Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CHF

(CONGESTIVE HEART FAILURE)

Oleh :
Ni Made Ristya Kusuma Dewi
Program Profesi Ners
P07120319081

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/ GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen
secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1     Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2   Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
kelas 3     Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4     Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
2
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan
berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1.     Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2.     Faktor interna (dari dalam jantung)
a.    Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b.    Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c.    Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.    Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung
pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung
dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan
3
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika
kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung
lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu
sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner
sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi,
yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan
bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

4
Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel kiri
(Otot jantung menebal, mengeras, elastisitas
menurun, kemampuan kontraksi turun, ukuran
jantung membesar (LVH)

Penurunan ejeksi darah sistemik

Penurunan Curah jantung

E. Manifestasi klinik
1.   Peningkatan volume intravaskular.
2.  Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah
jantung.
3.   Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.

5
4.   Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
5.   Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan dan
suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan
dan organ yang rendah.
6.   Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).Niken Jayanthi
(2010)
Kriteria mayor gagal jantung:
 dipsnea noktural paroksismal atau orthopnea
 peningkatan tekanan vena jugularis
 ronkhi basah dan nyaring
 kardiomegali
 edema paru akut
 irama S3
 peningkatan tekanan vena
 refluk hepatojugular
Kriteria minor:
 edema pergelangan kaki
 batuk malam hari
 dipsnea de’effort
 hepatomegali
 effuse pleura
 takikardia

F. Studi Diagnostik CHF


1.   Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2.     Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3.     Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.

6
4.    Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5.    Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6.    Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7.    Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar
atau ginjal
8.     Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9.     Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10.   Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11.   Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12.   Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13.   EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia Wajan Juni
Udjianti (2010)
G. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:

1.  Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan


pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
Penatalaksanaan Medis
1.    Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/ pembatasan aktifitas
2.    Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a.    Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b.   Digitalisasi
1). dosis digitalis
a). Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam
dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.

7
b). Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c).  Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3).  Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
    Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a).    Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b).   Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1.   Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung,
iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan
keadaan output tinggi.
2.   Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3.   Posisi setengah duduk.
4.   Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5.   Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam
2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1
liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6.   Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil
dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5
kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7.   Hentikan rokok dan alkohol
8.   Revaskularisasi koroner
9.   Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

8
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHF
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS, diagnosa masuk. pendidikan
dan pekerjaan
2. Survey Primer dan Resusitasi
a. Airway dan Kontrol Servikal
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas , benda asing di jalan
nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena
produksi sputum pada gagal jantung kiri
b. Breathing
Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot bantu nafas,
kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas trauma), bunyi nafas, hembusan nafas,
kongesti vaskuler pulmonal
 Dispnea ,di karakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal dan keadaan yang
menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup,yang menekan
klien.terkadang klien mengeluh adanya insomnia,gelisah,atau kelemahan yang di sebabkan
oleh dispnea.
 Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,adalah keluhan umum lain
dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal.perawat
harus menentukan apakah ortopnea benar – benar berhubungan dengan penyakit jantung
atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien belaka.sebagai contoh,bila
klien menyatakan bahw ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.tetapi,perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan
bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di lakukan
sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung,kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
 Dispnea nokturnal paroksismal ( DNP ) adalah keluhan yang di kenal baik oleh klien yaitu
klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat.
9
Dispnea nokturnal paroksismal di perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari
jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada
siang hari,saat klien melakukan aktivitas,tekanan hidrostatisk vena meningkat,khususnya
pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,peningkatan volume cairan,dan
peningkatan tonus sismpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini,sejumlah cairan
keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun,dengan posisi telentang. Tekanan pada
kapiler – kapiler dependen menurun dan cairan di serap kembali ke dalam sirkulasi.
Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan sejulmlah tambahan drah yang
di alirkan ke jantung untuk di pompa tiap menit ( peningkatan beban awal ) dan memberikan
beban tambahan pada dasar vaskuler pulmonal yang telah mengalami kongesti. Mengingat
bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja,klien harus
di berikan tirah baring selama perawatan akut di rumah sakit.
 Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal yang sering tidak
menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan.batuk ini dapat produktif tetapi
biasanya kering dan batuk pendek.gejala ini di hubungkan dengan kongesti mukosa
bronchial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
 Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di hubungkan dengan
kongesti vaskuler pulmonal.edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler
( kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini,akan terjadi transduksi ciran ke dalam alveoli,
namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk transport normal
oksigen dan karbon dioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.
 Edema pulmonal akut di cirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis,
berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna
merah muda,berbusa yang keluar Dari mulut.ini memerlukan kedaruratan medis dan harus di
tangani dengan cepat dan tepat.

c. Circulation
Keadaan sirkulasi : tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal), kapilari refill, nadi
radial/carotis, akral perifer.
1) B2 ( Blood )
10
 Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada,keluhan kelemahan fisik,dan adanya
edema ekstremitas
 Palpasi :Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di temukan.
 Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup.bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya di temukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup.
 Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
( kardiomegali )
2) Penuranan curah jantung
Selain gejala – gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vaskuler
pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang
berhubungan dengan penurunan curah jantung.klien dapat mengeluh lemah,mudah
lelah,apatis,letargi,kesulitan berkonsentrasi,deficit memori,atau penurunan toleransi latihan.
Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan
utama klien. Namun,gejala ini tidak spesifik dan sering di anggap sebagai depresi,neurosis,atau
keluhan fungsional. Oleh karena itu,kondisi ini secara potensial merupakan indicator penting
penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak di perhatikan dank lien juga di beri keyakinan
yang tidak tepat atau di beri tranquilizer  atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati
( mood ). Sebaiknya di ingat,adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah
memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan pemeiksaan psikologis
klien yang akan memberikan informasi untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat
3) Bunyi jantung dan crackle
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat di kenali dengan
mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga dankeempat ( S3,S4 ) dan crackles pada paru – paru .
s4 atau gallop atrium,di hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling
baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien di minta
untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar
sebelum bunyi jantung pertama ( S1 ) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongesti,tetapi dapat menunjukan adanya penurunan komplians ( peningkatan kekakuan )
miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal ( premonitori) menuju kegagalan.bunyi
S4 umumnya di temukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mumgkin tidak
11
mempunyai proknosis bermakna,tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi S3
atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa
hamper tidak pernah di temukankecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter
akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal kongestif di indikasikan dengan adanya
tanda ini. S3 terdengar pada awal diastolik setelah bunyi jantung ke dua ( S2 ) dan berkaitan
dengan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal paling baik dengan
bell stetoskop yang di letakkan tepat di apeks,akan lebih baik dengan posisi klien berbaring
miring kiri, dan pada akhir ekspirasi
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan
sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri,dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum
crackles di tetakan sebagai kegagalan pompa jantung,klien harus di instruksikan untuk batuk
dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena
berada di bawah diafragma. Crackles yang tidak menghilang setelah batuk ( pasca – batuk rejan )
perlu di evaluasi sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting.
Perawat harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa
gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai area paru yang
cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi bila tidak di temukan bunyi crackles pada
paru – paru.
4) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress, sinus
takikardia mungkin di curigai dan sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan
pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi
atrium prematur,takikardia atrium paroksismal,dan denyut ventrikel prematu. Kapanpun
abnormalitas irama terdeteksi,seseorang harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar
patofisiologisnya,kemudian terapi dapat di rencanakan dan di berikan dengan tepat
5) Ditensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan
terjadi di latasi dari ruang ventrikel,peningkatan volume ,dan tekanan pada diastolik akhir
ventrikel kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium
kanan. Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena kava dan dapat di ketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena
12
jugularis dengan melihat pada vena – vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah.
Klien di instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala di
tempat tidur di tinggikan antara 30-60 derajat,kolom darah di vena – vena jugularis eksternal
akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun,
pada klien dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1-2 cm.
6) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan ( forward failure ) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda –
tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ – organ. Karena darah di alihkan dari
organ – organ nonvital ke organ – organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan
perfusinya,maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang lebih lanjut adalah
berkurangnya perfusi organ – organ seperti kulit dan otot – otot rangka. Kulit tampak pucat dan
terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin
yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
7) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah
 Denyut jantung yang cepat atau takikardia,mencerminkan respons terhadap perangsangan
saraf simpatik.
 Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi perifer akan
mengurangi tekanan nadi ( perbedaan antara tekanan sistolik dan diasolik ) dan
menghasilkan denyut yang lemah atau thread pulse.
 Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih berat.
 Selain itu,pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus altenans atau gangguan
pulsasi,suatu perubahan dari kekuatan denyt arteri. Pulsus alternans menunjukkan gangguan
fungus mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume
sekuncup.
d. Disability
Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis, kekuatan otot.

2. Pengkajian Sekunder / Survey Sekunder


a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan
13
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk
(hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e.  Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g.  Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h.  Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan menanyakan apakah sebelumya klien
pernah menderita nyeri dada,hipertensi,iskemia miokardium.infark miokardium,diabetes mellitus
dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini.obat-obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat
beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,alergi obat dan
reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan mengajukan serangkaian
pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST,yaitu :
 Provoking  incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai
berat,sesua derajat gangguan pada jantung(lihat klasifikasi gagal jantung
 Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktifitas yang di rasakan
atau di gambarkan klien biasanya tetap beraktivitas klien merasakan sesak nafas(dengan
menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).
 Region : radiation,relif : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi
keseluruhan system otot rangka dan apakah di sertai ketidakmampuan dalam melakukan
pergerakan.

14
 Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari -
hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan
perfusi yang di alami organ.
 Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas biasanya yimbul
perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat,baik saat
istirahat maupun saat beraktifitas.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh keluarga,anggota keluarga
yang meninggal terutama pada usia produktif,dan penyebab kematianya.penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.

3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)


a. Kepala : Kulit kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan gigi, Wajah
b. Leher
Tanda : pembesaran tiroid
c. Dada/ thoraks : Keadaan paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
d. Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) dan Pola Makan
e. Pelvis (inspeksi dan palpasi)
f. Perineum dan rektum
g. Genitalia
h. Ekstremitas : Status sirkulasi dan Keadaan injury
i. Neurologis : Fungsi sensorik dan motorik
j. Integritas ego
k. Eliminasi
4. Hasil Laboratorium
5. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
6. Terapi Dokter

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Pola napas tidak efektif
15
2. Gangguan pertukaran gas
3. Penurunan curah jantung
4. Perfusi perifer tidak efektif
5. Nyeri akut
6. Kelebihan Volume Cairan

16
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan jantung
Penyebab: selama ....x…. , maka curah jantung Observasi:
 Perubahan irama jantung meningkat dengan kriteria hasil :  Identifiasi tanda / gejala primer penurunan curah
 Perubahan freuensi jantung Curah Jantung Meningkat jantung ( meliputi dispeneu, kelelahan, edema,
 Perubahan kontraktilitas ortopnea, peningkatan CVP
 Perubahan preload  Kekuatan nadi perifer meningkat  Identifikasi tanda dan gejala sekunder
 Perubahan afterload  Palpitasi menurun penurunan curah jantung (meliputi peningkatan
 Bradikardia dalam rentang normal berat badan, hepatomegaly, distensi vena
 Gambaran EKG aritmia menurun jugularis, palpitasi, ronki basah, oliguria,batuk,
Gejala dan tanda mayor: kulit pucat)
 Kelelahan berkurang
-Perubahan irama jantung  Edema berkurang  Monitor tekanan darah
 Distensi vena jugularis tidak ada  Monitor intake dan output cairan
Subjektif
 Pucat (sianosis) berkurang  Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
 Palpitasi  Oliguria menurun sama
Objektif  Berat badan meningkat  Monitor saturasi oksigen
 Dispneu menurun  Monitor keluhan nyeri dada
 Bradikardia/takikardia
 Ortopnea menurun  Monitor EKG 12 sandapan
 Gambaran EKG aritmia atau gangguan
konduksi  Tekanan darah daalam batas normal  Monitor aritmia
-Perubahan preload  Batuk berkurang  Monitor fungsi alat pacu jantung
 CRT< 3 detik  Periksa tekanan darah dan frekuenzi nadi
Subjektif sebelum dan sesudah aktivitas
C
 Lelah  Periksa tekanan darah dan frekuenzi nadi
Objektif sebelum pemberian obat
Terapeutik
 Edema
 Distensi vena jugularis  Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan
 Central venous pressure meningkat/menurun kaki ke bawah atau posisi nyaman
 Hepatomegali  Berikan diet jantung yang sesuai
-Perubahan Afterload  Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
17
Subjektif oksigen >94%
Edukasi:
 Dispneu
Objektif  Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas secara bertahap
 Tekanan darah meningkat/menurun
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
 Nadi perifer teraba lemah
dan output cairan harian
 CRT >3 detik Kolaborasi
 Oliguria
 Warna kulit pucat dan atau sianosis  Kolaborasi pemberian antiritmia
-Perubahan Kontraktiktilitas  Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Terapi Oksigen
Subjektif
Obervasi
 Paroxymal nocturnal dyspnea
 Ortopnea  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Batuk  Monitor aliran oksigen secara periodik dan
Objektif pastikan fraksi yang diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen( misal
 Terdengar suara jantung S3 dan atau S4 oksimetri)
 Ejaction Fraction (EF) menurun Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor:
 Pertahankan kepaten jalan nafas
-Perubahan preload  Berikan oksigen tambahan jika perlu
Subjektif Edukasi
(Tidak tersedia)  Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Objektif
Kolaborasi
 Murmur jantung
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Berat badan bertambah
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
 Pulmonary artery wedge pressure (PAWP)
dan/atau tidur
menurun Edukasi Rehabilitasi Jantung
-Perubahan afterload
Observasi
Subjektif
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
(tidak tersedia)
informasi
Objektif Terapeutik
18
 Pulmonary vascular resistance (PVR)  Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat/menurun kesehatan
 Systemic vascular resitance (SVR)  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
meningkat/menurun kesepakatan
-Perubahan kontraktilitas  Berikan kesempatan untuk bertanya
Subjektif Edukasi

(tidak tersedia)  Ajarkan teknik latihan pernafasan


 Ajarkan cara mengatasi nyeri dada
Objektif
 Cardiac index (CI ) menurun
 Left ventricular stroke work index( LVSWI)
menurun
 Stroke volume index (SVI) menurun
Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Napas
Penyebab : selama… x 24 jam diharapkan pasien dapat Observasi
 Depresi pusat pernapasan melakukan aktivitas dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
 Hambatan upaya napas SLKI : Pola Napas usaha napas)
 Deformitas dinding dada  Frekuensi napas normal (12-  Monitor bunyi napas tambahan (mis.
 Deformitas tulang dada 20x/menit) Gurgling, mengi, wheezing,ronkhi kering)
 Gangguan neuromuscular  Tidak Dispnea  Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
 Gangguan neurologis  Tidak ada penggunaan otot bantu Terapeutik
 Imaturitas neurologis napas  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
 Penurunan energy  Tidak terjadi pemanjangan fase head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
 Obesitas ekspirasi trauma servikal)
 Posisi tubuh menghambat ekspansi paru  Tidak Ortopnea  Posisikan semi fowler atau fowler
 Sindrom hipoventilasi  Tidak terjadi pernapasan pursed lip  Berikan minum hangat
 Kerusakan inervasi diafragma  Tidak terjadi pernapasan cuping  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Cedera pada medulla spinalis hidung  Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
 Efek agen farmakologi detik
 Kecemasan  Berikan oksigen, jika perlu
Gejala mayor Edukasi
Subjektif : dyspnea  Ajarkan teknik batuk efektif
Objektif Kolaborasi
 Penggunaan otot bantu pernapasan  Kolaborasi pemberian bronkodilator,
19
 Fase ekspirasi memanjang ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
 Pola napas abnormal
Gejala minor Pemantauan Respirasi
Subjektif : ortopnea Observasi
Objektif  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
 Pernapasan pursed lip upaya napas
 Pernapasan cuping hidung  Monitor pola napas (seperti bradipnea,
 Diameter thorak anterior posterior meningkat takipnea, hiperventilasi, kussmaul cheyne-
 Ventilasi semenit menurun stokes, biot, ataksik)
 Kapasitas vital menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
 Tekanan ekspirasi menurun  Monitor adanya produksi sputum
 Tekanan inspirasi menurun  Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Ekskursi dada berubah  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray thorax
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Gangguan Pertukaran Gas SLKI: Pemantauan Respirasi
Penyebab: Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
 Ketidakseimbangan ventialsi-perfusi selama x 24 jam diharapkan gangguan  Monitor frekuensi, irama, kedalman dan
 Perubahan membrane alveolus-kapiler pertukaran gas teratasi dengan kriteria upaya napas
Gejala dan Tanda Mayor hasil:  Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Subjektif Pertukaran Gas takipnea, hiperventilasi, kusmaul, Cheyne-
 Dyspnea  Tingkat kesadaran meningkat Stokes, Biot, ataksik)
Objektif  Bunyi napas tambahan menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
 PCO2 meningkat/menurun  Pusing berkurang  Monitor adanya produksi sputum
 PO2 menurun  Gelisah berkurang  Monitor adanya sumbahatan jalan nafas
 Takikardia  Diaphoresis mengalami penurunan  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
20
 pH arteri meningkat/menurun  Tidak ada pernapasan cuping hidung  Auskultasi bunyi nafas
 bunyi nafas tambahan  PCO2 dalam batas normal  Monitor saturasi oksigen
Gejala dan Tanda Minor (35,0 – 45,0 mm Hg)  Monitor nilai AGD
Subjektif  PO2 dalam batas normal  Monitor hasil x-ray thoraks
 pusing (70 – 100 mm Hg) Terapiutik
 penglihatan kabur  Pola napas membaik  Atur intervensi pemantauan respirasi sesuai
Objektif  Sianosis berkurang kondisi pasien
 Sianosis  Dokumentasikan hasil pemantauan
 Diaforesis Edukasi
 Gelisah  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Nafas cuping hidung  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 Pola nafas abnormal (cepat/lambat,
regular/irregular, dalam/dangkal) Terapi Oksigen
 Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) Observasi
 Kesadaran menurun  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang digunakan cukup
 Monitor aktivitas terapi oksigen (mis.
Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen
saat makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dna atelectasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapiutik
 Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
21
 Berikan oksigen tambahan jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara
penggunaan oksigen di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
atau tidur
Perfusi Perifer Tidak Efektif SLKI: SIKI
Definisi: Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang selama x 24 jam diharapkan perfusi  Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer,
dapat mengganggu metabolisme tubuh. perifer tidak efektif teratasi dengan kriteria edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
Penyebab: hasil: brachial index)
 Hiperglikemia Perfusi Perifer  Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
 Penurunan konsentrasi hemoglobin  Denyut nadi perifer meningkat (mis: diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
 Peningkatan tekanan darah  Penyembuhan luka meningkat dan kadar kolesterol tinggi)
 Kekurangan volume cairan  Sensasi meningkat  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
 Penurunan aliran arteri dan/atau vena  Warna Kulit Pucat menurun bengkak pada ekstremitas.
 Kurang terpapar informasi tentang factor  Edema perifer menurun Terapeutik
pemberat (mis: merokok, gaya hidup monoton,  Nyeri ekstremitas menurun  Hindari pemasangan infus atau pengambilan
trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)  Parastesia menurun darah di area keterbatasan perfusi
 Kurang terpapar informasi tentang proses  Kelemahan otot menurun  Hindari pengukuran tekanan darah pada
penyakit (mis: diabetes mellitus,  Kram otot menurun ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
hyperlipidemia)  Bruit femoralis menurun  Lakukan pencegahan infeksi
 Kurang aktivitas fisik.  Pengisian kapiler membaik (< 3  Lakukan perawatan kaki dan kuku
Gejala dan Tanda Mayor detik)  Lakukan hidrasi
Subjektif  Akral membaik (hangat) Edukasi
 tidak tersedia  Turgor kulit membaik  Anjurkan berhenti merokok
Objektif:  Tekanan darah sistolik normal (90-  Anjurkan berolahraga rutin
 Pengisian kapiler > 3 detik 130)  Anjurkan mengecek air mandi untuk
 Nadi perifer menurun atau tidak teraba  Tekanan darah diastolik normal menghindari kulit terbakar
22
 Akral teraba dingin (60-90)  Anjurkan obat menggunakan obat penurun
 Warna kulit pucat tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
 Turgor kulit menurun kolesterol jika perlu
Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
Subjektif: darah secara teratur
 Parastesia  Anjurkan mengindari penggunaan obat
 Nyeri ekstremitas (klaudikasi) penyekat beta
Objektif  Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
 Edema tepat (mis: melembabkan kulit kering pada
 Penyembuhan luka lambat kaki)
 Indeks ankle-brachial <0,90  Anjurkan program diet untuk memperbaiki
 Bruit femoral sirkulasi (mis: rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis: rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan mobilisasi
Definisi selama… x 24 jam diharapkan pasien dapat Observasi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas melakukan aktivitas dengan kriteria hasil :  Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan
sehari-hari Toleransi aktivitas fisik lainnya
Penyebab  Frekuensi nadi dalam rentang nilai  Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
 Ketidakseimbangan antara suplai dan normal pergerakan
kebutuhan oksigen  Saturasi oksigen dalam rentang nilai  Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah
 Tirah baring normal sebelum memulai mobilisasi
 Kelemahan  Kemudahan dalam melakukan  Memonitor kondisi umu selama melakukan
 Imobilitas aktivitas sehari-hari mobilisasi
 Gaya hidup monoton  Kecepatan berjalan Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor  Jarak berjalan  Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
Subjektif  Kekuatan tubuh bagian atas bantu
 Mengeluh lelah  Kekuatan tubuh bagian bawah  Memfasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Objektif  Keluhan lemah berkurang  Melibatkan keluarga untuk membantu pasien
 Frekuensi jantung meningkat >20% dari  Dyspnea saat berjalan berkurang dalam meningkatkan pergerakan
kondisi istirahat  Dispnea setelah beraktivitas Edukasi
Gejala dan Tanda Minor berkurang  Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

23
Subjektif  Perasaan lemah berkurang  Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
 Dyspnea saat/setelah aktivitas  Tidak terjadi sianosis  Mengajarkan mobilisasi sederhana yang ahrus
 Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas  Warna kulit normal dilakukan (duduk ditempat tidur, duduk disisi
 Merasa lemah  Tekanan darah dalam rentang nilai tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.
Objektif normal Latihan rentang gerak
 Tekanan darah berubah >20% dari kondisi  Frekuensi napas dalam rentang nilai Observasi
istirahat normal  Mengidentifikasi indikasi dilakukan latihan
 Gambaran EKG menunjukkan iskemia Ambulasi  Mengidentifikasi keterbatasan pergerakan sendi
 Sianosis  Dapat menopang berat badan  Memonitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri
Gejala Klinis Terkait  Dapat berjalan dengan langkah yang pada saat bergerak
 Anemia efektif Terapeutik
 Gagal jantung kongestif  Dapat berjalan dengan langkah sedang  Menggunakan pakaian yang longgar
 Penyakit Jantung Koroner  Dapat berjalan dengan langkah cepat  Mencegah terjadinya cedera selama latihan
 Penyakit Katup Jantung  Dapat berjalan menanjak rentang gerak dilakukan
 Aritmia  Dapat berjalan menuntun  Memfasilitasi mengoptimalkan posisi tubuh
 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)  Dapat berjalan jarak pendek untuk pergerakan sendi yang aktif dan pasif
 Gangguan metabolic  Dapat berjalan jarak sedang  Melakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai
 Gangguan muskuluskeletal  Dapat berjalan jarak jauh dengan indikasi
 Dapat berjalan mengitari ruangan  Memberikan dukungan ositif pada saat
 Dapat berjalan me;ewati rintangan melakukan latihan gerak sendi
Edukasi
 Tidan merasakan nyeri saat berjalan
 Menjelaskan tujuan dan prosedur latihan
 Tidak terjadi kaku pada persedian
 Menganjurkan melakukan rentang gerak pasif
 Tidak ada perasaan khawatir saan
dan aktif secara sistematis
berjalan
 Menganjurkan duduk ditempat tidur atau
dikursi jika perlu
 Mengajarkan rentang gerak aktif ssesuai dengan
program latihan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan fisiotherapis
mengembangkan program latihan, jika perlu
Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
Penyebab:
selama …x.. jam diharapkan nyeri □ Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
 Gangguan mekanisme regulasi
berkurang dengan kriteria hasil meliputi lokasi, karakteristik, durasi, kuantitas
 Kelebihan asupan cairan
24
 Kelebihan asupan natrium  Tingkat nyeri atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
 Gangguan aliran balik vena □ Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
□ Keluhan yeri berkurang
 Efek agen farmaklogis penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Gejala dan Tanda Mayor □ Ekspresi wajah tenang dan tidak dirasakan, antisipasi dan ketidaknyamanan akibat
Subjektif : meringis prosedur
 Ortopnea
□ Tidak menunjukkan sikap protektif □ Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
 Dyspnea
(seperti relaksasi dan distraksi)
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) □ Tidak gelisah
Objektif □ Libatkan keluarga dalam penurunan nyeri
 Edema anarsaka dan/atau edema perifer □ Tidak mengalami kesulitan tidur Pemberian Analgesik
 Berat badan meningkat dalam waktu singkat □ Tidak menarik diri □ Identifikasi karakteristik nyeri,(mis. Pencetus,
 Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Cental
□ Tidak ada diaphoresis pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
Venous Pressure (CVP) meningkat
 Refleks hepatojugular positif □ Tanda-tanda vital (TD: 120/80 durasi)
Gejala dan Tanda Minor mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16- □ Identifikasi riwayat alergi obat
Subjektif :
 Tidak tersedia 20 x/menit). □ Identifikasi kesesuaian jenis analgesic dengan
Objektif tingkat keparahan nyeri
 Distensi Vena Jugularis
 Terdengar suara nafas tambahan □ Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
 Hepatomegaly analgesic
 Kadar Hb/Ht menurun
 Oliguria □ Monitor efektivitas analgesic
 Intake lebih banyak dari output □ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic,
 Kongestif paru
sesuai dengan indikasi

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Corwin E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi, Ed.1, EGC, Jakarta.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Ed. 3, EGC,
Jakarta.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22, EGC, Jakarta.
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, EGC, Jakarta.
Indra M.R. 2007. Fisiologi Kardiovaskuler, Laboratorium Ilmu Faal FK Unibraw, Malang.
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 6
Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indnesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik.
Jakarta : DPP PPNI

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Deficit Dan Criteria Hasil Keperawatan.
Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keprawatan.
Jakarta : DPP PPNI

Rokhaeni, H. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Ed.1, Bidang Pendidikan dan
Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C & Bare,B.G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,
Ed.8, EGC, Jakarta.
Sudoyo WA. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

27
LEMBAR PENGESAHAN

…………….. , .......................................2019

Mengetahui
Pembimbing Praktek / CI Mahasiswa

NIP. NIM.

Mengetahui
Pembimbing Akademik / CT

NIP :

28

Anda mungkin juga menyukai