanon: terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang

kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3- Keto-


desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

c) Jadena dan indoplant: terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg.
Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

3) Cara kerja kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Lendir serviks menjadi kental

b) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi


implantasi

c) Mengurangi transportasi sperma

18
d) Menekan ovulasi.

4) Keuntungan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Daya guna tinggi

b) Perlindungan jangka panjang

c) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan

d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

e) Tidak mengganggu dari kegiatan senggama

f) Tidak mengganggu ASI

g) Klien hanya kembali jika ada keluhan

h) Dapat dicabut sesuai dengan kebutuhan

i) Mengurangi nyeri haid

j) Mengurangi jumlah darah haid

k) Mengurangi dan memperbaiki anemia

l) Melindungi terjadinya kanker endometrium

m) Melindungi angka kejadian kelainan jinak payudara

nh) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul

o) Menurunkan kejadian endometriosis.

5) Keterbatasan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

19
Pada kebanyakan pasien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa
perdarahan bercak (spooting), hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid,
serta amenorhea.

Kontrasepsi Non Hormonal

a. metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


1) pengertian

Jenis IUD yang telah banyak dikembangkan mulai dari generasi pertama
yang terbuat dari benang sutera dan logam hingga generasi plastik (polietien) baik
yang tidak ditambahi obat maupun yang tidak. Menurut Handayani (2010) IUD
diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu IUD Non-Hormonal dan IUD Hormonal

2) Jenis

IUD non hormonal terdiri dari:


a) Bentuk terbuka (open device), antara lain Lippes Loop, CU-T, C 7,
Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
b) Bentuk tertutup (close device), antara lain Ota-ring, Antigon, dan Graten
Berg Ring.
Menurut tambahan obat atau metal, dibagi menjadi:
a) Medicated IUD, antara lain Cu-T-200, Cu-T 220, Cu-T 300, Cu-
T 380A, Cu-7, Nova-T, ML-Cu 375.
b) Unmediated IUD, antara lain Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil,
Antigon.
IUD hormonal terdiri dari Progestasert-T dan LNG-20. IUD yang banyak
digunakan di Indonesia yakni jenis Cu-T 380 A dan Multiload (Pinem, 2009).

20
Gambar 2.1 Jenis-jenis IUD (Pinem, 2009)
Efektivitas dari IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas (continuation rate)
yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in-utero tanpa ekspulsi spontan, terjadinya
kehamilan dan pengangkatan atau pengeluaran karena alasan-alasan medis atau
pribadi. Efektifitas dari jenis-jenis IUD tergantung pada :
a. IUD : ukuran, bentuk, dan kandungannya (Cu atau Progesterone).
b. Akseptor
 Umur : semakin tua usia, semakin rendah angka kehamilan,
ekspulsi dan pengangkatan atau pengeluaran IUD.
 Paritas : semakin muda usia, terutama nulligravida, semakin tinggi
angka ekspulsi dan pengangkatan atau pengeluaran IUD.
 Frekuensi senggama : IUD merupakan kontrasepsi yang memiliki
efektivitas tinggi, sekitar 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan
dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan)
(Handayani, 2010).

3) Cara kerja

Mekanisme kerja kontrasepsi IUD belum pasti diketahui. Namun terdapat


beberapa mekanisme kerja kontrasepsi IUD yang telah diajukan, antara lain :
 Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri
sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping
itu, dengan munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells,

21
sel mononuklear dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lisis dari
spermatozoa atau ovum dan blastokista.
 Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
 Gangguan atau terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
 Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
 Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri (Hartanto, 2010).

Dalam pemasangan IUD harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi,


IUD dipasang setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Waktu yang
paling baik untuk pemasangan ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka
dan rahim dalam keadaan lunak, misalnya 40 hari setelah bersalin atau pada akhir
masa haid.
Indikasi pemeasangan IUD antara lain: dalam keadaan nullipara, ingin
menggunakan kontrasepsi jangka panjang, wanita menyusui yang ingin
menggunakan kontrasepsi, pasca melahirkan dan tidak menyusui bayinya, pasca
abortus dan tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi, wanita dengan resiko
rendah infeksi menular seksual (IMS), tidak menghendaki metode hormonal,
tidak menyukai minum pil setiap hari, tidak menghendaki kehamilan setelah 1-
5 hari senggama (Handayani, 2010).

Kontraindikasi relatif dan mutlak dalam pemasangan IUD antara lain:


mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus, insufisiensi serviks
uteri, uterus dengan parut pada dindingnya (bekas seksio sesarea, enukleasi
mioma), kehamilan, adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis, adanya
tumor ganas pada traktus genitalis, adanya metroragia yang belum disembuhkan,
danpasangan yang tidak subur (Sarwono, 2009).
Efek samping penggunaan kontrasepsi IUD yaitu (Sarwono, 2009):

22
a. Perdarahan
Perdarahan secara perlahan akan cepat berhenti. Pemasangan IUD yang
dilakukan sewaktu menstruasi, akan menyebabkan perdarahan yang tidak
akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang sering terjadi adalah
menoragia dan spotting metroragi. Apabila terjadi perdarahan yang banyak
dan tidak dapat diatasi, sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan
IUD yang ukurannya lebih kecil. Apabila perdarahannya sedikit, dapat
diberikan pengobatan konservatif. Perdarahan yang tidak terhenti dengan
tindakan-tindakan tersebut sebaiknya IUD diangkat dan diganti dengan
cara kontrasepsi lain.
b. Rasa nyeri di perut
Rasa nyeri dan kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasangan
IUD. Rasa nyeri ini akan berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Rasa
nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan pemberian analgetik. Jika
keluhan terus berlangsung, sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan
IUD yang berukuran lebih kecil.
c. Gangguan pada suami
Terkadang suami dapat merasakan adanya benang IUD saat bersenggama.
Hal ini disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari porsio uteri. Keluhan
ini dapat dihilangkan dengan cara benang IUD yang terlalu panjang
dipotong hingga 2-3 cm dari posio uteri, dan apabila benang IUD terlalu
pendek, sebaiknya IUD dilepas dan diganti.
d. Ekspulsi
Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya.

b. Metode Kontrasepsi Mantap


1) Pengertian
Kontrasepsi mantap (Kontap) adalah suatu metode kontrasepsi dengan
cara mengikat atau memotong saluran telur (perempuan) atau saluran
sperma (laki-laki) kontap dijalankan dengan melakukan operasi kecil pada

23
organ reproduksi sehingga proses reproduksi tidak lagi terjadi dan
kehamilan angka terhindar untuk selamanya. Kontap adalah
pemotongan/pengikatan kedua saluran telur wanita (Tubektomi) atau kedua
saluran sperma laki-laki (Vasektomi).Operasi tubektomi ada beberapa
macam cara antara lain adalah Kuldoskopik, Kolpotomi, Posterior,
Laparoskopi dan Minilaparatomi. Cara yang sering dipakai di Indonesia
adalah Laparaskopi dan Minilaparatomi.
Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah
kesukarelaan dari akseptor. Sterilisasi sebaiknya tidak dilakukan kepada
wanita yang belum/ tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis atau
hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan
pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Keputusan untuk sterilisasi
adalah jumlah anak dan usia istri.

2) Efektivitas
Kontap memiliki cara kerja mencegah pertemuan sel telur dengan
sperma dengan efektivitas sekitar 99%. Metode kontrasepsi ini merupakan
metode paling efektif karena mengakhiri kesuburan untuk selamanya dan
tidak memerlukan perawatan khusus. Kontap biasanya dilakukan oleh
pasangan yang sudah yakin tidak ingin punya anak lagi, jika mengalami
kehamilan akan membahayakan jiwanya, atau ingin metode yang tidak
mengganggu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menggunakan kontap
tubektomi yaitu:
1) Usia lebih dari 26 tahun.
2) Jumlah anak (paritas) minimal adalah 2, dengan umur anak terkecil lebih
dari 2 tahun.
3) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan keinginannya
dan pasangannya.
4) Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.

24
5) Pasca persalinan dan atau pasca keguguran.
6) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur pelaksanaan. Klien
mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum pelaksanaan
prosedur ini, serta informed consent harus diperoleh oleh tim medis dan
standar consent form harus ditandatangani oleh klien sebelum prosedur
dilaksanakan.

Kontraindikasi tubektomi yaitu jika klien dalam keadaan hamil,


perdarahan vagina yang belum terjelaskan, adanya infeksi sistemik atau
pelvic akut, tidak boleh menjalani proses pembedahan, dan tidak
memberikan persetujuan. Pada tubektomi, komplikasi yang dapat terjadi
yaitu perdarahan, infeksi, kerusakan organ lain dan komplikasi karena
anastesi dapat terjadi.

3) Cara kerja
Vasektomi adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran
sperma (vas deferens) pria. Beberapa alternatif untuk mengikat saluran
sperma tersebut, yaitu dengan mengikat saja, memasang klip tantalum,
keuterisasi, menyuntikkan sclerotizing agent, menutup saluran dengan
jarum dan kombinasinya. Komplikasi yang mungkin terjadi pada vasektomi
yaitu perdarahan, hematom skrotum, infeksi pada luka yang timbul atau
epididimitis, granuloma sperma berupa benjolan yang kadang terasa nyeri
pada skrotum bagian atas yang biasanya timbul 1-2 minggu setelah
vasektomi dilakukan.

25
3.1Pengetahuan
3.2.1.DefinisiPengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (1974) mrngungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yang disebut AIETA, yaitu:

1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti


mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut


bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,


kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2011).

3.2.2. Tingkat Pengetahuan

26
Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

27
e.Sintesis(Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi – formulasi yang ada.

f.Evaluasi(Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria
yang ada (Notoatmodjo, 2011).

3.2.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuisioner yang


menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan - tingkatan diatas.

Metode yang digunakan dapat bermacam-macam tergantung dengan sampai pada


tingkatan yang mana pengetahuan akan diukur. Bentuk pertanyaan juga dapat
disesuaikan dengan subjek. Pemilihan metode dan cara sangat menentukan
keberhasilan dalam mengukur tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

3.2.4. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Lukman , ada beberapa faktor yang memperngaruhi pengetahuan, yaitu:

1. Umur

Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka


proses – proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada
umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat

28
ketika berumur belasan tahun. Selain itu, Abu Ahmadi (2001), juga
mengemukakan bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi
oleh umur. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa bertambahnya
umur dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang
diperolehnya, akan tetapi pada umur – umur tertentu atau menjelang usia
lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan
berkurang.

2. Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir
abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.
Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari
proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal
untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia
menguasai lingkungan (Khayan,1997). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh
pula terhadap tingkat pengetahuan.

c.Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di
mana seseorang dapat mempelajari hal – hal yang baik dan juga hal – hal
yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan
seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara
berpikir seseorang.

4. Sosialbudaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan
orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar
dan memperoleh suatu pengetahuan.

29
5. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (1997), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut
Wied hary A. (1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya.
6. Menurut Notoatmodjo (1997), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut
Wied hary A. (1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya.

f.Informasi
Menurut Wied Hary A. (1996), informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah
tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya
televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang. Informasi tidak terlepas dari sumber informasinya.
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Rahmahayani (2010), sumber informasi
adalah asal dari suatu informasi atau data yang diperoleh. Sumber informasi ini
dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu :

1. Sumberinformasidokumenter
Merupakan sumber informasi yang berhubungan dengan dokumen resmi
maupun dokumen tidak resmi. Dokumen resmi adalah bentuk dokumen
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan di bawah tanggung jawab
instansi resmi. Dokumen tidak resmi adalah segala bentuk dokumen yang
berada atau menjadi tanggung jawab dan wewenang badan instansi tidak

30
resmi atau perorangan. Sumber primer atau sering disebut sumber data
dengan pertama dan hukum mempunyai wewenang dan tanggung jawab
terhadap informasi tersebut.

2. Sumber kepustakaan
Kita telah mengetahui bahwa di dalam perpustakaan tersimpan berbagai
bahan bacaan dan informasi dan berbagai disiplin ilmudari buku, laporan –
laporan penelitian, majalah, ilmiah, jurnal, dan sebagainya.

3. Sumber informasi lapangan

Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya pengetahuan


seseorang tentang suatu hal sehingga informasi yang diperoleh dapat
terkumpul secara keseluruhan ataupun sebagainya. (Rahmahayani 2010).

g.Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu
suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman
pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 1997 dalam Rahmahayani, 2010).

31
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1. Survei Pendahuluan


a. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas
Kandangsapi. Penulis memilih wilayah tersebut karena tingginya angka
penggunaan KB hormonal dan wilayah tersebut memiliki angka
pengguna akseptor MKJP terendah .
Tabel 3.1. Jumlah PUS wilayah Puskesmas Kandangsapi

Kelurahan Peserta KB aktif


Petamanan 623
Pekuncen 404
Kandangsapi 284
Bugul Lor 1404
Mandaranrejo 865
Panggungrejo 572

Jumlah 4.152

b. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan observasional analitik dengan


pendekatan cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen
diamati pada waktu yang bersamaan (satu waktu). Pendekatan ini digunakan
untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Desain

32
ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, menghemat waktu dan
hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2010).
Tujuan penelitian menggunakan desain ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana hubungan tingkat pengetahuan serta peran tokoh masyarakat
terhadap pemilihan KB yang tepat, khususnya MKJP.

c. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas
Kandangsapi untuk melaksanakan intervensi langsung terhadap
Akseptor KB hormonal pada bulan Oktober-Januari 2019.

3.2. Variabel Penelitian


Menurut Sugiyono (2009) variable penelitian merupakan suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya”. Dalam penelitian ini terdapat variabel yang akan diteliti
yaitu tingkat pengetahuan dan peran serta tokoh masyarakat.

3.3. Definisi Operasional


Dalam rangka memperoleh data yang relevan dengan hipotesis
penelitian, maka perlu dilakukan pengukuran terhadap variabel-variabel yang
telah didefinisikan secara konseptual. Pengukuran tersebut dapat
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dibuat definisi operasionalnya.
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pemahaman yang diterima
masyarakat yang dinilai berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner pretest
dan post test.

3.4. Populasi dan Sampel


a. Populasi

33
Populasi adalah populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari objek atau subjek yang akan menjadi kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009).
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB
di Kelurahan Panggungrejo.

34
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang akan diteliti
yang dapat ditentukan melalui metode sampling. Sedangkan, metode
sampling adalah cara menyeleksi porsi dari populasi penelitian untuk
menentukan sampel penelitian untuk menentukan sampel penelitan yang
dapat mewakili populasi yang ada (Azwar, 2009). Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan metode non probability sampling
melalui purposive sampling, yaitu dengan cara memilih sampel diantara
populasi berdasarkan kriteria yang dikehendaki peneliti sesuai dengan
tujuan dan masalah penelitian, sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya (Sugiyono,
2009). Mengenai jumlah sampel penelitian, Hadi (2002) mengungkapkan
lebih jauh tentang tidak adanya ketetapan mutlak tentang berapa persen
suatu sampel harus diambil dari populasi.
Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam peneitian), sehingga sampel
tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2011). Sedangkan Consecutive sampling adalah
cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memilih sampel
yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu
sehingga jumah sampel terpenuhi (Hidayat, 2009). Kurun waktu
pengambilan sampel dalam penelitian ini selama 1 bulan.
Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah semua
akseptor KB hormonal di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas
Kandangsapi Kota Pasuruan yang sudah memenuhi kriteria yang di
kehendaki oleh peneliti.

Rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :

35
Keterangan:
n = sampel/jumlah responden
N = populasi
e = nilai toleransi (maksimal tingkat kesalahan yang dapat ditolerir,
jika 5% maka e = 0,05, jika 10% maka e = 0,1)

Pada penelitian ini, nilai toleransi dalam pengambilan sampel yang digunakan
yaitu 0,1. Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah
antara 10 % dari populasi penelitian. 10 % : akurasi 90%.
475
n =
1+475(0,1)2
475
=
1+4,75
= 82 sampel
Pengambilan sampling yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan
cara accidental sampling yaitu semua akseptor KB hormonal yang
mengunjungi pelayanan kesehatan di wilayah Kelurahan Panggungrejo
Puskesmas Kandang Sapi kota Pasuruan.

36
3.5. Instrumen Penelitian

37
38
Gambar 3.2. Kuesioner

39
3.6. Analisis masalah
Prioritas masalah masih tingginya cakupan penggunaan KB hormonal
dan rendahnya cakupan MKJP di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas
Kandangsapi Kota Pasuruan disebabkan oleh faktor-faktor yang dijelaskan
pada diagram ishikawa dibawah ini.

40
Man Environment

Penggunaan MKJP masih tabu di


masyarakat
Petugas kurang
mempromosikan
tentang MKJP
Persepsi yang beredar di
Pengetahuan masyarakat keliru sehingga
masyarakat mengenai Pengetahuan petugas masyarakat masih memilih KB
MKJP kurang masih kurang hormonal sebagai MKJP

Penyuluhan yang Belum ada edukasi mengenai


sudah diberikan Tidak ada pelatihan MKJP dan efek samping KB
kurang efektif khusus tentang MKJP hormonal
untuk petugas

Rendahnya cakupan
MKJP

Pendekatan yang Penyuluhan yang


sudah dilakukan sudah diberikan kurang
kurang efektif efektif

Belum ada pendekatan Penyuluhan yang


secara personal kepada diberikan kurang menarik
masyarakat
(Man to Man)
Belum ada alat edukasi
secara audiovisual yang
menarik

Method Material

Gambar 3.3. Diagram Ishikawa

Penyebab-penyebab masalah rendahnya cakupan MKJP di Kelurahan


Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan serta solusi-solusi yang
dapat dilakukan akan dijabarkan menjadi tiga bagian besar , yaitu man, methode,
material dan environment. Bagian besar ini akan dirangkai daklam satu diagram
Ishikawa atau fishbone pada gambar 3.3.

42
a. Man

Tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah terhadap penggunaan


alat kontrasepsi, terutama mengenai efek samping sehingga dapat
meningkatkan resiko obesitas serta hipertensi karena penggunaan alat
kontrasepsi hormonal jangka Panjang. Penyuluhan sudah dilakukan kepada
masyarakat tetapi hasilnya tidak efektif . Oleh karena itu diperlukan penyuluhan
serta pendekatan secara personal terhadap masyarakat untuk menambah
wawasan.

Saat penyuluhan dilakukan petugas kurang mempromosikan MKJP


terhadap akseptor KB hormonal yang ingin berhenti memiliki anak,
dikarenakan pengetahuan petugas tentang MKJP belum menyeluruh, sehingga
diharapkan agar petugas mendapatkan pelatihan khusus mengenai MKJP untuk
dapat membantu meningkatkan cakupan MKJP.

b. Environment

Mayarakat beranggapan panggunaan MKJP masih dianggap tabu untuk


digunakan karena selama ini masyarakat memilih alat kontrasepsi yang sudah
banyak di gunakan di lingkungannya dan dianggap lebih praktis jika mereka
harus melakukan suntik setiap bulan, sehingga sampai saat ini penggunaan KB
hormonal sangat tinggi di Kelurahan Panggungrejo dengan indikasi, bahwa
penggunaan KB hormonal jangka Panjang tidak dianjurkan dan masyarakat
sendiri tidak mengetahu efek samping yang dapat terjadi seperti penyakit
hipertensi serta penyakit sepert cancer, Diperlukan edukasi yang menyeluruh
sampai individu tersebut memahami tentang efek samping KB hormonal
maupun non hormonal.

c. Methode

Pendekatan terhadap masyarakat selama ini sudah dilakukan terhadap setiap


akseptor untuk mengganti alat kontrasepsi jika sudah ada keluhan dari
masyarakat yang sudah menggunakan KB hormonal jangka Panjang dan
memiliki keluhan seperti peningkatan berat badan drastis dan peningkatan

43
tekanan darah saat dilakukan pemeriksaan sebelum dilakukan penyuntikan,
Oleh karena itu pendekatan man to man perlu dilakukan pada akseptor KB
hormonal jangka Panjang yang ingin berhenti punya anak yang memiliki
keluhan ataupun tanpa keluhan untuk beralih menggunakan MKJP sebagai
pencegahan.

d. Material

Penyuluhan sudah dilakukan tetapi kurang efektif, karena dianggap kurang


menarik bagi masyarakat jika hanya gambar atau lembaran, dibutuhkan media
audiovisual yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat agar memiliki
gambaran tentang MKJP .

3.6.1. Prioritas Masalah


Dari ketiga masalah yang ditemukan, maka dilakukan
pemilihan prioritas masalah yang akan dilakukan intervensi.

Tabel 3.2. Perhitungan poin prioritas masalah

44
Masalah yang ditemukan Urgency Seriousness Growthness Total
No Penilaian
1 Pengetahuan dan presepsi
masyarakat yang masih
kurang tepat tentang alat
kontrasepsi
3 3 3 9
2 Tingginya penggunaan jenis
kontrasepsi hormonal yang
cenderung memiliki banyak
efek samping dan 2 3 2 7
menyebabkan masalah
kesehatan bila digunakan
dalam kurun waktu tertentu.

3 Belum adanya pendekatan


yang dilakukan secara
interpersonal terhadap 2 2 2 6
masyarakat mengenai MKJP

Dari hasil perhitungan penilaian masalah, maka dipilihlah masalah pertama


yaitu pengetahuan yang kurang terhadap penggunaan alat kontrasepsi hormonal di
wilayah Kelurahan Panggungrejo Puskesmas Kandangsapi Kota Pasuruan sebagai
prioritas masalah yang akan dilakukan intervensi.

3.6.2. Pemecahan Masalah

Setelah didapatkan penyebab masalah, maka dipikirkan pemecahan masalah untuk


mengatasi masalah diatas dengan melakukan diskusi melibatkan kepala puskesmas,
dokter, dan pembina program KB. Didapatkan kesepakatan pemecahan masalah
yang dapat dilakukan sebagai berikut :

45
1. Melakukan penyuluhan tentang KB secara lengkap khususnya tentang efek
samping dan komplikasi penggunaan jangka panjang kontrasepsi hormonal
kepada kader KB dan pasangan usia subur. Penyuluhan dapat dilakukan di
dalam atau di luar gedung contohnya pada pertemuan kader atau pertemuan
kelompok masyarakat tertentu.
2. Tingginya pengguna KB hormonal yang memiliki banyak efek samping
sehingga kontrasepsi harus dijelaskan secara lengkap oleh petugas
kesehatan melakukan penyuluhan dan wawancara serta penjelasan lebih
lengkap untuk memilih KB serta memberi solusi dalam menghindari efek
samping.
3. Memberikan informasi lebih tentang KB khususnya jenis KB non hormonal
mulai dari jenis, manfaat, efek samping, komplikasi, dan kontraindikasi
yang pendekatannya dilakukan langsung oleh dokter

4. Pemberian pelatihan terhadap petugas khususnya tentang Metode


kontrasaepsi jangka Panjang.

Pelaksanaan Kegiatan

a. Waktu dan Tempat


Kegiatan yang akan dilakukan, yaitu penilaian tentang
pengetahuan dengan menggunakan kuisiner dan penyuluhan tentang alat
kontrasepsi serta pemilihan alat kontrasepsi yang tepat dilaksanakan
pada tanggal 2 Desember 2019 di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas
Kandangsapi.

b. Kegiatan
Tabel 3.3. Tabel Kegiatan
No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Keterangan

46
1 Pre test Dihadiri oleh
akseptor KB
hormonal
2 Penyuluhan oleh Waktu: 04- Desember yang
dokter dan 2019 menghadiri
petugas Tempat: Gedung penyuluhan
pertemuan kelurahan yang diadakan
Panggungrejo oleh
Posttest Puskesmas.
3

c. Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan dengan jadwal yang ditentukan oleh
kader pemegang program di kampung KB dengan melibatkan kehadiran
Tokoh masyarakat di kelurahan tersebut sehingga intervensi yang
dilakukan dapat terlaksana secara komprehensif.

d. Menganalisa data
Setelah semua rencana kegiatan telah dilakukan, maka peneliti
akan menganalisa semua data yang diperoleh dalam penelitian dari
penilaian peningkatan pengetahuan dengan kuisioner.

e. Evaluasi kegiatan
Evaluasi merupakan bagian integral dari fungsi manajemen,
evaluasi juga termasuk fungsi penilaian yang didalamnya termasuk
pencatatan dan penyusunan laporan. Pelaksanaan pencatatan dan
pelaporan ini merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan, karena dari
hasil pencatatan dan pelaporan ini dapat diketahui hasil yang telah
dicapai dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Melakukan pencatatan terhadap kegiatan tersebut selanjutnya
dirangkum. Laporan ini kemudian dikirim kepada instansi yang
mempunyai hubungan dengan pembinaan (Lintas Sektoral) misalnya:

47
Puskesmas, BKKBN dan Dinkes. Data ini sangat berguna untuk
mengetahui perkembangan dan peningkatan maupun penurunan angka
kejadian tersebut. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka untuk
meningkatkan cakupan penggunaan MKJP dan data akan lebih berguna
bagi tiap instansi apabila ditunjang dengan adanya suatu sistem
pencatatan dan pelaporan yang dapat diandalkan dalam menyediakan
data dan informasi, baik data yang bersifat kumulatif ataupun data yang
kualitatif.

3.8. Kerangka Konsep

Memilih Masalah
(Kontrasepsi hormonal)

Studi Pendahuluan
(Landasan Teori )

Merumuskan Masalah
(Pengaruh tingkat pengetahuan terhadap Penggunaan
48
Kontrasepsi )
Menetapkan Metode
(Desain penelitian: observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Jumlah populasi WPUS KEL PANGGUNGREJO = 572  sampel = 85 (Rumus
Slovin)

Menentukan Sumber Data


1. Data Primer
Wawancara kepada
akseptor KB hormonal
dengan menggunakan
kuesioner oleh peneliti
2. Data Sekunder
Didapatkan dari kelurahan
Panggung RejoPuskesmas
Kandang Sapi Kota
Pasuruan

Menentukan dan Menyusun Instrumen


Kuisioner Penelitian (pretes dan posttest)

Pengumpulan dan Pengambilan Data


Pengisian kuesioner oleh akseptor KB hormonal di wilayah kerja
kelurahan Panggung RejoPuskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

Pengumpulan Hasil dan Analisa Data

Pembahasan Kesimpulan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

49
4.1 Karakteristik Responden

Diagram 4.1 Distribusi Usia Responden Wanita Akseptor KB Hormonal di Kelurahan


Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

Berdasarkan diagram 4.1, responden wanita akseptor kb hormonal terbanyak yaitu


wanita usia 35-45 tahun sebanyak 63 orang , sedangkan responden usia <35 sebanyak 11
orang dan responden usia >45 tahun sebanyak 11 orang. Dari kelompok usia <35 tahun
menggunakan kontrasepsi hormonal untuk mengatur jarak kehamilan, sedangkan pada
kelompok usia 35-45 tahun tujuan dari penggunaan kb bervariasi dari menjarangkan
kehamilan hingga menghentikan kehamilan, pada kelompok usia >45 tahun kebanyakan
akseptor KB menggunakan KB untuk menghentikan kehamilan.

Diagram 4.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden Wanita Akseptor KB Hormonal


di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

50
Pendidikan Terakhir
80

70

60

50

40

30

20

10

0
SD SMP SMA

Responden

Diagram 4.2 menunjukkan tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah


jenjang sekolah dasar, yaitu sebanyak 68 orang. Tingkat pendidikan terakhir SMP sebanyak
12 orang, dan tingkat pendidikan terakhir SMA sebanyak 5 orang. Berdasarkan tingkat
pendidikan tersebut, peneliti menyesuaikan metode penyuluhan dan penyampaian kepada
responden. Sehingga diharapkan, responden dapat memahami secara komprehensif materi
yang disampaikan serta komunikasi saat wawancara dapat berjalan lancar.

Diagram 4.3 Distribusi Paritas Responden Wanita Akseptor KB Hormonal di Kelurahan


Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

51
Diagram 4.3 menunjukkan angka paritas responden yang terbanyak adalah 2,
yaitu sebanyak 77 orang. Sedangkan angka paritas <2 sebanyak 8 orang. Dari hasil
tersebut, dapat dilihat bahwa responden akseptor KB cenderung menggunakan KB bila
angka paritas atau jumlah anaknya 2 atau lebih.

Diagram 4.4 Distribusi Pekerjaan Wanita Akseptor KB Hormonal di Kelurahan


Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

52
Pekerjaan
80

70

60

50

40

30

20

10

0
Bekerja Tidak Bekerja

Responden

Diagram 4.4 menunjukkan pekerjaan responden. Sebagian besar responden tidak


bekerja, yaitu sebanyak 75. Akktivitas yang mereka lakukan sehari-hari yaitu sebagai ibu
rumah tangga. Sebanyak 10 orang responden bekerja. Pekerjaan mereka bervariasi seperti
asisten rumah tangga, kader, pedagang, dan lain-lain.

Diagram 4.5 Distribusi Jenis KB yang Digunakan Wanita Akseptor KB Hormonal di


Kelurahan Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

53
Jenis KB
70

60

50

40

30

20

10

0
Pil Suntik Lain-lain

Responden

Diagram 4.5 menunjukkan jenis KB yang banyak digunakan responden. Sebagian


besar menggunalan KB suntik, yaitu sebanyak 63 orang. Sedangkan yang memakai KB pil
Sebanyak 15 orang, dan yang mengggunakan KB hormonal lainnya sebanyak 7 orang.

Diagram 4.6 Distribusi Lama Pemakaian KB Wanita Akseptor KB Hormonal di


Kelurahan Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

54
Diagram 4.6 menunjukkan lama pemakaian KB oleh responden. Sebagian besar
memakai KB hormonal lebih dari 5 tahun, yaitu sebanyak 70 orang. Berdasarkan
wawancara, KB tersebut kebanyakan digunakan sejak awal responden memutuskan untuk
menggunakan KB hormonal. Sedangkan yang menggunakan KB hormonal <5 tahun hanya
berjumlah 15 orang.

4.2 Hasil Kuisioner dan Pembahasan

55
Diagram 4.7 Hasil Nilai Rata-Rata Pengetahuan Akseptor KB Hormonal di Kelurahan
Panggungrejo Puskesmas Kandang Sapi Kota Pasuruan

Diagram 4.7 menunjukkan nilai rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan


penyuluhan. Sebelum penyuluhan dan wawancara, responden diberikan pre-test terlebih
dahulu. Nilai rata-rata pre-test seluruh responden sebesar 49. Kemudian dilakukan
penyuluhan, wawancara dan diskusi. Setelah itu diberikan post-test untuk mengevalyuasi
adanya peningkatan pengetahuan responden atau tidak. Dari hasil post-test didapatkan rata-
rata nilai seluruh responden ,meningkat menjadi 78,8. Dari data data diatas menunjukkan
adanya penningkatan pengetahuan dilihat dari rata-rata nilai, yaitu sebesar 29,8%. Dari
hasil tersebut menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan,
wawancara dan diskusi, dapat meningkatkat pengetahuan responden dari nilai rata-rata 49
menjadi 78,8 (sebanyak 29,8%).

Diagram 4.8 Minat Akseptor KB Hormonal di Kelurahan Panggungrejo Puskesmas


Kandang Sapi Kota Pasuruan

56
Diagram 4.8 menunjukkan minat pada responden terhadap pemakaian KB MKJP.
Minat tersebut diukur dari quisioner yang telah dibuat serta wawancara untuk mengetahui
seberapa besar minat responden. Sebelum dilakukan intervensi, minat responden hanya
sebesar 56,4 sedangkan setelah dilakukan intervensi berupa penyukuhan dan wawancara
yang melibatkan tokoh masyarakat, didapatkan minat responden meningkat menjadi 72,7.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan minat sebesar 16,3%
setelah dilakukan itervensi. Hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk membuka
wawasan dan minat terhadap MKJP.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

57
5.1. Kesimpulan
a. Terdapat peningkatan pengetahuan responden dari 49 menjadi 78,3, yaitu
sebesar 29,8%, setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan,
wawancara, dan diskusi.
b. Terdapat peningkatan minat responden sebesar 16,3%, terhadap
penggunaan MKJP
5.2. Saran
a. Bagi Puskesmas
-Menjadwalkan penyuluhan serta diskusi rutin tentang pemilihan KB yang
tepat, dilakukan oleh petugas terutama yang sudah mendapatkan pelatihan
khusus tentang MKJP.
- Memberikan informasi lebih tentang KB khususnya jenis KB non
hormonal mulai dari jenis, manfaat, efek samping, komplikasi, dan
kontraindikasi yang pendekatannya dilakukan langsung oleh petugas yang
sudah mendapatkan pelatihan.

b. Bagi Masyarakat
Memahami, aktif bertanya, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan dalam
maupun luar puskesmas khususnya yang berkaitan dengan KB.

Terdapat hubungan antara intervensi yang dilakukan terhadap pengetahuan dan


minat responden dalam memilih metode KB yang sesuai indikasi.

58
TINJAUAN PUSTAKA

WHO. 2010. Use of Contraception. The World Health Report 2010.


http://www.who.int./whr/2010/en/index. html Akses 4 November 2017.

Yuhedi, Lucky Taufika dan Kurniawati, Titik. 2013. Kependudukan & Pelayanan
KB. Jakarta : EGC.

Iga Sukma Anggriani. 2015. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi IUD Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Yogyakarta : Stikes
Aisyah

BKKBN. 2013. Laporan BKKBN tahun 2013. Jakarta: BKKB

Depkes. 2014. Manfaat KB. Diakses: 29 Oktober 2017. http://www.depkes.go.id.N

59

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB IV Minipro Dinda
    BAB IV Minipro Dinda
    Dokumen13 halaman
    BAB IV Minipro Dinda
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Data Minipro
    Data Minipro
    Dokumen13 halaman
    Data Minipro
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Presentasi 1
    Presentasi 1
    Dokumen7 halaman
    Presentasi 1
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Ipeh 2
    Bab Iv Ipeh 2
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv Ipeh 2
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • BAB III Minipro
    BAB III Minipro
    Dokumen9 halaman
    BAB III Minipro
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Presentasi 1
    Presentasi 1
    Dokumen24 halaman
    Presentasi 1
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • F2 Odf
    F2 Odf
    Dokumen9 halaman
    F2 Odf
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • KB Promotif IKM
    KB Promotif IKM
    Dokumen7 halaman
    KB Promotif IKM
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • TTH
    TTH
    Dokumen28 halaman
    TTH
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • Oa
    Oa
    Dokumen17 halaman
    Oa
    syaripah
    Belum ada peringkat
  • TTH
    TTH
    Dokumen25 halaman
    TTH
    syaripah
    Belum ada peringkat