Anda di halaman 1dari 20

Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis


DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Kriteria anemia dan defisiensi gizi menurut WHO
1972 sebagai berikut:
Dinyatakan Anemia, bila kadar hemoglobin (Hb) pada ketinggian permukaan laut lebih
rendah dari nilai pada golongan umur yang ada yaitu :
 Anak umur 6 bulan - 6 tahun : 11 gr/100 ml
 6 tahun - 14 tahun : 12 gr/100ml
 Pria dewasa : 13 gr/100ml
 Perempuan dewasa tak hamil : 12 gr/100ml
 Perempuan dewasa hamil : ll gr/100ml

Untuk anemia gizi, selain kadar Hb ditambah tolok ukur kadar besi, asam Folat dan
vitamin B12. Perlu diingat bahwa peningkatan atau penurunan Hb dan hematokrit (Ht) ada
kalanya palsu. Keadaan yang dapat meningkat palsu ialah: berkurangnya plasma darah,
combusio (luka bakar), diuresis yang berlebihan, dehidrasi. Kadar rendah palsu contohnya
pada keadaan hamil atau dekompensasi jantung.
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang
terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat
perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel gastrointestinal.
Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel
megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA.
Sel-sel awal/pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sumsum tulang.
Dengan demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah
merah berkurang, dan keadaan abnormal mi disebut dengan istilah eritropoiesis yang tidak
efektif (ineffective erythropoiesis).
Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12
(kobalamin) dan atau«asam folat. Berbagai macam keadaan klinik yang berkaitan dengan
anemia megaloblastik dapat diklasifikasikan.

KLASIFIKASI ANEMIA MEGALOBLASTIK


1. Defisiensi Kobalamin
 Asupan tidak cukup: vegetarian (jarang)
 Malabsorbsi
- Defek penyampaian dari kobalamin dari makanan: achlorhidria gaster,
gastrektomi, obat-obat yang menghalangi sekresi asam
- Produksi faktor intrinsik yang tak rriencukupi: anemia pernisiosa, Gastrektomi
total, Abnormalitas fungsional atau tak adanya faktor intrinsik yang bersifat
kongenital.
- Gangguan dari ileum terminalis: sprue tropikal, sprue non tropikal, enteritis
regional, reseksi intestinum, neoplasma dan gangguan granulomatosa (jarang),
sindrom Imerslund (malabsorbsi kobalamin selektif) (jarang)
- Kompetisi pada kobalamin: fish tapeworm (Diphylobotrium latum), Bakteri
blind loop syndrome
- Obat-obatan : p-aminosalicylic acid, kolkisin, neomisin.
 Lain lain: NO (Nitrous oxide) anesthesia, defisiensi transkobalamin II (jarang),
defek enzim kongenital (jarang).

2. Defisiensi Asam Folat


 Asupan yang tak adekuat: diet yang tak seimbang (sering pada peminum alkohol,
usia belasan tahun, beberapa bayi)
 Keperluan yang meningkal: kehamiJan, bayi, keganasan, peningkatan
hematopoiesis (anemia hemolitik kronik), kelainan kulit eksfoliatif kronik,
hemolisis
 Malabsorbsi: sprue tropikal, sprue nontropikal, obat-obat: phenytoin, barbiturat (?)
ethanol
 Metabolisme yaug Terganggu: penghambat dihydrofolat reductase (metotreksat,
pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin). Alkohol, Jarang defisiensi
enzim (dihydrofolat reductase, dll).
 Sebab-sebab lain : Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA: antagonis
purin (6 merkaptopurin, azatioprin, dll). Antagonis pirimidin (5-fluorourasil,
sitosin arabinose, dll). Lain-lain : prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.
Gangguan metabolik (jarang): asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-Nyhan, lain
lain Anemia megaloblastik dengan penyebab tak diketahui: anemia megaloblastik
refrakter, Sindrom Diguglielmo, anemia diseritropoietik kongenital. .
ASAM FOLAT DAN VITAMIN B12
Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang
sangat penting bagi tubuh. Peran utama asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme
intraselular. Seperti yang diterangkan di depan, adanya defisiensi kedua zat tersebut akan
menghasilkan tidak sempurnanya sintesis DNA pada tiap sel, di mana pembelahan kromosom
sedang terjadi. Jaringan-jaringan yang memiliki pergantian sel yang sangat cepat akan
mengalami perubahan yang sangat dramatis, antara lain adalah sistem hematopoiesis yang
sangat sensitif pada defisiensi dan menyebabkan anemia megaloblastik.
Asam folat adalah nama yang biasa diberikan pada asam pteroylmonoglutamic. Zat ini
disintesis pada banyak macam tanaman dan bakteri. Buah-buahan dan sayur merupakan
sumber diet utama dari vitamin. Beberapa bentuk dari asam folat dalam diet sangat labil dan
dapat menjadi rusak pada waktu dimasak. Keperluan minimal tiap hari secara normal kurang
lebih 50 ug, tetapi pada keadaan tertentu akan meningkat sejalan dengan peningkatan
metabolisme seperti pada kehamilan.
Defisiensi folat merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit usus halus
karena penyakit tersebut dapat mengganggu absorbsi folat dari makanan dan resirkulasi folat
lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut atau kronik, asupan harian folat dalam
makanan akan terhambat, dan siklus entefohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari
alkohol pada sel sel parenkim hati, hal ini yang menjadi penyebab utama dari defisiensi folat
yang menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.
Penyakit seperti anemia hemolitik dapat pula jadi rumit oleh komplikasi defisiensi folat
yang dapat terjadi. Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (antara lain
metotreksat, trimetoprim) atau yang dapat mengganggu absorbsi dan penyimpanan folat
dalam jaringan tubuh (antikonvulsan tertentu, kontraseptif oral) mampu mengakibatkan
penurunan kadar folat dalam plasma, dan bersamaan waktunya dapat menjadi penyebab
anemia megaloblastik. Hal ini karena adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek
inti sel. Jadi gangguan maturasi yang timbul dalam pertumbuhan sel darah merah karena
defisiensi asam folat atau vitamin B12 disebabkan karena timbulnya defek dari inti sel darah
merah yang muda dalam sumsum tulang.
Folat dalam plasma pertama ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat,
suatu monoglutamat, yang ditransport ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut yaitu yang
khusus dalam bentuk tetrahidro dari vitamin. Setelah di dalam sel, gugus N5-metil dilepas ke
dalam reaksi kobalamin yang diperlukan, dan folat kemudian diubah menjadi bentuk
poliglutamat. Konjugasi pada polyglutamate mungkin berguna untuk penyimpanan folat di
dalam sel.
Ikatan folat dengan protein tampak dalam plasma, susu, dan cairan tubuh lain. Fungsi
ikatan folat dan ikatan dengan membran perintisnya hingga kini belum diketahui. Baik
bentuk ikatan maupun perintisnya ada kaitannya dengan pengangkutan tetrahidrofolat.
Fungsi utama senyawa folat ialah memindahkan "1-karbon moieties" seperti gugus-
gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber dari "1-karbon moieties"
biasahya adalah serin, yang bereaksi dengan tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10-
metilentetrahidrofolat. Sumber pilihan lain adalah asam formiminoglutamat, suatu lanjutan
dalam katabolisme histidin, yang menyampaikan gugus formimmo tetrahidrofolat dan asam
glutamat. Derivat-derivat tersebut menyediakan tempat masuk ke dalam kelompok pemberi
dan mudah saling menukar yang terdiri dari derivat-derivat tetrahidrofolat pembawa macam-
macam "1 -carbon moieties".
Unsur-unsur pokok dari kelompok tersebut dapat memberikan "1-karbon moieties"
mereka kepada senyawa" senyawa penerirna yang sesuai, guna membentuk lanjutan
metabolik dengan tujuan akhir mengubah pembentukan blok-blok yang digunakan untuk
sintesis makrornolekul-makromolekul. Yang sangat penting dalam pembentukan blok-blok
tersebut adalah:
 Purin-purin, di mana atom-atom C-2 dan C-8 dimasukkan dalam reaksi ketergantungan
pada folat;
 Deoksitimldilat monofosfat (dTMP), disintesis dari N5-10 metilentetrahidrofolat dan
deoksiuridilat monofosfat (dUMP); dan
 Metionin, yang dibentuk oleh peralihan dari gugus metil dari N5-metiltetrahidrofolat ke
homosistein
Folat sangat penting untuk sintesis de novo purin, deoksitimidilat monofosfat (dTMP),
dan metionin, sebagai lanjutan pembawa dari fragmen-fragmen 1-karbon yang digunakan
untuk biosintesis dari senyawa-senyawa tersebut. Bentuk aktifnya adalah tetrahidrofolat
(THF).
TFT memperoleh fragmen 1-karbon, terutama dari serin yang merubah menjadi glisin
dalam rangkaian dari reaksi. Untuk sintesis purin, fragmen 1-karbon pertama dioksidasi ke
tingkat dari asam formik, lalu mengirimkan ke substrat. Untuk sintesis metionin, keperluan
reaksi kobalamin, fragmen 1-karbon pertama dikurangi sampai tingkat gugus methyl, lalu
dikrimkan ke homosistein. Dalam reaksi ini kofaktor tertentu dikeluarkan sebagai THF, yang
dapat segera berpartisipasi dalam siklus perpindahan 1-karbon. Selama produksi dTMP dari
dUMP fragmen 1-karbon telah direduksi dari formaldehidke gugus metil dalam perjalanan
dari reaksi perpindahan, yang tidak sebagai THF, tetapi sebagai dihidrofolat (DHF). Untuk
partisipasi selanjutnya ke dalam siklus perpindahan 1- karbon, DHF telah direduksi menjadi
THF. Reaksi ini dikatalis oleh dihidrofolat reduktase.

Derifat aktif atau bentuk kofaktor


Bentuk-bentuk poliglutamat dari tetrahidrofolat dengan unit karbon tambahan. Fungsi
utama sebagai koenzim guna satu pengangkut karbon dalam asam nukleat dari metabolisme
asam amino kobalamin adalah vitamin yang mempunyai susunan komponen organometalik
yang kompleks, dimana atom kobalt terletak dalam inti cincin, suatau struktur yang mirip
bentuk porfirin darimana heme dibentuk.
Pada saat memasuki duodenum, ikatan kompleks kobalamin-R dicerna dan
menghasilkan kobalamin , yang kemudian terikat pada faktor intrinsik (FI), suatu
glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel parietal dari lambung. Sekresi
dari faktor intrinsik umumnya sejalan denga¥isam lambung. Ikatan kompleks kobalamin-FI
dapat melawan untuk dicema oleh proteolitik dan melintas meriuju ke ileum distal, dimana
reseptor reseptor spesifik pada vili mukosa dan menyerap kompleks kobalamin-FI. Jaui FI,
seperti halnya ikatan besi transferin, adalah protein sel pengatur alat pengangkut. Reseptor
pengikat kompleks kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel mukosa ileum, di mana FI
kemudian dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke lain protein pengangkut, yaitu
transkobalamin (TC) II. Kompleks kobalamin-TC II kemudian disekresi kedalam sirkulasi,
dari situ dengan cepat dibawa ke hati, sumsum tulang, dan sel lain.
Dalam keadaan normal kurang lebih 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan selain
itu 2 mg disimpan di jaringan seluruh tubuh. Dari sudut pandang keperluan harian minimal,
kurang lebih 3 sampai 6 tahun diperlukan untuk individu normal menjadi kekurangan
kobalamin bila absorbsi dihentikan secara tiba tiba.
Meskipun TC II adaiah suatu acceptor guna penyerapan baru dari kobalamin, dimana
kebanyakan kobalamin yang beredar dalam sirkulasi diikat pada TC I, yaitu suatu
glikoprotein yang sangat erat hubungannya dengan pengikat R gaster. TC I tampaknya
diturunkan sebagai bagian dari lekosit. Yang berlawanan ialah bahwa kebanyakan kobalamin
yang beredar terikat pada TC I dari pada yang terikat pada TC II; meskipun demikian
pengangkutan awalnya dari semua kobalamin yang diabsorbsi oleh intestinum, dapat
diterangkan dengan adanya fakta bahwa ikatan kobalamin pada TC II dengan cepat
dlbersihkan dari darah (V4 sampai 1 jam), sedangkan pembersihan dari kobalamin yang
terikat pada TC I Pi<;merlukan waktu berhari hari. Hingga kini fungsi TC I belum diketahui.
Di dalam sel sel tubuh manusia, kobalamin merupakan iaktor yang esensial bagi dua
enzim, yaitu metionin sintase dan metil malonil-koenzim A(CoA) sintase. Kobalamin ada
dalam dua bentuk aktif metabolik, yang dikenal pada gugus alkil yang terikat pada enam
posisi koordinasi dari atom Cobalt yaitu: metilkobalamin dan adenosilkobalamin (juga
disebut vitamin B12). Sianokobalamin belum diketahui peran fisioiogisnya dan harus diubah
ke bentuk biologis aktif sebelum dapat digunakan oleh jaringan jaringan.
Metilkobalamin adalah bentuk yang diperlukan untuk metionin sintase, yang bertindak
sebagai katalisator dalam perubahan homosistein ke metionin. Bila reaksi tersebut terganggu,
maka metabolisme folat menjadi kacau; dan dalam kekacauan ini yang menjadi latar
belakang kerusakan dalam sintesa DNA dan pada pasien dengan defisiensi kobalamin timbul
adanya bentuk maturasi megaloblastik.
Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofoIat yang tak terkonjugasi,- yang
baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi bentuk lain dari tetrahidrofolat
oleh transfer metil. Ini yang disebut hipotese/o/a/ trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adaiah
substrat yang tak baik untuk enzim konjugasi, keadaan ini sebagian besar tetap dalam bentuk
tak terkonjugasi dan dengan pelan pelan keluar dari sel. Karenanya defisiensi folat di jaringan
akan terjadi, dan ini akan menimbulkan hematoporesis megaloblastik. Hipotesis ini dapat
menerangkan mengapa simpanan folat jaringan pada defisiensi kobalamin secara substansial,
maka dengan penurunan yang tidak seimbang dalam konjugasi, bila dibanding dengan folat
yang tidak terkonjugasi, meskipun kadar serum folat normal atau supranormal. Ini dapat pula
menerangkan mengapa dengan pemberian folat besar dapat menghasilkan remisi hematologik
parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin.
Kadar plasma hemosistein meningkat pada defisiensi folat dan kobalamin, dan kadar
yang tinggi dari homosistein plasma tampaknya merupakan faktor risiko untuk kejadian
trombosis vena dan arteri. Hingga kini belum diketahui bahwa hiperhomosistein yang
diakibatkan oleh defisiensi folat atau kobalamin merupakan predisposisi untuk trombosis atau
mengubah respons dari pengobatan.
Adenilkobalamin diperlukan untuk konversi dari metilmalonil CoA menjadi succinyl
CoA. Tidak adanya kofaktor ini yang berperan penting dalam peniegkatan yang cukup besar
dalam kadar jaringan dari metil malonil CoA dan pendahulunya, yaitu propionii CoA.
Sebagai konsekuensi, maka asam lemak nonfisiologik yang mengandung sejumlah atom
karbon yang berlebihan akan disintesis dan bergabung menjadi Lipid neuronal.
Abnormalitas biokimiawi ini dapat mempunyai sumbangan akan terj adinya komplikasi
neurologis defisiensi kobalamin.

GANGGUAN KLINIS
Sebagaimana tertera dalam klasifikasi anemia megaloblastik, kausa dari anemia
megaloblastik sangat bervariasi tergantung dari keadaan wilayah di dunia ini. Di wilayah
dengan udara dingin, defisiensi folat sering terjadi pada pecandu alkohol, sedangkan
defisiensi kobalamin disebabkan karena anemia pernisiosa atau aklorhidria merupakan tipe
yang sering dari anemia megaloblastik.
Di wilayah tropis, sprue adalah endemik yang merupakan penyebab penting timbulnya
anemia megaloblastik, sedangkan di Skandinavia, adanya cacing pita dalam ikan yaitu
Difilobotrium latumi, mungkin sebagai penyebabnya. Tentang infestasi cacing pita di
masyarakat Bali perlu mendapat perhatian.
Defisiensi kobalamin kebanyakan selalu berkaitan dengan malabsorbsi. Asupan harian
kobalamin lebih dari cukup untuk keperluan tubuh, kecuali pada vegetarian. Berbeda dengan
asupan harian asam folat adalah kecil di banyak wilayah di dunia. Lebih lanjut, karena
simpanan asam folat dalam tubuh relatif rendah, maka defisiensi asam folat dapat timbul
mendadak selama periode berkurangnya asupan atau meningkatnya keperluan metabolik. Dan
terakhir, defisiensi asam folat dapat disebabkan oleh malabsorbsi. Sering pula dua atau lebih
faktor yang berdampingan akan berakibat pada pasien.
Tidak jarang kombinasi defisiensi kobalamin dan asam folat dapat terjadi. Pada para
pasien " tropical sprue " sering timbul defisiensi kedua vitamin tersebut. Lesi biokimiawi
sebagai akibat dalam maturasi megaloblastik dari sel sel sumsum tulang juga dapat
mengakibatkan abnormalitas fungsional dan struktural dari sel sel epitel yang cepat
berproliferasi dari mukosa intestinum. Jadi defisiensi yang berat dari salah satu vitamin dapat
mengakibatkan malabsorbsi.
Anemia megaloblastik dapat pula dipengaruhi oleh faktor faktor yang tak ada kaitannya
dengan defisiensi vitamin. Kebanyakan dari penyebab tersebut dikarenakan obat obat yang
mengganggu sintesis DNA. Meskipun kurang sering, maturasi megaloblastik dapat
merupakan gambaran defek sel induk hematopoietik yang didapat. Dan sangat jarang ialah
adanya defisiensi enzim spesifik yang kongenital.

Defisiensi Kobalamin
Gambaran klinis defisiensi kobalamin melibatkan darah, raktus gastrointestinal, dan
sistema nervorum.Manifestasi hematologis sepenuhnya selalu berakibat anemia, meskipun
sangat jarang purpura, dapat pula tarnpak, karena trombositopeni. Keluhan dari anemia dapat
terungkap seperti rasa lemah, nyeri kepala ringan, vertigo, tinitus, palpitasi, angina dan
keluhan yang berkaitan dengan kegagalan jantung kongestif. Tanda fisik dari pasien dengan
defisiensi kobalamin yaitu pucat, dengan kulit sedikit kekuningan begitu juga mata.
Peningkatan kadar bilirubin ada kaitannya dengan tingginya pelipat gandaan sel sel eritroid
dalam sumsum tulang. Nadi denyutnya cepat, dan jantung mungkin membesar, pada
auskultasi biasanya terdengar bising sistolik.
Manifestasi gastrointestinal karena defisiensi kobalamin akan ada keluhan nyeri lidah,
yang pada inspeksi tampakpapil lidah halus dan kemerahan. Keluhan lain yaitu anorexia
dengan turunnya berat badan, kemungkinan bersamaan dengan diare dan Iain-lain keluhan
gastrointestinal. Manifestasi yang terakhir ini mungkin merupakan bagian dari
megaloblastosis dari epitel usus halus, yang mengakibatkan malabsorbsi.
Manifestasi gangguan neurologis, sering mengakibatkan gagal sepenuhnya dalam
upaya pengobatan. Perubahan patologi yang awal adalah demielinasi, kemudian diikuti oleh
degenerasi aksonal dan akhirnya kematian neuronal; dan stadium akhir dari perjalanan
penyakit ialah tak dapat pulih. Tempat yang menderita gangguan termasuk syaraf perifer;
medula spi-nalis, dimana kolumna posterior dan lateral mengalarni demielinasi; dan juga
serebrum sendiri. Keluhan dan gejala termasuk mati rasa dan parestesia pada ekstrernitas,
kelemahan dan ataksia. Kemungkinan terjadi gangguan dari sfingter. Refleks-refleks
mungkin hilang atau meningkat. Tanda Romberg dan Babinsky mungkin dapat positif dan
rasa sikap dan getaran biasanya hilang. Gangguan mental mulai dari sifat mudah marah yang
ringan dan mudah lupa sampai demensia yang berat atau psikosis yang sesungguhnya.
Hendaklah diingat bahwa penyakit neurologik dapat pula tampak pada pasien dengan
hematokrit dan indeks sel darah merah yang normal.
Kemungkinan akan banyak keuntungannya dengan pemberian suplemen folat dalam
makanan, yang mungkin dapat memperbaiki keadaan seperti gejala neurologis karena
defisiensi kobalamin. Gangguan pelepasan kobalamin dari makanan, kejadiannya belum
dapat diketahui,
Seperti diketahui kobalamin dalam makanan terikat pada enzim dalam daging dan
kemudian dipisahkan dari enzim tersebut oleh asam hidroklorida dan pepsin dalam lambung.
Umumnya orang orang berusia lebih dari 70 tahun mengalami aklonidria. Karenanya mereka
tak mampu untuk membebaskan kobalamin dari sumber makanan tapi memelihara
kemampuan absorbsi kristalin B12, suatu bentuk yang paling sering terdapat dalam
muitivitamih. Ternyata hanya sebagian kecil dari orang orang usia lebih dari 70 tahun yang
mengalami defisiensi kobalamin, tapi banyak yang mengidap perubahan biokimiawi, ini
termasuk kadar yang rendah dari ikatan kobalamin dengan TC II dan peningkatan kadar
hornosistein, yang dapat meramalkan defisiensi kobalamin
Hal yang serupa yaitu para pasien yang mengalami berkurangnya produksi asam
lambung karena obat-obatan, seperti omeprazol, dapat juga mengganggu pelepasan
kobalarnin dari makanan. Nainun, "proton pump inhibitor" tidak menghambat sekrest faktor
intrinsik dari sel-sel parietal.

Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa, dianggap yang paling lazim sebagai penyebab defisiensi kobalamin.
Ini disebabkan karena tidak adanya faktor intrinsik dan adanya atrofi dari mukosa maupun
destruksi autoimun dari sel sel parietal. Untuk or-ang orang Asia hal tersebut jarang terjadi.
Ini merupakan penyakit untuk manusia usia lanjut, jarang untuk usia di bawah 30 tahun,
meskipun anemia perm'sicca yang khas dapat terjadi pada anak umur di bawah 10 tahun
(Juvenile pernicious anemia). Adanya kondisi kelainan yang diwariskan dimana keadaan
bistologik lambung yang normal dan mengeluarkan faktor intrinsik baik yang abnormal
maupun sama sekali tidak disekresi akan mengakibatkan defisiensi pada bayi atau anak
sangat muda.
Kejadian anemia pernisiosa secara substansial meningkat pada pemyakit penyakit
imunologik, termasuk penyakit Grave, miksedema, tiroiditis, insufisiensi adenokortikal
idiopatik, vitiligo, dan hipoparatiroidisme. Pasien anemia pernisiosa juga mempuryai antibodi
dalam sirkulasi yang abnormal, yang berkaitan dengan penyakitnya: yaitu 90% mempunyai
antibodi sel antiparietal, yang langsung melawan H+, K+-ATPase, sedangkan 60%
mempunyai antibodi antifaktor intrinsik. Antibodi sel antiparietal juga dijumpai pada 50%
para pasien atrofi gaster tanpa anemia pernisiosa, demikian pula terdapat pada 10 sampai
15% dari populasi pasien yang tak diseleksi, tetapi antibodi antifaktor intrinsik biasanya tidak
ada pada para pasien tersebut. Sanak keluarga dari para pasien anemia pernisiosa terdapat
peningkatan kejadian penyakit, walaupun keluarga yang terkena kemungkinan juga
mempunyai antibodi antifaktor intrinsik dalam serUmnya. Akhirnya pengobatan dengan
kortikosteroid mungkin dapat memperbaiki penyakitnya.
Pada anemia pernisiosa, sel sel T sitotoksis dapat juga mempunyai andil dalam
destruksi sel sel parietal. Anemia pernisiosa tidak jarang terdapat pada para pasien dengan
agammaglobinemia. Hal ini menunjang peran pada sistem imun seluler sebagai
patogenesisnya. Dan berbeda dengan Helicobacter pylori yang tidak mengakibatkan destruksi
sel parietal pada anemia pernisiosa.
Ciri yang sering dijumpai pada anemia pernisiosa adalah ' atrofi lambung yang
mempengaruhi bagian yang mensekresi asam dan pepsin dari lambung; terkecuali antrum.
Perubahan patologis lain adalah defisiensi kobalamin sekunder; ini termasuk perubahan
megaloblastik dalam lambung dan epitel intestinum dan perubahan neurologik. Abnormalitas
epitelium gaster tampak sebagai cellular atypia dalam preparat sitologik lambung, dapatan ini
harus dibedakan dengan hati hati dari abnormalitas yang tampak pada keganasan.

Pasca Gastrektomi
Setelah gastrektomi atau kerasakan mukosa lambung yang luas karena bahan obat yang
merusak, maka akan terjadi anemia megaloblastik, karena sumber faktor intrinsik telah
dibuang. Pada para pasien yang demikian absorbsi kobalamin yang diberikan oral akan
terganggu. Anemia megaloblastik dapat pula timbul karena gastrektomi parsial, yang
sebabnya belum jelas.

Organisme Intestinal
Anemia megaloblastik dapat tampak pada stasis dari lesi anatomik (striktur, divertikel,
anastomosis, blind loops) atau pseudo obstruksi (diabetes melitus, skleroderma, amiloid).
Anemia disini disebabkan oleh kolonisasi dari sejumlah besar kumpulan bakteri dalam usus
haius yang mengkonsumsi kobalamin intestinal sebelum diabsorbsi. Steatorrhea mungkin
juga dapat dijumpai dalam keadaan demikian, karena metabolisme garam empedu terganggu
bila intestinum dihuni lebih banyak oleh kolonisasi bakteri. Respons hematologis t;lah
diabsorbsi setelah pemberian antibiotik oral seperti tetrasiklin dan ampisilin. Anemia
megaloblastik dapat dijumpai pada orang-orang pengidap cacing pita karena adanya
kompetisi dari cacing dalam memakan kobalamin. Dengan membinasakan cacing pita
tersebut maka problema tersebut dapat diatasi.

Abnormalitas lleum
Definisi kobalamin sering dijumpai pada "tropical sprue", sedangkan hal ini merupakan
komplikasi yang diluar kebiasaan dari "nontropical sprue" (gluten-sensitive enteropathy).
Sebenarnya tiap gangguan yang bersamaan dengan kapasitas absorbsi pada ileum distal dapat
menimbulkan defisiensi kobalamin. Keadaan khusus yaitu termasuk enteritis regional,
penyakit Whipple, dan tuberkulosis. Keterlibatan segmental dari ileum distal oleh suatu
penyakit dapat mengakibatkan anemia megaloblastik tanpa adanya lain manifestasi dari
malabsorbsi intestinal seperti steatorrhea. Malabsorbsi kobalamin dapat juga tampak setelah
reseksi ileum.
SindromZollinger-Elison (hiperasiditas lambung yang hebat karena tumor yang
mensekresi gastrain) dapat mengakibatkan malabsorbsi kobalamin oleh pengasaman usus
halus, akan menghambat transfer vitamin dari ikatan R ke faktor intrinsik dan mengganggu
ikatan kobalamin-FT komplex ke reseptor ileum. Pankreatitis kronik dapat juga
mengakibatkan malabsorbsi kobalamin, tetapi ini hanya selalu ringan dan jarang
menimbulkan defisiensi kobalamin secara klinis. Akhirnya, gangguan kongenital yang jarang
dijumpai, yaitu penyakit Imerslund-Grasbeck, yang melibatkan suatu defek yang selektif
dalam absorbsi kobalamin yang bersamaan dengan proteinuri. Para individu yang mempunyai
suatu mutasi cubulin, yaitu suatu reseptor yang menjadi perantara absorbsi intestinal dari
kompleks kobalamin-FI.

Nitrous Oxide
Menghirup nitrous oxide sebagai obat bius menghancurkan kobalamin yang endogen.
Pemakaian seperti biasanya dan besarnya pengaruh obat bius tidak cukup untuk
menimbulkan defisiensi kobalamin secara klinis, tetapi pemakaian berulang atau yang
berkepanjangan (>6 jam), utamanya pada pasien tua yang mempunyai simpanan kobalamin
pada ambang batas, akan . dapat menyebabkan anemia megaloblastik dan defisit neurologik
akut.

Defisiensi Asam Folat


Penambahan asam folat dalam produk dari biji-bijian dan padi-padian telah disarankan
oleh US Food and Drug Administration sejak Januari 1998, makakejadian defisiensi asam
folat nyata menurun. Para pasien dengan defisiensi asam folat lebih sering kurang gizi
dibanding dengan defisiensi kobalamin. Manifestasi gastrointestinal adalah serupa tetapi
dapat lebih meluas dan lebih berat dari anemia pernisiosa.
Diare sering ada, dan cheilosis dan glossitis juga dialami. Namun, berlawanan dengan
defisiensi kobalamin, tidak tampak adanya abnormalitis neurologik.
Manifestasi hematologik dari defisiensi asam folat adalah sama dengan defisiensi
kobalamin. Defisiensi asam folat secara umum berhubungan dengan satu atau lebih faktor
seperti: asupan yang tak memadai, keperluan yang meningkat, atau malabsorbsi.
Asupan yang tak memadai. Para peminum alkohol akan dapat mengalami defisiensi
asam folat karena sumber utama asupan kalori yang dikonsumsi berasal dari minuman
beralkohol. Alkohol dapat mengganggu metabolisme folat. Pecandu narkotik juga mudah
menjadi defisiensi folat karena malnutrisi. Banyak individu fakir miskin dan usia lanjut yang
mendapat makanan yang kurang akan menderita defisiensi folat.
Keperluan yang meningkat. Jaringan jaringan yang relatif pembelahan selnya sangat
cepat seperti sumsum tulang, mukosa usus, memerlukan cukup besar akan folat. Karenanya,
para pasien anemia hemolitik kronik atau penyebab lain terjadinya eritropoiesis yang aktif
akan mengalami defisiensi. Perempuan hamil mempunyai risiko nnggi untuk terjadi
defisiensi folat karena keperluan yang oeningkat bersamaan dengan perkembangan janin.
Bila asfisiensi timbul pada minggu pertama kehamilan, maka dapat mengakibatkan defek
saluran saraf pada neonatus.
Kadang kadang pada kehamilan tersebut tak dapat mendeteksi, sampai defek tersebut
telah berkembang; jadi, ketentuan suplementasi folat pada perempuan setelah mereka
mengetahui hamil, tidaklah efektif. Namun demikian, suplementasi makanan yang
mengandung folat, dapat mengurangi defek saluran saraf sampai lebih dari 50%. Defisiensi
folat dapat tampak selama masa pertumbuhan cepat bayi dan remaja. Para pasien dengan
hemodialisa kronik perlu diberi suplementasi folat guna mengganti folat yang hilang.
Malabsorbsi. Defisiensi folat sering menyertai Tropical sprue, baik gejala
gastrointestinal maupun malabsorbsi akan membaik dengan pemberian asam folat atau
dengan antibiotik oral. Pada pasien dengan nontripocal sprue (glu-ten-sensitive enteropathy)
dapat pula berkembang secara nyata timbulnya defisiensi asam folat yang sejalan dengan
parameter dari malabsorbsi. Hal yang serupa, adalah defisiensi folat pada pecandu alkohol
dapat pula karena kemungkinan dari malabsorbsi. Termasuk pula gangguan usus halus
kadang-kadang bersamaan dengan defisiensi folat.

Obat- obatan
Selanjutnya masalah defisiensi folat atau kobalamin yang sering menjadi penyebab
anemia megaloblastik adalah obat obatan. Bahan obat yang mengakibatkan anemia
megaloblastik, disebabkan karena mengganggu sintesis DNA, baik secara langsung atau
melawan kerja folat. Ini dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Langsung penghambat sintesis DNA, mereka termasuk analog purin (6-tioguanin,
azatioprin, 6-merkaptopurin), analog pirimidin (5-fluorourasil, sitosin arabinose), dan obat
yang mengganggu sintesis DNA dengan berbagai macam mekanisme (hidroksiurea,
prokarbazin). Obat antivirus zidovudin (AZT), yang digunakan untuk pengobatan HIV,
sering menimbulkan anemia megaloblastik berat.
Antagonis folat. yang paling toksikdari golongan ini adalah metotreksat, suatu
penghambat yang kuat pada dihidrofolat reduktase, yang digunakan untuk pengobatan
keganasan tertentu dan penyakit-penyakit reumatik tertentu. Yang kurang toksik tetapi
mampu untuk menimbulkan anemia megaloblastik adalah beberapa penghambat dihidrofolat
reduktase yang lemah, yang digunakan untuk pengobatan berbagai macam kondisi
nonmalignan. Obat-obatan tersebut termasuk pentamidin, trirnetoprim, triamteren, dan
pirimetamin.
Lain-lain. Sejumlah obat yang melawan folat dari mekanismenya yang sukar
dimengerti, akan tetapi dipikirkan ikut serta dan menyangkut pada absorbsi dari vitamin oleh
intestinum. Dalam kelompok ini adalah "anticonvulsants" fenitoin, primidon, dan
fenobarbital. Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh obat obat tersebut adalah ringan.

Mekanisme Lain
Sebab herediter. Anemia megaloblastik dapat tampak pada beberapa penyakit herediter.
"Orotic aciduria" suatu defisiensi orotidilik dekarboksilase dan fosforilase, karena defek
dalam rnetabolisrae pirimidin dan dengan ciri adanya pertumbuhan yang terlambat dan
perkembangan maupun dari ekskresi sejumlah besar dari asam orotik. Malabsorbsi folat yang
kongenital penyebab anemia megaloblastik, bersaraaan dengan ataksia dan retardasi mental.
Anemia megaloblastik yang responsif dengan tiamin yang disertai dengan ketulian
saraf dan diabetes melitus pernah dilaporkan pada beberapa anak. Perubahan megaloblastik
yang disertai berinti banyak dari pendahulu sel darah merah dapat dilihat dalam sumsum dari
para pasien tertentu dengan anemia dyserythropoietik kongenital, suatu golongan
gangguan/penyakit yang diwariskan dengan ciri anemia ringan sampai sedang dan
perjalanannya tidak ganas.
Defisiensi TCII, seperti abnormalitas yang diwariskan pada absorbsi kobalamin sebagai
penyebab defisiensi yang mencolok dari kobalamin pada bayi atau awal masa kanak kanak.
Anemia megaloblastik tak dijumpai pada defisiensi TC I yang diwariskan.

ANEMIA MEGALOBLASTIK YANG REFRAKTER


Eritropoiesis megaloblastik kadang kadang dapat tampak pada mielodisplasia.
Perubahan megaloblastik terbatas pada seri sel darah merah. Mielodisplasia sering
menghasilkan perbedaan gambaran morfologik yang lebih jelas pada normoblas ortokromatik
dimana inti megaloblastik berhubungan dengan sitoplasma yang sangat hipokromik. Varian
ini disebut" megaloblastoid " yang merujuk pada defek maturasi inti dan sitoplasma.
"Megaloblastoid " tidak berarti" megaloblastoid ringan". Seperti halnya bentuk lain dari
mielodisplasia, anemia megaloblastik refrakter ada hubungannya dengan peningkatan
kejadian leukemia akut.
Perubahan megaloblastik tampak pada mielosis eritremik dari eritrolekemia akut, di
mana pendahulu sel darah merah nyata terlibat.
DIAGNOSIS
Guna menegakkan diagnosis anemia megaloblastik, perlu menelusuri baik pemeriksaan
fisis maupun pemeriksaan laboratoris darah juga sumsum tulang. Pemeriksaan laboratorium
darah meliputi hemoglobin, hematokrit, retikulosit, leukosit, trombosit, hitung jenis, laju
endap darah, serum vitamin B12, serum folat, folat eritrosit, MCV dan Iain-lain tes khusus
yang sesuai. Pemeriksaan film/ hapusan darah perifer perlu diperhatikan bentuk bentuk sel sel
darah merah, leukosit, dan trombosit. Didapatkan secara nyata makrositosis yaitu MCV lebih
dari 100 fl maka perlu dipikirkan akan adanya anemia megaioblastik. Penyebab lain
makrositosis terrnasuk hemolisis, penyakit hati, alkoholisme, hipotiroidisme, dan anemia
aplastik. Bila makrositosis nyata yaitu MCV lebih dari 110 fl, maka pasien tersebut lebih
condong pengidap anemia megaloblastik. Makrositosis jarang tampak bersamaan dengan
defisiensi besi atau thalassemia. Indeks retikulosit yang rendah, dan jumlah leukosit maupun
trombosit mungkin pula menurun, terutama pada para pasien dengan anemia berat. Dari
gambaran darah perifer, tampak dengan nyata adanya anisositosis dan poikilositosis,
bersamaan dengan makroovalositosis, yaitu sel darah merah dengan hemoglobinisasi penuh
merupakan ciri dari anemia megaloblastik. Dapat dijumpai pula adanya beberapa bintik
basofilik, dan kadang kadang ditemukan sel darah merah yang berinti. Pada seri leukosit,
yaitu adanya netrofil yang tampak adanya inti dengan segmen lebih dari 5 atau 6 dan dikenal
dengan istilah hipersegmen. Temuan ini merupakan ciri khas, maka hendaknya meningkatkan
dugaan kearah anemia megaloblastik. Myelosit yang jarang mungkin pula tampak. Juga dapat
pula ditemukan bentuk trombosit yang aneh. Dari pemeriksaan sumsum tulang ditemukan
adanya hiperselular dengan penurunan rasio mieloid/eritroid dan berlimpah besi yang tercat.
Perintis/pendahulu sel darah merah tampak adanya sel yang besar abnormal dan mempunyai
inti yang tampaknya kebanyakan kurang matur, hal ini perlu diperkirakan dari perkembangan
sitoplasma (nuclear-cytoplasmic asynchrony). Kromatin inti lebih tersebar dari yang diduga,
dan ia memadat dalam gambaran yang sangat khas sebagai ciri dari eritropoiesis
megaloblastik. Mitosis abnormal dapat tampak. Perintis granulosit juga dirusak, tampak
banyak yang menjadi besar dari yang normal, termasuk band yang sangat besar dan
metamielosit. Jumlah megakariosit menurun dan tampak morfologi yang abnormal.
Ciri anemia megaloblastik adalah eritropoiesis yang tak efektif. Pada pasien dengan
megaloblatik berat, sebanyak 90% perintis sel darah merah mungkin dihancurkan dan mereka
diedarkan dalam aliran darah, dibanding dengan 10% sampai 15% pada individu normal.
Meningkatnya penghancuran eritroblas dalam medula sumsum tulang akan berakibat
peningkatan bilirubin yang tak terkonjugasi dan asam laktat dehidrogenase (isoenzim 1)
dalam plasma.
Guna mengevaluasi pasien dengan anemia megaloblastik, sangat penting untuk
menentukan apakah ada defisiensi vitamin yang spesifik dengan mengukur kadar serum
kobalamin dan folat. Nilai kobalamin normal dalam serum adalah antara 300 sampai 900
pg/ml; nilai kurang dari 200 mg/ml menunjukkan adanya defisiensi yang nyata secara klinis.
Tampaknya ini berbeda dengan kriteria WHO seperti yang tertera di depan. Pengukuran dari
kobalamin yang terikat pada TC II, sebenarnya lebih fisiologik guna pengukuran status
kobalamin, tapi pengukuran kadar dengan cara tersebut belum dapat dilakukan secara rutin
saat ini. Kadar serum normal dari asam folat berkisar antara 6 sampai 20 ng/ml; nilai sania
atau di bawah 4 ng/ral secara umura dipertimbangkan untuk diagnostik dari defisiensi folat.
Tidak seperti serum kobalamin, kadar serum folat dapat menggambarkan adanya perubahan
baru pada asupan makanan. Pengukuran kadar folat dalam sel darah merah sangat berguna
untuk mendapat informasi, tetapi ini bukannya subyek guna melihat fluktuasi jangka pendek
dari asupan folat dan hal ini lebih dari serum folat sebagai indeks dari simpanan folat.
Saat defisiensi kobalamin telah dipikirkan, maka patogenesisnya dapat dilacak dengan
menggunakan tes Schilling. Pasien diberi kobalamin radioaktif oral, dan segera diikuti setelah
itu dengan penyuntikan intramuskular kobalamin tanpa dilabel.
Proporsi radioaktivitas yang diberikan akan dikeluarkan dalam urin selama 24 jam
berikutnya, hal ini akan menetapkan suatu ketelitian ukuran dari absorbsi kobalamin dan
dianggap bahwa sampel urin yang menyeluruh telah dikumpulkan. Karena defisiensi
kobalamin hampir selalu karena malabsorbsi, tingkat pertama dari tes Schilling harus
abnormal (misal didapat sejumlah kecil radioaktivitas dalam urin). Kemudian pasien diberi
kobalamin terikat pada faktor intrinsik yang dilabel. Absorbsi dari vitamin akan mencapai
normal pada pasien yang menderita anemia pernisiosa atau beberapa tipe lain dari defisiensi
faktor intrinsik. Bila absorbsi kobalamin masih tetap rendah, maka pasien mungkin terdapat
pertumbuhan berlebihan dari bakteri ("blind loop syndrome") atau penyakit ileum (termasuk
defek absorbsi ileum sekunder karena defisiensi kobalamin itu sendiri). Malabsorbsi
kobalamin karena kelebihan pertumbuhan bakteri sering dapat dikoreksi dengan pemberian
antibiotik. Tes Schilling dapat menetapkan informasi yang cukup dipercaya setelah pasien
mendapat terapi yang memadai dengan kobalamin parenteral.
Tes Schilling yang normal pada pasien yang telah dibuktikan dengan defisiensi
kobalamin, akan memberi petunjuk adanya absorbsi yang jelek dari vitamin bila dicampur
dengan makanan. Ini dapat ditegakkan dengan mengulang tes Schilling dengan kobalamin
radioaktif yang diaduk dengan telur.
Kadar serum dari asam metilmalonat dan homosistein juga berguna untuk diagnosis
anemia megaloblastik. Keduanya meningkat pada defisiensi kobalamin, namun peningkatan
homosistein, tapi bukan asam metil malonik dapat terjadi pada defisiensi folat. Tes-tes
tersebut mengukur simpanan vitamin dalam jaringan dan dapat menunjukkan suatu defisiensi
meskipun bila pemeriksaan yang sederhana, tapi kurang dipercaya pada kadar folat dan
kobalamin yaog didapatkan dan hasilnya pada ambang batas atau dalam batas normal. Para
pasien terutama usia lanjut, tanpa anemia dan dengan kadar serum kobalamin normal, tetapi
terdapat peninggian kadar serum asam metil malonat dapat mengakibatkan abnormalitas
neuropsikiatrik.
Pengobatan para pasien defisiensi kobalamin yang tak kentara biasanya akan mencegah
kemerosotan lebih lanjut dan mungkin berhasil memperbaiki kesehatan pasien.
PENGOBATAN
Setelah diagnosis defisiensi kobalamin ditegakkan maka perlu memberikan terapi
spesifik berkaitan dengan penyakit dasar yang melatar beiakangi, misainya adanya
pertutnbuhan bakteri yang berlebihan dalam intestinum perlu diberi andbiotik, sedangkan
terapi utama untuk defisiensi kobalamin adalah terapi pengganti. Sebab defek yang ada,
biasanya selalu malabsorbsi, maka para pasien diberi pengobatan parenteral, terutama dalam
bentuk suntikan kobalamin intramuskular.
Awal pemberian terapi parenteral dengan kobalamin 1000 ug i.m, tiap minggu sampai 8
minggu, kemudian diianjutkan suntikan i.m kobalamin 1000 ug tiap bulan dari sisa hidup
pasien. Defisiensi kobalamin dapat dikelola secara efektif dengan pemberian terapi oral
dengan kristalin B12 sejumlah 2 mg per hari; namun ketidak patuhan lebih besar pada terapi
oral dibanding terapi i.m.
Respons terapi adalah memuaskan. Segera seteiah terapi dimulai, dan beberapa hari
sebelum respons hematologis tampak nyata dalam darah perifer, pasien merasakan kekuatan
meningkat dan ada perbaikan kesehatannya. Morfologi sumsum tulang mulai kembali ke
keadaan normal dalam waktu beberapa jam seteiah terapi dimulai. Retikulositosis mulai pada
hari ke-4 sampai hari ke-5 seteiah terapi dimulai dan mencapai puncak kurang lebih 7 hari,
dan remisi berikutnya dari anemia seteiah beberapa minggu. Bila retikulositosis tidak tampak,
atau bila kurang cepat dari yang diharapkan dari kadar hematokrit, maka perlu dicari
kemungkinan faktor lain yang mengakibatkan anemia (a.l. infeksi, bersamaan dengan
defisiensi besi atau folat, atau hipotiroidisme). Hipokalemia dan retensi garam dapat tampak
lebih awal dalam perjalanan terapi. Trombositosis mungkin ditemukan.
Pada kebanyakan kasus, terapi pengganti adalah semua yang diperlukan guna
pengobatan defisiensi kobalamin. Kadang kadang pasien menunjukkan anemia yang berat
disertai pula gangguan yang membahayakan keadaan kardiovaskular yang gawat maka
diperlukan transfusi. Ini perlu dilakukan dengan hati hati, sebab pasien yang demikian dapat
berkembang menjadi gagal jantung karena adanya kelebihan cairan.
Darah harus diberikan pelan pelan dalam bentuk PRC (Packed Red Blood Cells), dan
harus selalu dalam pengawasan. Volume PRC yang diberikan sedikit demi sedikit akan cukup
guna menghindari masalah gagal kardiovaskular akut.
Dengan pengobatan jangka lama selama hidupnya, para pasien akan mengalami tidak
berlanjutnya manifestasi defisiensi kobalamin, namun gejala neurologiknya tidak sepenuhnya
dapat dikoreksi meskipun dengan terapi yang optimal. Pada pasien anemia pernisiosa perlu
dengan cermat diawasi dan selalu diikuti perkembangannya karena adanya potensi untuk
berkembang menjadi karsinoma lambung.

Anda mungkin juga menyukai