Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Insomnia ...................................................................................... 4
B. Klasifikasi Insomnia.................................................................................. 4
C. Etiologi Insomnia ...................................................................................... 6
D. Faktor Resiko Insomnia ........................................................................... 7
E. Tanda dan Gejala Insomnia ....................................................................... 8
F. Diagnosis ................................................................................................... 8
G. Penatalaksanaan ........................................................................................ 9
H. Komplikasi ................................................................................................ 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ................................................................................................. 14
B. Diagnosa.................................................................................................... 15
C. Intervensi ................................................................................................... 15
D. Implementasi ............................................................................................. 16
E. Evaluasi ..................................................................................................... 19
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 20
B. Saran .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang
untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.
Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan
beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami
kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun,
dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.
Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka
pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering
disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi
dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang
ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah
beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang
ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.
Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini
biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat
situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti
kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih
dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan
psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk
insomnia.
Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak
mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah
dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan
keadaan fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur
cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan
untuk tidur siang.

1
Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti
berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien
dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas
hidup meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat
yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan
dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.
Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari
sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya
menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan,
ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.
Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan
kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat
meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter
perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang
membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan
meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori Insomnia?
2. Apa saja tipe Insomnia?
3. Apa saja penyebab Insomnia?
4. Apa saja tanda dan gejala Insomnia?
5. Apa saja faktor resiko pada Insomnia?
6. Apa saja dampak insomnia dalam kehidupan?
7. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan untuk terapi insomnia?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Insomnia ?

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui teori Insomnia.
2. Mengetahui tipe Insomnia.
3. Mengetahui penyebab Insomnia.

2
4. Mengetahui tanda dan gejala Insomnia.
5. Mengetahui faktor resiko pada Insomnia.
6. Mengetahui dampak insomnia dalam kehidupan.
7. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan untuk terapi insomnia.
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Insomnia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif
yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan
signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International
Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan
memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu
selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep
Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,
disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah
gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau
mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian
obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan
suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

B. Klasifikasi Insomnia
1. Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia
atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang
menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan
tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.
2. Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan
dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari
10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan

4
rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan
biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping
dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan
obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini
dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu


International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep
Disorders (ISD).
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:
 Organik
 Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti
mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder.
Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1
bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali
dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini
menetap dan diderita minimal 1 bulan.
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia
diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia

5
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified
(nonorganic)
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

C. Etiologi Insomnia
1. Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau
penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,
dapat menyebabkan insomnia.
2. Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
3. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,
termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat
alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
4. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang
mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan
stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat
penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah
tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah
malam.

6
5. Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk
mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala
tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,
gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
6. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh
atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama
sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak
sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu
tubuh.
7. 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika
mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka
tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.

D. Faktor Resiko Insomnia


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi
resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:
1. Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan
hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin
memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam
hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
2. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,
insomnia meningkat sejalan dengan usia.
3. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk
depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress
disorder, mengganggu tidur.

7
4. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat
menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran
juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
5. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di
malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.

E. Tanda dan Gejala Insomnia


1. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
2. Sering terbangun pada malam hari
3. Bangun tidur terlalu awal
4. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
5. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
6. Konsentrasi dan perhatian berkurang
7. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
8. Ketegangan dan sakit kepala
9. Gejala gastrointestinal

F. Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
1. Pola tidur penderita.
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
3. Tingkatan stres psikis.
4. Riwayat medis.
5. Aktivitas fisik
6. Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk
menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak
dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa
mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.

8
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan
darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal
lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan
dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan,
nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ
1. Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan
tidur, atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal
1 bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang
berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang
siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi
fungsi dalam sosial dan pekerjaan
2. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
3. Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama
gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient
insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi
stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

G. Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku

9
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi
tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap
pertama untuk penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
1) Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
2) Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat
biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu
mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu
Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
3) Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur
dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan
pada konseling tatap muka atau dalam grup.
4) Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang
dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam
berikutnya.
5) Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang
dihabiskan untuk beraktivitas.
Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:
1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,
menonton televisi, makan atau bekerja.
2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu
20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan
tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang
membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa
mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di
tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang

10
membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat
tidur.
3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa
lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal
tidur-bangun (kontrol waktu).
4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan
pernapasan atau beribadah
 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan
tidur pada malam hari.
 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit
setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
 Menghindari makan besar sebelum tidur
 Cek kesehatan secara rutin
 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

11
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
 Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
 Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
 Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-
Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis
 Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi
tidur.
 Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
 Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
 Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3
kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia
lanjut

12
H. Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi
 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan
reaksi kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat tidur.
a. kuantitas (lama tidur) dan kualitas watu tidur di siang dan malam hari.
b. Aktivitas dan rekreasi yang di lakukan sebelumnya.
c. Kebiasaan/pun saat tidur.
d. Lingkungan tidur.
e. Dengan siapa paien tidur.
f. Obat yang di konsumsi sebelum tidur.
g. Asupan dan stimulan.
h. Perasaan pasien mengenai tidurnya.
i. Apakah ada kesulitan tidur.
j. Apakah ada perubahan tidur.
2. Gejala Klinis.
a. Perasaan Lelah.
b. Gelisah.
c. Emosi.
d. Apetis.
e. Adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak.
f. Konjungtin merah dan mata perih.
g. Perhatian tidak fokus.
h. Sakit kepala.
3. Penyimpangan Tidur.
Seperti telah dijelaskan pada bab oembahasan di atas, gangguan tidur
yang mungkin terjadi adalah :
a. Insomnia.
b. Somnabulisme.
c. Enuresis.
d. Narkolepsi.

14
a. Nightmare dan Night Terrors (mimpi buruk).
b. Apnea / tidak bernapas dan mendengkur.
c.
B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari gangguan pola istirhat
tidur diantaranya yaitu :
1. Gangguan pola tidur b/d kerusakan transfer oksigen, gangguan
metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilisasi, nyeri
pada kaki, takut operasi, lingkungan yang mengganggu.
2. Cemas b/d ketidak mampuan untuk tidur, henti nafas saat tidur,
(sleep apnea) dan ketidak mampuan mengawasi prilaku.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
4. Gangguan ukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.
5. Potensial cedera berhubungan dengan Semnambolisme.
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangn tidur
hipersomia.

C. INTERVENSI
1. Tujuan : Mempertahankan kebutuhan istirahat dan tidur dalam batas
normal.
2. Rencana Tindakan :
a. Lakukan identifikasi fsktor yang mempengaruhi masalah tidur.
b. Lakukan pengurangan distraksi lingkungan dan hal yang dapat
mengganggu tidur.
c. Tingkatkan aktivitas pada siang hari.
d. Coba untuk memicu tidur.
e. Kurangi potensial cedera selama tidur
f. Berikan pendidikan kesehatan dan lakukan rujukan jika di
perlukan.

15
D. IMPLEMENTASI
Tindakan keparawatan pada orang dewasa :
 Masa Dewasa (Muda, Paruah Baya, dan Tua).
a. Bantu melepaskan ketegangan sebelum tidur.
• Berikan hiburan.
• Kurangi rasa nyeri.
• Bersihkan tempat tidur.
b. Membuat lingkungan menjadi aman serta dekat dengan perawat.
• Berikan selimut sehingga tidak kedinginan.
• Anjurkan pasien latihan relaksasi.
• Berikan makan ringan atau susu hangnt sebelum tidur.
• Berikan obat sedaktif sesuai program terapi kolaboratif.
• Bantu pasien mendapatkan posisi tidur yang nyaman.
1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur.
a. Bila terjadi pada pasien rawat inap, masalah tidur di hubungkan
dengan lingkungan rumah sakit, maka :
1) Libatkan pasien dalam pembuatan jadwal aktivitas.
2) Berikan obat analgesik sesuai prosedur.
3) Berikan linngkungan yang suportif.
4) Jelaskan dan berikan dukungan pada pasien agar tidak
takut akan cemas.
b. Bila faktor insomnia, maka :
1) Anjurkan pasien memakan makanan yang berprotein
tinggi sebelum tidur.
2) Anjurkan pasien tidur pada waktu sama dan hindari tidur
pada waktu siang dan sore hari.
3) Anjurkan pasien tidur saat mengantuk.
4) Anjurkan pasien mennghindari kegiatan yang
membangkitkan minat sebelum tidur.
5) Anjurkan pasien menggunakan teknik pelepasan otot serta
meditasi sebelum tidur.

16
c. Bila terjadi somnabulisme, maka :
1) Berikan rasa aman pada diri pasien.
2) Bekerjasama dengan diazepam dalam tindakan
pengobatan..
3) Cegah timbulnya cidera.
d. Bila terjadi enuresa, maka :
1) Anjurkan pasien mengurangi minum beberapa jam
sebelum tidur.
2) Anjurkan pasien melakukan pengosongan kandungan
kemih sebelum tidur.
3) Bangunkan pasien pada malam hari untuk buang air kecil.
e. Bila terjadi Narkolepsi, maka :
1) Berikan obat kelompok Amfetamin /kelomppok
Metilfenidat hidroklorida (ritalin) untuk mengendalikan
narkolepsi.
2. Mengurangi distraksi lingkungan dan hal yang mengganggu tidur.
a. Tutup pintu kamar pasien .
b. Pasang kelambu/garden tempat tidur.
c. Matikan pesawat telapon.
d. Bunyikan musik yang lembut.
e. Redupkan atau matikan lampu.
f. Kurangi jumlah stimulus.
g. Tempatkan pasien dengan kawan sekamar yang cocok.
3. Meningkatkan aktivitas pada siang hari.
a. Buat jadwal aktivitas yang dapat menolong pasien.
b. Usahakan pasien tidak tidur pada siang hari.
4. Membuat Pasien untuk memicu tidur.
a. Anjurkan pasien mandi sebelum tidur.
b. Anjurkan pasien minum susu hangat.
c. Anjurkan pasien membaca buku.
d. Anjurkan pasien menonton televisi.

17
e. Anjurkan pasien menggosok gigi sebelum tidur.
f. Anjurkan pasien embersihkan muka sebelum tidur.
g. Anjurkan pasien membersuihkan tempat tidur.
5. Mengurangi potensial cedera sebelum tidur.
a. Gunakan cahaya lampu malam.
b. Posisikan tempat tidur yang rendah.
c. Letakkan bel dekat pasien.
d. Ajarkan pasien untuk meminta bantuan.
e. Gantungkan selang drainase di tempat tidur dan cara
memindahkannya bila pasien memekainnya.
6. Memberi pendidikan kesehatan dan rujukan.
a. Ajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah.
b. Ajarkan pentingkan latihan reguler ± ½ jam.
c. Penerangan tentang efek samping obat hipnotik.
d. Lakukan rujukan segera bila gangguan tidur kronis.
Tindakan Keperawatan Pada Anak :
1. Masa Neonatus dan bayi.
a. Beri sprei kering dan tebal untuk menutupi perlak.
b. Hindarkan pemberian bantal yang terlalu banyak.
c. Atur suhu ruangan menjadi 18˚-21˚C pada malam dan 15,5˚-18˚C
pada siang.
d. Berikan cahaya lampu yang lembut.
e. Yakinkan bayi merasa nyaman dan kering.
f. Berikan aktivitas yang tenang sebelum menidurkan bayi.
2. Masa Anak.
a. Berikan kebiasaan waktu tidur malam dan siang secara konsisten.
b. Tempel jadwal tidur
c. Berikan aktivitas yang tenang sebelum tidur.
d. Dukung aktivitas ”pereda ketegangan” seperti bercerita.
3. Masa Sebelum Sekolah.
a. Berikan kebiasaan waktu tidur malam dan siang secara konsisten.

18
b. Tempel jadwal tidur.
c. Berikan aktivitas yang tenang sebelum tidur.
d. Dukung aktivitas ”pereda ketegangan” seperti bercerita.
e. Sering perlihatkan ketergantungan selama menjelang tidur.
f. Berikan rasa aman dan nyaman.
g. Nyalakan lampu agak terang.
4. Masa Sekolah.
a. Mengingatkan waktu istirahat dan tidur karena umumnya banyak
beraktivitas.
5. Masa Remaja.
a. Usia ini sering memrlukan waktu sebelum tidur cukup lama untuk
berias dan membersihkan diri.

E. EVALUASI
1. Klien menggunakan terapi relaksasi setiap makan malam sebelum pergi
tidur dengan meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
2. Klien melaporkan perasaan nyaman setelah terbangun di pagi hari dengan
meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
3. Klien melaporkan dapat menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan dalam 4
minggu dengan mengobservasi ekspresi dan prilaku nonverbal pada saat
klien terjaga.
4. Pola tidur normal untuk masa anak adalah 11-12 jam /hari terpenuhi, masa
sekolah 10 jam/hari terpenuhi, masa remaja 7-8 jam/hari terpenuhi.

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan
gangguan fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan
baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres,
kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan
lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan
penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau
obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan
kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan
yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan
benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia
secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan
gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

B. Saran
Untuk menjaga keadaan kita tetap sehat dan fit, kita harus menjaga
kebutuhan istirahat dan tidur kita sesuai kebutuhan agar kita dapat melakukan
berbagai kegiatan dengan baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Doengos.E.Maryln,dkk (2002) Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.


Wartonah Tartowo (2006) KDM dan Proses keperawatan,Edisi 3, Salemba
Medika Jakarta.
Alimul.H.Aziz (2006) Pengantar KDM dan Proses Keperawatan, Salemba Medika
Jakarta.
Wartonah Tartowo (2006) KDM dan Proses keperawatan,Edisi 3, Salemba
Medika Jakarta.
Asmadi (2008) Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi KDM, Salemba
Medika Jakarta.
http://suryadun.blogspot.co.id/2014/02/makalah-keb-istirahat-dan-tidur-
kasus.html
http://jiwajiwi.blogspot.co.id/2008/04/bab-i-pendahuluan-1.html
https://warliyana.files.wordpress.com/2013/10/insomnia.doc
www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-
medicine

21

Anda mungkin juga menyukai