Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama.

Banyak pasien yang mangalami kematian akibat penyakit jantung. Penanganan

yang salah dan kurang cepat serta cermat adalah salah satu penyebab kematian.

Infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki

dan perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark

miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit

ini. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang rendah membuat mereka

salah untuk pengambilan keputusan penangan utama. Sehingga menyebabkan

keterlambatan untuk ditangani. Hal ini yang sering menyebabkan kematian.

Berbagai penelitian standar terapi trombolitik secara besar-besaran telah

dipublikasikan untuk infark miokard akut (IMA) dengan harapan memperoleh

hasil optimal dalam reperfusi koroner maupun stabilisasi koroner setelah

iskemia.

1.2 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

b. Sistematika Penulisan

 Tujuan

 Manfaat

1
BAB II TINJAUAN MATERI

a. Definisi STEMI

b. Anatomi Jantung

c. Etiologi STEMI

d. Manifestasi klinis STEMI

e. Penatalaksanaan STEMI

f. Patofisiologi STEMI

g. Web of Causa STEMI

h. Pemeriksaan penunjang

i. Konsep asuhan keperawatan

j. Analisa data

k. Intervensi keperawatan

BAB III TINJAUAN KASUS

a. Pengkajian

b. Pemeriksaan fisik

c. Analisa data

d. Diagnosa keperawatan

e. Rencana asuhan keperawatan

f. Catatan perkembangan klien

BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan

b. Saran

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari STEMI

2
2. Untuk mengetahui etiologi dari STEMI

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis STEMI

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari STEMI

5. Untuk mengetahui patofisiologi STEMI

6. Untuk mengetahui WOC STEMI

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang STEMI

8. Untuk mengetahui konsep keperawatan STEMI

9. Untuk mengetahui analisa data STEMI

10. Untuk mengetahui intervensi keperawatan STEMI

1.4 Manfaat

1. Diharapkan agar mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dalam

asuhan keperawatan

2. Diharapakan agar instansi terkait dapat digunakan sebagai acuan dalam

melakukan asuhan keperawatan

3. Diharapkan agar instansi pendidikan dpat memberikan reverensi panduan

asuhan keprawatan yang lebih lengkap lagi

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap

tersering di negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh

kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju

mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25

pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama

setelah IMA (Sudoyo, 2006).

IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)

merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari

angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya

(Sudoyo, 2006).

2.2 Etiologi

2.2. Anatomi jantung

1. Anatomi & fisiologi

Menurut Syaifuddin, 2009. Sistem peredaran terdiri atas jantung,

pembuluh darah dan saluran limfe. Jantung merupakan organ pemompa

besar yang memelihara peradaran melalui seluruh tubuh.

1) Arteri membawa darah dari jantung.

2) Vena membawa darah ke jantung

4
3) Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang di antaranya dan

merupakan jalan lalu lintas antara makanan bahan buangan. Di sini

juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstraseluler atau

interstisiil.

4) Saluran limfe mengumpulkan, menyaring, dan menyalurkan

kembali ke dalam darah limfenya yang dikeluarkan melalui dinding

kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Saluran limfe ini juga

dianggap menjadi bagian sistem peredaran.

a. Jantung

Jantung adalah organ

berupa otot, berbentuk

kerucut, berongga, basisnya

di atas, dan puncaknya di

bawah. Apeksnya (puncak) miring ke sebelah kiri. Berat jantung

kira-kira 300 gram.

Kedudukan Jantung :

Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru dan

dibelakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada ke

kanan. Kedudukannya yang tepat dapat digambarkan pada kulit

dada kita. Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga

kanan, 2 sentimeter dari sternum, ke atas tulang rawa iga kedua

kiri, 1 senrimeter dari sternum, menunjuk kedudukan basis jantung,

tempat pembuluh darah masuk dan keluar.

5
Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan keenam, atau di dalam

ruang interkostal kelima kiri, 4 sentimeter dari garis medial,

menunjukkan kedudukan apeks jantung, yang merupakan ujung

tajam ventrikel. Dengan menarik garis antara dua tanda itu maka

dalam diagram berikut, kedudukan jantung dapat ditunjukkan.

b. Struktur Jantung

Ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung

dewasa beratnya antara 220 sampai 260 gram. Jantung terbagi oleh

sebuah septum (sekat) menjadi dua belah, yaitu kiri dan kanan.

setiap belahan kemudian dibagi lagi dalam dua ruang, yang atas

disebut atrium, dan yang bawah disebut ventrikel. Maka di kiri

terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel, dan di kana juga 1 atrium dan 1

ventrikel. Di setiap sisi ada hubungan antara atrium dan ventrikel

melalui lubang atrio-ventrikel dan pada setiap lubang tersebut

terdapat katup: yang kanan bernama katup (valvula) trikuspidalis

dan yang kiri katup mitral atau katup bikuspidalis.katup

trikuspidalis terdiri atas tiga kelopak atau kuspa; katup mitral

terdiri atas dua kelopak karena mirip topi seorang uskup atau mitre,

dari situlah nama itu diambil.

Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan

terbungkus sebuh membran yang disebut perikardium. Membaran

itu terdiri atas dua lapis; perikardium viseral adalah membaran

serus yang lekat sekali pada jantung dan perikardium parietal

adalah lapisan fibrus yang terlipat keluar dari basis jantung dan

6
membungkus jantung sebagai kantong longgar. Karena susunan

ini, jantung berada di dalam dua lapis kantong perikardium, dan di

antara dua lapisan itu ada cairan serus. Karena sifat meminyak dari

cairan itu, jantung dapat bergerak bebas.

Di sebelah dalam jantung dilapisi endotelium. Lapisan ini

disebut endokardium. Katup-katup hanya merupakan bagian yang

lebih tebal dari membran ini.

Tebal dinding jantung dilukiskan sebagai terdiri atas tiga lapis:

a) Perikardium, atau

pembungkus luar

b) Miokardium, lapisan otot

tengah

c) Endokardium, batas dalam

Pembuluh darah yang

tersambung dengan jantung. Vena

kava superior dan inferior menuangkan darahnya ke dalam atrium

kanan. Lubang vena kava inferior dijaga katup semilunar

eustakhius. Arteri pulmonalis membawa darah keluar dari ventrikel

kanan. Empat vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru ke

atrium kiri.

7
Penyaluran darah dan saraf ke jantung. Arteri koronaria

kanan dan kiri yang pertama-tama meninggalkan aorta dan

kemudian bercabang menjadi arteri-arteri lebih kecil. Arteri kecil-

kecil ini mengitari jantung dan menghantarkan darah ke semua

bagian organ ini. Darah yang kembali dari jantung terutama

dikumpulkan sinus koronaria dan langsung kembali ke dalam

atrium kanan. Meskipun

gerakan jantung memiliki

ritmik, tetapi kecepatan

kontraksi dipengaruhi

rangsangan yang sampai pada

jantung melalui saraf vagus

dan simpatetik. Cabang urat-

urat saraf ini berjalan ke nodul sinus-atrial. Pengaruh sistem

simpatetik ini mempercepat irama jantung. Pengaruh vagus, yang

merupakan bagian dari sistem parasimpatik atau sistem otonomik,

menyebabkan gerakan jantung diperlambat atau dihambat.

Secara normal jantung selalu mendapat hambatan dari

vagus. Akan tetapi, bila tonus bagus atau “rem” ditiadakan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh sewaktu bergerak cepat atau dalam

keadaan hati panas, irama debaran jantung bertambah. Sebaliknya

waktu tubuh istirahat dan keadaan jiwa tenang, iramnya lebih

perlahan.

8
c. Siklus Jantung

Jantung adalah sebuah pompa dan kejadian-kejadian yang

terjadi dalam jantung selama peredaran darah disebut siklus

jantung. Gerakan jantung berasal dari nosus sinus-atrial, kemudian

kedua atrium berkontraksi. Gelombang kontraksi ini bergerak

melalui berkas his kemudian ventrikel berkontraksi. Gerakan

jantung terdiri atas dua jenis, kontraksi atau sistol, dan

pengenduran atau diastole. Kontraksi dari kedua atrium terjadi

serentak dan disebut sistol atrial, pengenduran ventrikel adalah 0,3

detik dan tahap pengendurannya selama 0,5 detik. Dengan cara ini

jantung berdenyut terus-menerus, siang-malam, selama hidupnya.

Dan otot jantung mendapat istirahat sewaktu diastole ventrikuler.

Bunyi jantung. Selama gerakan jantung dapat terdengar dua

macam suara yang disebabkan katup-katup yang menutup secara

pasif. Bunyi pertama disebabkan menutupnya katup atrio-

ventrikuler, dan kontraksi ventrikel. Bunyi kedua karena

menutupnya katup aortik dan pulmoner sesudah kontraksi

ventrikel. Yang perta,a adalah panjang dan rata; yang kedua pendek

dan tajam. Demikianlah, yang ertama terdengar seperti “lub” dan

yang kedua seperti “ duk”. Dalam keadaan normal jantung tidak

membuat bunyi lain, tetapi bila arus darah cepat atau bila ada

kelainan pada katup atau salah satu ruangnya, maka dapat terjadi

bunyi lain, biasanya disebut “bising”.

9
Debaran jantung atau lebih tepat debaran apeks adalah

pukulan ventrikel kiri pada dinding anterior, yang terjadi selama

kontraksi ventrikel. Debaran ini dapat diraba, dan sering terlihat

juga pada ruang interkostal kelima kiri, kira-kira empat sentimeter

dari garis tengah sternum.

Sifat otot jantung . otot jantung mempunyai ciri-cirinya

yang khas. Kemampuan berkontraksi dengan berkontraksi otot

jantung memompa darah, yang masuk sewaktu diastole, keluar dari

ruang-ruangnya. Konduktivitas (daya antar). Kontraksi diantarkan

melalui setiap serabut otot jantung secara halus sekali.

Kemampuan pengantaran ini sangat jelas dalam berkas his. Ritme.

Otot jantung memiliki juga kekuatan kontraksi secara otomatis,

tanpa tergantung pada rangsangan saraf.

Denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada

arteri bila darah dipompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba

di tempat arteri melintasi sebuah tulang yang terletak dekat

permukaan, misalnya; arteri radialis di sebelah depan pergelangan

tangan, arteri temporalis di atas tulang temporal, atau arteri dorsalis

pedis di belokan mata kaki. Yang teraba bukan darah yang dipompa

jantung masuk ke dalam aorta melainkan gelombang tekanan yang

dialihkan dari aorta dan merambat lebih cepat daripada darah itu

sendiri.

Kecepatan denyut jantung dalam keadaa sehat berbeda-

beda, dipengaruhi penghidupan, pekerjaan, makanan, umur, dan

10
emosi. Irama dan denyut sesuai dengan siklus jantung. Kalau

jumlah denyut ada 70, berarti siklus jantung 70 kali semenit juga.

Daya pompa jantung. Pada orang yang sedang istirahat

jantungnya berdebar sekitar 70 kali semenit dan memompa 70 ml

setiap denyut . jumlah darah yang setiap menit dipompa dengan

demikian adalah 70x70 ml atau sekitar 5 liter. Sewaktu banyak

bergerak kecepatan jantung dapat menjadi 150 setiap menit dan

volume denyut labih dari 150 ml, yang membuat daya pompa

jantung 20 sampai 25 liter setiap menit.

Sewaktu banyak bergerak kecepatan jantung dapat melebihi

150 setiap menit dan volume denyut lebih dari 150 ml, yang

membuat daya pompa jantung 20 sampai 25 liter setiap menit.tiap

menit sejumlah volume yang tepat sama kembali dari vena ke

jantung. Akan tetapi, bila pengembalian dari vena tidak seimbang

dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung,

terjadi payah jantung. Vena-vena besar dekat jantung menjadi

membengkak berisi darah, sehingga tekanan dalam vena naik. Dan

kalau keadaan ini tidak cepat ditangani maka akan terjadi edema.

Edema karena payah jantung sebagaian karena adanya

tekananbalik di dalam vena yang meningkatkan perembesan cairan

keluar dari kapiler dan sebagian karena daya pompa jantung rendah

yang juga mengurangi pengantaran darah ke ginjal. Maka ginjal

gagal mengeluarkan garam. Penimbunan garam menyebabkan

penimbunan air.

11
d. Sirkulasi Darah

Darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior

masuk ke atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan lalu menuju

paru-paru melalui atreria pulmonalis. Diparu-paru terjadi difusi

CO2 dan O2. Darah yang banyak mengandung O2 keluar melalui

vena pulmonalis ke atrium kiri melewati katub bikuspidalis ke

ventrikel kiri dan akhirnya dipompa keseluruh tubuh melalui arcus

aorta kemudian melewati pembuluh darah, arteriola, kapiler,

venula, vena kemudian kembali lagi dengan membawa CO2 ke

atrium kanan melalui vena cava superior- inferior. Ventrikel kiri

dan kanan sewaktu diastole akan mnghisap darah dari atrium kiri

dan kanan melalui katub trikuspidalis dan mitral untuk dilewati

darah. Setelah pengisian darah penuh diventrikel akan berkontraksi

maka katup bikuspidalis dan mitral tertutup, keadaan ini disebut

sistolik. Tertutupnya katub trikuspidalis dan mitral menghasilkan

bunyi jantung I sedangkan tertutupnya katub aorta dan pulmonal

menghasilkan bunyi jantung II. Curah jantung ( cardiac Output )

adalah sejumlah darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh tiap

12
menit. Bearnya curah jantung berubah tergantung dari kebutuhan

metabolisme tubuh.

Katub jantung :

Katub jantung memungkinkan darah mengalir hanya satu arah ke

dalam jantung. Ada 2 katub yaitu :

1. Atrioventrikularis : memisahkan antara atrium dan ventrikel.

Terdapat 2 jenis yaitu katub trikuspidalis dan mitralis/

bikuspidalis. Katup trikuspidalis memisahkan atrium kiri dan

ventrikel kiri.

2. Semilunaris : katub semilunaris terletak diantara tiap ventrikel

dan arteri yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan

arteri pulmonalis disebut katub pulmonalis. Katub antara

ventrikel kiri dan aorta disebut katub aorta.

Arteri Koroner :

Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik.

Muara arteri koronaria ini terdapat dalam sinus valsalva dalam

aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari arteri

koronaria kiri dan arteri koronaria kanan.

1. Arteri koronaria kiri :

Dibagi menjadi 2 cabang besar yaitu : ramus desenden anteriol

(LAD) dan ramus cirkumplex (LCx). Arteri ini melingkari

jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna yaitu : sulkus

arterio ventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium

dan ventrikel, dan sulkus intraventrikuler anteriol yang

13
memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan dua lekuk ini di

bagian posterior jantung yang dikenal dengan kruk jantung.

Arteri koronaria kiri tidak bercabang lagi sesudah

meninggalkan pangkalnya di aorta. Aretri sirkumpleksa kiri

berjalan ke lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus

atrioventrikularis kiri arteri desendens arterior kiri

menyatakan perjalanan anatomis dari cabang arteri tersebut.

Arteri tersebut berjalan ke bawah pada permukaan jantung

dalam sulkus interventrikularis anterior. Kemudian arteri ini

melintasi apeks jantung dan berbalik arah dan berjalan ke atas

sepanjang permukaan posterior sulkus interventrikularis

untuk bersatu dengan cabang distal arteri koronaria kanan.

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial

dan intramiokardia yang khas. Arteri desendens arterior kiri

membentuk percabangan septum yang memasok 2/3 bagian

arterior septum dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di

atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri. Permukaan

posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-

cabang marginal dari arteri sirkumpeksa.

2. Arteri koronaria kanan :

Arteri koronaria kanan berjalan ke lateral mengitari sisi kanan

jantung di dalam sulkus interventrikularis kanan. Pada 90 %

jantung, arteri koronaria kanan pada waktu mencapai

posterior jantung akan menuju kruks lalu turun menuju

14
menuju afeks jantung dalam siklus interventrikularis posterior

(syaifuddin, 2009)

Sirkulasi koroner

1) Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi

sitemik. Muara arteri koronaria ini terdapat di dalam sinus

valsava dalam aorta, tepat di atas katup aorta.Sirkulasi

koroner memiliki dua cabang besar, arteri koroner kanan dan

arteri koroner kiri. Arteri koroner kiri mempunyai dua

cabang besar, arteri desendens anterior kiri (LAD), dan

arteria sirkumfleksa kiri (Lcx).

2) Arteri-arteri ini berjalan melingkari jantung dalam dua celah

anatomi eksterna: sulkus atrioventrikularis, yang melingkari

jantung di antaraatrium dan ventrikel, dan sulkus

interventrikularis, yang memisahkan kedua ventrikel.

Tempat pertemuan kedua celah di permukaan posterior

jantung merupakan bagian jantung yang kritis, dipandang

dari sudut anatomi, dan dikenal sebagai kruks jantung, yaitu

bagian terpenting dari jantung. Nodus AV berlokasi pada

tempat pertemuan ini. Karena itu, pembuluh manapun yang

melintasi kruks tersebut merupakan pembuluh yang

menghantarkan makanan ke nodus AV. Istilah dominasi

kanan dan dominasi kiri hanya menunjukkan apakah arteri

koronaria kanan atau kiri yang melintasi kruks tersebut.

15
3) Arteri koronaria kanan berjalan lateral mengitari sisi kanan

jantung di dalam sulkus atrioventrikularis kanan.Pada

Sembilan puluh persen jantung, arteri koronaria kanan pada

waktu mencapai permukaan posterior jantung akan menuju

kruks, lalu turun menuju apeks jantung dalam sulkus

interventrikularis posterior. Arteria koronaria kiri bercabang

tidak lama sesudah meninggalkan pangkalnya di aorta.

Arteria sirkumpleksa kiri berjalan ke lateral di bagian kiri

jantung dalam sulkus atrioventrikularis kiri. Arteria

desendens anterior kiri berjalan ke bawah pada permukaan

jantung dalam sulkus interventrikularis anterior. Kemudian

arteri ini melintasi apeks jantung, dan berbalik arah dan

bejalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus

interventrikularis untuk bersatu dengan cabang distal arteria

koronaria kanan.

4) Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial

dan intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior

kiri membentuk percabangan septum yang memasok

duapertiga bagian anterior septum, dan cabang-cabang

diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari

ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari ventrikel kiri

diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteia

sirkumfleksa kiri.

16
5) Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara

arteria koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada

dasarnya arteria koronaria kanan memberikan darah ke

atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel

kiri. Arteri sirkumfleksa kiri memberikan darah pada atrium

kiri dan dinding posterolateral ventrikel kiri. Arteria

desendens anterior kiri memberikan darah ke dinding depan

ventrikel kiri yang masif.

6) Penyediaan nutrisi pada system penghantar merupakan suatu

korelasi kritis lain yang juga ditentukan oleh jalur-jalur

anatomis. Meskipun nodus SA letaknya di atrium kanan

tetapi pada 55% individu mendapat darah dari suatu cabang

yang berasal dari arteri koronaria kanan, dan 45% individu

mendapat darah dari suatu cabang dari arteria sirkumfleksa

kiri. Nodus AV yang di pasok oleh arteria yang melintasi

kruks, yaitu dari arteria koronaria kanan pada 90% individu,

dan pada 10% sisanya dari arteria sirkumfleksa kiri.

7) Korelasi ini mempunyai pengaruh klinis yang cukup berarti.

Misalnya, lesi arteria koronaria kanan dapat diduga memiliki

hubungan dengan gangguan penghantaran nodus AV yang

paling hebat sedangkan lesi pada arteria desendens anterior

akan mengganggu fungsi pompa ventrikel kiri.

8) Anastomosis antara cabang arteria juga ditemukan pada

sirkulasi koroner. Anastomosis ini tidak berfungsi pada

17
keadaan normal akan tetapi mempunyai arti yang sangat

penting padabagi sirkulasi kolateral maupun sirkulasi

alternative untuk fungsi nutrisi daerah miokardium yang

tidak mendapatkan aliran darah akibat lesi obstruktif pada

jalur koroner yang normal.

2.3 Etiologi

Masalah pada ACS terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (

vasokontriksi ). Penyempitan ini diakibatka oleh :

1) Adanya timbunan lemak ( aterosklerosis ) dalam pembuluh darah akibat

konsumsi kolesterol yang tinggi.

2) Sumbatan ( trombosit ) oleh sel bekuan darah ( thrombus ) atau

pembentukan trombus.

3) Vasokontriksi ( penyempitan pembuluh darah )

4) Dipengaruhi juga oleh beberapa keadaaan seperti : aktivitas atau latihan

fisik yang berlebihan, stress atau emosi. (Bunner & Suddarth, 2003).

Faktor resiko :

Faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi:

1) Hipertensi

Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan

hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya

akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya

adalah bila mengenai otot jantung, arteri dan arterial sistemik, arteri

18
koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Perubahan hipertensi

khususnya pada jantung disebabkan karena meningkatnya tekanan darah.

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,

sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel

kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya

hipertensi mempercepat timbulnya arterosklerosis.

Tekanan darah tinggi yang menetap akan menimbulkan trauma langsung

terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan

terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan

nyeri dada, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering

didapatkan pada penderita hipertensi di banding orang normal.

2) Hiperkolesterolemia

Peningkatan serum lipid merupakan faktor resiko yang paling nayak

dari ketiga faktor penyebab timbulnya CAD. Resiko terjadinya CAD

bila kadar kolesterol darah >200 mg/dl, dan trigliserida >150 mg/ml.

Hati mampu mengahasilkan kolesterol dari lemak saturasi, bahkan

pada keadaan konsumsi lemak dalam diit sangat terbatas. Peningkatan

trigliserida sangat berkaitan dengan kegemukan dan gaya hidup.

lemak yang sudah berikatan dengan protein membentuk

makromolekul yang disebut lipoprotein. Perbedaan lipoprotein

bervariasi dalam komposisi dan diklasifikasikan sebagai HDL, LDL,

VLDL. HDL berisi lebih bnayak protein dan lipidnya kurang

dibandingkan lipoprotein yang lainnya.HDL mengangkut lipid keluar

dari arteri dan menuju ke hati untuk metabolisme. Proses ini

19
mencegah penumpukan lipid di dalam dinding arteri. HDL tinggi

dalam darah, dan resiko CAD lebih rendah. LDL berisi lebih bnayak

kolesterol daripada lipoprotein dan mempunyai afinitas terhadap

dinding arteri. Peningkatan LDL berkaitn dengan peningkatan

atherosclerosis. Oleh karena itu sangat diinginkan kadar LDL yang

rendah dalam darah. VLDL berisis lebih banyak trigliserida.

3) Merokok

Nikotin dalam tembakau menyebabkan pelepasan katekolamin

(epinephrin, nerophinephrina). Hormon ini menyebabkan

peningkatan HR, TD, dan vasokontriksi perifer. Perubahan ini

meningkatkan beban kerja jantung, yang membutuhkan konsumsi

oksisgen miokard lebih besar.

Carbon monoxide yang terkandung dalam asap rokok, mempengaruhi

pengangkutan oksigen oleh hemoglobin dengan mengurangi sisi yang

disediakan untuk transportasi oksisgen. Akibatnya persediaan oksigen

untuk miokardium menuru secara bermakna. Gas CO tersebut

merupakan zat kimi yang iritant, yang menyebabkan injuri pada

lapisan endothel. Gas tersebut mengentalkan darah, sel-sel pembeku

darah saling berkaitan dengan mudah, mempercepat terjadinya

atherosclerosis (Kasron, 2012).

1. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a) Umur

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian

akibat STEMI. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-

20
laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya

umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai

meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat

sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause

(45-50) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang

sama. Setelah menopasuse kadar kolesterol perempuan

meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.

b) Jenis kelamin

Pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti

bahwa laki-laki mempunyai resiko 2-3 x lebih besar dari

perempuan.

c) Ras

Perbedaan resiko antara ras sangat menyolok, walapun

bercampur baur dengan faktor geografis, sosial, dan ekonomi. Di

amerika serikat perbedaan ras caucasia dengan non causasia

didapatkan resiko pada non caucasia kira-kira separuhnya.

d) Keturunan

Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor

genetic.

(Kasron, 2012).

2.3 Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara

21
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak

kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi

secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor

seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis

mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik

memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture

yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan

plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang

tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis

klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada

STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,

epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan

memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang

poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor

glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor,

mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi

yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen,

dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet

yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan

agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel

endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi

protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi

22
fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi

oleh trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi

arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital,

spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemi

23
24
25
WOC

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosi
s
Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
penurunan
Seluler hipoksia
curah
Metabolism anaerob
jantung

Gangguan Timbunan asam


pertukaran Nyeri Integritas membrane sel berubah
laktat meningkat
gas

Kontraktilitas turun
Kelemaha
Kecemasan
n

Intoleransi
COP turun Kegagalann pompa
aktifitas
jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Resiko kelebihan volume


26 cairan ekstravaskuler
2.4 Manifestasi Klinis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa

secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung.

Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinya

berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat

infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi,

diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung

koroner pada keluarga.

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara

cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang

terlambat atau yang salah dalam jangka panjang dapat menyebabkan

konsekuensi yang berat.

Tanda gejala

Tanda dan gejala infark miocard (TRIAS) adalah :

1. Nyeri

a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak

mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.

Ini merupakan gejala utama.

b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak

tertahankan lagi.

c. Nyeri tersebut sangat sakit seperti tertusuk tusuk yang dapat menjalar ke

bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

27
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan

emosional) menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang

dengan bantuan istirahat atau pemberian nitrogliserin.

e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f. Nyeri sering disertai dengan sesak napas, kerigat dingin, diaporesis,

pening, kepala terasa melayang mual dan muntah.

g. Pasien dengan DM mungkin tidak mengalami yang hebat karena akibat

neuropati yang menyertai DM dapat menggangu neuroreseptor nyeri.

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.

Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri

dada angina sebagai berikut:

 Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

 Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.

 Penjalaran ke : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,

gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan. Nyeri

membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

 Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah

makan.

 Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,

cemas dan lemas.

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli

paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri

dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering

28
dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut. Sebagian besar pasien cemas

dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai

keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak

keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark

anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan

atau hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3

gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal

bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau latesistolik

apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan

pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai

dalam minggu pertama pasca STEMI.

2. Labolatorium

Pemeriksaan enzim jantung :

a. CPK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara

4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

b. LDH/HBDH meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama

untuk kembali normal

c. AST/SGOT meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam

memuncak dalam 24 jam kembali normal dalam 3 sampai 4 hari.

3. EKG

Perubahan EKG yang teradi fase awal adanya gelombang T tinggi dan

simetris. Setelah itu terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi

kemudian yaitu adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya

necrosis.

29
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri

dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2mm, minimal

pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2

sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T

yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan

terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim,

mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama Penatalaksanaan adalah

time is muscle. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua

pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan

ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan center dalam menentukan keputusan

terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat

mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi.

Jika pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien

tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan

interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara continue

harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen

ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil

untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar

pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya infark miokard gelombang

Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika

obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan

banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien

30
tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau non STEMI.

Pada bagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan

gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard

transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya

gelombang R dan infark miokard miokard non transmural jika EKG hanya

menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun

ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi

infark (mural/transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non

Q menggantikan IMA mural/nontransmural.

Gb. 1. gambaran ekg stemi

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam

tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi

repefusi.

1. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac

specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus

digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai

kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti

peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi

reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan

31
biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal

menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzim mini meningkat setelah 2 jam

bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T

masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak

dalam 4-8 jam. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada

infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal

dalam 3-4 hari. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila

ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-

14 hari. Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL)

biomarker jantung pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai

mempresentasikan 99th percentile kelompok control tanpa STEMI. Reaksi

non spesifik terhadap injuri miokard adalah lekositosis polimorfonuklear

yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap

selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1.

2.6 Penatalaksanaan

Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari

evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus

berkembnag ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).

32
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan

nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin

dilakukan, pemberian antitrombolitik dan terapi antiplatelet, pemberian obat

penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman

(guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA

tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan

kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing center dan kemampuan ahli

yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).

 Tatalaksana Awal

1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok

komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi

mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit

pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang

sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari

separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama

tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan

tindakan resusitasi. Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang

mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat

yang terlatih.

33
 Melakukan terapi perfusi.

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien

biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena

lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk

meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan cara edukasi

kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai

pentingnya tatalaksana dini.

2. Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang

merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke

ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat

pasien dengan STEMI.

 Tatalaksana Umum

 Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi

oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa

komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

 Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan

dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan

Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga

dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan

menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard

34
dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau

pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat

diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk

mengendalikan hipertensi atau edema paru.

 Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah

sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark

ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru

bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien

yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil

dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi

nitrat.

 Mengurangi/menghilangkan nyeri dada

Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting,

karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang

menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

 Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI.

Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan

interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang

perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena

dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi

pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan

arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai

35
pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan

NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang

menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,

terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat

diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.

 Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai

STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi

cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan

dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin

diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

 Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian

penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang

bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai

total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan

darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi

tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah

dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan

dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan

dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

36
 Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan

mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi

pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran

terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau

medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik

dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon) time untuk PCI

dapat dicapai dalam 90 menit.

2.7 Prognosis

Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama

enam bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka

panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis

lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang menderita serangan

jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan

obat-obatan seperti:

 ASPIRIN

 clopidrogel

 statin (cholesterol lowering) drugs

 beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan

melindungi otot jantung)

 ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)

Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit

dada yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan

37
jika penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan

jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik

untuk menangani serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.

2.8 Konsep asuhan keperawatan

a. Pengkajian Primer

1. Airway

 Sumbatan atau penumpukann secret

 Wheezing atau kekles

2. Breathing

 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

 RR lebih dari 24 kali/mnt, irama ireguler dangkal

 Ronchi, krekles

 Ekpansi dada tidak penuh

 Penggunaan otot bantu napas

3. Cirkulasi

 Nadi lemah, tidak teratur

 Takikardia

 Tekanan darah meningkat/menurun

 Edema

 Gelisah

 Akral dingin

 Kulit pucat, sianosis

 Output urin menurun

38
b. Pengkajian sekunder

1. Pemeriksaan fisik

 Aktifitas ( gejala kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup

menetap, jadwal olahraga tidak teratur)

 Takikardia

 Dispnea pada istirahat atau aktipitas

2. Sirkulasi

 Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah

tekanan darah, DM.

 Tekanan darah dapat normal/naik/turun, perubahan postural

dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

 Nadi dapat normal, penuh atau tidak, kuat kualitasnya

dengan pengisian kapiler lambat atau tidak teratur

 Bunyi jantung terdengar bunyi ekstra S3 ata S4 mungkin

menunjukan gagal jantung atau penurunan kontaktilitas atau

komplai ventrikel.

 Murmur bila ada menujukan gagal katup tau disfungsi otot

jantung.

 Edema

 Distensi vena jugularis

3. Integritas ego

 Tanda : menoleh, menyangkal cemas, kurang kontak mata,

gelisah, marah, tidak fokus terhadap diri sendiri.

4. Eliminasi

39
 Tanda : normal, bunyi usus menurun.

5. Makanan dan cairan

 Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,

muntah, perubahan BB. Adanya anoreksia, mual, nyeri

uluhati

6. Hygiene

 Gejala atau tanda : kesulitan dalam melakukan tugas

perawatan

7. Neurosensori

 Perubahan mental, kelemahan, pusing (duduk/istirahat)

8. Nyeri atau ketidaknyamanan

 Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak ( dapat atau

tidak berhubungan dengan aktivitas) tidak hilang dengan

istirahat atau NTG.

 Lokasi : tipikal pada dada anterior, substrernal, prekordial,

dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah, epigastrium, siku,

rahang, abdomen, punggung dan leher.

 Kualitas : crussing ( menyempit, berat, menetap, tertekan

seperrti dapat dilihat)

 Intensitas : biasanya nyeri hebat mungkin pengalaman nyeri

paling buruk yang pernah dialaminya.

9. Pernapasan

 Peningktan prekuensi napas, sesak, bunyi napas (bersih,

mengi, krekles, atau ada sputum)

40
 Dispnea tanpa atau dengan kerja

 Dispnea nocturnal

 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

 Riwayat merokok, penyakit perbafasab kronis

10. Interaksi sosial

 Kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi,

takut, menarik diri.

c. Diagnosa keperawatan umum

1. Nyeri akut b.d iskemik miocard akibat sumbatan arteri koronaria

2. Intoleran aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen

miocard dengan kebutuhan tubuh.

3. Kecemasan b.d ancaman/perubahan kesehatan/ancaman

kematian/sosial-ekonomi.

4. (Resiko tinggi) penurunan curah jantung b.d perubahan

prekuensi, irama, dan knduksi listrik jantung, peurunan

preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

5. (Resiko tinggi) perubahan perfusi jaringan b.d penurunan

sumbatan aliran darah koroner.

6. (Resiko tinggi) kelebihan volume cairan b.d penurunan perfusi

ginjal, peningkatan natrium/retensi air, atau penurunan protein

plasma.

7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b.d

kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi

41
tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan

perubahan status kesehatan yang datang.

42
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
 Identitas klien
Nama : ny. C
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 59 tahun
Status perkawinan: Kawin
Agama : islam
Pekerjaan : irt
Pendidikan : SLTA
Alamat : bojongloa 05/04
Tgl. Masuk RS : 01/1/2020
Tgl. Pengkajian : 02/1/2020
No. Reg : 692523-17
Ruangan : HCU
 Identitas penanggung
Nama : tn K
Jenis kelamin : laki-laki
Hubungan : suami

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : nyeri dada kiri tidak hilang dengan istirahat
b. Riwayat kesehatan sekarang :3 hari sebelum masuk RS klien
mengeluh nyeri dada dan dirasakan sangat itdak nyaman disertai
keringat dingin, dn berobat ke puskesmas terdekat namun tidak ada
perbaikan. Atas inisiaatip sendiri keluarga membawanya ke RSUD
sumedang Saat MRS, nyeri dada kiri menjalar ke tangan dan dagu
terus menerus tidak hilang dengan istirahat. Pada saat dikaji hari ke
2 perawatan, klien mengatakan nyeri dada kiri menjalar ke
punggung, nyeri seperti terhimpit benda berat namun dirasakan
hilang timbul, disertai perasaan mual, dan sesak. Dengan skala nyeri
5 (0-10). Dan nyeri darasakan tidak hilang dengan diistirahatkan.
Nyeri dirasakan berkurang sesudah minum obat. Dan direncanakan
untuk PCI di RS Al ISLAM bandung

c. Riwayat kel. Utama


 Lokasi : Dada

43
 Waktu : tidak teratur
 Skala nyeri : 5 (0-10)
 Sifat keluhan : Semakin memberat
 Kel. Yg menyertai : batuk dan mual
 Faktor pencetus : Pada saat beraktivitas
 Hal yg meringankan keluhan : Ke rumah sakit dan minum obat
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
 Klien mengatakan tidak ada penyakit yang sama pada keluarga
 Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat DM ataupun HT
 Sejak 2017 klien rutin pengobatan kolesterol

4. Genogram

59
th

44
Keterangan :

: Laki- laki

: Perempuan klien

5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda – Tanda Vital :
TD : 90/61 mmHg
N : 126 x/mnt
P : 30 x/mnt
S : 360C
d. Kepala
Inspeksi
 Warna rambut : putih (Uban)
 Penyebaran rambut : Tidak merata
Palpasi
 Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
 Benjolan : tidak terdapat benjolan
e. Mata
Inspeksi
 Konjungtiva : anemis
 Sklera : ikterus
 Penglihatan : normal
Palpasi
 Tidak terdapat peningkatan TIO
f. Hidung
Inspeksi
 Tidak terdapat polip
 Penciuman normal
Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada sinus
g. Bibir dan rongga mulut
 Mulut dan gigi baik
 Pengecapan normal
h. Telinga

45
 Nampak tidak ada serumen
 Pendengaran normal
 Tidak ada nyeri tekan pada tragus mastoid
i. Leher
 Tidak ada distensi vena jugularis
 Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
j. Dada dan thorax
Inspeksi
 Bentuk dada normal
 Frekuensi pernafasan 30 x/mnt
 Klien nampak sesak
 Tingkat pernafasan kurang baik
Palpasi
 Ada nyeri tekan
k. Jantung
Inspeksi
 Apek nampak dibawah puting susu
 Nampak terpasang oksigen
Palpasi
 Ada nyeri tekan
Auskultasi
 BJ 1 dan 2 tunggal, gallop tidak ada
l. Abdomen
Inspeksi
 Perut nampak datar
Perkusi
 Tidak terdengar hipertimpani
Auskultasi
 Peristaltik usus baik
m. Ekstremitas
Inspeksi
 Nampak terpasang infus NaCl 0,9% ditangan kanan
Palpasi
 Klien mengatakan nyeri otot di pergelangan tangan dan di
pahanya
Perkusi
 Refleks normal
n. Kulit
Inspeksi
 Warna kulit putih
Palpasi

46
 Turgor kulit baik
6. Data psikologis
 Klien nampak cemas
 Orang terdekat adalah suami dan anak – anaknya
7. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan Lab. 1/1/2020

Jenis pemerikssaan Hasil Hasil Hasil Nilai


1/1/20 2/1/20 3/1/20 rujukan

HB 10,6
TROMBOSIT 345.000
LEUKOSIT 11.700
GD 323 236 216
KREATININ 1,11
NATRIUM 139
KALIUM 3,6
CALSIUM 7,88
TROPONIN I 10,363
Ureum 44,5 44,5
Asam urat 11,1
Kolesterol 165
Kolesterol HDL 40
Kolesterol 40
lDL 147
tg 85
PT 15,9

INR 1,43
APTT 24,1

 Pemeriksaan khusus : EKG


 Hasil perekaman EKG di IGD = sinus rythm, rate 76 x/mnt, PR
interval 0,14 detik, QRS durasi 0,06 detik, ST elevasi lead II,
III,AVF, V5-V6, ST depresi AVL, V1-V2.Hasil perekaman EKG di
HCU= Sinus takichardi, rate 132x/m, , PR interval 0,14 detik,
QRS durasi 0,10 detik, Q di lead II, III, aVF, STelevasi di lead II,
III, AVF
 Hasil rotgen menunjukan adanya cardiomegali

47
8. Penatalaksanaan
 Lovenox 2x 0,6 inj
 Miniaspi 1x1 p.o
 Callos 3x1 p.o
 Cpg 1x1 p.o
 Atorvastatin 1x40 mg p.o
 Sucralfat syr 4x1 p.o
 Dobutamin mulai dari 7 mcg titrasi sesuai td
 Trimedazidin 2x1 p.o
 Aspilet 3x1 p.o

POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI

a. Nutrisi
Kebiasaan sebelum masuk rumah sakit
 Pola makan : nasi + Lauk + sayur
 Frekuensi : 3x/hari
 Nafsu makan : baik
 Jenis minuman yang disukai : air teh
 Banyak cairan yang masuk dalam sehari 1800 cc
perubahan selama sakit
 Keluaarga klien mengatakan pola makan lebih teratur
 Nafsu makan kurang baik
 Klien dilarang minum air teh
b. Eliminasi
Kebiasaan sebelum masuk rumah sakit
 BAK (buang air kecil)
 Frekuensi : 3-4x/hari
 Bau : khas amoniak
 Warna : kuning
 BAB (buang air besar)
 Frekuensi : 1x/hari
 Konsistensi : lunak
 Warna feses : kuning
Perubahan selama sakit
 BAB
 Frekuensi : jarang
 Konsistensi : Lunak
 Warnah : kuning
 BAK
 Frekuensi : terpasang policateter 16

48
 Bau : khas amoniak
 Warna : kuning
c. Olahraga
Kebiasaan : kadang-kadang
Peubahan selama sakit : klien nampak tidur terus
d. Istirahat tidur
Kebiasaan
 Tidur malam : pukul 22.00 – 04.00 WIB
 Tidur siang : pukul 13.00 – 15.00 WIB
Perubahan selama sakit
 Tidur malam : pukul tidak ada perubahan
 Tidur siang : pukul 13.00 – 15.00 WIB
e. Personal hygiene
 Mandi : dilap
 Sikat gigi : dilakukan 2x/hr
 Mencuci rambut : tidak pernah
f. Pola interaksi sosial
Tidak ada masalah dengan interaksi sosial klien
g. Keadaan psikologis selama sakit
 Klien mengatakan ingin secepatnya pulang
 Klien nampak kooperatif terhadap perawat dan dokter
h. Pola spritual
Kebiasaan ; klien mngatakan rajin sholat
Perubahan selama sakit ; selama sakit klien tidak melasanakan shalat

Analisa data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Nyeri akut
Klien mengeluh nyeri pada kolesterol tinggi
dada menyebar ke
Menimbulkan plak, trombus di
pungggung disertai mual
pembuluh darah
DO:
Gelisah, pucat, ku lemah Spasme vaskuler (pembuluh darah)
miokard

Hipoksia miokardium

Iskemik Miokardium

49
Metabolisme anaerob

Penimbunan asam laktat yang berlebih

Pengeluaran zat-zat vasoaktif


(bradikinin, prostaglandin, dan
histamine)

Merangsang hipotalamus

Korteks serebri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri Akut
DS: tubuh terasa lemes, Kontraktilitas jantung menurun Penurunan
keringat dingin Cardiac
Gagal jantung Output
DO:
Td : 90/61 Penurunan CO
Nadi : 126x/mnt
RR : 30x/mnt
Sh : 36
Ku tampak lemah
DS: Rupture dalam pembuluh darah Perubahan
Pasien mengeluh lemah perfusi
DO: Obstruksi pembuluh darah, jaringan
Pasien terlihat lemah dan
pucat karena O2 jaringan Aliran darah ke jaringan terganggu
menurun.
Perubahan perfusi jaringan
DS: Perubahan perfusi jaringan Pola nafas
Klien mengeluh sesak, O2 dalam darah menurun tidak efektif
nafas pendek.
DO: Kongesti pulmonalis
dispnea, inspirasi
mengi, takipnea, Sesak nafas
pernapasan dangkal.
Ketidakefektifan pola nafas
DS: Perubahan perfusi jarigan Intoleransi
Pasien mengeluh lemah aktivitas
DO: O2 dalam darah menurun

50
Pasien terlihat lemah
karena hipoksia Hipoksia

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

Diagnosa dan Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan
nyeri,melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Kolaboratif
Berikan obat-obatan sesuai indikasi: 1. Dapat menghilangkan nyeri,
1.Agen non steroid, mis: menurunkan respon inflamasi.
indometasin(indocin);,
ASA(aspirin) 2. Untuk menurunkan demam dan
2. Antipiretik mis:meningkatkan kenyamanan.
ASA/asetaminofen (tylenol) 3. Diberikan untuk gejala yang lebih
3. Steroid berat.
4. Oksigen 3-4 liter/menit 4. Memaksimalkan ketersediaan
oksigen untuk menurunkan beban
kerja jantung dan menurunkan
ketidaknyamanan karena iskemia.
Mandiri 1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri.
1. Selidiki keluhan nyeri dada, Pada iskemia miokardium nyeri
memperhatikan awitan, faktor dapat memburuk dengan inspirasi
pemberat atau penurun dalam, gerakan atau berbaring dan
hilang dengan duduk tegak atau
membungkuk.
2. Memberikan lingkungan yang tenang
dan tidakan kenyamanan. Mislanya
merubah posisi, menggunakan
kompres hangat, dan menggosok
punggung
Tindakan ini dapat meningkatkan
kenyamanan fisik dan emosional
pasien.

51
2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia.
Mengidentifikassi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Takikardia dan disritmia dapat
1. Pantau irama dan frekuensi jantung terjadi saat jantung berupaya untuk
- Auskultasi bunyi jantung. meningkatkan curahnya berespon
Perhatikan jarak / tonus jantung, terhadap demam. Hipoksia, dan
murmur, gallop S3 dan S4. asidosis karena iskemia.
- Dorong tirah baring dalam posisi 2. Memberikan deteksi dini dari
semi fowler terjadinya komplikasi misalnya
2. Berikan tindakan kenyamanan GJK, tamponade jantung.
misalnya perubahan posisi dan 3. Menurunkan beban kerja jantung,
gosokan punggung, dan aktivitas memaksimalkan curah jantung
hiburan dalam toleransi jantung 4. Meningkatkan relaksasi dan
3. Dorong penggunaan teknik mengarahkan kembali perhatian
menejemen stress misalnya latihan Perilaku ini dapat mengontrol
pernapasan dan bimbingan imajinasi ansietas, meningkatkan relaksasi
4. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, dan menurunkan kerja jantung
palpitasi, nyeri dada kontinyu. 5. Manifestasi klinis dari GJK yang
Perhatikan adanya bunyi napas dapat menyertai endokarditis atau
adventisius, demam miokarditis
Kolaboratif 1. Meningkatkan keseterdian oksigen
1. Berikan oksigen komplemen untuk fungsi miokard dan
2. Berikan obat – obatan sesuai dengan menurunkan efek metabolism
indikasi misalnya digitalis, diuretik anaerob,yang terjadi sebagai akibat
3. Antibiotic/ anti microbial IV dari hipoksia dan asidosis.
4. Bantu dalam periokardiosintesis 2. Dapat diberikan untuk
darurat meningkatkan kontraktilitas
5. Siapkan pasien untuk pembedahan miokard dan menurunkan beban
bila diindikasikan kerja jantung pada adanya GJK (
miocarditis)
3. Diberikan untuk mengatasi
pathogen yang teridentifikasi,
mencegah kerusakan jantung lebih
lanjut.

52
4. prosedur dapat dilakuan di tempat
tidur untuk menurunkan tekanan
cairan di sekitar jantung.
5. Penggantian katup mungkin
diperlukan untuk memperbaiki
curah jantung

3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen
ke otot.
Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat
secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan
kering, nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi status mental. 1. Indicator yang menunjukkan
Perhatikikan terjadinya embolisasi sistemik pada otak.
hemiparalisis, afasia, kejang,
muntah, peningkatan TD. 2. Emboli arteri, mempengaruhi
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba- jantung dan / atau organ vital lain,
tiba yang disertai dengan takipnea, dapat terjadi sebagai akibat dari
nyeri pleuritik, sianosis, pucat penyakit katup, dan/ atau disritmia
3. Tingkatkan tirah baring dengan kronis
tepat 3. Dapat mencegah pembentukan atau
4. Dorong latihan aktif/ bantu dengan migrasi emboli pada pasien
rentang gerak sesuai toleransi. endokarditis. Tirah baring lama,
membawa resikonya sendiri tentang
terjadinya fenomena
tromboembolic.

4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan


aliran balik vena karenanya
menurunkan resiko pembentukan
thrombus.
Kolaborasi Heparin dapat digunakan secara
Berikan antikoagulan, contoh heparin, profilaksis bila pasien memerlukan
warfarin (coumadin) tirah baring lama, mengalami sepsis
atau GJK, dan/atau sebelum/sesudah
bedah penggantian katup.
Catatan : Heparin kontraindikasi
pada perikarditis dan tamponade

53
jantung. Coumadin adalah obat
pilihan untuk terapi setelah
penggantian katup jangka panjang,
atau adanya thrombus perifer.

4.Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan


Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain
dari hipoksia.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Kecepatan dan upaya mungkin
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan meningkat karena nyeri, takut,
kedalaman. Contoh adanya dispnea, demam, penurunan volume
penggunaan otot bantu nafas, sirkulasi, hipoksia atau diatensi
pelebaran nasal. gaster.
2. Lihat kulit dan membran mukosa 2. Sianosis bibir, kuku, atau daun
untuk adanya sianosis. telinga menunjukkan kondisi
3. Tinggikan kepala tempat tidur hipoksia atau komplikasi paru
letakkan pada posisi duduk tinggi
3. Merangsang fungsi pernafasan /
atau semifowler. ekspansi paru. Efektif pada
pencegahan dan perbaikan kongesti
paru.
Kolaborasi: Meningkatkan pengiriman oksigen ke
Berikan tambahan oksigen dengan paru untuk kebutuhan sirkulasi
kanul atau masker, sesuai indikasi khususnya pada adanya gangguan
ventilasi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot


miokard, penurunan curah jantung
Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang
pembatasan terapeutik yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Miokarditis menyebabkan
1. Kaji respon pasien terhadap inflamasi dan kemungkinan
aktivitas. Perhatikan adanya dan kerusakan sel-sel miokardial,
perubahan dalam keluhan sebagai akibat GJK. Penurunan
kelemahan, keletihan, dan dispnea pengisian dan curah jantung dapat
berkenaan dengan aktivitas menyebabkan pengumpulan cairan

54
2. Pantau frekuensi dan irama jantung, dalam kantung perikardial bila ada
tekanan darah, dan frekuensi perikarditis. Akhirnya endikarditis
pernapasan sebelum dan sesudah dapat terjadi dengan disfungsi
aktivitas dan selam di perlukan katup, secara negatif
3. Mempertahankan tirah baring mempengaruhi curah jantung
selama periode demam dan sesuai 2. Membantu derajad dekompensasi
indikasi. jantung and pulmonal penurunan
4. Membantu klien dalam latihan TD, takikardia, disritmia, takipnea
progresif bertahap sesegera mungkin adalah indikasi intoleransi jantung
untuk turun dari tempat tidur, terhadap aktivitas.
mencatat respon tanda vital dan 3. Demam meningkatkan kebutuhan
toleransi pasien pada peningkatan dan konsumsi oksigen, karenanya
aktivitas meningkatkan beban kerja
5. Evaluasi respon emosional jantung, dan menurunkan toleransi
aktivitas
4. Pada saat terjadi inflamasi klien
mungkin dapat melakukan
aktivitas yang diinginkan, kecuali
kerusakan miokard permanen.
5. Ansietas akan terjadi karena proses
inflamasi dan nyeri yang di
timbulkan. Dikungan diperlukan
untuk mengatasi frustasi terhadap
hospitalisasi.
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen Peningkatan ketersediaan oksigen
mengimbangi peningkatan
konsumsi oksigen yang terjadi
dengan aktivitas.

6. Kurang pengetahuan kondisi penyakit


Kriteria hasil : menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan
pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Jelaskan efek inflamasi pada 1. Untuk bertanggung jawab
jantung, ajarkan untuk terhadap kesehatan sendiri, pasien
memperhatikan gejala sehubungan perlu memahami penyebab khusus,
dengan komplikasi / berulangnya pengobatan, dan efek jangka
dan gejala yang dilaporkan dengan panjang yang diharapkan dari

55
segera pada pemberi perawatan kondisi inflamasi, sesuai dengan
misalny demam, nyeri, tanda/gejala yang menunjukkan
peningkatan berat badan, kekambuhan/komplikasi
peningkatan toleransi terhadap 2. Untuk bertanggung jawab terhadap
aktifitas. kesehatan sendiri, pasien perlu
2. Anjurkan pasien/orang terdekat memahami penyebab khusus,
tentang dosis, tujuan dan efek pengobatan, dan efek jangka
samping obat: kebutuhan panjang yang diharapkan dari
diet/pertimbangan khusus: kondisi inflamasi, sesuai dengan
aktivitas yang diizinkan/dibatasi tanda/gejala yang menunjukkan
3. Kaji ulang perlunya antibiotic kekambuhan/komplikasi
jangka panjang/terapi 2. Perawatan di rumah sakit lama /
antimikrobial pemberian antibiotic IV /
4. Tekankan pentingnya evaluasi antimicrobial perlu sampai kultur
perawatan medis teratur. Anjurkan darah negative / hasil darah lain
pasien membuat perjanjian. menunjukkan tak ada infeksi.
3. Pemahaman alasan untuk
pengawasan medis dan rencana
untuk/penerimaan tanggung jawab

56
57
58
59
60

Anda mungkin juga menyukai