ANEMIA
OLEH :
2. Epidemiologi
Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang
dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik
lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan
beberapa bagian di India. Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi
akibat rusaknya sumsum tulang belakang yang paling banyak didapat.
Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang
Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot
yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer
Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).
3. Penyebab
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
Akut karena perdarahan
Kronis karena perdarahan
Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi
karena;
Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain
besi, vitamin B12 dan asam folat.
5. Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan berat , kelemahan,
nyeri kepala, demam, dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit pucat, sianosis,
kulit kering, kuku rapuh, koylonychia, clubbing finger,
CRT > 2 detik, elastisitas kulit munurun, perdarahan kulit
atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera, konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis, perdarahan gusi,
atrofi papil lidah, glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak waktu kerja,
angina pectoris dan bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah, hepatospleenomegali (pada
anemia hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.
(Bakta, 2003:15)
6. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau
akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik
atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam
fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).
7. Pathway
Kegagalan
Defisiensi B12, produksi SDM o/ Destruksi SDM
asam folat, besi sum-sum tulang berlebih Perdarahan/hemofilia
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
Reaksi antar
saraf berkurang
Kerja
lambung
menurun
As. Lambung
meningkat Nyeri akut
Anoreksia
Defisit Nutrisi
8. Klasifikasi
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta
mengandung jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari
pada normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal
(MCH meningkat dan MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
a) Anemia defisiensi asam folat
b) Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
a) Anemia pada penyakit hati kronik
b) Anemia pada hipotiroidisme
c) Anemia pada sindrom mielodisplastik
e. Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk
sel – sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer
atau zat yang dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :
572)
a. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV
(volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular
rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),
peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
b. Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada
wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
c. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit
menurun.
d. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat
(respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
e. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan
bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
f. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
g. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan
diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah
merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
h. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
i. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)
mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
j. Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro
liter
k. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal
atau tinggi (hemolitik)
l. Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per
mikro liter darah
m. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin.
n. Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi):
meningkat (AP, hemolitik).
o. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
p. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
q. TBC serum : meningkat (DB)
r. Feritin serum : meningkat (DB)
s. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
t. LDH serum : menurun (DB)
u. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
v. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi
gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
w. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi
perdarahan : perdarahan GI
x. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan
tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
y. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin
tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk,
membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP),
lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
10. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,
gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga
menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada
kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan
dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan
organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti
dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas
pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan
manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2006)
11. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan
perawatan karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau
penurunan produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
a. pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
b. resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
c. tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap
kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
a. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
b. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
c. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung
kongestif iatrogenik pada pasien..
d. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,
jika diindikasikan.
e. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor
deficiency yang dikirim untuk pengukuran.
f. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya
Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)
jika mereka Rh negatif.
g. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk
mengobati penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda
tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini
beberapa terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia
yang diderita:
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka
terapi utama untuk anemia pernisiosa adalah:
1) Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
2) Terapi pemeliharaan
3) Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik
kasus tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat
bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi
anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1) Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal
ginjal akut maka harus diambil tindakan darurat untuk
mengatasi syok, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia
berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara
sangat hati-hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis
tetap dapat terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih
lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada
pilihan lain selain transfusi.
2) Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat
memberikan kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat
idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab herediter-familier
yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan.
(Bakta, 2003:69)
3) Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di
limpa. Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering
diperlukan transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar
hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik
supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan
keadaan umum dan pertumbuhan pasien. Pada anemia
hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3
mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
b) Sekunder Assessment
1) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan abdomen.
2) Five intervention
Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam,
hemoglobin dan hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap jenis
anemia dapat berbeda. Biasnya hasil lab menunjukkan jumlah
eritrosit menurun, jumlah retikulosit bervariasi, misal : menurun
pada anemia aplastik (AP) dan meningkat pada respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis.
3) Give comfort
Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan secara
tiba-tiba, nyeri yang dialami tersebut hilang timbul.
4) Head to toe
Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.
Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung
murmur, bunyi napas wheezing.
Daerah abdomen : splenomegali
Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena kelemahan,
clubbing finger (kuku sendok), perasaan dingin pada ekstremitas.
5) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas pada daerah punggung.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi,
penurunan transfer oksigen ke paru
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang, anoreksia
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang
terganggu
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan
SLKI SIKI
1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Jalan Napas
Monitor pola napas (frekuensi,
berhubungan dengan sindrom …x 24 jam pola napas pasien efektif dengan
kedalaman, usaha napas)
hipoventilasi, penurunan kriteria hasil : Monitor bunyi napas tambahan (mis.
transfer oksigen ke paru Pola Napas Gurgling, mengi, wheezing,ronkhi
kering)
Dispnea menurun
Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
Penggunaan otot bantu napas menurun Posisikan semi fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Pemanjangan fase ekspirasi menurun
Lakukan penghisapan lender kurang dari
Orthopnea menurun 15 detik
Pernapasan pursed-lip menurun Berikan oksigen
Ajarkan teknik batuk efektif
Pernapasan cuping hidung menurun Delegasi pemberian bronkodilator,
Frekuensi napas membaik ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Pemantauan Respirasi
Kedalaman napas membaik Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Ekskursi dada membaik upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul
cheyne-stokes, biot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil X-ray thorax
2 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Sirkulasi 354
berhubungan dengan …x 24 jam perfusi perifer pasien efektif dengan Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
penurunan konsentrasi Hb dan kriteria hasil : perifer, edema, pengisian kapiler, warna
darah, suplai oksigen Perfusi Perifer 84 kulit, suhu, ankle brachial index)
berkurang Denyut nadi perifer meningkat Identifikasi faktor risiko gangguan
Warna kulit pucat menurun sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
Edema perifer menurun orangtua, hipertensi, kadar kolesterol
Nyeri ekstremitas menurun tinggi)
Kadar sel darah putih membaik Ajarkan cara mencuci tangan dengan
, 2019
Pembimbing / CI, Mahasiswa,
……………………………. ………………………………
NIP. NIM.
Pembimbing / CT,
…………………………………
NIP.
2019
Pembimbing / CI, Mahasiswa,
……………………………. ………………………………
NIP. NIM.
Pembimbing / CT,
…………………………………
NIP.
2019
Pembimbing / CI, Mahasiswa,
……………………………. ………………………………
NIP. NIM.
Pembimbing / CT,
…………………………………
NIP.
2019
Pembimbing / CI, Mahasiswa,
……………………………. ………………………………
NIP. NIM.
Pembimbing / CT,
…………………………………
NIP.