Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK


(PPOK)

OLEH :
NI MADE RISTYA KUSUMA DEWI
P07120319081
PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)

A. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu istilah yang
seringdigunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Somantri, 2012)..
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bron-
kiektasis, emfisema dan asma (Smeltzer dan Bare : 2012).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya yang merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis
dan emfisema paru ataupun asma bronkial. (Sylvia A. Price , 2012 : 784).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada
PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan
karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum
yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari (GOLD,  2016).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya yang merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis
dan emfisema paru ataupun asma bronkial (Price, 2012).
Menurut beberapa definisi diatas penyakit paru obstruksi kronik
adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa waktu. Eksaserbasi akut pada PPOK berarti
timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi
eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami
penyakit dengan karakteristik adanya peruba-han basal sesak napas, batuk,
dan sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari.
Penyakit yang termasuk dalam kelompok PPOK adalah sebagai
berikut:
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
a. Bronchitis Kronis
1. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
2. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
b. Alergi
c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3. Manifestasi klinis
a) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,
yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
b) Mukus lebih kental
c) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal)
d) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi
jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps,
dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. 
e) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka
terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary.
b. Emfisema
1. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2014).
2. Etiologi
Faktor tidak diketahui
a) Predisposisi genetik
b) Merokok
c) Polusi udara
3. Manifestasi klinis
a) Dispnea
b) Takipnea
c) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
f) Hipoksemia
g) Hiperkapnia
h) Anoreksia
i) Penurunan BB
j) Kelemahan

c. Asthma Bronchiale
1. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas.
2. Etiologi
a) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b) Infeksi saluran  nafas
c) Stress
d) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e) Obat-obatan
f) Polusi udara
g) Lingkungan kerja
h) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3. Manifestasi Klinis
a) Dispnea
b) Wheezing,
c) Batuk Non Produktif
d) Takikardi
e) Takipnea (Smeltzer dan Bare : 2013).

B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK), antara lain :
 Faktor Eksternal
1. Polusi udara (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
2. Asap rokok, (perokok pasif) kebiasaan merokok menahun (perokok
aktif)
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi
dari pada orang yang tidak merokok. Resiko menderita PPOK
tergantung pada umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok
yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dikarenakan oleh partikel-partikel
iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan
faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan,
bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin
tersebut.
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya
sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk
kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi dalam
ruangan.
 Faktor Internal
1. Asap rokok atau zat kimia berbahaya yang masuk ke saluran
pernafasan kemudian menyebabkan peradangan
2. Reaksi antigen-antibodi
3. Emosional : takut, cemas dan tegang
4. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
5. Umur (semakin tua semakin berisiko)
6. Keletihan, kelelahan, malaise.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala akan mengarah pada
a. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
c. Batuk disertai peningkatan produksi sputum
Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
d. Sesak Nafas
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang
sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat
melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
e. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g. Terdapat suara nafas tambahan (mengi atau wheezing)
h. Ekspirasi yang memanjang
i. Bentuk dada tong (barrel chest) pada penyakit lanjut.
j. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot
abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
k. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
l. Pernapasan cuping hidung

D. Patofisiologi
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu
terjadinya PPOK ini adalah asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-
bahan alergen menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun
bronkiolus akibat bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi
mukus yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut menyebabkan
kesulitan saat melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi.
Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus
atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berku-
rangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel
goblet akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebab-
kan terjadinya peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan menda-
tangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi
pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbul-
kan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru seperti ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
E. Pathway

Pencetus
Rokok dan Polusi
Asma, Bronkitis, emfisema

Inflamasi
PPOK
Sputum meningkat
Perubahan anatomis
parenkim paru Batuk

Perbesaran Alveoli Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif

Hipertiroid kelenjar mukosa


Inflamasi
Penyempitan saluran udara
Leukosit meningkat

Ekspansi paru Gangguan Imun menurun


menurun Pertukaran Gas
Kuman patogen &
endogen difagosit
Frekuensi pernafasan makrofag
Suplay O2 tidak adekuat
cepat

Hipoksia Anoreksia
Kontraksi otot pernafasan
Penggunaan energi untuk Nyeri
Sesak pernafasan meningkat Risiko Defisit Nutrisi
Akut
Ketidakefektifan Pola
Nafas Intoleransi Aktifitas

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas
difusi menurun karena permu-kaan alveoli untuk difusi berkurang.
c. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S
lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghenti-
kan merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-
naan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spas-
me) masih controversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberi-kan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
h. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengelu-aran
secret bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa me-
lakukan pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesu-aian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.

H. Pengkajian keperawatan
1. Identitas klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, no RM/CM, tanggal masuk, dan alasan masuk.

2. Pengkajian Primer
a. Airway
Napas pendek ( timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau
berulangnya sulit napas (asma), rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas, batuk menetap dengan produksi
sputum setiap hari terutama pada saat bangun, episode batuk
hilang timbul, bianyanya tidak produksi pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif ( emfisema), thacipnea.
b. Breathing
Biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir ( emfisema ), penggunaan otot bantu
pernapasan, bunyi napas mungkin redup dengan ekspirasi mengi,
mnyebar, lembut atau krekels lembab kasar, ronkhi, mengi
sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi
napas abnormal.
c. Circulation
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung,
distensi vena leher, edema dependen, tidak berhubungan dengan
penyakit jantung, bunyi jantung redup ( yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada ).
d. Disability
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat
istirahat, keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa
otot.

3. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus
kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan
riwayat kesehatan keluarga.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan
mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan
utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas
yang sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin
berat setelah beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak
berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan
terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan
gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat
banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang
sering merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1. Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan
melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan
riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui
sumber penularannya.
2. Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma
mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
3. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak
menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memper-
buruk penyakit tersebut.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
1. Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat
terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara
yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan
bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak
efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat
beraktivitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari
seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan
sputum purulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.                  
2. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor,
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
4. Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
b. Ketidakefektifan Pola Napas
c. Gangguan Pertukaran Gas
d. Defisit Nutrisi
e. Intoleransi Aktivitas
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif SLKI : SIKI
Penyebab : Respirasi Latihan batuk efektif
Fisiologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi
o Spasme jalan napas selama …. X…. jam, maka bersihan o Identifikasi kemampuan batuk
o Hipersekresi jalan napas jalan nafas meningkat dengan kriteria o Monitor adanya retensi spuntum
o Disfungsi neuromuskuler hasil : o Monitor tanda dan gejala infeksi
o Benda asing dalam jalan napas o Batuk efektif meningkat o Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah
o Adanya jalan napas buatan o Produksi spuntum menurun dan karakteristik)
o Sekresi yang tertahan o Mengi menurun 2. Terapeutik
o Hyperplasia dnding jalan napas o Wheezing menurun o Atur posisi semi fowler
o Proses infeksi o Meconium (pada neonates) menurun o Buang secret pada tempat spuntum
o Respon alergi o Frekusni nafas membaik 3. Edukasi
o Efek agen farmakologi (misal. Anastesi) o Pola nafas membaik o Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Situasional 4. Kolaborasi
o Merokok aktif o Kolaborasi pemberian mukolitik atau
o Merokok pasif ekspektoran, jika perlu
o Terpajan polutan
Manajemen jalan nafas
Gejala dan tanda : 1. Observasi
a. Mayor o Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
Subjektif nafas)
Tidak tersedia o Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
Obyektif Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi)
o Batuk tidak efektif 2. Terapeutik
o Tidak mampu batuk o Posisikan semi fowler
o Sputum berlebih o Berikan minuman hangat
o Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering o Berikan oksigen
o Meconium di jalan napas (pada neonatus) 3. Edukasi
b. Minor o Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak
Subyektif kontraindikasi
o Dispnea o Ajarkan teknik batuk efektif
o Sulit bicara 4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian bronkodilator,
o Ortopnea ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Obyektif
o Batuk tidak efektif Pemantauan respirasi
o Tidak mampu batuk 1. Observasi
o Bunyi napas menurun o Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
o Frekuensi napas berubah nafas
o Pola napas berubah o Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes,
Kondisi klinis terkait ataksisk)
o Gullian barre syndrome o Monitor saturasi oksigen
o Sclerosis multiple o Auskultasi bunyi nafas
o Myasthenia gravis o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Prosedur diagnostic (mis. Bronkoskopi, o Monitor nilai AGD
transesophageal echocardiography o Monitor hasil x-ray thoraks
[TEE]) 2. Terapeutik
o Depresi system saraf pusat o Atur interval pemantauan respirasi sesuai
o Cedera kepala kondisi pasien
o Stroke o Dokumentasikan hasil pemantauandukasi
o Kuadriplegia o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
o Sindrom aspirasi meconium o Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
o Infeksi saluran napas

Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama… Manajemen Jalan Napas
x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan Observasi
Penyebab : aktivitas dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
 Depresi pusat pernapasan napas)
 Hambatan upaya napas SLKI : Pola Napas  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
 Deformitas dinding dada  Frekuensi napas normal (12-20x/menit) mengi, wheezing,ronkhi kering)
 Deformitas tulang dada  Tidak Dispnea  Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
 Gangguan neuromuscular  Tidak ada penggunaan otot bantu napas Terapeutik
 Gangguan neurologis  Tidak terjadi pemanjangan fase ekspirasi  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
 Imaturitas neurologis  Tidak Ortopnea tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
 Penurunan energy  Tidak terjadi pernapasan pursed lip servikal)
 Obesitas  Tidak terjadi pernapasan cuping hidung  Posisikan semi fowler atau fowler
 Posisi tubuh menghambat ekspansi paru  Berikan minum hangat
 Sindrom hipoventilasi  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Kerusakan inervasi diafragma  Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Cedera pada medulla spinalis  Berikan oksigen, jika perlu
 Efek agen farmakologi Edukasi
 Kecemasan  Ajarkan teknik batuk efektif
Gejala mayor Kolaborasi
Subjektif : dyspnea  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
Objektif mukolitik, jika perlu.
 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Fase ekspirasi memanjang Pemantauan Respirasi
 Pola napas abnormal Observasi
Gejala minor
Subjektif : ortopnea  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Objektif napas
 Pernapasan pursed lip  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul cheyne-stokes, biot,
 Pernapasan cuping hidung
ataksik)
 Diameter thorak anterior posterior meningkat
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Ventilasi semenit menurun
 Monitor adanya produksi sputum
 Kapasitas vital menurun
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Tekanan ekspirasi menurun
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Tekanan inspirasi menurun
 Auskultasi bunyi napas
 Ekskursi dada berubah
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray thorax
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Gangguan Pertukaran Gas SLKI: Pemantauan Respirasi
Penyebab: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x
 Ketidakseimbangan ventialsi-perfusi 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas Observasi
 Perubahan membrane alveolus-kapiler teratasi dengan kriteria hasil:
 Monitor frekuensi, irama, kedalman dan upaya
Gejala dan Tanda Mayor Pertukaran Gas napas
 Tingkat kesadaran meningkat  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Subjektif  Bunyi napas tambahan menurun hiperventilasi, kusmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
 Pusing berkurang ataksik)
 Dyspnea  Gelisah berkurang  Monitor kemampuan batuk efektif
Objektif  Diaphoresis mengalami penurunan  Monitor adanya produksi sputum
 Tidak ada pernapasan cuping hidung  Monitor adanya sumbahatan jalan nafas
 PCO2 meningkat/menurun  PCO2 dalam batas normal  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 PO2 menurun (35,0 – 45,0 mm Hg)  Auskultasi bunyi nafas
 Takikardia  Monitor saturasi oksigen
 PO2 dalam batas normal
 pH arteri meningkat/menurun  Monitor nilai AGD
(70 – 100 mm Hg)
 bunyi nafas tambahan  Monitor hasil x-ray thoraks
Gejala dan Tanda Minor  Pola napas membaik
Terapiutik
 Sianosis berkurang
Subjektif  Atur intervensi pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 pusing  Dokumentasikan hasil pemantauan
 penglihatan kabur Edukasi
Objektif
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Sianosis  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 Diaforesis
 Gelisah
 Nafas cuping hidung Terapi Oksigen
 Pola nafas abnormal (cepat/lambat,
regular/irregular, dalam/dangkal) Observasi
 Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
 Kesadaran menurun  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang digunakan cukup
 Monitor aktivitas terapi oksigen (mis.
Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dna
atelectasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapiutik

 Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea,


jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi

 Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara


penggunaan oksigen di rumah
Kolaborasi

 Kolaborasi penentuan dosis oksigen


 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
atau tidur
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama… Dukungan mobilisasi
x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan
Definisi aktivitas dengan kriteria hasil : Observasi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan Toleransi aktivitas  Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
aktivitas sehari-hari lainnya
 Frekuensi nadi dalam rentang nilai normal  Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
Penyebab  Saturasi oksigen dalam rentang nilai normal pergerakan
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas  Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah
 Ketidakseimbangan antara suplai dan sehari-hari sebelum memulai mobilisasi
kebutuhan oksigen  Kecepatan berjalan  Memonitor kondisi umu selama melakukan
 Tirah baring mobilisasi
 Kelemahan  Jarak berjalan Terapeutik
 Imobilitas  Kekuatan tubuh bagian atas  Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
 Gaya hidup monoton  Kekuatan tubuh bagian bawah  Memfasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Gejala dan Tanda Mayor  Keluhan lemah berkurang  Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
 Dyspnea saat berjalan berkurang meningkatkan pergerakan
Subjektif  Dispnea setelah beraktivitas berkurang Edukasi
 Perasaan lemah berkurang
 Mengeluh lelah  Tidak terjadi sianosis  Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Objektif  Warna kulit normal  Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
 Tekanan darah dalam rentang nilai normal  Mengajarkan mobilisasi sederhana yang ahrus
 Frekuensi jantung meningkat >20% dari  Frekuensi napas dalam rentang nilai normal dilakukan (duduk ditempat tidur, duduk disisi
kondisi istirahat Ambulasi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.
Gejala dan Tanda Minor Latihan rentang gerak
 Dapat menopang berat badan
Subjektif Observasi
 Dapat berjalan dengan langkah yang efektif
 Dapat berjalan dengan langkah sedang
 Dyspnea saat/setelah aktivitas  Mengidentifikasi indikasi dilakukan latihan
 Dapat berjalan dengan langkah cepat
 Merasa tidak nyaman setelah  Mengidentifikasi keterbatasan pergerakan sendi
 Dapat berjalan menanjak
beraktivitas  Memonitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri pada
 Dapat berjalan menuntun
 Merasa lemah saat bergerak
 Dapat berjalan jarak pendek
Objektif Terapeutik
 Dapat berjalan jarak sedang
 Tekanan darah berubah >20% dari  Dapat berjalan jarak jauh
 Menggunakan pakaian yang longgar
kondisi istirahat  Dapat berjalan mengitari ruangan
 Mencegah terjadinya cedera selama latihan rentang
 Gambaran EKG menunjukkan iskemia  Dapat berjalan me;ewati rintangan
gerak dilakukan
 Sianosis  Tidan merasakan nyeri saat berjalan
 Memfasilitasi mengoptimalkan posisi tubuh untuk
Gejala Klinis Terkait  Tidak terjadi kaku pada persedian
pergerakan sendi yang aktif dan pasif
 Tidak ada perasaan khawatir saan berjalan
 Melakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai
 Anemia dengan indikasi
 Gagal jantung kongestif  Memberikan dukungan ositif pada saat melakukan
 Penyakit Jantung Koroner latihan gerak sendi
 Penyakit Katup Jantung Edukasi
 Aritmia
 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)  Menjelaskan tujuan dan prosedur latihan
 Gangguan metabolic  Menganjurkan melakukan rentang gerak pasif dan
 Gangguan muskuluskeletal aktif secara sistematis
 Menganjurkan duduk ditempat tidur atau dikursi
jika perlu
 Mengajarkan rentang gerak aktif ssesuai dengan
program latihan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan fisiotherapis mengembangkan
program latihan, jika perlu
Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi
selama …. X …. Jam, diharapkan :
Definisi: berisiko mengalami asupan nutrisi Observasi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Status nutrisi
metabolisme  Kekuatan otot pengunyah meningkat  Identifikasi status nutrisi
 Kekuatan otot menelan meningkat  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Faktor risiko:  Bising usus dalam batas normal  Identifikasi makanan yang disukai
 Berat badan dan indek massa tubuh sesuai  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Ketidakmampuan menelan makanan  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Status menelan
 Ketidakmampuan mencerna makanan 
 Reflek menelan meningkat Monitor asupan makanan
 Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien 
 Usaha menelan meningkat Monitor berat badan
 Peningkatan kebutuhan metabolisme 
 Frekuensi tersedak menurun Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Faktor ekonomi (misalnya finansial tidak
 Batuk, muntah gelisah menurun
mencukupi
 Penerimaan makanan membaik
 Faktor psikologis (misalnya stres,
keengganan untuk makan)
Terapeutik

Kondisi klinis terkait :  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (misalnya
 Stroke piramida makanan)
 Parkinson  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
 Mobius syndrome sesuai
 Cerebral palsy  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
 Cleft lip konstipasi
 Cleft palate  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Amytropic lateral sclerosis  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Kerusakan neuromuskular  Hentikan pemberian makanan melalui selang
 Luka bakar nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s Edukasi
 Enterokolitis
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Fibrosis kistik
 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan


(misalnya pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
5. Implementasi Keperawatan
Dalam hal ini, perawat mengaplikasikan intervensi atau renacana yang sudah
ditetapkan sebbelumnya sesuai dnegan kondisi pasien, adapun yang harus
diperhatikan adalah:
a. Mencegah terjadinya komplikasi
b. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi
c. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, risiko komplikasi dan
kebutuhan pengobatan lainnya

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan
klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mencapai tujuan)
DAFTAR PUSTAKA
Brannon, F.J., Foley, M. W., Starr, J. A. et al. 1993. Cardiopulmonary Rehabilitation: Basic
Theory and Application, F. A. Davis, Philadelphia.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2016. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Barcelona : Medical Communications Resources.

Price, S.A. dan Wilson L.M. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta :Dewan
pengurus pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI).Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
LEMBAR PENGESAHAN

,.....................................2020

Pembimbing Praktik / CI Mahasiswa

(……...............................................) (…………………………………..)
NIP. NIM.

Pembimbing Akademik / CT

(…………………………………………………….)
NIP.

Anda mungkin juga menyukai