Anda di halaman 1dari 22

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Perubahan Kulit Selama Kehamilan

Kehamilan adalah masa perubahan fisiologis yang signifikan dan


kompleks. Beberapa perubahan ini disebabkan produksi dari berbagai protein dan
hormonsteroid oleh unitfeto-plasenta dan juga oleh peningkatan aktivitas dari
hipofisis, tiroid, dan kelenjar adrenal. Adapun beberapa perubahan kulit selama
kehamilan yang akan dibahas, yaitu :
 Hiperpigmentasi
Terjadi pada hampir 90 % semua ibu hamil. Hal ini berhubungan
dengan adanya peningkatan efek Melanocyte-Stimulating-Hormone (MSH)
atau peningkatan estrogen dan progesteron. Alt Meyer dan kawan-kawan,
memperlihatkan peningkatan kadar yang bermakna dari α-MSH, melatonin,
adrenokortikotropin, atau hormon adrenokortikotropik (ACTH).
 Melasma
Melasma adalah hiperpigmentasi makular yang menyeluruh pada
wajah. Melasma mempengaruhi 50-75% pada wanita hamil, distribusi
tersering pada centrofacial. Walaupun istilah cloasma masih tetap dipakai, ini
hanya terbatas pada kasus-kasus yang terjadi selama hamil (topeng
kehamilan). Terjadi pada ± 70 % wanita hamil, tetapi dapat juga terjadi pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi hormon.
 Selective hyperpigmentation
Selective hiperpigmentation adalah hiperpigmentasi ringan terutama
pada areola mamma dan kulit sekitar genital. Leher bisa menjadi lebih gelap,
papalomatous, kemudian menjadi akantosis.
4

Gambar 1: melasma, hiperpigmentasi makular yang menyeluruh.

II.2 Perubahan Vaskular Selama Kehamilan


Kehamilan menyebabkan dilatasi dan proliferasi pembuluh darah.
Walaupun ini diduga akibat peningkatan estrogen, mekanismenya belum
sepenuhnya diketahui.
 Telangiectasis
Dilatasi pembuluh darah yang menetap oleh karena paparan sinar
matahari yang kronis atau karena radiasi.4
5

Gambar 2: Telangiectasis

 Spider angioma
Nevus araneus dengan arteriola di tengah, dikelilingi pembuluh-
pembuluh darah lebih banyak terjadi di area yang terkena matahari. Spider
angioma yang multipel juga bisa terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh
penurunan katabolisme di hepardan pada wanita normal tidak hamil kelainan
ini bisa hilang spontan.

Gambar 3: Spider angioma

 Eritema palmar
Bisa terjadi pada banyak wanita hamil, tetapi juga bisa dihubungkan
dengan penyakit liver, karena estrogen dan penyakit vaskular kolagen.
Perubahan ini bisa berkurang tanpa terapi dan hilang setelah persalinan.
6

Gambar 4: Eritema palmar

 Pyogenik Granulane
Bentuk nodular yang kemerahan dan berair, berasal dari proliferasi
jaringan granulasi. Lesi ini bisa ada di mana saja, tetapi terutama di
gingiva.Terapinya adalah eksisi atau kauter. Beberapa lesi bisa hilang spontan
setelah melahirkan. Bendungan vena dan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah selama kehamilan, umumnya disebabkan oleh edema kulit
dan jaringan subkutaneus, terutama di vulva dan kaki. Varicosities bisa terjadi
di kaki dan sekitar anus (hemoroid) menghilang setelah melahirkan walaupun
sering tidak sembuh sempurna.

Gambar 5: Pyogenik Granulane

II.3 Perubahan Jaringan Ikat Selama Kehamilan


Perubahan-perubahan kolagen dari jaringan ikat pada kehamilan belum
terlalu jelas.
7

 Striae distensae
Stretch mark atau striae distensae atau striae gravidarum adalah lesi
kulit yang umum hampir 90% pada wanita hamil trimester ke tiga, yang
ditandai dengan garis-garis atrofi warna merah muda. Predileksi di perut,
bokong, payudara, atau paha. Lebih lebih sering terjadi pada wanita yang lebih
muda, wanita dengan bayi yang lebih besar, dan wanita dengan indeks massa
tubuh yang lebih. Penyebab stretch markmultifaktorial dan termasuk faktor
fisik (misalnya, peregangan kulit) dan faktor hormonal (misalnya, efek steroid
adrenokortikal, estrogen, dan relaxin pada serat elastis kulit).

Gambar 6: striae distense

 Linea nigra
Linea nigra adalah garis hiperpigmentasi yang ditemukan di perut
pada wanita hamil dan biasanya terlihat pada trimester kedua. Garis ini
biasanya vertical, berwarna hitam berpigmen kecoklatan di sepanjang
garis tengah kulit dan dapat berkembang. Hal ini terjadi sebagai bentuk
ketegangan pada peningkatan dinding perut dengan adanya kemajuan usia
kehamilan. Jika semakin terlihat dan terutama pada wanita multipara,
hanya lapisan kulit, fasia, dan peritoneum yang dapat menutupi dinding
rahim anterior, serta bagian janin dapat diraba melalui celah otot ini.
8

Gambar 7: Striae and linea nigra

II.4 Perubahan Pertumbuhan Rambut Selama Kehamilan


 Hirsutisme
Hirsutisme dan jerawat banyak ditemukan terutama pada wanita hamil.
Selama kehamilan, fase anagen (pertumbuhan rambut) meningkat relatif
terhadap fase telogen (rambut beristirahat). Rambut kulit kepala menjadi lebih
banyak selama kehamilan yang disebabkan oleh peningkatan diameter rata-
rata rambut kulit kepala. Rata-rata persentase rambut anagen meningkat dari
normal 85-95% pada trimester kedua yang disebabkan karena estrogen
memperpanjang fase anagen dan memperlambat konversi rambut dari anagen
ke fase telogen. Androgen menyebabkan pembesaran folikel di daerah
responsif seperti wajah. Setelah melahirkan, mempercepat konversi dari
anagen ke fase telogen dan ini menghasilkan rambut rontok mulai dari 70-80
hari atau 1-4 bulan post partum. Walaupun pertumbuhan rambut yang
sempurna selalu terjadi. Rambut mungkin bisa tidak menjadi lebat seperti
sebelumnya. Bahwa pertumbuhan rambut normal biasanya dikembalikan
dalam 6-12 bulan. Hirsutisme pada fasial bagian bawah bisa disertai akne. Ini
disebabkan oleh efek dari ovarium dan hormon androgen dari plesenta
terhadap kelainan pilosebasea.
9

Karena pertumbuhan rambut dimodulasi oleh estrogen, androgen,


hormon tiroid, glukokortikoid, dan prolaktin, maka tidak mengherankan
bahwa hirsutisme ringan dan rambut rontok berpola umum terjadi selama
kehamilan. Pertumbuhan rambut yang berlebihan paling umum pada wajah,
meskipun tungkai, dan punggung juga mungkin akan terpengaruh. Kondisi
yang dikaitkan dengan fluktuasi hormonal karena pertumbuhan rambut,
biasanya akan normal kembali setelah melahirkan.

II.5 Perubahan Kuku Selama Kehamilan


Pertumbuhan kuku umumnya meningkat selama kehamilan. Kuku menjadi
lebih rapuh dan lembut. Onikolisis distal dan hiperkeratosis subungual dapat
terjadi. Beau’s lines berkembang setelah melahirkan. Biasanya, perubahan kuku,
perawatan kuku yang baik, menghindari penggunaan sensitizer kuku eksternal,
dan memperbaiki masalah tersebut.
Pertumbuhan kuku biasanya meningkat pada awal kehamilan kemudian
memperlambat setelah postpartum. Longitudinal melanonychia yang muncul
selama kehamilan dan memudar secara spontan setelah postpartum mungkin
manifestasi lain dari hiperpigmentasi. Perubahan kuku persisten setelah
postpartum harus dicurigai kemungkinan penyakit lain seperti psoriasis, lichen
planus, dan infeksi jamur.

II.6 Aktivitas Kelenjar Selama Kehamilan


Aktivitas kelenjar umumnya meningkat selama kehamilan, hal tersebut
sering menimbulkan hiperhidrosis, miliaria, dan dyshidrotic. Aktivitas kelenjar
apokrin biasanya menurun selama kehamilan. Fungsi kelenjar sebasea meningkat.
 Akne Vulgaris
Akne merupakan penyakit dari pilosebasea. Dipengaruhi oleh
androgen seperti testosteron dan dehydropiandrosteron sulfate (DHEA-S),
yang meningkatkan aktivitas kelenjar sebasea. Sementara itu, estrogen
mengurangi aktivitas dan ukuran kelenjar sebasea. Bisa berupa papul-papul
eritametosa, pustul, komedo, dan kista pada wajah, punggung dan dada.
10

Kehamilan mempunyai pengaruh yang bervariasi terhadap akne karena


adanya beberapa faktor yang mempengaruhi selain hormonal.

II.7 Problem Kulit pada Wanita Hamil


II.7.1 Cholestasis of Pregnancy (CP)
Cholestasis of Pregnancy (CP) pertama kali muncul di Chili dan di
Skandinavia (3%- 14%) dan diduga berhubungan dengan faktor makanan.
Penyakit ini timbul pada trimester ketiga kehamilan yang menyebabkan terjadinya
gangguan sekresi empedu.

Gambar 8 : Cholestasis of Pregnancy


a. Epidemiologi
CP pada kehamilan ditemukan sebanyak 70% kasus dan dari
10.000 kehamilan terdapat sekitar 10 sampai 150 kasus. Dilaporkan
di Amerika angka kejadian mencapai 70 kasus per 10.000 kehamilan.
Sebanyak 50% kasus CP disebabkan oleh riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama dan berhubungan dengan multigravida.
Sebanyak 60%sampai 70% kasus merupakan kejadian kambuhan atau
timbul kembali pada kehamilan berikutnya.
b. Patofisiologi
Patofisiologi dari CP masih diperdebatkan dan belum jelas
diketahui, akan tetapi faktor hormonal dan faktor genetik dianggap
merupakan faktor yang paling berpengaruh pada terjadinya CP. Pada
faktor hormonal, estrogen mengganggu difusi dari aliran
yang melewati membran kanalikular dari hepatosit dan sekresi asam
11

empedu. Progestin menghambat hepatic glucoronyl-transferase, dan


menurunkan clearance estrogen serta meningkatkan efek progestin.
Jadi yang mempengaruhi terjadinya CP adalah adanya perubahan
metabolisme estrogen di hati yang menghasilkan penurunan volume
empedu dan ekskresinya.
Faktor genetik penyebab terjadinya CP didukung oleh hubungan
keluarga dan geografis. Dari penelitian mengindikasikan kejadian
tertinggi CP pada ibu pasien dengan CP keturunan yang progresif atau
CP kambuhan yang jinak. Pasien dengan CP keturunan progresif
menunjukkan 3 macam mutasi gen dari 3 gen resisten multidrug yang
mengkode kanalikular phosphatidylcholine translocase. Faktor resiko
terjadinya CP pada beberapa kasus berat dapat disebabkan oleh defesiensi
vitamin K, misalnya perdarahan intrakranial dan perdarahan uterus.
c. Gambaran Klinis
Ciri-ciri yang bisa terlihat adalah pruritus yang merata dengan
atau tanpa jaundice, sedang pada lesi primer kulit tampak ekskoriasis
atau bahkan tak t am pa k, p em e ri ks a a n bi o ki m i a t et ap
ab no rm al d i s er t a i d en ga n kolestasis, dan menghilang setelah satu
bulan melahirkan. Pada 40% - 70% ditemukan kekambuhan kembali pada
kehamilan berikutnya.
CP dapat dibagi sesuai dengan keadaan pasien, yaitu pasien
dengan hiperbilirubinemia (cholestatic jaundice of pregnancy) dan pasien
dengan pruritus yang disertai dengan pemeriksaan biokimia yang
abnormal tetapi tanpa hiperbilirubinemia (prurigo gravidarum). Untuk
menegakkan diagnosis CP pada riwayat penderita yang pernah sakit
hepatitis virus dan hepatotoksik disebabkan oleh obat harus disingkirkan.
Ikterus kolestasis pada kehamilan harus dibedakan dengan kelainan
yang disebabkan oleh jaundice. Pruritus sekunder timbul bersamaan
dengan penyakit kulit lainnya atau timbul bersama dengan
penyakit kulit spesifik pada kehamilan.
d. Pemeriksaan Laboratorik
12

CP berhubungan dengan peningkatan serum asam empedu (1.349


µg per 100 ml), dominasi asam kolik dan abnormalitas ringan dari tes
fungsi hati, meliputi peningkatan koles terol,
trigliserid, fosfolipid, alkalinfosfatase, 5-nukleotida dan
lipoprotein x dapat menyebabkan peningkatan bilirubin dari ringan ke
moderat (2-5 mg/dl pada pasien jaundice). Kadar serum dari
asam empedu berhubungan dengan keparahan dari pruritus. Malabsorbsi
dari lemak sekunder pada kolestasis dapat menyebabkan kehilangan
berat badan dan defisiensi vitamin K pada beberapa kasus berat.
Pada biopsi kulit ditemukan secara non spesifik perubahan dari
kolestasis ringan yaitu pelebaran kanalikuli empedu dan timbul
pigmen-pigmen empedu pada parenkim dengan inflamasi minimal.
Menurut Haemmerli pada tahun 1966 disebutkan bahwa kolestasis secara
klinis ditandai oleh hasil moderat dari pemeriksaan biokimia dan
hasil minimal dari pemeriksaan histologi .
e. Penatalaksanaan
Pengobatan secara simptomatik pada CP ringan dapat
diberikan antipruritik emolin, primrose oil, antipruritik topikal. Dapat
juga digunakan UVB atau antihistamin tetapi jarang
efektif. Pengobatan epomediol dan sylimari dapat membantu
mengontrol pruritus pada CP ringan. S–denosyl-L-methionine
juga telah menunjukkan efek yang baik pada pruritus dan reaksi biokimia
pada pasien dengan CP ringan.
Pada kasus berat diobati dengan resin penukar ion, seperti
Cholesteramine atau asam ursodeoxycholic. Asam ursodeoxycholic
diberikan secara oral dengan dosis of 15 mg/kg per hari selama 3 minggu
dapat mengontrol pruritus and abnormalitas biokimia dan dapat
menurunkan resiko yang memiliki efek yang tidak diinginkan pada janin.
Pemberian kortikosteroid juga memberikan manfaat yang cukup besar
pada pasien CP dengan kasus berat. Jika CP telah melewati minggu
terberat, terjadi kerusakan absorpsi vitamin K sehingga meningkatkan
13

perpanjangan prothrombin time. Prothrombin time harus selalu dimonitor


secara rutin dan diperlukan pemberian vitamin K intramuskular.

II.7.2 Pemphigoid Gestationis/Herpes Gestasionis (PG)


Penyakit ini merupakan dermatosis bula autoimun yang langka dan
jarang, juga berhubungan dengan gangguan trofoblastik atau kehamilan mola.
a. Patofisiologi
PG merupakan suatu kelainan kulit pada kehamilan yang
berhubungan dengan penyakit autoimun. Sebagian pasien menghasilkan
antibodi-antibodi terhadap 2 protein hemidesmosomal, BP 180 (BPAG2,
kolagen XVII) dan BP230 yang seringkali lebih sedikit. Secara historis
diketahui sebagai faktor gestasionis herpes, antibodi-antibodi yang
bersirkulasi ini memiliki subklas-subklas G1 yang memiliki heat-stable
immunoglobulin.Keterikatan IgG dengan membran dasar memicu reaksi
imun, menghasilkan vesikel dan bula-bula subepidermal.
Pada tahun 1999, Chimanovitch et al. menunjukkan bahwa cairan
serum Herpes Gestasionis mengenali 5 epitopes yang berbeda di dalam
BP180 NC16A, 4 di antaranya telah dilaporkan sebagai antigen mayor
yang merupakan target dari antibodi-antibodi bullous pemphigoid.
Pemicu pada pengembangan autoantibodi di dalam PG bersifat
elusif. Reaktivitas silang antara jaringan plasenta dan kulit telah
diperkirakan berperan. PG memiliki hubungan kuat dengan HLA-DR3
(61-80%) dan HLA-DR4 (52%), atau keduanya (43-50%), dan sebenarnya
semua pasien dengan riwayat PG memiliki antibodi-anti HLA. Plasenta
diketahui menjadi sumber utama atas antibodi-antibodi yang berlainan
secara paternal dan dengan demikian dapat menunjukkan target
imunologis selama gestasi.
b. Epidemologi
Di Amerika Serikat, PG memiliki prevalensi 1 kasus
dalam 50,000-60,000 kelahiran. Secara internasional, penemuan-
penemuan dari studi-studi di Eropa memberikan penjelasan
14

bahwa PG memiliki seluruh insidensi 0,5 kasus per juta orang per tahun.
Pada tahun 1999, sebuah studi menemukan kelompok terbesar dari 87
pasien di Inggris dengan total kehamilan 278, dan di mana yang menderita
komplikasi PG sebanyak 142 pasien.
Secara mortalitas/morbilitas, tidak ada peningkatan mortalitas
maternal atau fetal yang telah diketahui. Besarnya prevalensi bayi-bayi
prematur dan kurang masa kehamilan (KMK) pada usia gestasional
berhubungan dengan PG. Sebanyak 5-10% bayi yang dilahirkan
terpengaruh dengan ibunya bisa menunjukkan penularan secara kutan,
dengan larutan autoantibodi maternal yang telah dibersihkan.
Pasien-pasien dengan PG memiliki prevalensi relatif atas penyakit-
penyakti autoimun lainnya, termasuk Hashimoto thyroiditis, penyakit
Graves dan anemia berat, berhubungan pula dengan haplotipe DR 4 dan
HLA-DR3. PG jarang diderita oleh orang-orang berkulit hitam dari pada
orang-orang berkulit putih, dapat mencerminkan hubungannya dengan
haplotipe HLA khusus. Kondisi ini hanya mempengaruhi kaum wanita.
c. Gejala Klinis
Pada sekitar setengah kasus yang pernah diteliti, lesi
awal PG adalah lesi urtikaria di abdomen. Penyakit tersebut sesungguhnya
disebut herpes gestasionis dengan berdasarkan pada ciri bula yang berbentuk
herpes morfologis, namun istilah ini merupakan pemberian nama yang
salah dikarenakan tidak ada hubungan dengan beberapa infeksi virus
herpes sebelumnya dan yang aktif. Tanda khas dari PG ini adalah adanya
vesikel, bula serta pruritus.
Secara khusus PG timbul pada akhir trimester ketiga kehamilan,
berupa serangan akut dari papula urtikaria pruritik serta bula pada perut
bagian bawah dan sekitar anus. Pruritus sering menggangu di dalam
aktivitas keseharian. Lesi bisa muncul selang beberapa waktu selama
kehamilan tetapi lesi itu paling umum berkembang selama trimester ke
dua dan ke tiga dalam kehamilan dengan onset rata-rata 21 minggu dari
15

10.000 sampai 50.000 kehamilan dan onset pada periode postpartum rata-
rata 20% kasus.
Gejala-gejala bisa reda pada akhir kehamilan, akan tetapi
pemulihan kembali secara luar biasa terjadi pada masa postpartum. PG
biasanya muncul secara spontan selama berminggu- minggu hingga
berbulan-bulan sesudah melahirkan dan mungkin lebih cepat pada saat
menyusui.
PG bisa kambuh pada haid yang terus menerus, penggunaan
kontrasepsi oral dan dapat terjadi pada kehamilan berikutnya. Studi cohort
pada tahun 1999 oleh Jenkins et al., menunjukkan tidak ada hubungan
antara perubahan pasangan dan perkembangan PG pada kehamilan
berikutnya. PG juga dapat dihubungkan dengan terjadinya tumor-tumor
trofoblastik, seperti mola hidatidosa atau choriocarcinoma.

Gambar 9. Pemphigoid gestasionis


d. Diagnosis Banding
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak membantu untuk
melakukan diagnosa terhadap PG. Hasil-hasil dengan sebagian besar
studi hematologis dalam batas normal, walaupun eosinofilia
periferal tidak umum dan bias berhubungan dengan seluruh
penyakit. Nilai-nilai laboratorium yang perlu diperhatikan termasuk kadar
imunoglobulin, angka-angka sedimentasi eritrosit, kadar reaktan tahap
akut dan antibodi-antibodi antitiroida.
16

Kriteria untuk melakukan diagnosa PG melibatkan presentasi klinis


yang memadai, penemuan-penemuan histologis dari suatu proses bula
subepidermal dan hasil-hasil direct immunofluorescence (DIF) yang
menunjukkan kumpulan deposisi C3 linier dengan atau tanpa
imunoglobulin G sepanjang membran dasar dermal-epidermal.
Pengujian DIF merupakan pengujian utama untuk
membedakan PG (penemuan-penemuan DIF positif)
dari PUPP (penemuan-penemuan DIF negatif) dan terbukti ditemukan
pola yang sama dari hasil-hasil DIF yang pernah diamati pada para pasien,
yang berkenaan dengan PG, Pemphigoid bullosa, serta epidermolysis
bullosa acquisita (EBA). DIF seharusnya dilaksanakan dengan
menggunakan sampel-sampel kulit perilesional yang tidak tertular.
Uji immunofluorescence indirect (IDIF) terhadap serum pasien
dapat digunakan untuk memeriksa antibodi-antibodi yang bersirkulasi
pada daerah membran dasar. Pada tahun 2004, Sitaru et
al., menunjukkan bahwa pengujian immunosorbent yang berhubungan
dengan enzim dan immunoblotting merupakan sarana sensitif untuk
mendeteksi autoantibody autoantibodi pada antigen BP180 pada para
pasien dengan PG dan hubungan enzim immunosorbent assay yang
berguna untuk mengontrol level serum autoantibodi. HLA-DR3/DR4
tampak pada 45% pasien PG bila dibandingkan dengan 3% populasi
secara umum.
f. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyembuhkan prutitus
dan untuk membasmi bula agar tidak meluas.3,8,9 Untuk mengurangi
risiko pada ibu dan janin, gunakan dosis penyembuhan efektif paling
rendah untuk membasmi aktivitas penyakit. Walau telah dilakukan kontrol
secara optimal, pasien mungkin masih akan mengalami pruritus yang
persisten. Risiko dan keuntungan pengobatan harus senantiasa dievaluasi
pada ibudan janin.
17

Kompres dengan air hangat dapat membantu mengurangi pruritus.


Pasien dengan PG ringan dapat diberikan antihistamin dan steroid topikal
seperti triamcinolone, walaupun pada beberapa kasus kurang efektif
sehingga steroid sistemik sering juga digunakan sebagai pilihan utama
dalam terapi. Prednison 0,5 mg/kg/hari dapat digunakan untuk memulai
terapi. Menurut Tappeiner, prednison dapat mengurangi aktifitas penyakit
dan mengurangi gejala dalam 24-48 jam dan mengurangi risiko
kekambuhan dalam 10 hari. Respon terhadap terapi ini tergantung dari
berat ringannya bentuk bula dan prurits itu sendiri. Jika lesi dan bula
mulai berkurang, maka dosis prednison dapat secara bertahap
dikurangi sampai dosis minimum yang terkontrol.
g. Komplikasi
Pada pasien PG, perhatian utama difokuskan pada hasil dari
persalinan.Banyak studi yang menghubungkan kejadian PG dengan angka
kematian bayi. Besarnya prevalensi bayi-bayi prematur dan kurang masa
kehamilan (KMK) berhubungan dengan PG. Dalam sebuah studi
ditemukan 23% dari kelahiran hidup ditemukan prematur dari 5-10%
populasi umum dengan 9% dari janin yang lahir dengan lesi PG.
h. Prognosis
PG biasanya adalah self limited disease. PG bisa kambuh pada
kelahiran berikutnya dan bisa dipercepat melalui menstruasi dan melalui
pemakaian kontrasepsi hormonal. PG memiliki ciri-ciri umum dengan
dermatosis kehamilan yang lain di mana kesamaan-kesamaan ini akan
makin mempersulit diagnosa. Tujuan pengobatan (misal, mengontrol
pruritis, mencegah meluasnya bula, namun tidak sepenuhnya mengeliminir
bentuk bula) seyogyanya dibahas dengan pasien sebelum perawatan. Risiko
dan keuntungan dari setiap penyembuhan harus diterangkan pada pasien
sebelum resimen pengobatan itu dipilih sehingga diharapkan pasien dapat
memahami keuntungan dan bahayanya berbagai efek samping dari seluruh
terapi.
18

II.7.3 Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy (PUPPP)


Pruritic Urticarial Papules and Plagues of Pregnancy (PUPPP)
yaitu eruption of pregnancy, Bourne's toxemic rash of pregnancy, toxemic
erythema of pregnancy, late prurigo of pregnancy, dan Nurse's late prurigo of
pregnancy.
PUPPP merupakan dermatosis yang paling umum, biasanya muncul
diakhir trimester ke tiga kehamilan pertama. Penyakit ini dilaporkan sebagai
toxemic rash of pregnancy, toxemic erythema of pregnancy, and late-onset prurigo
of pregnancy. Istilah erupsi polimorfik pada kehamilan (Polymorphic
Eruption of Pregnancy/PEP) secara luas digunakan di Inggris, sementara
PUPPP secara khusus digunakan di Amerika Serikat. PUPPP secara umum
merupakan dermatosis yang berhubungan dengan kehamilan.
a. Epidemologi
PUPPP terjadi 1 dari 160-240 kehamilan. PUPPP umumnya jarang
terjadi pada orang-orang kulit hitam. PUPPP hanya terjadi pada
perempuan. PUPPP terjadi selama masa mengandung karena
dermatosis berhubungan dengan kehamilan. Tidak pernah dilaporkan
mortalitas berhubungan dengan PUPPP. Hanya kecemasan yang biasanya
ditunjukkan oleh pasien, dan pruritus merupakan manifestasi yang paling
mengganggu pasien. Pada minggu-minggu terakhir kehamilan timbulnya
PUPPP lebih lanjut bisa mengganggu dan menyebabkan sulit tidur
selama beberapa pekan atau sebelum melahirkan. Tidak diketahui adanya
komplikasi sistemik pada ibu-ibu hamil penderita PUPPP dan tidak
ditemukan adanya hubungan antara kejadian PUPPP dengan
meningkatnya morbiditas atau mortalitas pada bayi.
b. Etiologi
Penyebab dan patogenesis PUPPP tidak diketahui. Dari
penelitian yang telah ada tidak diketahui adanya keterlibatan hormonal
atau imunologi, terkecuali dengan ditemukannya penurunan serum kortisol
pada sebagian penelitian. Secara klinis pernah dilaporkan adanya
19

hubungan penyakit ini dengan hormon seks, walaupun penelitian lain


melaporkan hal tersebut tidak berhubungan.
Sebagian besar penulis menganggap bahwa distensi pada dinding
abdomen pada primigravida menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan konektif pada stria dengan perubahan lanjut pada molekul antigen
ke antigen lainnya, yang memicu terjadinya proses inflamasi. Suatu studi
meta-analisis menyatakan bahwa 11.7% pasien dengan PUPPP
adalah pasien dengan kehamilan yang sangat sering, resiko PUPPP
lebih tinggi, yakni tiga kali lipat(14%) dibandingkan pada kehamilan
ganda (2.9%). Pada studi tersebut telah dibuktikan adanya suatu hubungan
antara distensi kulit dan timbulnya PUPPP.
Melalui sebagian besar studi pula telah diketahui, ibu hamil
dengan PUPPP mengalami peningkatan penambahan berat badan
dibandingkan ibu hamil normal dan berpengaruh terhadap peningkatkan
distensi kulit. Penyelidikan sekarang ini, yang berhubungan dengan PUPPP,
telah menunjukkan DNA fetal di dalam kulit ibu, dan terbukti
mikroorganisme bisa relevan di dalam masalah patogenesis ini.
c. Klinis
Secara khusus PUPPP berawal dengan papula pruritik yang secara
intensif muncul, terutama dengan pembengkakan-pembengkakan
striae di akhir trimester ke tiga kehamilan pertama (11.7% kasus terjadi
pada beberapa wanita). Selama beberapa hari, erupsi menyebar luas dan
sangat ekstrim.
d. Pemeriksaan Fisik
PUPPP klasik ditunjukkan dengan adanya papula dengan
pembengkakan pembengkakan stria yang menonjol. Ditemukan adanya
papula dan plaque urtikaria eritematusa, vesikel pada permukaan badan
dan ekstremitas, terutama pada daerah sekitar pusat yang khas. PUPPP
biasanya tidak mengenai wajah, telapak tangan, dan telapak kaki.
Walaupun erupsi yang secara intens tersebut bersifat pruritik, namun
ekskoriasi jarang ditemukan.
20

Gambar 10. PUPPP


e. Diagnosis Banding
Pemphigoid gestasionis dibedakan dengan PUPPP (Pruritic
Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy. Pada PUPPP lesinya
terdapat di striae abdomen dan biasanya tidak terdapat vesika/bula.
Sedangkan Pemfigoid gestasionis biasanya terdapat bula dan predileksinya
di periumbilikal. Diagnosis diferensial yang lain seperti eritema
multiforme, dermatitis kontakdan erupsi obat.
Tidak diperlukan pemeriksaan laboratoris darah atau urinalisa di
dalamdiagnosa PUPPP. Pada serangkaian besar kasus, ternyata ada
hubungan antara PUPPP dengan penurunan kadar kortisol serum di dalam
diri pasien dibandingkan ibu kehamilan normal.3,9
Uji Imunofluoresensi direk (DIF) dengan model biopsi
penusukan kulit secara karakteristik bersifat negatif di dalam
PUPPP. DIF dapat membedakan PUPPP dengan gestasionis herpes.
Masalah yang kemudian dihadapi adalah jarangnya terjadi penyakit
autoimun dengan pelepuhan (bullosa) yang ditunjukkan secara khusus
melalui endapan-endapan linierkomplemen (C3) sepanjang daerah
membran dasar.
21

f. Pemeriksaan Histopatologis
Berbeda dengan PG, pemeriksaan biopsi biasanya normal, tetapi
Spongiosis di bagian fokal dan parakeratosis terkadang dapat ditemukan.
Di dalam papilar dan dermis bagian tengah, ditemukan infiltrat
limfohistiositik dengan sejumlah variabel eosinofilis dan dermal edema.
g. Penatalaksanaan
Kortikosteroida topikal dan antihistamin dapat diberikan untuk
pengobatan PUPPP. Kortikosteroida sistemik diperlukan
untuk meringankan beberapa gejala namun harus dengan pengawasan
sistemik.
h. Prognosis
PUPPP cenderung tidak kambuh di dalam kehamilan berikutnya
dan tidak ditemukan hubungan antara tentang penggunaan kontraseptif
hormonal dengan tingkat kejadian PUPPP. Efek terhadap janin terhadap
kejadian PUPPP belum terbukti. Prognosis PUPPP adalah baik, terutama
pada perempuan-perempuan yang baru melahirkan.

II.7.4 Prurigo of Pregnancy (PP)


Prurigo of Pregnancy (PP), nama lainnya adalah Besnier's prurigo
gestationis, Nurse's early prurigo of pregnancy, dan papular dermatitis
of Spangler.Kondisi dari beberapa penyakit tersebut dalam klinis secara
umum saling tumpang tindih dan patogenesis dari keseluruhan penyakit tersebut
masih belum bisa teridentifikasi dengan jelas. Menurut Alcalay et.al., bahwa
keterlibatan IgM linear pada beberapa penyakit tersebut masih belum bisa dibedakan
termasuk klasifikasi PUPPP atau termasuk klasifikasi PP.
22

Gambar 11. Prurigo of Pregnancy


a. Epidemiologi
Insidensi pada PP mencapai 1 per 300-450 wanita hamil dan terjadi
pada keseluruhan trimester pada kehamilan, atau hanya pada trimester kedua
dan ketiga kehamilan.
b. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, dan kondisi yang
terjadi berhubungan pada riwayat atopik penderita, CP, atau bahkan
keduanya. Pada beberapa orang pasien PP terdapat peningkatan serum Ig
E. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa PP
timbul akibat pruritus pada wanita hamil yang memiliki predisposisi
atopik.
c. Gambaran klinis
Terdapat papul eritem dan nodul pada permukaan ektremites
yang ekstensor, bahkan kadang terdapat di daerah abdomen. Gambaran
lesi tersebut mempunyai kemiripan dengan gambaran lesi pada prurigo
nodularis yang terjadi pada wanita yang tidak hamil. Terdapat pula krusta
atau ekskoriasi. Keadaan ini biasanya berkelanjutan selama kehamilan
sampai beberapa minggu atau beberapa bulan postpartum.
Diagnosis banding dari PP adalah kelainan kulit spesifik dalam
kehamilan lainnya serta pruritus pada dermatitis lainnya yang tidak
23

berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya adalah arthropod


bites, scabies, dan drug eruptions.
d. Gambaran Laboratorium
Hasil dari tes serologi pada PP ini biasanya normal, dan pada
gambaran histopatologi tidak menunjukkan suatu hal yang spesifik,
hanya terdapat gambaran sel infiltrat pada radang yang kronis di atas
lapisan dermis, kadang disertai perubahan yang terjadi di lapisan
epidermis. Hasil DIF biasanya negatif.
e. Terapi
Terapi yang bisa diberikan adalah bertujuan untuk meringankan
gejala penyakit dengan pemberian topikal kortikosteroid menengah serta
dengan pemberian antihistamin. Prognosis pada ibu dan janin sangat
baik, dan penyakit biasanya menghilang pada masa postpartum.

II.7.5 Pruritic Folliculitis of Pregnancy (PFP)


Pruritic Folliculitis of Pregnancy (PFP) pertama kali dikemukakan
oleh Zoberman dan Farmer pada tahun 1981.
a. Epidemiologi
PFP sangat jarang terjadi, dari penelitian yang telah dilakukan
disebutkan bahwa angka kejadian hanya mencapai 6-24 kasus, terjadi
pada umur kehamilan 4-9 bulan dan membaik secara spontan setelah
melahirkan atau masa postpartum. Tidak pernah dilaporkan dari penyakit
ini bisa menyebabkan kematian pada ibu dan janin.
b. Etiologi
Penyebab dari PFP yang sebenarnya masih belum diketahui,
namun beberapa penulis menduga bahwa penyakit ini berasal dari erupsi
akneiformis akibat steroid. Tidak ada hasil penelitian yang menyebutkan
bahwa terjadi abnormalitas imunologi atau hormonal pada penyakit ini.
Sebagian penulis menganggap bahwa PFP dan PP adalah termasuk ke
dalam spektrum polymorphic eruption of pregnancy.
24

c. Gambaran Klinis dan Laboratorik


Gambaran lesi secara umum adalah folikuler papul dengan bagian
eritem.Gambaran histopatologis terdapat folikulitis yang steril, dan
pada pemeriksaan DIF negatif. Kondisi PFP yang tidak terlalu khas ini
sering menyebabkan kesulitan untuk mendiagnosis, bahkan sering
didiagnosis sebagai mikrobial folikulitis. Diferensial diagnosis penyakit
ini adalah folikulitis serta penyakit kulit spesifik pada kehamilan lainnya
seperti PUPPP, PG dan PP.
d. Terapi
Walaupun sebenarnya erupsi pada penyakit ini membaik
setelah melahirkan atau pada masa postpartum, beberapa penulis
menyebutkan bahwa pemberian topikal kortikosteroid, benzoil peroksida,
atau terapi UVB dapat diiberikan.

Tabel 1. Perubahan Kulit yang Spesifik Selama Kehamila

Anda mungkin juga menyukai