Anda di halaman 1dari 12

PHARMACY, Vol.11 No.

01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

COST EFFECTIVENESS ANALYSIS PENGOBATAN PASIEN DEMAM TIFOID PEDIATRIK


MENGGUNAKAN CEFOTAXIME DAN CHLORAMPHENICOL
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Rima Fitriani Susono, Sudarso, Githa Fungie Galistiani

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto


Jalan Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202, 53182, Telp. (0281) 636751
Email: rimafitrianisus@yahoo.com (Rima Fitriani Susono)

ABSTRAK

Di Indonesia insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19
tahun. Resistensi luas antibiotik aktif terhadap Salmonella typhi banyak ditemui salah
satunya chloramphenicol. Chloramphenicol adalah antibiotik pilihan pertama untuk
tifoid pediatrik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Telah dilakukan
penelitian cost effectiveness analysis menggunakan metode observasional analitik
dengan rancangan cross sectional, pengambilan data menggunakan pendekatan
retrospektif melalui penelusuran rekam medik pasien. Terdapat 87 pasien yang
masuk dalam penelitian ini, 64 pasien mendapatkan chloramphenicol dan 23 pasien
mendapatkan cefotaxime. Total biaya rata-rata pasien demam tifoid pediatrik yang
mendapat chloramphenicol sebesar Rp1.453.618,00 sedangkan pada pasien yang
mendapat cefotaxime sebesar Rp1.319.413,00. Berdasarkan waktu bebas demam
pasien, nilai ACER chloramphenicol sebesar Rp983.969,00 per hari bebas demam,
sedangkan cefotaxime sebesar Rp761.917,00 per hari bebas demam dengan nilai ICER
sebesar Rp-527.535,00 per hari bebas demam. Untuk lama rawat pasien, nilai ACER
chloramphenicol sebesar Rp299.098,00 per hari rawat sedangakan cefotaxime sebesar
Rp297.835,00 per hari rawat dengan nilai ICER sebesar Rp312.104,00 per hari
pengurangan lama rawat. Sehingga cefotaxime lebih cost effective dibandingkan dengan
chloramphenicol.

Kata kunci: demam tifoid pediatrik, cefotaxime, chloramphenicol.

ABSTRACT

In Indonesia, incidences of typhoid fever were commonly identified among the


population of 3 to 19 years. There is a wide resistance of active antibiotics to Salmonella
Typhi, one of which is chloramphenicol. The first option of antibiotics for pediatric
typhoid in a local hospital of Purwokerto is chloramphenicol. The method applied was
analytical observation using cross-sectional design. The data collection was done using
retrospective approach through examining patient’s medical record. Among 87 patients
taken as the data, 64 patients were given chloramphenicol and 23 patients took
cefotaxime. The average cost of chloramphenicol medication was Rp1.453.618,00, and
that of cefotaxime was Rp1.319.413,00. Based their fever –free time, the value of ACER
among the patients treated with chloramphenicol was Rp983.969,00 at the fever-free

86
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

day, that of cefotaxime was Rp761.917,00 at the fever-free day, with ICER value of Rp-
527.535,00 per fever-free day. In terms of their treatment period, ACER value of
chloramphenicol was Rp299.098,00 per day in hospitalization. Meanwhile, the value of
cefotaxime was Rp297.835,00 per day in hospitalization with ICER value of Rp312.104,00
per day of reduction in hospitalization. So cefotaxime more cost effective than
chloramphenicol.

Key words: pediatric typhoid fever, cefotaxime, chloramphenicol.

87
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

Pendahuluan thiamphenicol, cefixime, amoxicillin,


Menurut World Health ceftriaxone, cefotaxime, serta jumlah
Organization, sekitar 500.000 kematian pasien demam tifoid terbanyak terjadi
dilaporkan setiap tahun secara global. Di pada pasien rawat inap dibandingkan
Indonesia, insiden demam tifoid banyak dengan pasien yang rawat jalan dengan
dijumpai pada populasi yang berusia 3- jumlah pasien rawat inap dari Januari
19 tahun (Nelwan, 2012). Biaya 2010 hingga November 2013 sebanyak
pengobatan demam tifoid adalah tinggi 1116 pasien dimana setiap tahunnya
menurut WHO. Dari suatu penelitian terus meningkat, dengan persentase
mengatakan bahwa biaya pribadi dari peningkatannya adalah 45,7%.
pengobatan demam tifoid rawat inap Penelitian farmakoekonomi
adalah 100% dari pendapatan di Jakarta. mengidentifikasi, mengukur dan
Biaya pribadi ini menjadi bencana bagi membandingkan biaya (yaitu, sumber
rumah tangga miskin yang memiliki daya yang dikonsumsi) dan konsekuensi
kesehatan yang buruk. (yaitu, klinis, ekonomi, humanistik) dari
Beberapa antibiotik yang produk dan pelayanan farmasi. Cost-
tercatat resisten yaitu kloramfenikol, Effectiveness Analysis (CEA) dilakukan
ampisilin, trimetoprim, dan dengan mendefinisikan, menilai, dan
sulfametoksazol, sehingga perlu untuk membandingkan sumber daya yang
mengevaluasi obat baru untuk digunakan (input) dengan konsekuensi
pengobatan demam tifoid. Terjadinya dari pelayanan output antara dua atau
kekambuhan dan efek samping dari lebih alternatif.
kloramfenikol seperti depresi sumsum
tulang dan anemia aplastik juga menjadi Metode Penelitian
alasan dokter untuk mencari alternatif Metode yang digunakan dalam
terapi dari kloramfenikol. penelitian ini adalah metode penelitian
Berdasarkan hasil survei di observasional yang bersifat analitik
instalasi rawat inap RSUD Prof. Dr. dengan rancangan cross sectional.
Margono Soekarjo Purwokerto, terdapat Pengambilan data menggunakan
beberapa antibiotik yang digunakan pendekatan retrospektif melalui
untuk pasien demam tifoid pediatrik penelusuran rekam medik pasien.
yaitu ampicillin, chloramphenicol,

88
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

Penelitian ini membandingkan a. Kriteria Inklusi


efektifitas biaya dari cefotaxime dan 1. Pasien demam tifoid pediatrik umur
chloramphenicol dalam pengobatan 0-16 tahun yang dirawat inap di
demam tifoid pediatrik. Bahan yang RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
digunakan untuk penelitian ini adalah Purwokerto periode Januari 2010-
data rekam medik dan data biaya Desember 2013 tanpa penyakit
pengobatan pasien demam tifoid di penyerta.
instalasi rawat inap RSUD Prof. Dr. 2. Pasien yang mendapat antibiotik
Margono Soekarjo Purwokerto. chloramphenicol.
Sampel yang digunakan dalam 3. Pasien yang mendapat antibiotik
penelitian ini adalah pasien demam cefotaxime.
tifoid pediatrik di instalasi rawat inap b. Kriteria Eksklusi
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Subyek yang telah memenuhi kriteria
Purwokerto periode Januari 2010- inklusi di atas tidak diikutsertakan
Desember 2013. Teknik pengambilan dalam penelitian ini apabila:
sampel yang digunakan adalah purposive
1. Pasien demam tifoid pediatrik yang
sampling. Berdasarkan perhitungan
diberikan antibiotik lain selain
rumus besar sampel menurut Dahlan
cefotaxime dan chloramphenicol.
(2011), besar minimal sampel adalah 72
2. Pasien demam tifoid pediatrik
pasien untuk setiap kelompok. Jadi,
meninggal dunia.
besar minimal sampel untuk kedua
1. Pasien demam tifoid pediatrik
kelompok yaitu cefotaxime dan
dengan penyakit penyerta.
chloramphenicol sebanyak 144 pasien.
2. Data status pasien yang tidak
Sedangkan dalam penelitian ini jumlah
lengkap, hilang, tidak jelas terbaca.
sampel yang didapat untuk kedua
Analisa efektivitas biaya pada
kelompok adalah sebanyak 87 pasien
penelitian ini menggunakan metode
(total sampling). Untuk kelompok
Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER)
cefotaxime sebanyak 23 pasien,
dan Incremental Cost-Effectiveness Ratio
sedangkan kelompok chloramphenicol
(ICER) (Andayani, 2013). Cost-effective
sebanyak 64 pasien.
dengan ACER dihitung berdasarkan
Sampel yang diambil memiliki beberapa
kriteria yaitu:

89
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

perhitungan total biaya medis langsung saat tersebut menentukan efektifitas


dibagi dengan efektivitas terapi. antibiotik (Hadinegoro, 2001).

ACER= Hasil dan Pembahasan


Pasien yang termasuk inklusi
berjumlah 87 pasien. Pasien yang
menggunakan chloramphenicol
berjumlah 64 pasien sedangkan yang
Pada penelitian ini untuk melihat
menggunakan cefotaxime berjumlah 23
manakah obat yang lebih cost-effective
pasien. Pasien yang menggunakan
dari obat yang dibandingkan yaitu
chloramphenicol lebih banyak
dengan melihat nilai ACER dari kedua
dibandingkan pasien yang menggunakan
obat tersebut. Suatu obat dikatakan
cefotaxime, hal ini dikarenakan
cost-effective apabila nilai ACER suatu
chloramphenicol masih menjadi terapi
obat dari kedua obat yang dibandingkan
pilihan utama pengobatan demam tifoid
adalah yang paling rendah dari obat
pediatrik di instalasi rawat inap RSUD
yang dibandingkan. ICER menunjukan
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto,
penambahan biaya untuk menghasilkan
selain itu juga harganya murah,
setiap satu unit outcome.
sedangkan cefotaxime merupakan
Analisis biaya dilakukan dengan
pilihan terapi kedua.
melihat komponen dan besar biaya yang
Pasien yang tidak diikutsertakan
dikeluarkan oleh pasien selama
dalam penelitian ini karena pasien
menjalani perawatan serta outcome dari
tersebut memiliki penyakit penyerta
masing-masing terapi. Rata-rata direct
seperti demam berdarah,
cost yang dihitung meliputi biaya
rhinopharingitis, anemia, bronchitis,
laboratorium, biaya obat, biaya rawat
infeksi saluran kemih, dispepsia, dan
inap, biaya dokter, dan biaya alat
stomatitis. Selain itu pasien diberikan
kesehatan. Outcome klinis diukur dari
antibiotik selain cefotaxime dan
waktu bebas demam dan lama rawat di
chloramphenicol seperti gentamisin,
rumah sakit. Saat reda demam (time of
amoxicillin, ampisilin, ceftriaxone,
fever defervescence) merupakan
cefixime, tiamfenikol ada juga di
parameter keberhasilan pengobatan dan
antaranya pasien yang memakai

90
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

cefotaxime atau chloramphenicol dengan Karakteristik


kombinasi antibiotik lain atau ketika Pasien demam tifoid secara
dalam perawatan di rumah sakit keseluruhan berumur 0-14 tahun. Hasil
antibiotik cefotaxime dan ini hampir sama dengan penelitian yang
chloramphenicol diganti dengan dilakukan oleh Maria Holly Herawati dan
antibiotik lain, kemudian data pasien Lannywati Ghani (2009) bahwa pasien
yang hilang dan tidak terbaca sehingga demam tifoid terbanyak berumur 1-14
pasien tidak diikutsertakan dalam tahun. Karakteristik pasien dapat dilihat
penelitian. pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik pasien

Karakteristik Pasien Chloramphenicol Cefotaxime Total Mean P Value


(N=64) (N=23) (N=87) (N=87)
Umur (Tahun) 7,43 0,032
0 0 (0,0%) 1 (1,1%) 1 (1,1%)
2 6 (6,8%) 0 (0,0%) 6 (6,8%)
3 3 (3,4%) 0 (0,0%) 3 (3,4%)
4 3 (3,4%) 2 ( 2,3%) 5 (5,7%)
5 7 (8%) 1 (1,1%) 8 (9,1%)
6 9 (10,3%) 1 (1,1%) 10 (11,5%)
7 3 (3,4%) 2 ( 2,3%) 5 (5,7%)
8 4 (4,6) 2 (2,3%) 6 (6,9%)
10 9 (10,3%) 3 (3,4%) 12 ( 13,8%)
11 6 (6,9%) 4 (4,6%) 10 (11,5%)
12 3 (3,4%) 2 (2,3%) 5 (5,7%)
13 3 (3,4%) 3 (3,4%) 6 (6,9%)
14 0 (0,0%) 1 (1,1%) 1 (1,1%)
Jenis Kelamin 0,736
Laki-laki 36 (41,4%) 12 (13,8%) 48 (55,2%)
Perempuan 28 ( 32,2%) 11 (12,6%) 39 (44,8%)

Jenis kelamin paling banyak cefotaxime, dimana P > 0,05 yang berarti
berdasarkan perhitungan statistik uji chi- bahwa tidak ada perbedaan bermakna
square secara keseluruhan dari 2 antara prevalensi jenis kelamin pada
kelompok adalah laki-laki (55,2%) pasien yang menggunakan
dibandingkan perempuan (44,8%) chlorampenicol dan prevalensi jenis
dengan nilai P 0,736 untuk kedua kelamin pasien yang menggunakan
kelompok yaitu chloramphenicol dan cefotaxime. Menurut hasil penelitian

91
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

yang dilakukan Maria Holly Herawati dan 2013 yaitu dengan rerata waktu 1,6791
Lannywati Ghani (2009), laki-laki hari. Walaupun pasien yang
mempunyai peluang sakit tifoid sebesar menggunakan chloramphenicol memiliki
1,142 dibanding perempuan hal ini waktu bebas demam yang lebih singkat
karena kebiasan laki-laki yang kurang tetapi hasil uji Mann-Whitney
perhatian dalam kesehatannya dan suka menyatakan nilai P 0,462 maka P > 0,05
jajan di jalan. yang berarti tidak ada perbedaan yang
Pada penelitian ini karakteristik bermakna rerata waktu bebas demam
jenis kelamin diukur karena menurut pasien yang menggunakan
literatur menyatakan jenis kelamin perlu chloramphenicol dengan rerata waktu
diukur sebagai determinan karena ada bebas demam pasien yang menggunakan
beberapa teori gen yang menyebutkan cefotaxime. Hal ini menunjukan bahwa
adanya perbedaan strukur gen pada laki- outcome klinis pengobatan antara kedua
laki dan perempuan akan dapat obat tersebut dalam hal kesembuhan
menyebabkan respon terhadap suatu penyakit tidak jauh berbeda, dalam arti
penyakit, atau juga kemungkinan terjadi kedua obat tersebut akan memberikan
perbedaan aktivitas antara 2 kelompok waktu penyembuhan yang sama.
tersebut (Herawati dan Ghani, 2009). Hasil tersebut dipengaruhi oleh
Waktu Bebas Demam beberapa faktor di antaranya umur
Berdasarkan Tabel 2, rerata pasien yang berbeda, dosis obat yang
waktu bebas demam pasien yang diberikan bervariasi, berat badan pasien
menggunakan chloramphenicol lebih yang berbeda, kemungkinan sebelum
singkat yaitu 1,4773 hari dibandingkan pasien masuk rumah sakit sudah
dengan pasien yang menggunakan mengkonsumsi obat, tingkat keparahan
cefotaxime dengan rerata waktu 1,7317 penyakit, efek samping obat dan status
hari. Waktu bebas demam pasien yang imun pasien juga berbeda tiap
menggunakan chloramphenicol hampir individunya sehingga mempengaruhi
sama dengan penelitian yang dilakukan hasil outcome klinis yang muncul setelah
oleh Novie Homenta Rampengan tahun pemberian terapi.

92
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

Tabel 2. Waktu bebas demam

Rerata Waktu Bebas Demam


Variabel (Mean±SD) P value
Chloramphenicol Cefotaxime
(N=64) (N=23)
Waktu Bebas Demam (Hari) 1,4773±0,98690 1,7317±1,22270 0,462

Lama Rawat Pasien rawatnya paling singkat tetapi menurut


Berdasarkan data pada Tabel 3, uji Mann-Whitney menyatakan nilai P
pada pasien yang menggunakan 0,611 berarti P > 0,05 maka tidak ada
chloramphenicol, pasien paling banyak perbedaan yang bermakna antara lama
dengan lama rawat 3 hari (17,2%) rawat pasien yang menggunakan
dengan jumlah 15 pasien dari 64 pasien, chloramphenicol dengan lama rawat
sedangkan pasien yang menggunakan pasien yang menggunakan cefotaxime.
cefotaxime, pasien paling banyak dengan Hasil tersebut menunjukan bahwa
lama rawat 4 hari (10,3%) dengan outcome klinis pengobatan antara kedua
jumlah 9 pasien dari 23 pasien, dari hasil obat tersebut dalam hal kesembuhan
tersebut dapat dilihat lama rawat pasien penyakit tidak jauh berbeda, dalam arti
terbanyak memiliki selisih 1 hari lebih kedua obat tersebut akan memberikan
cepat untuk pasien yang menggunakan waktu penyembuhan yang sama.
chloramphenicol dibandingkan pasien Lama rawat pasien dapat
yang menggunakan cefotaxime, untuk dipengaruhi beberapa faktor seperti,
rata-rata lama rawat pasien paling lama tingkat keparahan penyakit, efek
adalah pasien yang menggunakan samping obat dan kemungkinan pasien
chloramphenicol dengan lama rawat sudah menkonsumsi obat sebelum
rata-rata 4,86 hari sedangkan rata-rata masuk rumah sakit. Lama rawat pasien
lama rawat pasien yang paling singkat juga dapat mempengaruhi besarnya
adalah pasien yang menggunakan biaya yang dikeluarkan oleh pasien
cefotaxime dengan lama rawat rata-rata selama menjalani perawatan di rumah
4,43 hari walaupun pada pasien yang sakit.
menggunakan cefotaxime rata-rata lama

93
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

Tabel 3. Lama rawat pasien


Variabel Chloramphenicol Cefotaxime Total P Value
(N=64) (N=23) (N=87)
Lama Rawat (Hari) 0,611
2 6 (6,9%) 0 (0,0%) 6 ( 6,9%)
3 15 ( 17,2%) 5 (5,7%) 20 (23,0%)
4 8 ( 9,2%) 9 (10,3%) 17 ( 19,5%)
5 13 (14,9%) 3 ( 3,4%) 16 ( 18,4%)
6 11 (12,6%) 6 (6,9%) 17 (19,5%)
7 5 (5,7%) 0 (0,0% ) 5 ( 5,7%)
8 4 ( 4,6%) 0 (0,0% ) 4 (4,6%)
10 1 (1,1%) 0 (0,0% ) 1 (1,1%)
14 1 (1,1%) 0 (0,0% ) 1 (1,1%)
Mean ± SD 4,86 ±2,159 4,43±1,121 4,75±1,942

Perbedaan Biaya Langsung Pasien rata biaya total pasien yang


Chloramphenicol dan Cefotaxime
menggunakan cefotaxime dengan rata-
Data pada Tabel 4 menunjukkan rata biaya total pasien yang
bahwa rata-rata total biaya pasien yang menggunakan chloramphenicol.
menggunakan cefotaxime lebih murah Sedangkan pada suatu penelitian yang
dibandingkan pasien yang menggunakan dilakukan oleh Musnelina et al. (2004)
chloramphenicol. Namun demikian, nilai menunjukan hasil untuk rata-rata biaya
P 0,285 menunjukan tidak ada total langsung medik pasien
perbedaan yang bermakana antara rata- chloramphenicol Rp1.182.350,84.

Tabel 4. Biaya langsung pasien

Jumlah Biaya Ribuan Rupiah (Mean ± SD) P


Jenis Biaya Chloramphenicol (N=64) Cefotaxime (N=23) Value
Biaya Administrasi 12,20 ±79,70 9,34 ±40,74 0,347
Biaya Alat Kesehatan 16,16 ±9,45 20,54 ±12,88 0,350
Biaya Dokter (jasa) 32,26 ± 7,12 33,91 ±7,82 0,259
Biaya Laboratorium 129,12 ±142,44 173,96 ±126,12 0.044
Biaya Obat 316,01 ±126,13 300,77 ±188,57 0,792
Biaya Rawat Inap 1041,50 ±1223,38 780,86 ±264,17 0,300
Total Biaya 1453,61 ± 577,45 1319,41 ± 416,79 0,285

94
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

Cost Effectiveness Analysis produktif. Menurut Kementrian


Pada penelitian ini, cost- Kesehatan Indonesia (2011) umur < 15
effectiveness analysis yaitu menganalisis tahun adalah umur belum produktif.
biaya dan outcome klinis pasien setelah Outcome klinis pasien setelah
menjalani pengobatan menggunakan pengobatan yaitu waktu bebas demam
chloramphenicol dan cefotaxime. Biaya dan lama rawat pasien di rumah sakit.
yaitu biaya langsung medik yang terdiri Hasil dari ACER diinterpretasikan
dari biaya obat, biaya rawat inap, biaya sebagai rata-rata biaya per unit outcome
dokter (jasa), biaya administrasi, biaya klinis. Sedangkan hasil dari ICER
laboratorium, dan biaya alat kesehatan. diinterpretasikan sebagai rasio
Dalam penelitian ini tidak terdapat biaya perbedaan antara biaya dari 2 alternatif
tidak langsung karena umur pasien yaitu dengan perbedaan efektivitas antara
0-14 tahun termasuk umur belum alternatif (Andayani, 2013).

Tabel 5. Hasil cost effectiveness analysis

Chloramphenicol Cefotaxime

Waktu bebas Waktu bebas


CE Lama Rawat Lama Rawat
demam Demam
Rp983.969,00 per Rp761.917,00
Rp299.098,00 Rp297.835,00 per
ACER hari bebas per hari bebas
per hari rawat hari rawat
demam demam
Rp312.104,00 per hari pengurangan
ICER Rp-527.535,00 per hari bebas demam
lama rawat

Berdasarkan hasil perhitungan, cefotaxime Rp297.835,00 per hari rawat


dari kedua outcome klinis pasien terlihat dan nilai ACER chloramphenicol sebesar
nilai ACER cefotaxime lebih rendah yaitu Rp299.098,00 per hari rawat. Dari hasil
Rp761.917,00 per hari bebas demam nilai ACER untuk kedua outcome klinis
dibandingkan dengan nilai ACER baik lama rawat pasien dan waktu bebas
chloramphenicol yaitu Rp983.969,00 per demam, maka cefotaxime lebih cost-
hari bebas demam untuk outcome klinis effective dibandingkan dengan
waktu bebas demam. Untuk outcome chloramphenicol karena nilai ACER
klinis lama rawat pasien, nilai ACER

95
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

cefotaxime lebih rendah dibandingkan Soekarjo Purwokerto. Sedangkan


dengan nilai ACER chloramphenicol. berdasarkan nilai ICER, penggunaan
Berdasarkan hasil nilai ACER dan cefotaxime akan menurunkan biaya
berdasarkan pertimbangan bahwa sebesar Rp527.535,00 untuk
chloramphenicol memiliki efek samping menghasilkan pengurangan 1 hari bebas
seperti depresi sumsum tulang dan demam dan terdapat biaya sebesar
anemia aplastik yang berbahaya untuk Rp312.104,00 yang diperlukan untuk
anak serta juga termasuk antibiotik multi menghasilkan pengurangan 1 hari lama
drugs resistance terhadap salmonella rawat pasien.
thypi sedangkan cefotaxime bukan
termasuk antibiotik multi drugs Daftar Pustaka
resistance, maka disarankan untuk Andayani, T.M., 2013. Farmakoekonomi
prinsip dan metodologi.
memilih cefotaxime sebagai alternatif
Yogyakarta: Bursa Ilmu.
terapi dalam pengobatan demam tifoid
Dahlan, M.S., 2011. Statistika untuk
anak tanpa komplikasi.
kedokteran dan kesehatan, Edisi
Pada nilai ICER antara kelompok 5. Jakarta: Salemba Medika.
cefotaxime dan chloramphenicol, yang
Hadinegoro, S.R., 2001. Strategi
berarti penggunaan cefotaxime akan pengobatan demam tifoid pada
anak. Dalam: Akib, A. A. P.,
menurunkan biaya sebesar
Tumbelaka, A.R., Matondang, C.
Rp527.535,00 untuk menghasilkan 1 hari S., penyunting. Naskah lengkap
PKB ilmu kesehatan anak XLIV.
bebas demam dan terdapat biaya
Pendekatan imunologis berbagai
sebesar Rp312.104,00 yang diperlukan penyakit alergi dan infeksi.
Jakarta: FKUI.
untuk menghasilkan pengurangan 1 hari
lama rawat pasien. Herawati, M.H. dan Ghani, L., 2009.
Hubungan faktor determinan
dengan kejadian tifoid di
Kesimpulan Indonesia tahun 2007, Media
Peneliti dan Pengembangan
Berdasarkan hasil penelitian, nilai ACER
Kesehatan, XIX:165-173.
menunjukan bahwa cefotaxime lebih
Nelwan, R.H.H., 2012. Tata laksana
cost-effective dibandingkan dengan
terkini demam tifoid, continuing
chloramphenicol dalam pengobatan medical education, CDK 39:247-
250.
pasien demam tifoid pediatrik di instalasi
rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono

96
PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN 1693-3591

Rampengan H.N., 2013. Antibiotik terapi pada anak, Sari Pediatri, 14:271-
demam tifoid tanpa komplikasi 276.

97

Anda mungkin juga menyukai