Anda di halaman 1dari 26

Analisa Penentuan Prioritas Pemeliharaan Jalan Kabupaten Banyumas

Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analysis Of The Determination of Road Maintenance Priority in Banyumas -


Purwokerto Based on Analytical Hierarchy Process (AHP)

Via Azizul Saputri Khalifah

S942008024

Magister Pemeliharaan Dan Rehabilitasi Infrastruktur

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

2020
I. PENDAHULUAN

Transportasi mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian


baik daerah pedesaan, perkotaan dan daerah semi urban atau negara yang sedang
berkembang. Dengan adanya transportasi dapat memberi stimulan sebagai
fasilitas bagi sistem produksi dan investasi baik dalam bidang industri,
perdagangan, pekerjaan, jasa dan sektor lainnya yang merata disemua daerah.
Keperluan ketersediaan infrastruktur merupakan prasyarat guna mendukung laju
pertumbuhan ekonomi karena berpengaruh pada kegiatan aktivitas sehari - hari.
Sehingga untuk mendukung laju perekonomian dibutuhkan prasarana guna
mendukung aksesbilitas maupun perpindahaan barang dan jasa.
Jalan merupakan aspek penting pada prasarana yang berperan besar dalam
berbagai sektor bidang khususnya perekonomian. Sebagai salah satu akses untuk
mencapai tujuan, jalan harus diperhatikan karena jika jalan mengalami kerusakan
akan membuat berbagai permasalahan seperti perpindahan terhambat, waktu
tempuh menjadi lama, kemacetan hingga kecelakaan lalu lintas. Faktor
permasalahan tersebut nantinya akan berdampak pada laju perkembangan
perekonomian yang ikut terganggu. Kerusakan jalan Kabupaten yang terjadi di
daerah Banyumas merupakan masalah yang penting mengingat jalan ini
merupakan akses jalan lokal primer yang digunakan pengguna dalam perpindahan
penumpang, barang hingga sarana yang saling berinteraksi.
Mengingat pengaruh jalan yang berpotensi kepada laju pertumbuhan
ekonomi, maka perlu menjaga peforma kondisi jalan agar tetap layak dalam
melayani berbagai moda transportasi. Namun, banyak jalan yang belum dapat
penanganan baik pemeliharaan maupun peningkatan. Sedangkan untuk
penanganan jalan dana yang dikeluarkan cukup terbatas. Perlu adanya penentuan
skala prioritas untuk mengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan
penanganan jalan. Metode AHP merupakan metode yang dapat dijadikan alat
bantu aplikatif dalam menentukan prioritas penanganan jalan. Metode ini
dilakukan dengan pembobotan berdasarkan tingkat kepentingan sehingga dapat
mengkombinasikan berbagai aspek kriteria untuk mendapatkan hasil urutan
prioritas penanganan jalan.
II. METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Menurut Thomas L.Saaty (1993), metode AHP dapat digunakan untuk


memecahkan permasalahan yang kompleks dengan aspek atau keriteria yang
diambil cukup banyak. Hal ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas,
ketidakpastian dalam mengambil keputusan. Dalam penggunaan metode ini yang
paling penting dibutuhkan adalah struktur hierarki untuk memodelkan suatu
permasalahan yang ada. Metode ini menggunakan perbandingan berpasangan
yang bersifat diskrit dan kontinu dalam hierarki struktur bertingkat. Adapun
tahapan AHP alaah sebagai berikut.

1. Menentukan Tujuan / Goal (Hierarki I)


Dalam penentuan ini mendefinisian masalah dan penentuan solusi yang
diinginkan.

2. Penentuan Kriteria dan Sub Kriteria


a. Kriteria (Hierarki II)

b. Alternatif (Hierarki III)

3. Membuat matriks perbandingan


Matriks perbandingan berpasangan dengan melakukan penilaian tingkat
kepentingan satu dengan elemen lainnya. Perbandingan berpasangan untuk
mempertimbangkan faktor-faktor keputusan atau alternatif dengan
memperhitungkan hubungan antara faktor dan sub faktor itu sendiri.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sebanyak n x [(n-1)/2], dimana n
merupakan jumlah elemen yang dibandingkan.
5. Evaluasi
Evaluasi seluruh proses pembobotan harus dilakukan proses normalisasi pada
setiap matriks perbandingan berpasangan. Alternatif terbaik merupakan bobot
tertinggi dengan prioritas tertinggi.

Berdasarkan dekomposisi diatas, dapat disusun bagan hierarki seperti pada


Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagan Hierarki

III. PENILAIAN / PEMBOBOTAN

A. Kriteria Pembobotan
Hasil pembobotan pada hierarki ke-2 atau kriteria seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kriteria Pembobotan

Kriteria KJ PJ VLL TGL

KJ 1 2 3 7

PJ 1 3 6

VLL 1 5

TGL 1

Jumlah 3,64 2,00 6,20 19,00


Pada matriks kriteria terlihat perbandingan Kondisi Jalan (KJ) dengan
Perkerasan Jalan (PJ) dianggap lebih penting (2). Sama seperti jenis kondisi jalan
lainnya, jika Kondisi Jalan (KJ) dibandingkan dengan Volume Lalu Lintas (VLL)
dan Tata Guna Lahan (TGL) terhadap penanganan pemeliharaan jalan, Kondisi
Jalan (KJ) dianggap lebih penting dimana masing-masing bernilai (3) dan (7).
Namun untuk Kondi Jalan (KJ) dianggap sangat penting dibandingkan Tata Guna
Lahan (TGL).

Interpretasi penilaian Hierari II sama untuk penilaian Herarki III

Tabel 2.2 Kondisi Jalan (KJ)

Alternatif Corrugation Crack Ravelling Potholes Bleeding

Corrugation 1 2 3 4 6

Crack 1/2 1 1/2 3 4

Ravelling 1/3 2 1 2 5

Potholes 1/4 1/3 1/2 1 3

Bleeding 1/6 1/4 1/5 1/3 1

Tabel 2.3 Perkerasan Jalan (PJ)

Alternatif
B-A A-P P-S
J-S 1 1/4 1/6

S-R 4 1 1/3

D-A 6 3 1

Tabel 2.4 Volume Lalu Lintas (VLL)

Alternatif
B-A A-P P-S
J-S 1 1/2 3

S-R 2 1 4
D-A 1/3 1/4 1

Tabel 2.5 Tata Guna Lahan (TGL)


Alternatif B-A A-P P-S
B-A 1 1/5 5
A-P 2 1 4
P-S 1/5 1/4 1

B. Uji Konsistensi
Berikut adalah uji konsistensi dari beberapa kriteria matriks.
1. Pada langkah ini dilakukan penyusunan matriks kriteria dan alternatif kedalam
bentuk matriks masing - masing dan merubahnya kebentuk desimal. Sehingga
didapatkan Nilai desimal dari masing-masing matriks.

Tabel 2.6 Corrugation (CG)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 1 0,25 0,17

A-P 4 1 0,33

P-S 6 3 1

Total 11,00 4,25 1,50

Tael 2.7 Crack (C)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 1,00 5,00 7,00

A-P 0,11 1,00 3,00

P-S 0,13 0,50 1,00

Total 1,24 6,50 11,00


Tabel 2.8 Ravelling (R)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 1,00 5,00 7,00

A-P 0,11 1,00 3,00

P-S 0,13 0,50 1,00

Total 1,24 6,50 11,00

Tabel 2.9 Potholes (PT)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 1,00 0,11 0,14

A-P 4,00 1,00 0,50

P-S 6,00 3,00 1,00

Total 11,00 4,11 1,64

Tabel 2.10 Bleeding (B)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 1,00 0,11 0,14

A-P 3,00 1,00 0,50

P-S 9,00 3,00 1,00

Total 13,00 4,11 1,64

1. Normalisasi pada keempat marik desimal pada masing - masing sub kriteria
dan alternatif. Normalisasi merupakan hasil dari pembagian alternatif kriteria atau
sub kriteria dibagi dengan total hasil kriteria atau sub kriteria.
Tabel 2.11 Normalisasi Kondisi Jalan (KJ)

Alternatif Corrugation Crack Ravelling Potholes Bleeding

Corrugation 0,444 0,358 0,577 0,387 0,316

Crack 0,222 0,179 0,096 0,290 0,211

Ravelling 0,148 0,358 0,192 0,194 0,263

Potholes 0,111 0,060 0,096 0,097 0,158

Bleeding 0,074 0,045 0,038 0,032 0,053

Total 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Tabel 2.12 Normaisasi Perkerasan Jalan (PJ)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,091 0,059 0,111

A-P 0,364 0,235 0,222

P-S 0,545 0,706 0,667

total 1,000 1,000 1,000

Tabel 2.13 Normalisasi Volume Lalu Lintas (VLL)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,300 0,286 0,375

A-P 0,600 0,571 0,500

P-S 0,100 0,143 0,125

total 1,000 1,000 1,000


Tabel 2.14 Normalisasi Tata Guna Lahan (TGL)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,300 0,294 0,333

A-P 0,600 0,588 0,556

P-S 0,100 0,118 0,111

total 1,000 1,000 1,000

Tabel 2.15 Normalalisasi Corrugation (CG)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,09 0,06 0,11

A-P 0,36 0,24 0,22

P-S 0,55 0,71 0,67

total 1 1 1

Tabel 2.16 Normaisasi Cracking (C)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,81 0,77 0,64

A-P 0,09 0,15 0,27

P-S 0,10 0,08 0,09

total 1 1 1
Tabel 2.17 Normalisasi Ravelling (R)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,81 0,77 0,64

A-P 0,09 0,15 0,27

P-S 0,10 0,08 0,09

Total 1 1 1

Tabel 2.18 Potholes (PT)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,09 0,03 0,09

A-P 0,36 0,24 0,30

P-S 0,55 0,73 0,61

total 1 1 1

Tabel 2.19 Bleeding (B)

Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,08 0,03 0,09

A-P 0,23 0,24 0,30

P-S 0,69 0,73 0,61

Total 1 1 1

2. Mencari Nilai Eigen Vaktor (EV), didapatkan dari hasl rata-rata tiap baris pada
setiap elemen. Perhitungan dilakukan untuk masing-masing elemen pada tiap
matriks hasil pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20 Sub-Hierarki Kondisi Jalan

Kriteria / Alternatif EV

Corrugation 0,42
Crack 0,20
Ravelling 0,23
Potholes 0,10
Bleeding 0,05
Total 1,00

3. Normalisasi seperti pada Tabel dibawah ini

Tabel 2.21 Hierarki 3

EV
Kriteria / Alternatif
B-A A-P P-S
B-A 0,087 0,320 0,320

A-P 0,274 0,557 0,557

P-S 0,639 0,123 0,123

Total 1,000 1,000 1,000

Tabel 2.22 Sub Hierarki II

Kriteria / EV
Alternatif
Corrugation Crack Ravelling Potholes Bleeding

B-A 0,320 0,320 0,144 0,066 0,060

A-P 0,557 0,557 0,769 0,321 0,360

P-S 0,123 0,123 0,087 0,613 0,579

Total 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000


4. Mencari dan menentukan Lamda maksimum untuk tiap - tiap matriks Matrik
Eigen terbesar diperoleh dengan mengalikan total matriks.

Untuk mencari  max dapat dihitung dengan rumus berikut :

 max = Total Matriks x EV


Ev merupakan nilai rata - rata dari matriks

Tabel 2.23 Hierarki 2


KJ PJ VLL TGL Rata-Rata (Ev)
KJ 0,51 0,57 0,42 0,37 0,47
PJ 0,25 0,29 0,42 0,32 0,32
VLL 0,17 0,10 0,14 0,26 0,17
TGL 0,07 0,05 0,03 0,05 0,05
Jumlah 1 1 1 1 1
 max = 4,18

Tabel 2.24 Kondisi Jalan (KJ)


Rata- Rata
Alternatif Corrugation Cracking Ravelling Potholes Bleeding
(Ev)
Corrugation 0,44 0,36 0,58 0,39 0,32 0,42
Cracking 0,22 0,18 0,10 0,29 0,21 0,20
Ravelling 0,15 0,36 0,19 0,19 0,26 0,23
Potholes 0,11 0,06 0,10 0,10 0,16 0,10
Bleeding 0,07 0,04 0,04 0,03 0,05 0,05
Jumlah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
 max = 5,25

Tabel 2.25 Perkerasan Jalan (PJ)


Rata-Rata
B-A A-P P-S
(Ev)
B-A 0,09 0,06 0,11 0,09
A-P 0,36 0,24 0,22 0,27
P-S 0,55 0,71 0,67 0,64
Jumlah 1 1 1 1
 max = 0,04
Tabel 2.26 Volume Lalu Lintas (VLL)

B-A A-P P-S Rata-Rata (Ev)

B-A 0,30 0,29 0,38 0,32


A-P 0,60 0,57 0,50 0,56
P-S 0,10 0,14 0,13 0,12
Jumlah 1 1 1 1
 max = 3,02

Tabel 2.27 Tata Guna Lahan (TGL)


Rata- Rata
B-A A-P P-S
(Ev)
B-A 0,30 0,29 0,38 0,32
A-P 0,60 0,57 0,63 0,60
P-S 0,10 0,14 0,13 0,12
Jumlah 1 1 1,125 1,042
 max = 3,10

Tabel 2.28 Corrugation (CG)

B-A A-P P-S Rata-Rata (Ev)

B-A 0,09 0,06 0,11 0,09


A-P 0,36 0,24 0,22 0,27
P-S 0,55 0,71 0,67 0,64
Jumlah 1 1 1 1
 max = 3,081

Tabel 2.29 Crack (C)


B-A A-P P-S Rata-Rata (Ev)
B-A 0,81 0,77 0,64 0,74
A-P 0,09 0,15 0,27 0,17
P-S 0,10 0,08 0,09 0,09
Jumlah 1 1 1 1
 max = 3,018
Tabel 2.30 Ravelling (R)

B-A A-P P-S Rata-Rata (Ev)

B-A 0,81 0,77 0,64 0,74


A-P 0,09 0,15 0,27 0,17
P-S 0,10 0,08 0,09 0,09
Jumlah 1 1 1 1
 max = 3,017

Tabel 2.31 Potholes (PT)

B-A A-P P-S Rata-Rata (Ev)

B-A 0,09 0,03 0,09 0,07


A-P 0,36 0,24 0,30 0,30
P-S 0,55 0,73 0,61 0,63
Jumlah 1 1 1 1
 max = 3,032

Tabel 2.32 Bleeding (B)


B-A A-P P-S Rata-Rata (Ev)
B-A 0,08 0,03 0,09 0,06
A-P 0,23 0,24 0,30 0,26
P-S 0,69 0,73 0,61 0,68
Jumlah 1 1 1 1
 max = 3,006

5. Mencari Nilai CI atau Consistency Index dan Nilai CR , sesuai dengan


persamaan yang telah dibahas sebelumnya dengan rumus sebagai berikut.

CI =  max - n

n-1

Sumber : Saaty (1998)


Sedangkan untuk rumus CR adalah sebagai berikut.

CR = CI < 0,1
IR
Konsistensi yang dapat diterima apabila nilai CR<10% (CR<0,1)

Untuk nilai n diketahui berdasarkan tabel dibawah Ini

Tabel 2.33 Indeks Rasio

n 12 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Ri 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Sumber : Saaty (1998)

Sehingga dari rumus diatas dapat diperoleh perhitungan Matriks seperti pada
Tabel 2.34.

Tabel 2.34 Perhitungan CI dan CR


MATRIKS CI RI CR
I 0,061 0,9 0,068
II 0,063 1,12 0,056
III 0,012 0,58 0,020
IV 0,012 0,58 0,020
V 0,002 0,58 0,004
VI 0,039 0,58 0,068
VII 0,009 0,58 0,015
VIII 0,016 0,58 0,027
IX 0,016 0,58 0,027
X 0,003 0,58 0,005

C. Sintesis (Iterasi Matriks)


1. Lakukan perkalian baris kali kolom, berdasarkan nilai desimal dari matriks.

Tabel 2.35 Kriteria Jalan


4,00 6,17 13,40 41,00
2,86 4,00 8,70 30,50
1,55 2,17 4,00 14,33
0,44 0,69 1,33 4,00
Tabel 2.36 Kondisi Jalan (KJ)
5,00 12,83 10,20 22,00 47,00
2,58 5,00 4,80 10,33 22,50
3,00 6,58 5,00 13,00 26,00
1,33 2,92 2,52 5,00 11,33
0,61 1,34 1,19 2,48 5,00

Tabel 2.37 Perkerasan Jalan (PJ)


3,00 1,75 8,00
5,33 3,00 14,00
1,17 0,67 3,00

Tabel 2.38 Volume Lalu Lintas (VLL)


3,00 1,75 8,00
5,33 3,00 14,00
1,17 0,67 3,00

Tabel 2.39 Tata Guna Lahan (TGL)


3,00 1,60 8,50
5,67 3,00 16,00
1,07 0,57 3,00

Tabel 2.40 Corrugation (CG)


3,00 1,00 0,42
10,00 3,00 1,33
24,00 7,50 3,00

Tabel 2.41 Cracking (C)


2,43 13,50 29,00
0,60 3,06 6,78
0,31 1,63 3,38

Tabel 2.42 Ravelling (RV)


2,43 13,50 29,00
0,60 3,06 6,78
0,31 1,63 3,38
Tabel 2.43 Potholes (PT)
2,30 0,65 0,34
11,00 2,94 1,57
24,00 6,67 3,36

Tabel 2.44 Bleeding (B)


2,62 0,65 0,34
10,50 2,83 1,43
27,00 7,00 3,79

2. Penjumlahan hasil penjumlaan data perkalian disusun kedalam matrik


kemudian dijumahkam sehingga didapatkan hasil Iterasi I yang dapat dilihat pada
Tabel 2.45.

Tabel 2.45 ITERASI I


Matriks (ordo 4) Total Norm.
4,00 6,17 13,40 41,00 64,57 0,46
2,86 4,00 8,70 30,50 46,06 0,33
1,55 2,17 4,00 14,33 22,05 0,16
0,44 0,69 1,33 4,00 6,45 0,05
Total = 139,12 1,00

Kondisi Jalan (KJ)


5,00 12,83 10,20 22,00 47,00
2,58 5,00 4,80 10,33 22,50
3,00 6,58 5,00 13,00 26,00
1,33 2,92 2,52 5,00 11,33
0,61 1,34 1,19 2,48 5,00

97,03 0,42
45,22 0,20
53,58 0,23
=
23,10 0,10
10,63 0,05
229,56 1,00
Perkerasan Jalan (PJ)
3,00 1,75 8,00 = 12,75 0,32
5,33 3,00 14,00 = 22,33 0,56
1,17 0,67 3,00 = 4,83 0,12
TOTAL 39,92
Volume Lalu Lintas (VLL)
3,00 1,75 8,00 = 12,75 0,32
5,33 3,00 14,00 = 22,33 0,56
1,17 0,67 3,00 = 4,83 0,12
TOTAL 39,92
Tata Guna Lahan (TGL)
3,00 1,60 8,50 = 13,10 0,31
5,67 3,00 16,00 = 24,67 0,58
1,07 0,57 3,00 = 4,63 0,11
TOTAL 42,40
Corrugation (CG)
3,00 1,00 0,42 = 4,42 0,08
10,00 3,00 1,33 = 14,33 0,27
24,00 7,50 3,00 = 34,50 0,65
TOTAL 53,25
Cracking (C)
2,43 13,50 29,00 = 44,93 0,74
0,60 3,06 6,78 = 10,43 0,17
0,31 1,63 3,38 = 5,31 0,09
TOTAL 60,67
Ravelling (RV)
2,43 13,50 29,00 = 44,93 0,74
0,60 3,06 6,78 = 10,43 0,17
0,31 1,63 3,38 = 5,31 0,09
TOTAL 60,67
Potholes (PT)
2,30 0,65 0,34 = 3,29 0,06
11,00 2,94 1,57 = 15,52 0,29
24,00 6,67 3,36 = 34,02 0,64
TOTAL 52,83
Bleeding (B)
2,62 0,65 0,34 = 3,61 0,06
10,50 2,83 1,43 = 14,76 0,26
27,00 7,00 3,79 = 37,79 0,67
TOTAL 56,16
3. Setela mendapatkan Iterasi I, maka dapat dihitung Iterasi II dan III hingga pada
hasil normalisasi mendapatkan nilai mendekati atau sama dengan 0. Berikut
adalah Tabel Iterasi II dan Iterasi III.

Tabel 2.46 ITERASI II


Matriks (ordo 4) Total Norm.
72,22 106,48 215,32 708,15 1102,17 0,47
49,61 73,38 148,41 485,84 757,24 0,32
24,82 36,71 74,63 244,20 380,36 0,16
7,50 11,05 22,43 73,82 114,81 0,05
Total = 2354,58 1,00

Kondisi Jalan (KJ)


146,68 322,84 274,98 601,93 1273,28 = 2619,70
67,70 150,14 127,17 278,44 588,33 = 1211,78
80,16 177,21 150,90 328,59 696,46 = 1433,32
35,31 78,08 66,27 145,33 307,06 = 632,06
16,44 36,34 30,82 67,60 142,97 = 294,18
Total = 6191,03
Perkerasan Jalan (PJ) total norm
27,67 15,83 72,50 = 116,00 0,32
48,33 27,67 126,67 = 202,67 0,56
10,56 6,04 27,67 = 44,26 0,12
total 362,93
Volume Lalu Lintas (VLL) total norm
27,67 15,83 72,50 = 116,00 0,32
48,33 27,67 126,67 = 202,67 0,56
10,56 6,04 27,67 = 44,26 0,12
total 362,93
Tata Guna Lahan (TGL) total norm
27,13 14,42 76,60 = 118,15 0,31
51,07 27,13 144,17 = 222,37 0,58
9,61 5,11 27,13 = 41,85 0,11
total 382,37
Corrugation (CG) total norm
29,00 9,13 3,83 = 41,96 0,09
92,00 29,00 12,17 = 133,17 0,27
219,00 69,00 29,00 = 317,00 0,64
total 492,13
Cracking (C) total norm
22,83 121,19 259,86 = 403,88 0,74
5,35 28,41 60,90 = 94,66 0,17
2,74 14,57 31,27 = 48,58 0,09
total 547,13
Ravelling (RV) total norm
22,83 121,19 259,86 = 403,88 0,74
5,35 28,41 60,90 = 94,66 0,17
2,74 14,57 31,27 = 48,58 0,09
total 547,13
Potholes (PT) total norm
20,65 5,69 2,95 = 29,29 0,06
95,42 26,30 13,66 = 135,38 0,29
209,14 57,63 29,94 = 296,71 0,64
total 461,38
Bleeding (B)
22,91 5,94 3,12 = 31,96 0,06
95,82 24,86 13,04 = 133,72 0,26
246,43 63,90 33,55 = 343,88 0,67
total 509,56

Tabel 2.47 ITERASI III (Kriteria)


Matriks (ordo 4) Total Norm.
21153,94 31233,53 63308,83 207735,26 323431,56 0,47
14550,84 21484,22 43547,47 142891,59 222474,12 0,32
7297,14 10774,18 21838,86 71659,48 111569,66 0,16
2200,44 3248,91 6585,42 21608,75 33643,52 0,05
Total 691118,86 1,00

Kondisi Jalan (KJ)


107602,92 237822,79 202020,94 442091,79 935073,64 = 1924612,08
49793,77 110054,26 93486,30 204580,45 432710,01 = 890624,78
58904,57 130190,64 110591,67 242011,96 511882,94 = 1053581,77
25958,76 57373,96 48736,73 106652,99 225582,75 = 464305,19
12080,66 26700,63 22681,04 49634,07 104981,49 = 216077,90
total 4549201,73
Perkerasan Jalan (PJ) total norm
2296,00 1314,13 6017,22 = 9627,35 0,32
4011,48 2296,00 10513,06 = 16820,54 0,56
876,09 501,44 2296,00 = 3673,52 0,12
total 30121,41
Volume Lalu Lintas (VLL) total norm
2296,00 1314,13 6017,22 = 9627,35 0,32
4011,48 2296,00 10513,06 = 16820,54 0,56
876,09 501,44 2296,00 = 3673,52 0,12
total 30121,41
Tata Guna Lahan (TGL) total norm
2208,64 1173,52 6235,23 = 9617,38 0,31
4156,82 2208,64 11735,15 = 18100,61 0,58
782,34 415,68 2208,64 = 3406,67 0,11
total 31124,66
Corrugation (CG) total norm
2520,00 793,75 333,35 = 3647,10 0,09
8000,50 2520,00 1058,33 = 11578,83 0,27
19050,00 6000,38 2520,00 = 27570,38 0,64
total 42796,31
Cracking (C) total norm
1882,47 9997,52 21438,51 = 33318,50 0,74
441,17 2342,99 5024,26 = 7808,42 0,17
226,40 1202,38 2578,36 = 4007,14 0,09
total 45134,05
Ravelling (RV) total norm
1882,47 9997,52 21438,51 = 33318,50 0,74
441,17 2342,99 5024,26 = 7808,42 0,17
226,40 1202,38 2578,36 = 4007,14 0,09
total 45134,05
Potholes (PT) total norm
1586,92 437,34 227,11 = 2251,37 0,06
7336,26 2021,82 1049,92 = 10408,00 0,29
16078,25 4431,05 2301,02 = 22810,32 0,64
total 35469,70
Bleeding (B) 0,00 0,00
1861,39 482,70 253,29 = 2597,38 0,06
7790,42 2020,25 1060,10 = 10870,78 0,26
20035,06 5195,60 2726,33 = 27956,99 0,67
total 41425,16
4. Hasil Iterasi 1 dan 3 dengan nilai selisihnya, seperti pada tabel 2.48

Tabel 2.48 Selisih Iterasi


ITERASI 1 (A) ITERASI 3 (B) A-B
0,46 0,47 0,00
0,33 0,32 0,00
0,16 0,16 0,00
0,05 0,05 0,00
∑SUM(A-B) 0,00

Pada Iterasi ketiga, telah memperoleh nilai selisih hasil normallisasi yang
bernilai 0, artinya proses iterasi tidak perlu lagi dilanjutkan. Karena proses iterasi
berhenti pada iterasi 3.

Dari setiap elemen penyusun kriteria dapat disusun sebagai berikut


i. Kondisi Jalan (KJ) dengan bobot 0,47
ii. Perkerasan Jalan (PJ) dengan bobot 0,32
iii. Volume Lalu lintas (VLL) dengan bobot 1,6
iv. Tata Guna Lahan (TGL) dengan bobot 0,05
Berdasarkan nilai diatas, maka dapat diplotting ke bagan hierarki sebagai berikut :

Gambar 2.2 Bagan Hierarki Kriteria

Berdasarkan hasil pembobotan diatas, terlihat jika aspek nilai kondisi jalan
merupakan kriteria yang menjadi prioritas utama untuk menentukan jenis
penentuan prioritas pemeliharaan jalan di Kabupaten Banyumas. Kemudian data
berikutnya adalah perkerasan jalan, volume lalu lintas dan pertimbangan terakhir
yaitu saran pendukung dalam penentuan prioritas pemeliharaan jalan di
Kabupaten Banyumas.
5. Bobot Prioritas Alternatif

Proses iterasi pada tahapan ini maka perlu dilakukan iterasi alternatif
komoditas ternak pada setiap keriteria. Dari bobot masing - masing alternatif pada
kriteria Kondisi Jalan adalah sebagai berikut.

Tabel 2.49 Prioritas Kondisi Jalan


No Prioritas Nilai
1 Corrugation 0,423
2 Ravelling 0,232
3 Cracking 0,196
4 Potholes 0,102
5 Bleeding 0,047

Berdasarkan hasil pembbotan kriteria diatas, diketahui bahwa ruas Jalan


Banyumas - Purwokerto memiliki kondisi kerusakan yang paling utama adalah
corrugation / bergeombang. Kerusakan selanjutnya diikuti oleh ravelling,
cracking, potholes dan yang terakhir adalah bleeding.

D. Penetapan Alternatif Terbaik

Menentukan alternatif terbaik antara hasil pembobotan padakrteria dan


pembobotan alternatf berdasarkan kriteria, dapat dilakukan dengan mengalikan
masing - masing bobot kriteria seperti pada Tabel 2.50 Berikut.

Tabel 2.50 Bobot Kondisi Jalan


Ruas Bobot Kondisi Jalan Bobot
Jalan Corrugation Cracking Ravelling Potholes Bleeding
B-A 0,085 0,738 0,738 0,063 0,063 x 0,423 CG
A-P 0,271 0,173 0,173 0,293 0,262 0,196 C
P-S 0,644 0,089 0,089 0,643 0,675 0,232 RV
0,102 PT
0,047 B

Dari hasil perkalian matriks bobot kriteria, didapatkan alternatif terbaik seperti
yang tertera pada Tabel 2.51.

Tabel 2.50 Prioritas Kondisi Jalan


No Prioritas Nilai
1 P-S 0,408
2 B-A 0,361
3 A-P 0,231
Berdasarkan hasil prioritas pembobotan dapat diketahui bahwa, semkin besar
bobot maka semakn di prioritaskan. Seprti pada Jalan Purwokerto - Sokaraja
memiliki prioritas utama dalam penanganan prioritas pemliharaan jalan di
Kabupaten Banyumas. Prioritas kedua yaitu jalan Banyumas - Ajibarang dan yang
terakhir adalah jalan Ajibarang - Purwokrto.

IV. Penutup

Dari analisa data yang telah dilakukan, dapat dimbil kesimpulan sebagai berikut.

1. Pemilihan pemeliharaan jalan di Kabupaten Banyumas menggunakan empat


kritria yaitu kondisi jalan, perkerasan jalan, volume lalu lintas, dan tata guna lahan.
Kriteria kondisi jalan merupakan kriteria yang paling berpengaruh dalam
penentuan prioritas pemiliharaan jalandi Kabupaten Bayumas. Kriteria yang
paling berpengaruh dilakukan pemetaan hierarki untuk mengetahui kerusakan
paling besar.

2. Dari hasil analisis didapatkan Jalan Purwokerto - Sokaraja menjadi prioritas


pertama kemudia diikuti Banyumas - Ajibarang dan Ajibarang - Purwokerto.

Saran

1. Perlu dilakukan penyesuaian kriteria dan sub kritera prioritas pemeliharaan


jalan.

2. Dalam memnentukan urutan prioitas perlu dikaji lebih mendalam mengenai


sistem/metode.
Daftar Pustaka

Oktharandi,R.R, 2013, Prioritas Pemeliharaan JalanNon Lingkungan Di KOta


Surakat Dngan Metode AHP. Universitas Sebelas Maret.

Pemerintah Kabupaten Banyumas, “Tata Guna Lahan”, 2019 [online]

Lampiran

Survey kondisi kerusakan jalan Purwokerto - Sokaraja yang memiliki tingkat


prioritas utama dalam penanganan pemeliharaan jalan.

Gambar 2.3 Potholes Gambar 2.4 Raveling

Gambar 2.5 Cracking Gambar 2.6 Corrugated

Gambar 2.7 Bleeding

Anda mungkin juga menyukai