BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh :
Irfan Yuananda (30101407213)
Pembimbing :
dr.Kristianto, Sp.Rad
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat
bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.8
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik.
Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat
kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat
sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun
(balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua
juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di
Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
respiratori, terutama pneumonia. 7
Pada case report kali ini akan dibahas mengenai kejadian bronkopnemumoni pada
anak usia 9 bulan yang dirawat di ICU RS Bhakti Wira Tamtama. Satu bulan yang lalu
anak tersebut pernah dirawat di RS dan sudah didiagnosis menderita bronkopneumoni
namun saat ini kembali di rawat di RS dengan keluhan yang sama namun dari gambaran
radiologi mengalami perburukan. Hal inilah yang menjadi alasan bagi penulis untuk
mempresentasikan case report bronkopneumoni.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat
pula melibatkan bronkiolus terminal.7
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
2
bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang
lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data
di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.4
3
Tabel 2.1 Etiologi Pneumonia
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
Influenza Virus
4
tahun Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B
Adenovirus Virus
Influenza
Parainfluenza
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
5
2.3 Patogenesis
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum
adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit
ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar
dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh
perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme
pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag
yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. 4
6
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi
tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel
respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu
respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas,
sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran
infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S.
pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan
penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-
bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang
lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas
nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan
sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke
sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus
adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang
lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus
menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok
7
pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak
teratur.1
2.4 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis
dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4
Pneumonia interstitialis
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
Pneumonia atipikal
Pneumonia persisten
8
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
9
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal.
\Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju
endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.1,4
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis
dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik.1,4
10
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi
untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120
mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. 6
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase
akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia
dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada
keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6
5. Pemeriksaan Roentgenografi
11
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto
rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.1,4,6
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.
12
Gambar 2.6 Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
13
Gambar 2.7 Bronkopneumoni pada lobus bawah posterior
14
Gambar 2.8 Patchy Apperance pada bronkopneumoni
15
Gambar 2.9 Bronkopneumoni pada anak usia 5 tahun
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90
mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
16
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal
17
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).5
18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : An. Zaskia Putri
Umur : 9 Bulan
Pekerjaan :-
Alamat : Lemah gempal, Semarang
Tanggal pemeriksaan : Senin, 29 April 2019
3.2 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di Ruang ICU RS Bhakti Wira
Tamtama pada tanggal 29 April 2019 serta didukung catatan medis pasien.
Keluhan utama : Sesak
Keluhan tambahan : Batuk grok-grok, Pilek, Demam.
Riwayat penyakit sekarang :
3 hari SMRS Keluhan batuk dan pilek, disetai demam. Batuk dirasakan beradahak,
dahak berwarna putih kental dan tidak didapatkan darah namnum sulit untuk
dikeluarkan. Sedangkan sekret pilek berwarna bening agak sedikit kental. Demam
dirasakan naik turun. Keluhan dirasakan tiba-tiba dan bertambah berat.
2 hari SMRS Ibu pasien mengatakan anaknya mulai mengalami sesak, sesak
muncul tiba-tiba. Keluhan sesak awalnya ringan namun dirasa semakin memberat.
Keluhan sesak tidak berhubungan dengan aktivitas dan tidak disertai adanya
bengkak-bengkak pada kedua tungkai serta kebiruan pada ujung-ujung jari maupun
sekitar mulut. Nafas cepat dan dangkal. Ibu pasien membawa anaknya berobat ke
bidan setempat dan sudah diberi obat namun keluhan tidak membaik.
1 hari SMRS Ibu pasien mengeluhkan bahwa keluhan batuk dan pilek semakin
memberat, ibu pasien mengaku keluhan batuk disertai dengan suara grok-grok.
Keluhan demam pasien semakin tinggi dan sesak nafas juga dirasa semakin
memberat. Sehingga memutuskan untuk membawa ke IGD RS Bhakti Wira
Tamtama , kemudian dari dokter disarankan untuk rawat inap. Pukul 20.00 pasien
masuk IGD.
19
Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan sampai mengganggu tidur anak, anak
menjadi sangat rewel. Ibu pasien mengaku anaknya masih mau makan dan minum,
namun berkurang dari hari biasanya. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan. Keluhan berkeringat di malam hari disangkal. Keluhan penurunan berat
badan disangkal. Keluhan perdarahan spontan disangkal (mimisan).
Setelah masuk rumah sakit
Hari ke-1 perawatan di rumah sakit :
Pasien tampak sakit sedang, demam dirasakan masih naik turun. Sesak (+), batuk
(+), pilek (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien makan dan minum sedikit.
Perawatan dari IGD: Infus Dextrose 5% 5 cc/jam; paracetamol siruo 11/4 cth; Puyer
(Ambroxol, salbutamol,B6,Cetirizine) pulv I; Injeksi Dexametason 2x1/4 ampul; O2
Nasal 1 lpm.
KU kurang aktif, HR : 139x/mnt RR : 44x/mnt T : 37,80C, SpO2: 91%
Hari ke-2 perawatan di rumah sakit :
Pasien tampak sakit sedang, demam (-). Sesak (+) berkurang, batuk (+), pilek (+),
BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien bisa makan dan minum.
KU kurang aktif, HR:118 x/menit, RR: 28x, Suhu 36,6 0C.
Hari ke-3 perawatan di rumah sakit :
Pasien tampak sakit sedang demam dirasakan naik turun. Sesak (-), batuk berkurang
(+), pilek (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien bisa makan dan minum.
Pasien dipindah ke bangsal
Hari ke-4 perawatan di rumah sakit
Pasien tampak rewel demam dirasakan naik. Sesak (-), batuk (+), pilek (+), BAB
dan BAK tidak ada keluhan, pasien makan dan minum susah.
Hari ke-5 perawatan di rumah sakit
Pasien tampak rewel demam dirasakan naik. Sesak (-), batuk mulai berkurang, pilek
(-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien makan dan minum susah.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah 1 kali sakit seperti ini sebelumnya dan dirawat di RS sebulan yang
lalu.
Riwayat alergi disangkal.
20
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Ibu pasien menderita batuk pada saat pasien berumur 1 bulan
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
- Riwayat asma pada anggota keluarga tidak ada.
- Tidak terdapat penderita dengan riwayat batuk lama di sekitar pasien
Pasien tinggal di rumah bersama kedua orang tua, kakek nenek, dan satu saudaranya.
Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi didalam rumah, 1 dapur. Total ada
6 orang yang tinggal bersama. Ayah pasien sehari-hari bekerja sebagai wiraswasta
dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Sumber biaya pengobatan ditanggung BPJS PBI
Kesan ekonomi : kurang
Riwayat Imunisasi
BCG 1x 1 bulan
Polio 1x 0,2,4,6,bulan
Campak - 9 bulan
21
sesak nafas dan batuk.
Tanda Vital
Heart rate : 118 x/menit
Nadi : isi dan tegangan cukup.
RR : 34 x/menit
Temperatur : 37,8 °C
Status Internus
a) Kepala : Mesocephale, ubun-ubun besar tidak menonjol, ubun-ubun cekung (-)
,penonjolan frontal, kulit kepala tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi
merata, tidak ada kaku kuduk.
b) Kulit : Tidak sianosis, turgor kembali normal, ikterus (-), petechie (-)
c) Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 4mm/ 4mm, refleks cahaya (+/+) normal,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-).
d) Hidung : bentuk normal, sekret (+/+), nafas cuping hidung (+)
e) Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)
f) Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pendarahan gusi (-) lidah kotor (-)
g) Tenggorok: tonsil ukuran T1-T1, permukaan rata, kripte tonsil tidak melebar, tidak
hiperemis, faring hiperemis (-)
h) Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Thorax
Paru
- Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, retraksi suprasternal (-), intercostals (+) minimal dan epigastrial (-).
- Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar : bronkovesikuler
suara tambahan : ronki basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
22
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ics V 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas jantung sulit di nilai
- Auskultasi: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : supel, datar
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi : supel, defense muscular (-), nyeri tekan pada regio epigastrium (-
), hepar dan lien dalam batas normal
Genitalia : Perempuan, anus (+) tidak ada kelainan
Anggota gerak
Inspeksi
- Dalam batas normal
Superior Inferior
23
Leukosit 12.000/ mm3 11.800/ mm3 9.600/ mm3 3,8-10,6/mm3
Pemeriksaan Radiologi
X Foto Thorax PA tanggal 09-3-2019
Trakea : tak tampak deviasi trakea
Jantung : Sulit dinilai besarnya
Paru : Tampak gambaran bercak infiltrat pada lapang tengah paru
Kesan : bronkopneumoni
24
X Foto Thorax PA tanggal 29-4-2019
Trakea : tak tampak deviasi trakea
Jantung : Sulit dinilai besarnya
Paru : Tampak bercak infiltrat homogen pada hampir seluruh lapangan paru sinistra
Silhoutte sign (+)
Kesan : Keadaan tampak tambah buruk
25
Istirahat yang cukup
Memelihara daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi
Farmakologi :
- Infus Dextrose 5% 5 tpm
- Injeksi
Inj. Ampisilin 3x150 mg
Inj. Gentamisin 1x40 mg
- Nebulasi
Cimbivent 1 respul
NaCl 0,9 % 2 cc
- PO:
Paracetamol 3 x 1/2 cth
Ambroxol 2,5 mg mfla pulv dtd no.X
Salbutamol 0,4 mg 3 x1 pulv
B6 2,5mg
Cetirizine 1/5 tab
Sacc laq. qs
26
BAB IV
PEMBAHASAN
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien di
diagnosis terkena Bronkopneumonia.
B. SARAN
a. Jauhkan anak dari asap rokok, dipastikan ayahnya tidak merokok.
b. Menjaga kebersihan rumah, dan rumah berventilasi
c. Jika di keluarga ada yang batuk, menggunakan masker, dan alat makan di
sendirikan.
d. Tirah baring dan istirahat cukup.
e. Meminumkan obat penurun panas jika anak demam untuk mencegah
kejang demam.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggraini, O., Rahmanoe, M., 2014. Medula. Three Month Baby with
Bronchopneumonia, vol. 2, No. 3, Indonesia, 66 - 72.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Indonesia. 250 - 256.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak, 23 - 33.
4. World Healt Organixation, 2009. Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit,. 86-93.
5. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC,
Jakarta: 2000. hal: 883-889.
6. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554.
7. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta: 2000. hal 465.
8. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.
9. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Bandung: 2005.
10. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6,
Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
12. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
1999. hal: 695-705.
29