Disusun Oleh :
Wahyu Setyo (H1B015022)
Via Azizul Saputri Khalifah (H1B015024)
Shafira Aulia Rahmah (H1B015026)
Badzlina Istibakha Aufari (H1B015028)
Dean Anggita Laraswati (H1B015030)
Syukur Alhamdulilah, Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat iman dan islam
kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
membicarakan tentang Managemen Sistem Transportasi Pajak Progresif
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Kepada Orang tua yang selalu mendukung penulis
2. Kepada Bu Eva selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Transportasi.
3. Kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari segi materi,
pengetahuan,maupun materil hingga selesainya penyusunan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENERAPAN PAJAK PROGRESIF
Penelitian yang dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya
pemberlakuan tarif pajak progresif setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri
Dalam Negeri yang memberlakukan kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan
bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut diarahkan untuk mengurangi tingkat
kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan kewenangan daerah untuk
menerapkan tarif pajak progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Seperti yang
kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan, tunduk, dan patuh
dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah satu agenda
yang penting baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya Indonesia
dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan maka
wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat
waktu dalam membayar pajak.
Seperti yang diketahui, Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan
Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000, dan saat ini Undang- Undang Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
diubah lagi menjadi Undang- Undang No 28 Tahun 2009 dimana alasan dari
penggantian undang-undang tersebut adalah untuk memperbaiki sistem pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan
dalam undang-undang dimana Kabupaten/Kota boleh menambah jenis pajak daerah
dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang
ditetapkan dalam undang-undang. Dalam UU PDRD yang baru juga ditetapkan bahwa daerah
tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang tercantum dalam undang-undang. Selain
memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah, tujuan undang-undang ini juga sebagai
penguatan perpajakan daerah yang artinya dengan perluasan obyek pajak daerah seperti dalam
pajak kendaraan bermotor dimana dalam PDRD yang baru termasuk golongan kendaraan
bermotor adalah kendaraan pemerintah (Pusat dan Daerah), tidak hanya itu perluasan obyek
pun juga diperluas pada pajak Kabupaten/Kota.
Berkaitan dengan pemberian kewenangan ini dalam penetapan tarif untuk menghindari
penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara
berlebihan, maka daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas
maksimum yang ditetapkan oleh undang-undang ini, selain itu untuk menghindari perang tarif
dalam pajak kendaraan bermotor maka undang-undang ini juga menetapkan tarif minimum
untuk pajak kendaraan bermotor. Pada dasarnya pengaturan tarif yang demikian ini juga
diperkirakan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya
ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini
Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan seragam secara nasional.1
Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai
dengan beban pajak yang ditanggungnya dan berdasarkan pertimbangan tertentu, maka dengan
ini Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan pada penetapan Nilai Jual
Kendaraam Bermotor ke Daerah. Tidak hanya itu, kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor
juga diarahkan dalam mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan
kewenangan Daerah untuk menetapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan
1
ibid
kedua dan seterusnya.2 Dalam undang-undang ini dimaksudkan dari sebagian hasil penerimaan
pajak tersebut akan dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pajak tersebut, dimana pajak kendaraan bermotor sebagian dialokasikan
untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini maka kemampuan daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya tentunya semakin besar karena daerah dapat
dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak
daerah dan diskresi dalam penetapan tarif.
2
ibid
b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi 10%.
2) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang
sama.
3) Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan dengan peraturan daerah.
Atas pemberlakuan kebijakan tarif pajak progresif yang diamanatkan oleh UU Nomor
28 Tahun 2009 Tentang PDRD, salah satu propinsi yang telah menetapkan kebijakan tarif pajak
progresif bagi kendaraan bermotor adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti yang
diketahui bahwa pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah satu sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di Propinsi DIY, PKB sendiri diatur dalam Peraturan Daerah
Propinsi DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, dimana saat ini Peraturan Daerah
Propinsi DIY juga menerapkan kebijakan tarif pajak progresif yang mulai diberlakukan pada
tanggal 01 Januari 2012, tentunya tujuan dari pemberlakuan pajak progresif pada kendaraan
bermotor di Propinsi DIY mengacu pada tujuan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dimana pemberian pungutan ini untuk
memberikan peluang dalam peningkatan penerimaan daerah karena dalam kenyataannya hasil
penerimaan pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi propinsi.3 Tarif pajak
progresif tidak hanya untuk peningkatan penerimanaan daerah propinsi saja, namun juga
ditujukan dalam mengatasi kemacetan berdasarkan dari apa yang telah disebutkan oleh
Undang-Undang. Namun berdasarkan dari penjelasan yang telah didapat dari pihak aparat
pajak Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Propinsi Daerah Istimewa
3
Penjelasan Atas Peratura Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah.
Yogyakarta yang disingkat DPPKA bahwa penerapan tarif pajak progresif kendaraan bermotor
juga ditujukan untuk tertib administrasi dan proses legalisasi kepemilikan kendaraan
bermotor.4
1) Kepemilikan kendaraan bermotor roda empat akan dikenakan tarif secara progresif
3) Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama
Untuk memperjelas tentang kebijakan tarif pajak progresif yang diberlakukan di DIY,
maka berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatlah
Peraturan Gubernur DIY No 31 Tahun 2011 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor dimana dalam
peraturan ini penjelasan mengenai kebijakan tarif pajak progresif diatur dalam Bab V
Pengenaan Pajak Progresif yang tertuang pada pasal 7.
Dengan adanya himpunan peraturan ini maka diharapkan wajib pajak dapat mengerti
secara jelas syarat kendaraan yang terkena tarif pajak progresif, tidak hanya itu pada saat
kebijakan pajak progresif diberlakukan berdasarkan keputusan Gubernur DIY No
4
Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pajak Daerah di DPPKA tanggal 18 Maret 2013 Pada Pukul 10.00 WIB
101/KEP/2012 pemerintah memberlakukan pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(Bebas BBNKB) dimana tujuan dari Bebas BBNKB ini bertujuan untuk memberikan
kemudahan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah dijual atau diblokir untuk segera dibalik
nama tanpa dipungut biaya balik nama agar tidak terkena pajak progresif selain itu tujuan
diberlakukannya bebas BBNKB ini juga untuk menunjang agar penerimaan pajak bisa masuk
lebih banyak dimana dimaksudkan bagi kendaraan dari luar propinsi untuk memutasikan
kendaraannya ke Propinsi DIY, dengan begitu kendaraan yang menetap di DIY tidak hanya
semata-mata memakai jalan tetapi juga turut andil dalam membayar pajak. Program Bebas
BBNKB ini berlangsung dari tanggal 1 maret sampai dengan 30 November.
Sayangnya permasalahan pun muncul ketika program Bebas BBNKB dijalankan, dari
satu tahun pencapaian program Bebas BBNKB berdasarkan laporan pembebasan BBNKB
Propinsi DIY yang terdaftar di DPPKA, pemerintah telah membebaskan wajib pajak dari
pembayaran BBNKB sebanyak 56. 744 unit kendaraan dari 5 Kabupaten/Kota di DIY, dimana
jumlah unit KBM dan BBNKB yang dibebaskan dari masing-masing Kabupaten/Kota dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Laporan Pembebasan BBN-KB Propinsi DIY Bulan Maret S/D
Nopember 2012
Berkaitan dengan adanya fenomena ini peneliti pun berhasil menemukan wajib pajak
yang cenderung melakukan penghindaran untuk menunjukkan sebuah fakta bahwa telah terjadi
penghindaran pajak dalam membayar pajak progresif yang dilakukan oleh wajib pajak dengan
mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada salah satu anggota keluarganya. Salah satu wajib
pajak yang melakukan hal tersebut adalah pada responden yang peneliti wawancara yakni
Bapak Yadi, Bapak Yadi tinggal di jalan Magelang KM 13, Bapak Yadi melakukan proses bea
balik nama kendaraannya ke atas nama istrinya untuk tidak terkena pajak progresif, beliau
memanfaatkan proses bea balik nama untuk menghindari biaya pajak yang berlebih. Tidak
hanya itu gejala ketidakpatuhan juga muncul dari wajib pajak yang bergerak dibidang usaha
rental yakni bapak Sapto5 yang tinggal di gejayan, namun penghindaran pajak progresif yang
dilakukan oleh bapak Sapto berbeda, dimana bapak Sapto bahkan memanfaatkan program
bebas bea balik nama kendaraan bermotor dengan meminjam KTP para pegawainya untuk
dialihkan kepada mereka agar tidak terkena pajak progresif. Alasan Bapak Sapto juga sama
mereka menghindari pajak progresif untuk dapat meminimalkan biaya dari pajak yang harus
dibayar.
Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan Bapak Alif6 yang tinggal di Jakal Km5,
Bapak Ridwan7 yang tinggal di daerah Selokan Mataram, dan Bapak Rizky8 yang tinggal di
Condong Catur. Semua permasalahan mereka tidak hanya persoalan tarif namun juga usaha
yang dirintis oleh mereka tidak berbadan hukum sehingga mereka pun harus membayar pajak
sesuai dengan pajak yang dibebankan dari masing-masing jenis kendaraannya, dan belum lagi
akibat pengenaan pajak progresif. Bapak Bhakti9 pun juga melakukan hal yang sama, dia
beralamat di jalan Kaliurang KM 7 dimana dia juga menghindari pajak progresif dan
mengatasnamakan kepemilikan kendaraannya kepada keluarganya. Kedaan seperti ini juga
dibuktikan ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan dan bertanya kepada 4 pihak calo
yang bekerja di KPPD dalam memberikan biro jasa kepengurusan pajak kendaraan, dimana 4
Calo mengatakan bahwa wajib pajak cenderung menghindar dari pengenaan pajak progresif.
Karena data bersifat rahasia dari KPPD, dan peneliti tidak diperkenankan untuk mengakses dan
mempublikasikannya maka hanya beberapa contoh penghindaran wajib pajak yang peneliti
tulis disini.
5
Nama disamarkan sesuai keinginan wajib pajak.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Ibid.
Para wajib pajak umumnya menuturkan bahwa dalam melakukan proses bea balik nama
mereka pun langsung secepatnya diproses oleh pihak aparat pajak, artinya mereka dapat
mengakses proses tersebut dengan mudah dan cepat kurang dari satu minggu. Padahal
seharusnya program bea balik nama yang dibuat pemerintah ditujukan bagi kendaraan yang
telah dijual atau di hibahkan kepada pihak lain, tetapi jika kenyataannya seperti ini tentulah
pemasukan pajak kendaraan bermotor akan berkurang karena banyak data yang akhirnya
dimanipulasi dengan penghindaran pajak dengan cara merubah nama kepemilikan. Fakta yang
menunjukan adanya fenomena yang terjadi ini juga dibenarkan oleh pihak aparat pajak yang
bertugas dalam pendataan wajib pajak yakni Seksi Pendaftaran dan Penetapan diKPPD
Kabupaten Sleman dimana beliau menuturkan bahwa kenyataan yang terjadi banyak wajib
pajak yang cenderung melakukan penghindaran dalam membayar pajak progresif dikarenakan
berbagai alasan dari wajib pajak yang sebenarnya memang tidak boleh dilakukan, namun
kenyataannya hal tersebut dapat terjadi juga seperti kutipan dari pernyataan pihak aparat pajak
dimana ketika wajib pajak tahu namanya terkena pajak progresif dan untuk menghindarinya
dengan cara balik nama kendaraan
Seperti inilah kutipan informasi yang peneliti dapat dari pihak aparat ketika wajib pajak
ingin menghindari pajak progresif. Pihak aparat juga menuturkan bahwasanya mereka sudah
mengantisipasi keadaan ini namun sayangnya hal tersebut sulit dilakukan mengingat
banyaknya wajib pajak yang melakukan bea balik nama kendaraan untuk terhindar dari pajak
progresif, atau sebelum mereka membeli kendaraan pada dasarnya mereka telah
10
Wawancara dengan Pihak Aparat Pajak KPPD Kabupaten Sleman Pada saat Observasi, pada tanggal 17
Januari 2013. Pada Pukul 11.00 WIB
mengantisipasi dengan memberikan nama kepada pihak lain. Sayangnya untuk mengetahui
berapa banyak jumlah wajib pajak yang melakukan hal tersebut tidak terdaftar secara langsung
di KPPD dikarenakan nama kepemilikan atau unit kendaraan mereka telah terstandarisasi
dalam database komputer sehingga bila ingin mengetahui mana wajib pajak yang melakukan
hal tersebut harus melakukan proses pengecekan dahulu. Tidak hanya itu data wajib pajak yang
terdapat di KPPD juga bersifat rahasia dikarenakan ada sesuatu hal sehingga tidak dapat
dipublikasikan. Berikut pernyataan pihak aparat pajak
Kami tidak bisa memberikan data wajib pajak secara utuh karena memang kami
merahasiakan nama pemilik mobil/motor. Sebab kami khawatir informasi pemilik mobil
itu bisa dimanfaatkan orang-orang yang punya niatan tidak baik.
Namun sampai dengan bulan Maret ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan masih
banyak wajib pajak yang melakukan proses balik nama, tidak hanya itu hal ini juga terjadi
akibat sistem database di KPPD Kabupaten Sleman mengalami sistem eror sehingga pendataan
perlu dilakukan secara ulang, pengadaan ruang cek progresif pun direncanakan akan berjalan
sampai dengan desember 2013, ini menunjukkan satu bukti bahwa KPPD Kabupaten Sleman
belum siap dalam memberikan pelayanan pajak progresif.
Selain hal tersebut, berdasarkan dari data yang didapat di KPPD bahwa dalam 1 hari
KPPD menangani paling sedikit sekitar 200 unit kendaraan roda empat/lebih, tetapi hanya 1-
2 unit atau paling banyak 10 unit perhari kendaraan yang membayar pajak progresif, padahal
menurut pihak aparat pajak dalam data base banyak kendaraan yang terkena pajak progresif
sebelum pengenaan pajak progresif. Data yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman
berdasarkan jumlah kendaraan yang terkena pajak progresif berbeda-beda, dimana unit
kendaraan yang paling banyak terkena pajak progresif adalah pada kepemilikan kedua,
kemudian disusul pada kepemilikan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Berikut adalah
tabel yang menjelaskan jumlah unit kendaraan pajak progresif perbulan.
Tabel 1.2 Jumlah Unit Kendaraan Pajak Progresif Perbulan
Menurut pihak aparat KPPD Kabupaten Sleman pengenaan pajak progresif bisa
diperkirakan dalam sebulan berapa yang terkena pajak tersebut jika dilihat dari pengesahan
ulang STNK, tidak hanya itu umumnya yang terkena pajak progresif pun belum tentu wajib
pajak itu sendiri namun juga wajib pajak yang namanya dipakai oleh wajib pajak lain sehingga
wajib pajak inilah yang membayar, berikut adalah penuturan pihak aparat pajak tentang
fenomena dari penyelenggaraan pajak progresif yang terjadi di KPPD.
Kalau dilihat dikantor pajak ini dari pengesahan ulang STNK untuk kendaraan
pribadi, hanya sedikit yang terkena pajak progresif setiap harinya. Terkadang
2 atau bahkan lebih, namun dihari lain ada juga yang tidak terkena pajak
progresif sama sekali, ya bisa dikira-kiralah dalam sebulan berapa yang kena,
dari total kendaraan yang ada paling hanya 10% nya. Selebihnya banyak yang
melakukan balik nama. Kebanyakan yang terkena pajak progresif juga belum
tentu wajib pajak yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, biasanya dari
banyaknya yang terkena tarif karena namanya dipakai orang lain.11
11
Pernyataan Aparat Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman, 18 Maret 2013 Pukul 14.00
WIB.
Dari apa yang diungkapkan pihak aparat pajak, peneliti juga mendapatkan data bea
balik nama kendaraan II dimana BBNKB II merupakan proses bea balik nama kendaraan pada
penyerahan KBM lama/bekas kepada pihak kedua dengan perjanjian sepihak atau dua pihak.
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di KPPD, jumlah kendaraan yang melakukan BBNKB
II terjadi peningkatan disebabkan adanya program Bebas BBNKB yang dimanfaatkan oleh
wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir oleh pemilik sebelumnya, namun berdasar dari
apa yang disampaikan oleh wajib pajak sebelumnya dan fakta yang mendukung bahwa wajib
pajak banyak melakukan proses tersebut juga dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menghindari
pajak progresif, meskipun memang dalam tabel yang peneliti dapatkan tidak dijelaskan secara
tertulis mana kendaraan yang terdaftar karena pemblokiran dan kendaraan yang terkena pajak
progresif namun memanfaatkan program tersebut. Berikut adalah tabel jumlah kendaraan
pribadi BBNKB II:
Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi – BBNKB II Di Kantor
Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Di Kabupaten Sleman (jenis kendaraan progresif)
17
Bus (plat hitam)
8
6648
Mini bus (plat hitam)
3593
955
Jeep (plat hitam)
620
3255
Sedan (plat hitam)
2177
2012 2011
Berdasarkan dari data diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan dalam bea balik
nama kendaraan bermotor (BBNKB II) setelah pajak progresif diberlakukan, dari data tersebut
kendaraan yang mengalami kenaikan berjenis sedan, jeep, dan minibus. Data ini menunjukkan
bahwa meningkatnya wajib pajak yang memanfaatkan program BBNKB apalagi untuk
kendaraan minibus yang umumnya banyak digunakan untuk dunia usaha. Hasil data memang
tidak secara spesifik dapat menjelaskan berapa jumlah wajib pajak progresif yang melakukan
proses tersebut, hal tersebut dikarenakan pihak aparat dalam memasukkan data tidak dibedakan
antara data kendaraan yang terkena pajak progresif lalu dibalik nama atau kendaraan yang
terkena pemblokiran. Dalam pajak kendaraan bermotor yang dihitung bukan seberapa
banyaknya wajib pajak namun justru kebalikannya dimana unit kendaraanlah yang menjadi
patokan, sehingga bagi wajib pajak yang membayar pajak dalam kriteria apapun bila tujuannya
ingin melakukan bea balik nama maka secara merata akan dimasukkan sesuai kategori jenis
tersebut.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan juga, beberapa wajib pajak yang terkena
pajak progresif pada saat melakukan pengecekan mereka bertanya apakah ada cara yang mudah
untuk dialihkan dan seketika itu pun pihak aparat langsung memprosesnya, apakah dengan
adanya kemudahan ini maka wajib pajak sangat mudah sekali dalam mengakses penghindaran
tersebut?. Merujuk pada keadaan yang seperti ini akan dapat dijelaskan bahwa hadirnya setiap
kebijakan pasti akan menimbulkan masalah baru, belum lagi jika kebijakan yang dibuat
berdampak merugikan masyarakat, dimana masyarakat lagi yang dibebankan tentunya
masyarakat akan semakin meradang dengan beban yang ditanggungnya. Dari adanya kasus
tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terkait dengan penyelenggaraan
pajak progresif terutama dari sisi kepatuhan pajak. Berdasarkan dari fakta yang telah dijelaskan
sebelumnya, peneliti akan meneliti tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak
progresif yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman.
Peneliti akan mengulik dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung
menghindari pengenaan pajak progresif dengan beralih kepemilikan? apa yang menyebabkan
wajib pajak melakukan hal yang demikian? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat
memanfaatkan program bea balik nama apalagi dengan adanya fakta yang membuktikan bahwa
wajib pajak pun dapat mengakses program Bebas BBNKB yang sejatinya hanya ditujukan bagi
wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir atau dijual? lantas bagaimanakah peran pihak
aparat pajak dalam menyikapi persoalan ketika banyak wajib pajak yang melakukan hal
demikian dikarenakan persoalan tarif yang progresif sehingga kecenderungannya banyak wajib
pajak yang enggan membayar? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat mengakses hal
tersebut? Apakah karena ketidaktahuan wajib pajak tentang aturan pajak progresif sehingga
wajib pajak merasakan beban ketika membayar dan adakah pengaruhnya dari pihak aparat
pajak sebagai pelayan pajak? Bagaimanakah sejatinya wajib pajak menganggap adanya
kebijakan pajak progresif? apakah kebijakan tersebut sejatinya hanya memberatkan wajib
pajak dalam mengeluarkan uang sehingga kecenderungannya wajib pajak pun
melakukan proses bea balik nama dan cenderung tidak patuh dalam membayar pajak
progresif kendaraan bermotor?.
Page 15
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Page 17
Daftar Pustaka
http://asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/6-DAMPAK-
PENGENAAN-TARIF-PAJAK-PROGRESIF-KENDARAAN-BERMOTOR-DI-
PROPINSI-DKI-JAKARTA.pdf
http://nasional.tempo.co/read/news/2012/01/06/177375728/yogyakarta-
berlakukan-pajak-progresif-mobil
Page 18
Page 19