Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik (KAD)adalah
keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air,
kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis
dan sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,2012).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan darurat hiperglikemi yang mengancam jiwa
pasien dengan diabetes melitus. Ketoasidosis diabetik terjadi ketika seseorang mengalami
penurunan insulin relatif atau absolute yang ditandai dengan hiperglikemi, asidosis, ketosis
dan kadar glukosa darah > 250 mg/dL (American Diabetes Association, 2013). Ketoasidosis
Diabetikum mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia.
(Augusta.2013)
Menurut data International Diabetes Federation (2013), Indonesia menempati urutan ke 7
setelah Cina, India, United Stated of America, Brazil, Rusia dan Mexico untuk penderita
Diabetes Mellitus, dan menempati urutan ke 5 setelah Cina, India, Rusia dan United State of
America untuk angka kematian dengan Diabetes Mellitus. (IDF. 2013)
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.Sedangkan, menurut International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM
dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat
perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. (PERKENI. 2011)
Berdasarkan data surveilan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
insiden ketoasidosis diabetik di Amerika Serikat mulai tahun 1988-2009 terjadi peningkatan
dari 80.000 menjadi 140.000 (43,8%) (Maletkovic and Drexler, 2013). Laporan insiden KAD
di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2
(Tarwoto,2012).
Kegawatan KAD rata-rata terjadi pada 80–90% kegawatan hiperglikemi dan angka
kematiannya diperkirakan antara 4–10% (Corwell, et al., 2014). Insiden Ketoasidosis
Diabetikum berdasarkan suatu penelitian population-based adalah 4,6-8 kejadian per 1000
pasien diabetes. Tingkat kematian dengan Ketoasidosis Diabetikum di dunia berjumlah <5%.
Sedangkan angka kematian pasien dengan Ketoasidosis Diabetikum di Negara maju kurang
dari 5%.(Wira.2010). Bila mortalitas akibat Ketoasidosis Diabetikum distratifikasikan
berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60-69 tahun adalah 8%, kelompok usia
70-79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia >79 tahun. (Augusta.2013).
Ketoasidosis diabetikum, tanpa penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan
komplikasi dari pengobatan itu sendiri, seperti hipoglikemia, hypokalemia, edema serebral,
dan edema paru. (Augusta.2013). Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang
pada dewasa. Tidak didapatkan data yang pasti morbiditas pasien Ketoasidosis Diabetikum
oleh karena edema serebri pada orang dewasa. Laju mortalitas Ketoasidosis Diabetikum pada
pusat-pusat perawatan terkemuka nampaknya tidak mengalami perubahan secara bermakna
yakni kurang dari 5%, hasil ini diamati secara konsisten pada rumah sakit rujukan atau
primer. Peningkatan mortalitas juga terdapat pada pasien-pasien dengan usia lanjut dan atau
dengan penyakit penyerta yang berat. (Stevent. 2009). Ini, berhubungan dengan banyaknya
masyarakat yang kurang mengetahui tentang penanganan serta pencegahan dari Ketoasidosis
Diabetikum.
Ketoasidosis Diabetikum merupakan penyakit yang membutuhkan penanganan yang
terintegrasi dan holistik. Serta diperlukan peran dan fungsi perawat dalam upaya pelayanan
kesehatan dari aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Adapun peran perawat
menurut Azis Alimul (2011) yaitu sebagai care provider (memberikan asuhan keperawatan
secara langsung), advocate (pembela), educator (pendidik), coordinator (pengelola),
kolaborator, konsultan dan pembaharu. Serta, adapun upaya yang dilakukan, diantaranya
upaya promotif yang dapat dilakukan yaitu perawat memberikan penyuluhan tentang faktor–
faktor yang dapat menyebabkan DM menjadi Ketoasidosis diabetikum, upaya preventifnya
yaitu menganjurkan masyarakat untuk menjaga pola hidup yang sehat dan untuk tetap kontrol
kesehatan secara teratur, bagi penderita yang berisiko Diabetes Mellitus. Peran kuratifnya
yaitu dengan memberikan perawatan langsung kepada penderita Ketoasidosis Diabetikum
termasuk mengawasi diit dan penggunaan insulin secara teratur, sedang upaya
rehabilitatifnya yaitu cara menganjurkan klien untuk menjaga pola makan sesuai diet,
mengontrol gula darah secara rutin, mengikuti senam diabetes serta rutin kontrol ke dokter.
Pelayanan kesehatan secara integral dibutuhkan untuk penanganan untuk mencegah
komplikasi dan kematian dari Ketoasidosis Diabetikum.
Berkaitan dengan hal tersebut penulis menyadari pentingnya peran dan fungsi perawat
dalam mencegah komplikasi yang dapat terjadi karena pengobatan Ketoasidosis Diabetikum,
sehingga penting penanganan secara tepat dan cepat oleh tim kesehatan termasuk tenaga
keperawatan sebagai baris terdepan. Berhubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik
untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kaetoasidosis
Diabetikum sesuai peran dan fungsi perawat dengan menggunakan metode ilmiah proses
keperawatan secara komperehensif, terintegrasi secara lintas sektor dan holistic sesuai
tahapannya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakan asuhan keperatwatan pada pasien dengan KAD
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Penulis mendapatkan pengalaman secara nyata dalam penerapan Asuhan Keperawatan


pada Klien dengan Ketoasidosis Diabetikum

2. Tujuan Khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum,


penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum

c. Menyusun rencana tindakan pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum


d. Melaksanakan implementasi pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan Ketoasidosis


Diabetikum

f. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan kaasus pada klien dengan Ketoasidosis
Diabetikum

g. Mengidentifikasi factor-faktor pendukung dan penghambat serta solusi dalam


menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum

h. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ketoasidosis


Diabetikum

D. Manfaat

Dapus:
Abdelghaffar. 2013. Diabetic Ketoasidosis: Clinical Practice Guidelines. INTECH. 11: 293–
312.
Augusta L. Arifin. 2013. Krisis Hiperglikemia Pada Diabetes Melitus. Bandung : FK Unpad
American Diabetes Association. 2011. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care. 34: S62–S69.
American Diabetes Association. 2012. Standard of Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes
care.
American Diabetes Association. 2013. Standards of Medical Care in Diabetes 2013. Diabetes
Care. 36: S11-S69
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Kowalak, P.J. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai