Oleh :
Ni Made Ristya Kusuma Dewi
Program Profesi Ners
P07120319081
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen
secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
2
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan
berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung
pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung
dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan
3
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika
kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung
lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu
sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner
sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi,
yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan
bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
4
Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel kiri
(Otot jantung menebal, mengeras, elastisitas
menurun, kemampuan kontraksi turun, ukuran
jantung membesar (LVH)
E. Manifestasi klinik
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah
jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
5
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan dan
suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan
dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).Niken Jayanthi
(2010)
Kriteria mayor gagal jantung:
dipsnea noktural paroksismal atau orthopnea
peningkatan tekanan vena jugularis
ronkhi basah dan nyaring
kardiomegali
edema paru akut
irama S3
peningkatan tekanan vena
refluk hepatojugular
Kriteria minor:
edema pergelangan kaki
batuk malam hari
dipsnea de’effort
hepatomegali
effuse pleura
takikardia
6
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar
atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia Wajan Juni
Udjianti (2010)
G. Penatalaksanaan
7
b). Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c). Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3). Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a). Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b). Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung,
iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan
keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam
2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1
liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil
dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5
kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti
8
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHF
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS, diagnosa masuk. pendidikan
dan pekerjaan
2. Survey Primer dan Resusitasi
a. Airway dan Kontrol Servikal
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas , benda asing di jalan
nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena
produksi sputum pada gagal jantung kiri
b. Breathing
Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot bantu nafas,
kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas trauma), bunyi nafas, hembusan nafas,
kongesti vaskuler pulmonal
Dispnea ,di karakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal dan keadaan yang
menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup,yang menekan
klien.terkadang klien mengeluh adanya insomnia,gelisah,atau kelemahan yang di sebabkan
oleh dispnea.
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,adalah keluhan umum lain
dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal.perawat
harus menentukan apakah ortopnea benar – benar berhubungan dengan penyakit jantung
atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien belaka.sebagai contoh,bila
klien menyatakan bahw ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.tetapi,perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan
bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di lakukan
sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung,kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
Dispnea nokturnal paroksismal ( DNP ) adalah keluhan yang di kenal baik oleh klien yaitu
klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat.
9
Dispnea nokturnal paroksismal di perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari
jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada
siang hari,saat klien melakukan aktivitas,tekanan hidrostatisk vena meningkat,khususnya
pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,peningkatan volume cairan,dan
peningkatan tonus sismpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini,sejumlah cairan
keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun,dengan posisi telentang. Tekanan pada
kapiler – kapiler dependen menurun dan cairan di serap kembali ke dalam sirkulasi.
Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan sejulmlah tambahan drah yang
di alirkan ke jantung untuk di pompa tiap menit ( peningkatan beban awal ) dan memberikan
beban tambahan pada dasar vaskuler pulmonal yang telah mengalami kongesti. Mengingat
bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja,klien harus
di berikan tirah baring selama perawatan akut di rumah sakit.
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal yang sering tidak
menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan.batuk ini dapat produktif tetapi
biasanya kering dan batuk pendek.gejala ini di hubungkan dengan kongesti mukosa
bronchial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di hubungkan dengan
kongesti vaskuler pulmonal.edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler
( kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini,akan terjadi transduksi ciran ke dalam alveoli,
namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk transport normal
oksigen dan karbon dioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.
Edema pulmonal akut di cirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis,
berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna
merah muda,berbusa yang keluar Dari mulut.ini memerlukan kedaruratan medis dan harus di
tangani dengan cepat dan tepat.
c. Circulation
Keadaan sirkulasi : tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal), kapilari refill, nadi
radial/carotis, akral perifer.
1) B2 ( Blood )
10
Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada,keluhan kelemahan fisik,dan adanya
edema ekstremitas
Palpasi :Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di temukan.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup.bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya di temukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
( kardiomegali )
2) Penuranan curah jantung
Selain gejala – gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vaskuler
pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang
berhubungan dengan penurunan curah jantung.klien dapat mengeluh lemah,mudah
lelah,apatis,letargi,kesulitan berkonsentrasi,deficit memori,atau penurunan toleransi latihan.
Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan
utama klien. Namun,gejala ini tidak spesifik dan sering di anggap sebagai depresi,neurosis,atau
keluhan fungsional. Oleh karena itu,kondisi ini secara potensial merupakan indicator penting
penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak di perhatikan dank lien juga di beri keyakinan
yang tidak tepat atau di beri tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati
( mood ). Sebaiknya di ingat,adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah
memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan pemeiksaan psikologis
klien yang akan memberikan informasi untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat
3) Bunyi jantung dan crackle
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat di kenali dengan
mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga dankeempat ( S3,S4 ) dan crackles pada paru – paru .
s4 atau gallop atrium,di hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling
baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien di minta
untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar
sebelum bunyi jantung pertama ( S1 ) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongesti,tetapi dapat menunjukan adanya penurunan komplians ( peningkatan kekakuan )
miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal ( premonitori) menuju kegagalan.bunyi
S4 umumnya di temukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mumgkin tidak
11
mempunyai proknosis bermakna,tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi S3
atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa
hamper tidak pernah di temukankecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter
akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal kongestif di indikasikan dengan adanya
tanda ini. S3 terdengar pada awal diastolik setelah bunyi jantung ke dua ( S2 ) dan berkaitan
dengan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal paling baik dengan
bell stetoskop yang di letakkan tepat di apeks,akan lebih baik dengan posisi klien berbaring
miring kiri, dan pada akhir ekspirasi
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan
sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri,dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum
crackles di tetakan sebagai kegagalan pompa jantung,klien harus di instruksikan untuk batuk
dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena
berada di bawah diafragma. Crackles yang tidak menghilang setelah batuk ( pasca – batuk rejan )
perlu di evaluasi sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting.
Perawat harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa
gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai area paru yang
cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi bila tidak di temukan bunyi crackles pada
paru – paru.
4) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress, sinus
takikardia mungkin di curigai dan sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan
pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi
atrium prematur,takikardia atrium paroksismal,dan denyut ventrikel prematu. Kapanpun
abnormalitas irama terdeteksi,seseorang harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar
patofisiologisnya,kemudian terapi dapat di rencanakan dan di berikan dengan tepat
5) Ditensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan
terjadi di latasi dari ruang ventrikel,peningkatan volume ,dan tekanan pada diastolik akhir
ventrikel kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium
kanan. Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena kava dan dapat di ketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena
12
jugularis dengan melihat pada vena – vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah.
Klien di instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala di
tempat tidur di tinggikan antara 30-60 derajat,kolom darah di vena – vena jugularis eksternal
akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun,
pada klien dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1-2 cm.
6) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan ( forward failure ) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda –
tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ – organ. Karena darah di alihkan dari
organ – organ nonvital ke organ – organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan
perfusinya,maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang lebih lanjut adalah
berkurangnya perfusi organ – organ seperti kulit dan otot – otot rangka. Kulit tampak pucat dan
terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin
yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
7) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah
Denyut jantung yang cepat atau takikardia,mencerminkan respons terhadap perangsangan
saraf simpatik.
Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi perifer akan
mengurangi tekanan nadi ( perbedaan antara tekanan sistolik dan diasolik ) dan
menghasilkan denyut yang lemah atau thread pulse.
Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih berat.
Selain itu,pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus altenans atau gangguan
pulsasi,suatu perubahan dari kekuatan denyt arteri. Pulsus alternans menunjukkan gangguan
fungus mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume
sekuncup.
d. Disability
Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis, kekuatan otot.
14
Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari -
hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan
perfusi yang di alami organ.
Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas biasanya yimbul
perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat,baik saat
istirahat maupun saat beraktifitas.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh keluarga,anggota keluarga
yang meninggal terutama pada usia produktif,dan penyebab kematianya.penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
16
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan jantung
Penyebab: selama ....x…. , maka curah jantung Observasi:
Perubahan irama jantung meningkat dengan kriteria hasil : Identifiasi tanda / gejala primer penurunan curah
Perubahan freuensi jantung Curah Jantung Meningkat jantung ( meliputi dispeneu, kelelahan, edema,
Perubahan kontraktilitas ortopnea, peningkatan CVP
Perubahan preload Kekuatan nadi perifer meningkat Identifikasi tanda dan gejala sekunder
Perubahan afterload Palpitasi menurun penurunan curah jantung (meliputi peningkatan
Bradikardia dalam rentang normal berat badan, hepatomegaly, distensi vena
Gambaran EKG aritmia menurun jugularis, palpitasi, ronki basah, oliguria,batuk,
Gejala dan tanda mayor: kulit pucat)
Kelelahan berkurang
-Perubahan irama jantung Edema berkurang Monitor tekanan darah
Distensi vena jugularis tidak ada Monitor intake dan output cairan
Subjektif
Pucat (sianosis) berkurang Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
Palpitasi Oliguria menurun sama
Objektif Berat badan meningkat Monitor saturasi oksigen
Dispneu menurun Monitor keluhan nyeri dada
Bradikardia/takikardia
Ortopnea menurun Monitor EKG 12 sandapan
Gambaran EKG aritmia atau gangguan
konduksi Tekanan darah daalam batas normal Monitor aritmia
-Perubahan preload Batuk berkurang Monitor fungsi alat pacu jantung
CRT< 3 detik Periksa tekanan darah dan frekuenzi nadi
Subjektif sebelum dan sesudah aktivitas
C
Lelah Periksa tekanan darah dan frekuenzi nadi
Objektif sebelum pemberian obat
Terapeutik
Edema
Distensi vena jugularis Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan
Central venous pressure meningkat/menurun kaki ke bawah atau posisi nyaman
Hepatomegali Berikan diet jantung yang sesuai
-Perubahan Afterload Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
17
Subjektif oksigen >94%
Edukasi:
Dispneu
Objektif Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
Anjurkan beraktivitas secara bertahap
Tekanan darah meningkat/menurun
Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
Nadi perifer teraba lemah
dan output cairan harian
CRT >3 detik Kolaborasi
Oliguria
Warna kulit pucat dan atau sianosis Kolaborasi pemberian antiritmia
-Perubahan Kontraktiktilitas Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Terapi Oksigen
Subjektif
Obervasi
Paroxymal nocturnal dyspnea
Ortopnea Monitor kecepatan aliran oksigen
Batuk Monitor aliran oksigen secara periodik dan
Objektif pastikan fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi oksigen( misal
Terdengar suara jantung S3 dan atau S4 oksimetri)
Ejaction Fraction (EF) menurun Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor:
Pertahankan kepaten jalan nafas
-Perubahan preload Berikan oksigen tambahan jika perlu
Subjektif Edukasi
(Tidak tersedia) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Objektif
Kolaborasi
Murmur jantung
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Berat badan bertambah
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
Pulmonary artery wedge pressure (PAWP)
dan/atau tidur
menurun Edukasi Rehabilitasi Jantung
-Perubahan afterload
Observasi
Subjektif
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
(tidak tersedia)
informasi
Objektif Terapeutik
18
Pulmonary vascular resistance (PVR) Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat/menurun kesehatan
Systemic vascular resitance (SVR) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
meningkat/menurun kesepakatan
-Perubahan kontraktilitas Berikan kesempatan untuk bertanya
Subjektif Edukasi
23
Subjektif Perasaan lemah berkurang Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
Dyspnea saat/setelah aktivitas Tidak terjadi sianosis Mengajarkan mobilisasi sederhana yang ahrus
Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas Warna kulit normal dilakukan (duduk ditempat tidur, duduk disisi
Merasa lemah Tekanan darah dalam rentang nilai tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.
Objektif normal Latihan rentang gerak
Tekanan darah berubah >20% dari kondisi Frekuensi napas dalam rentang nilai Observasi
istirahat normal Mengidentifikasi indikasi dilakukan latihan
Gambaran EKG menunjukkan iskemia Ambulasi Mengidentifikasi keterbatasan pergerakan sendi
Sianosis Dapat menopang berat badan Memonitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri
Gejala Klinis Terkait Dapat berjalan dengan langkah yang pada saat bergerak
Anemia efektif Terapeutik
Gagal jantung kongestif Dapat berjalan dengan langkah sedang Menggunakan pakaian yang longgar
Penyakit Jantung Koroner Dapat berjalan dengan langkah cepat Mencegah terjadinya cedera selama latihan
Penyakit Katup Jantung Dapat berjalan menanjak rentang gerak dilakukan
Aritmia Dapat berjalan menuntun Memfasilitasi mengoptimalkan posisi tubuh
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) Dapat berjalan jarak pendek untuk pergerakan sendi yang aktif dan pasif
Gangguan metabolic Dapat berjalan jarak sedang Melakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai
Gangguan muskuluskeletal Dapat berjalan jarak jauh dengan indikasi
Dapat berjalan mengitari ruangan Memberikan dukungan ositif pada saat
Dapat berjalan me;ewati rintangan melakukan latihan gerak sendi
Edukasi
Tidan merasakan nyeri saat berjalan
Menjelaskan tujuan dan prosedur latihan
Tidak terjadi kaku pada persedian
Menganjurkan melakukan rentang gerak pasif
Tidak ada perasaan khawatir saan
dan aktif secara sistematis
berjalan
Menganjurkan duduk ditempat tidur atau
dikursi jika perlu
Mengajarkan rentang gerak aktif ssesuai dengan
program latihan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan fisiotherapis
mengembangkan program latihan, jika perlu
Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
Penyebab:
selama …x.. jam diharapkan nyeri □ Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
Gangguan mekanisme regulasi
berkurang dengan kriteria hasil meliputi lokasi, karakteristik, durasi, kuantitas
Kelebihan asupan cairan
24
Kelebihan asupan natrium Tingkat nyeri atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
Gangguan aliran balik vena □ Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
□ Keluhan yeri berkurang
Efek agen farmaklogis penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Gejala dan Tanda Mayor □ Ekspresi wajah tenang dan tidak dirasakan, antisipasi dan ketidaknyamanan akibat
Subjektif : meringis prosedur
Ortopnea
□ Tidak menunjukkan sikap protektif □ Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
Dyspnea
(seperti relaksasi dan distraksi)
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) □ Tidak gelisah
Objektif □ Libatkan keluarga dalam penurunan nyeri
Edema anarsaka dan/atau edema perifer □ Tidak mengalami kesulitan tidur Pemberian Analgesik
Berat badan meningkat dalam waktu singkat □ Tidak menarik diri □ Identifikasi karakteristik nyeri,(mis. Pencetus,
Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Cental
□ Tidak ada diaphoresis pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
Venous Pressure (CVP) meningkat
Refleks hepatojugular positif □ Tanda-tanda vital (TD: 120/80 durasi)
Gejala dan Tanda Minor mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16- □ Identifikasi riwayat alergi obat
Subjektif :
Tidak tersedia 20 x/menit). □ Identifikasi kesesuaian jenis analgesic dengan
Objektif tingkat keparahan nyeri
Distensi Vena Jugularis
Terdengar suara nafas tambahan □ Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
Hepatomegaly analgesic
Kadar Hb/Ht menurun
Oliguria □ Monitor efektivitas analgesic
Intake lebih banyak dari output □ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic,
Kongestif paru
sesuai dengan indikasi
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Corwin E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi, Ed.1, EGC, Jakarta.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Ed. 3, EGC,
Jakarta.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22, EGC, Jakarta.
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, EGC, Jakarta.
Indra M.R. 2007. Fisiologi Kardiovaskuler, Laboratorium Ilmu Faal FK Unibraw, Malang.
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 6
Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indnesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Deficit Dan Criteria Hasil Keperawatan.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keprawatan.
Jakarta : DPP PPNI
Rokhaeni, H. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Ed.1, Bidang Pendidikan dan
Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C & Bare,B.G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,
Ed.8, EGC, Jakarta.
Sudoyo WA. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
27
LEMBAR PENGESAHAN
…………….. , .......................................2019
Mengetahui
Pembimbing Praktek / CI Mahasiswa
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik / CT
NIP :
28