Anda di halaman 1dari 7

EPIDEMIOLOGI DAN KESEHATAN

LINGKUNGAN

ROBBI NUR HIDAYAT


331810001
TL.18.F1

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


UNIVERSITAS PELITA BANGSA
BEKASI
2019
A.RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT HIV/AIDS
Setiap orang yang menderita penyakit tertentu mempunyai riwayat perjalanan penyakitnya,
terutama penyakit kronis yang berlangsung bertahun-tahun.

Riwayat perjalanan penyakit alamiah merupakan proses perkembangan suatu penyakit


tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh manusia dengan sengaja dan terencana.
Perjalanan penyakit alamiah atau riwayat alamiah penyakit sebenarnya merupakan suatu
“eksperimen” dengan intervensi yang dilakukan oleh alam. “eksperimen” yang dilakuakn
oleh ala mini dianggap sebagai suatu eksperimen karena intervensi tidak dilakukan oleh
peneliti secara sengaja dan terencana.

Tahapan Riwayat Alamiah Penyakit HIV/AIDS

1)Tahap Pre Patogenesis


Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena
penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV
dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat
reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik
secara bergantian dan kehamilan.

2) Tahap Patogenesis
Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem imun
penderita dan penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang
dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima gejala minor.
Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat badan lebih dari 10%
dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama lebih dari satu bulan secara berulang-
ulang maupun terus menerus. Gejala minornya yaitu batuk kronis selama lebih dari 1 bulan,
munculnya Herpes zoster secara berulang-ulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang
disebabkan oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan
kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan,
penderita menjadi mudah terserang penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis.
Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa
menjadi penyakit yang mematikan di tubuh seorang penderita AIDS.
Tahap Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV
sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup
lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit.Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV.
Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama masa inkubasi penderita
HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara
sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita
HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan
terjadi pada fase inkubasi ini.

Tahap inkubasi terbagi menjadi 3 tahap yaitu :

Tahap Penyakit Dini


Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh
saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus
HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/
lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat
kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV terutamanya jika seseorang merasa telah
melakukan aktivitas yang beresiko terkena virus HIV.

Tahap Penyakit Lanjut


Pada tahap ini penderita sudah tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa. Penderita
mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan.Terjadinya gangguan pada persyarafan central
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak
kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral)
akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada tel

Tahap Penyakit Lanjut


Pada tahap ini penderita sudah tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa. Penderita
mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan.Terjadinya gangguan pada persyarafan central
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak
kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral)
akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang
kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent.Penderita mengalami serangan
virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit
kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi
jaringan rambut pada kulit (folliculities), kulit kering berbercak-bercak.

3) Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir)

Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita.
Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia. Hampir tidak ada yang bisa
sembuh dari penyakit AIDS.

B.Penyebab HIV dan AIDS


Apa yang menyebabkan penyakit ini?
AIDS disebabkan oleh virus HIV. HIV ditularkan melalui kontak dengan darah yang
terinfeksi, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI) dari orang yang terinfeksi. Sebagai
contoh, ketika Anda berhubungan seks baik vagina, anal, atau oral dengan seseorang yang
memiliki HIV tanpa kondom, virus ini akan sangat mudah menular.
Ini karena adanya pertukaran cairan tubuh antara orang yang terinfeksi dengan orang
yang sehat. Kondisi ini akan meningkat risikonya jika di organ seksual Anda terdapat luka
terbuka. Biasanya perempuan remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV karena selaput
vagina mereka lebih tipis dan lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan wanita dewasa.

Selain kontak seksual, ada berbagai hal lain yang menyebabkan seseorang terkena penyakit
yang melemahkan sistem imun ini, yaitu:
-Berbagi jarum suntik dan peralatan suntik lainnya dengan orang yang terkontaminasi dengan
HIV.
-Menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta) yang tidak disterilkan dan
pernah dipakai oleh orang dengan HIV.
-Dari seorang ibu dengan HIV kepada bayinya (sebelum atau selama kelahiran) dan saat
menyusui.
-Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya, seperti klamidia atau gonore karena
virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah.
-Adanya kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang memiliki infeksi
HIV pada luka terbuka yang Anda miliki.
Pencegahan Primier
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau
mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting,
terutama dalam merubah perilaku.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah upaya pencegahan AIDS
adalah dengan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), yaitu memberikan informasi kepada
kelompok risiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat
diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV, yakni :

1. Melalui hubungan seksual.


HIV dapat menyebar melalui hubungan seks pria ke wanita, wanita ke pria maupun
pria ke pria. Hubungan melalui seks ini dapat tertular melalui cairan tubuh penderita HIV
yakni cairan mani, cairan vagina dan darah.
Upaya pencegahannya adalah dengan cara, tidak melakukan hubungan seksual bagi
orang yang belum menikah, dan melakukan hubungan seks hanya dengan satu pasangan saja
yang setia dan tidak terinfeksi HIV atau tidak berganti-ganti pasangan. Juga mengurangi
jumlah pasangan seks sesedikit mungkin. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko
tinggi menular AIDS serta menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual
dengan kelompok risiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.

2. Melalui darah.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan cara transfusi yang mengandung HIV,
penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas digunakan
orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik. Juga penggunaan pisau cukur,
gunting kuku, atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.
Upaya pencegahannya dengan cara, darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan
terbebas dari HIV dengan memeriksa darah donor. Pencegahan penyebaran melalui darah dan
donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ
yang akan didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan tindakan invasif
lainnya yang kurang perlu.
Upaya lainnya adalah mensterilisasikan alat-alat (jarum suntik, maupun alat tusuk
lainnya) yang telah digunakan, serta mensterilisasikan alat-alat yang tercemar oleh cairan
tubuh penderita AIDS. Kelompok penyalahgunaan narkotika harus menghentikan kebiasaan
penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan menggunakan jarum
suntik bersamaan. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).
3. Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya.

Penularan dapat terjadi pada waktu bayi masih berada dalam kandungan, pada waktu
persalinan dan sesudah bayi dilahirkan serta pada saat menyusui. ASI juga dapat menularkan
HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi pada saat mengandung maka ada kemungkinan bayi
yang dilahirkan sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar seorang ibu tetap menyusui
anaknya sekalipun HIV.
Bayi yang tidak diberikan ASI berisiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi
kurang gizi. Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil maka
dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang tidak mendapat
pengobatan.
WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu
kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila
sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil
dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi
diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.

Pencegahan Sekunder
Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga
muncul berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara
itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. sehingga pengobatan
HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut :

1. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita.


Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik dan pemberian
vitamin.
2. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit
infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. 28 Jenis-jenis mikroba yang
menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan
Cryptotosporidium), jamur (Kandidiasis), virus (Herpes, cytomegalovirus/CMV, Papovirus)
dan bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll).
Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme
penyebabnya dan diberikan terus-menerus.
3. Pengobatan antiretroviral (ARV), ARV bekerja langsung menghambat enzim reverse
transcriptase atau menghambat kinerja enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat
memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik Universitas Sumatera Utara
menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini,
tetapi ARV belum dapat menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV.
Pencegahan Tersier
ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat
melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya :
1. Memperbolehkannya untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan
perasaannya.
2. Membangkitkan harga dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang
masa lalu yang indah.
3. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya.
4. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan tidak
menyalahkan diri atau orang lain.
5. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan
atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup, pemberian kenyamanan (seperti relaksasi
dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal terhadap
permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi,
pemijatan, distraksi, meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian
meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan
pemakaman.

Anda mungkin juga menyukai