1
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku
menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 12:1-2
Menarik untuk diperhatikan tentang teologi Paulus mengenai
korban/persembahan di dalam Perjanjian Baru. Ada beberapa
kata yang dipakai tentang korban/persembahan, yaitu:
1. Doma
2. Osme
2
"Kini aku telah menerima semua yang perlu dari
padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku
berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu
dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum,
suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada
Allah." Flp 4:18
Di ayat berikutnya ada dilanjutkan dengan beberapa
kata lainnya seperti: persembahan yang harum (bhs
Yunani = Osme) yang merupakan translasi konsep
Ibrani tentang korban bakaran yang baunya harum dan
berkenan kepada Allah dan juga korban yang disukai
(bhs Yunani = Thusia).
3. Thusia
6
Di dalam kehidupan, kita melihat hal ini sebagai kebiasaan
yang sangat sederhana. Seperti jika kita berada di dalam suatu
resepsi resmi dan ada undangan yang menjadi VIP di acara
tersebut, maka kita pasti akan memberikan kepadanya
kesempatan pertama untuk mengambil makanan. Kita tidak
akan berani mendahului. Kita pasti memberikan dia
kesempatan mengambil bagian yang pertama.
Di dalam kehidupan Daud ada cerita mengenai tiga orang
triwira yang memimpin pasukan pengawal pribadi Daud.
Mereka masing-masing memiliki prestasi di dalam medan
perang, namun mereka diingat sepanjang sejarah Israel karena
mereka bisa meresponi keinginan hati Daud untuk minum
dari perigi yang ada di depan kampung Betlehem.
Mereka mempertaruhkan nyawanya untuk menerobos
tentara Filistin dan membawakan Daud air yang
dirindukannya. Kerelaan mereka untuk mempertaruhkan
nyawa mereka itulah konsep yang terdapat di dalam
kata Thusia, yaitu mempersembahkan seluruh kehidupanmu
sebagai korban yang hidup.
Di dalam mendapatkan penghasilan kita tiap bulan seringkali
kita berjuang keras membanting tulang dan memeras keringat
di tengah-tengah kerasnya persaingan di dunia bisnis di kota-
7
kota besar di Indonesia. Memang kita mungkin belum sampai
taraf bercucuran darah di dalam mendapatkan keuntungan
tetapi uang itu dapat dikatakan mewakili “hidup” kita.
Ketika triwiranya mempersembahkan air yang sangat
dirindukan oleh raja Daud, Daud tidak berani meminumnya
tetapi mempersembahkan semuanya sebagai korban curahan
di hadapan Tuhan karena ia berkata bahwa air ini adalah
‘darah’ dari ketiga orang triwira itu, ia sebagai manusia tidak
layak meminumnya, hanya Tuhan lah yang layak
menerimanya.
Persembahan buah sulung adalah melambangkan kesiapan
kita mempersembahkan seluruh kehidupan kita sebagai
korban yang hidup di hadapan Tuhan dan tanda
penghormatan kita kepada posisi Tuhan sebagai pemilik
segalanya dalam kehidupan kita. Uang yang melambangkan
kehidupan kita; di dalamnya terdapat pengorbanan waktu,
tenaga, pikiran dan usaha yang mengalir keluar dari hidup
kita akan kita persembahkan kepada Tuhan karena Ia layak
menerima segalanya dan karena hanya itulah ibadah kita yang
sejati. (AL)