Anda di halaman 1dari 33

1

Kasus 2

Dislipidemia

Obesitas, merokok, penyakit kronis dan faktor genetik berkaitan erat


dengan seseorang mengalami dislipidemia (tingginya kadar kolesterol LDL), yang
sering berujung serangan jantung mendadak. Seseorang bisa mencegah terjadinya
serangan jantung akibat dislipidemia dengan mengetahui cara dan kembali
kepada gaya hidup sehat. Hal itu karena dislipidemia merupakan faktor risiko
yang bisa dimodifikasi ataupun dicegah. Tiga cara untuk membuat kadar
kolesterol tertahan dalam tingkat normal ialah dengan mengatur pola makan sehat,
berolahraga secara teratur, dan meminum obat golongan statin.

STEP I (Clarify Unfamiliar Terms)


1. Dislipidemia :
 Kelainan metabolisme lipid ditandai dengan peningkatan atau
penurunan fraksi lipid dalam plasma
 Kelainan metabolisme dengan peningkatan kolesterol LDL dan
penurunan kolesterol HDL
2. Obesitas :
 Keadaan yang menunjukan ketidakseimbangan antara tinggi badan dan
berat badan sehingga terjadi penumpukan sel-sel adipose
 Keadaan dimana IMT ≥ 25% (perempuan), laki-laki ≥ 20%
 Suatu penyakit yang multifaktor ( penumpukan sel adipose)
 Peningkatan lemak tubuh pada jaringan subkutan, kadang terjadi
perluasa kedalam jaringan organnya
3. Kolesterol :
 Zat lemak diproduksi hepar yang digunakan unutk pemecahan lemak
 Inti sterol yang disintesis asaam lemak ( sifat fisik dan kimia mirip
lipid
4. LDL :
 Low density lipoprotein
 Hasil akhir dari jalur endogen ( LDL (lipoprotein banyak kolesterol)
2

 Suatu jenis lipoprotein diukur berdasarkan densitasnya yang semua


trigliserida di keluarkan sedangkan kolesterol dalam lipid meningkat
 Kolesterol utama dalam plasma lipoprotein ini mentransport kolesterol
ke sel-sel perifer untuk sintesis membrane dan produksi hormone serta
kehati untuk produksi empedu
5. Obat golongan statin :
 Obat untuk menurunkan kadar LDL dalam darah
 Menurunkan kolesterol LDL dan meningkatkan HDL

STEP II (Define The Problem)


1. Mekanisme homeostatisk dalam kontrol energi
2. Dislipidemia :
 Klasifikasi
 Patomekanisme
 Gejalah dan tanda
 Penegakan diagnosis
3. Hubungan dengan gaya hidup sebagai faktor risiko
4. Mekanisme kerja obat yang mempengaruhi metabolisme lipid dan
aterosklerosis
5. Terapi non medikamentosa untuk dislipidemia

STEP III (Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation)


1.a Metabolisme lipoprotein: jalur endogen, jalur eksogen dan jalur reserve
kolesterol transport
b Metabolisme lipid:
 Trigliserida
 Fosfolipid
 Kolesterlo
 Asam lemak lain :palmitat, oleat
2.a Klasifikasi dislipidemia:
 Fenotipik :
a. EAS (European Atherosklerosis Society)
b. NCEP (National Cholesterol Education Program)
3

c. WHO (World Health Organization)


 Patogenik :
a. Primer
b. Sekunder

b Patomekanisme

c Tanda dan gejala : sesuai dengan komplikasinya


d Penegakan diagnosis :
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
3. Faktor risiko:
a. Tidak dapat dimodifikasi : genetik, usia, jenis kelamin
b. Dapat dimodifikasi : obesitas, alkohol, merokok, gaya hidup, makanan
4. Mekanisme obat :
a. Golongan statin
b. Golongan niasin
c. Golongan derivat asam fibrat
5. Terapi non medikamentosa
a. Makan teratur : tidak siap saji
b. Tidak merokok
4

c. Tidak minum alkohol


d. Diet rendah kolesterol

STEP IV (Arrange Explanations into Tentative Solution)

1. Mekanisme lemak /lipid


Lipid terdiri dari Trigliserid 16%, fosfolipid 30%, kolesterol 14%, ester
kolesterol 36%
5
6

2. Dislipidemia
a. Fenotipik :
 EAS :
o Hiperkolesterolemia
o Dislipidemia campuran
o Hipertrigliseridemia
 NCEP :
o Ideal : kolesterol total < 200 mg/dl
o Batas tinggi : kolesterol total 200 – 239 mg/dl
o Tinggi : kolesterol total ≥ 240 mg/dl
7

 WHO :
Klasifikasi Klasifikasi Lipoprotein
Generik Terapeutik meningkat
Dislipidemia Hipertrigliseridemia
I Kilomikron
eksogen eksogen

IIa Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia LDL

Hiperkolesterolemia
endogen
Dislipidemia
IIb + LDL +VLDL
kombinasi
dislipidemia

Partikel-partikel
Dislipidemia
III Hipertrigliseridemia remnant (β
remnant
VLDL)

Dislipidemia
IV Endogen VLDL
endogen

VLDL
Dislipidemia Hipertrigliseridemia
V +
campuran endogen
kilomikron

b. Patogenik :
 Primer : yang tidak jelas sebabnya
 Sekunder : yang mempunyai penyakit dasaer, missal:
o Sindrom nefrotik
o Diabetes militus
o hipotiroidisme
8

STEP V (Define Learning Objectives)


1. Mengapa dislipidemia menyebabkan penyakit jantung dan sudden death?
2. Bagaimana penegakan diagnosis dislipidemia?
3. Apa faktor risiko dislipidemia?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat?
5. Bagaimana terapi non farmakologi untuk dislipidemia ?

STEP VII (Synthesize and Test Acquired Information)


1. Dislipidemia menyebabkan penyakit jantung
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid tersebut dapat berupa kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL
dan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya
aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat erat
kaitannya satu dengan yang lain. (Sudoyo, 2009)
Dislipidemia dan diabetes merupakan dua kondisi yang sering
didapatkan bersama, dan sering pula meningkatkan risiko aterosklerosis pada
pengidapnya. Pada pasien - pasien diabetes yang mengalami dislipidemia
didapatkan karakteristik fraksi lipid berupa peningkatan kadar trigliserida dan
penurunan kadar kolesterol HDL. Konsentrasi kolesterol LDL rata-rata pada
penderita diabetes tidak berbeda jauh dengan individu yang tidak menderita
9

diabetes. Namun, mungkin terjadi perubahan kualitatif kolesterol LDL.


Secara khusus, pasien diabetes cenderung memiliki partikel LDL yang lebih
kecil dan padat, akibatnya partikel LDL tersebut lebih mudah mengalami
oksidasi dan menyebabkan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler.
(Sudoyo, 2009)
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko mayor untuk
terjadinya penyakit- penyakit kardiovaskular. Dari berbagai penelitian
epidemiologis pada populasi, baik di Indonesia maupun dinegara lain,
didapatkan bukti bahwa propil lipid penyandang diabetes memang berbeda
dengan non-diabetes. Di samping LDL yang berbeda, tampak perbedaan
adanya kadar HDL yang lebih rendah dan trigliserida yang lebih tinggi
daripada populasi non-diabetes keadaan ini dikenal juga dengan nama triad
dislipidemia. (Sudoyo, 2009)
Pada penyandang diabetes, walaupun didapatkan kadar LDL yang
sama dengan non-diabetes, tetapi LDL pada penyandang diabetes didapatkan
lebih kecil dan padat serta lebih aterogenik. Demikian HDL penyandang
diabetes, disamping lebih sedikit juga less protective dibandingkan dengan
HDL pada populasi non-diabetes. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa
pada diabetes didapatkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya
aterosklerosis, dan penentuan diabetes sebagai faktor setara dengan sudah ada
kelainan kardiovaskular ( cardiovascular risk equivalent ) merupakan
keputusan yang sangat tepat ditinjau dari pengelolaan untuk kelainan
kardiovaskular. (Sudoyo, 2009)

Trombus adalah bekuan darah yang menempel di dinding vaskuler,


hal ini terjadi karena permukaan tempat darah mengalir yaitu endothel
maupun jantung mengalami kerusakan yang dikenal sebagai disfungsi
endothel atau endothel injured. Adanya difungsi endothel ini akan
mengundang thrombosit untuk melakukan adhesi dan selanjutnya dengan
bantuan faktor-faktor pembekuan darah akan terjadi agregasi trombosit dan
terbentuklah bekuan darah yang komponen utamanya adalah
trombosit. Adanya trombus yang masih melekat pada dinding ini akan
mengakibatkan ganggua aliran karena trombus tersebut berpotensi untuk
10

membesar dan dilain pihak adanya thrombus tersebut akan berpotensi untuk
lepas yang selanjutnya akan berjalan didalam aliran darah yang disebut
sebagai embolus. (Sudoyo,2009)

Embolus adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat
dalam sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah, dan
berasal dari suatu tempat lain daripada susunan sirkulasi darah. Embolus (95
%) berasal dari trombus. Adanya embolus ini baru menimbulkan masalah
apabila diameter pembuluh darah yang dilalui oleh embolus tersebut
berdiameter lebih kecil daripada embolusnya sendiri sehingga terjadilah
penutupan pembuluh darah secara mendadak. Penyebab utama terbentuknya
trombus adalah karena adanya penumpukan lemak pada pembuluh darah
arteri. Pada keadaan ini darah yang melewati pembuluh darahakan terhambat
dan trombus akan terbentuk, trombus akan menempel pada bagian endotel
pembuluh darah arteri. Lama kelamaan penumpukan tersebut akan terdorong
oleh darah yang melalui pembuluh darah tersebut, dan partikel kecil yang
berasal dari trombus akan terbawa aliran darah menuju pembuluh darah
selanjutnya hingga ke jantung. Pembentukan trombus dimulai dengan
melekatnya trombosit-trombosit pada permukaan endotel pembuluh darah
atau jantung. Darah yang mengalir menyebabkan makin banyak trombosit
tertimbun pada daerah tersebut. Oleh karena sifat trombosit ini, trombosis
dapat saling melekat sehingga terbentuk massa yang menonjol ke dalam
lumen. Pada saat tertentu,terutama jika aliran darah cepat seperti dalam arteri,
massa yang terbentuk dari trombosit akan terlepas dari dinding pembuluh,
tetapi kemudian diganti lagi oleh trombosit lain. (Sudoyo,2009)

Aterosklerosis tidak terjadi secara mendadak, melainkan terjadi


melalui sejumlah tahapan, masing-masing tahap memerlukan waktu untuk
mencapai tahap berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahap dini.

Pada tahap paling awal ini, secara makroskopik, belum terlihat perubahan
pada dinding sel arteri, tapi secara mikroskopik pada sub intima ditemukan
11

sekelompok sel yang dalam sitoplasmanya terlihat gelembung-gelembung


mirip busa sabun, karenanya disebut sel busa (foam cell). Sel busa ini
berasal dari makrofag dan gelembung mirip busa tersebut berisi ester
kolesterol.

b. Tahap pembentukan garis lemak (fatty streak).

Pada tahap ini terjadi penumpukkan sel-sel busa sehingga mendesak


endotelium. Secara makroskopik terlihat dinding arteri sedikit menonjol ke
dalam lumen membentuk geligir.

c. Tahap pembentukkan ateroma.

Pada tahap ini, di samping sel busa terlihat pula tumpukan lemak ekstrasel
yang terjadi karena nekrosis sel busa. Di dalam sub intima juga dijumpai
limfosit, sel-sel otot polos dan serat kolagen. Keberadaan serat kolagen ini
menimbulkan nama fibrous plaque (bercak berserat). Walaupun dalam
keadaan terdesak, sel-sel endotelium masih terlihat utuh. Secara
makroskopis terlihat sebagai dungkul yang menonjol ke dalam lumen.

d. Tahap lesi lanjut.

Pada tahap ini terjadi nekrosis endotelium yang memicu terjadinya


thrombus. (Sudoyo,2009)
12

Gambar 1. Mekanisme Terbentuknya Thrombus (Sudoyo,2009)

2. Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Laboratorium Dislipidemia


Pedoman Klinis Kadar Lipid Sehubungan Dengan Resiko PKV
Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan,
penting dikaitkan dengan terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari
berbagai penelitian jangka panjang di negara-negara barat, yang dikaitkan
dengan besarnya risiko untuk terjadinya PKV, dikenal patokan kadar
kolesterol total sebagai berikut :
a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah
<200 mg/dl.
b) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk
mulai dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl.
c) Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl.
Untuk trigliserida besarnya b e r pengaruh terhadap kemungkinan
terjadinya komplikasi kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP
13

(National Cholesterol Education Program) tidak memasukkan kadar


trigliserida dalam anjuran pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya kelompok
kontinental memasukkan juga faktor trigliserida dalam algoritma yang
mereka anjurkan, dilandasi oleh penelitian mereka di Eropa ( studi Procam
dan studi Paris ). Di Indonesia data epidemiologis mengenai lipid masih
langka, apalagi longitudinal yang berkaitan dengan angka kesakitan atau
angka kematian penyakit kardiovaskular. (Wijaya, 2010)

Tabel 1 : Pedoman klinis untuk menghubungkan propillipid dengan resiko


terjadinya Penyakit Kardiovaskuler (Wijaya,2010)

Secara klinis digunakanlah kadar kolesterol total sebagai


tolak ukur, walupun berdasarkan patofisiologi, yang berperan sebagai
faktor risiko adalah kolesterol LDL. (Wijaya, 2010)

Tabel 2 : Kadar kolesterol total dapat juga menggambarkan kadar kolesterol


LDL (Wijaya,2010)

Pada pasien IMA terjadi perubahan plasma lipid, sehingga profil


lipid perlu dianalisa dengan hati-hati apabila diperiksa pada masa
penyembuhan IMA. Kadar trigliserida menjadi nilainya lebih tinggi 3
mingu dan kemudian kembali ke nilai semula 6 minggu pasca IMA,
sebaliknya nilai kolesterol total dan kol-LDL pasca IMA, dan kembali
14

mencapai kadar pra IMA dalam 8-12 minggu. (Wijaya, 2010)

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam
menegakkan diagnosa. Parameter yang diperiksa: kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid. (Wijaya, 2010)
a. Persiapan
Sebaiknya subjek dalam keadaan metabolik stabil, tidak ada
perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga,
minum kopi atau alkohol dalam 2 minggu terahir sebelum diperiksa, tidak
ada sakit berat atau operasi dalam 2 bulan terakhir.
Tidak mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2
minggu terakhir. Bila hal tersebut tidak memungkinkan, pemeriksaan
tetap dilakukan tetapi, dengan disertai catatan. (Wijaya, 2010)
b. Pengambilan bahan pemeriksaan
Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa 12-16 jam ( boleh
minum air putih) . Sebelum bahan diambil subjek duduk selama 5 menit.
Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena
seminimal mungkin. Bahan yang diambil adalah serum. (Wijaya, 2010)
c. Analis
Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode
ensimatik. Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan
metode presipitasi dan ensimatik Kadar kolesterol LDL sebaiknya
diukur secara langsung, atau dapat juga dihitung menggunakan rumus
Friedewaid kalau kadar trigliserida < 400 mg/d, sebagai berikut :

Rasio Kolesterol

Untuk menghitung rasio kolesterol, bagilah kolesterol total dengan


kolesterol HDL. Sebagai contoh, nilai total 200 dibagi dengan skor HDL 50
15

sama dengan rasio kolesterol dari 4 sampai 1. Menurut American Heart


Associaton (AHA) menjaga rasio kolesterol pada atau di bawah 5 : 1. Rasio
kolesterol yang ideal adalah 3,5 : 1. Pada beberapa orang yang mempunyai
kadar kolesterol total yang normal dapat menderita penyakit kardio vaskuler,
ternyata didapatkan rasio kolesterol total : HDL kolesterol 20-22 mg/dl maka
rasio total : HDL kolesterol lebih besar dari 7. Jadi tidak hanya kadar
kolesterol total yang meninggi saja yang berbahaya, akan tetapi rasio
kolesterol total : HDL kolesterol total yang meninggi juga merupakan faktor
resiko terjadinya penyakit kardio vaskuler.

Sampel darah

Pasien dislipidemia yang menjadi sampel dalam penelitian ini


ditentukan secara purposive yaitu pengambilan sampel didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peniliti berdasarkan pada suatu sifat-
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kriteria sebagai
berikut:

a. Berstatus sebagai pasien di Poliklinik Pusat Jantung Terpadu


b. Bersedia menjadi responden penelitian dan mengikuti penelitian hingga
selesai
c. Pasien yang datang control pada bulan penelitian
d. Tidak menggunakan alat kontrasepsi
e. Tidak menderita DM
f. Mempunyai salah satu atau lebih kriteria dislipidemia sebagai berikut:
Kriteria Dislipidemia:
- Kolesterol total >200
- LDL kolesterol >130
- HDL kolesterol <4
- Trigliserida > 15

Cara pengambilan darah vena

a. Disiapkan alat-alatnya (kapas, alcohol, spuite disposable, tourniquet,


tabung reaksi.)
16

b. Di cari dan ditentukan vena yang akan ditusuk.


c. Dibersihkan daerah yang akan di ambil darahnya (vena fossa cubbiti),
dengan alcohol 70% dan biarkan hingga kering.
d. Dipasang tourniquet pada lengan atas dan meminta orang tersebut
mengepal dan membuka tanganya berkali-kali agar vena terlihat jelas.
e. Diangkat kulit diatas vena itu dengan jari-jari tangan kiri supaya vena
tidak dapat bergerak.
f. Ditusuk dengan jarum dan semprit tangan kanan sampai ujung jarum
masuk ke dalam lumen vena.
g. Dilepaskan atau diregangkan tourniquet, dan perlahan-lahan menarik
penghisap semprit sampai jumlah darah yang dikehendaki di dapat yaitu: 3
ml.
h. Dilepaskan tourniquet yang terpasang.
i. Ditaruh kapas diatas jarum kemudian di cabut semprit dan jarum itu.
j. Diminta kepada orang yang darahnya diambil itu supaya tempat tusukan
ditekan dengan kapas itu selama beberapa menit.
k. Diangkat jarum dari semprit dan dialirkan (jangan disemprotkan) darah ke
dalam wadah atau tabung yang tersedia melalui dinding secara perlahan-
lahan (tabung reaksi beri antikoagulan NaF untuk pembuatan plasma
sedang tabung yang tidak berisi antikoagulan untuk pembuatan serum).

Cara membuat serum

a. Dimasukan 2 ml darah ke dalam wadah (tabung) yang bersih dan kering


(tanpa antikoagulan) kemudian diamkan selama 15 menit.
b. Kemudian di Centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
c. Lapisan jernih berwarna kuning muda yang berada di bagian atas adalah
serum, segera diambil dengan pipet tetes di masukan ke dalam tabung lain
yang bersih dan kering. (Notoamodjo, 2002)

3. Faktor risiko Dislipidemia :


a. Faktor genetik
17

Dislipidemia cenderung terjadi dalam keluarga, mendukung


bahwa hal itu mungkin memiliki suatu penyebab genetik. Dalam dunia
medis dislipidemia yang diturunkan familial dislipidemia (FD). FD ini
merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal
(kromosom yang bukan untuk produksi) dalam sel manusia. Penyebab
penyakit ini adalah adanya mutasi yang terjadi pada reseptor kolesterol
LDL. Reseptor LDL merupakan reseptor sel permukaan yang berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis kolesterol. Cara sederhana untuk
menerangkan bahwa penyebab dislipidemia dari faktor genetik yaitu
sebesar 80% dari kolesterol di dalam darah di produksi oleh tubuh sendiri
ada sebagian orang yang memproduksi kolesterol lebih banyak
dibandingkan yang lain. Ini disebabkan karena faktor keturunan. Pada
orang tersebut meskipun hanya mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolesterol atau lemak jenuh tetapi tubuh tetap saja
memproduksi kolesterol lebih banyak. (Bahri, 2004)
b. Faktor pola makan
Terjadi penyumbatan dan penyempitan pembuluh arteri koroner
tersebut disebabkan oleh penumpukan zat-zat lemak ( kolesterol,
trigliserida) di bawah lapiasan terdalam (endothelium) dan dinding
pembuluh nadi. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
kemungkinan terjadinya penimbunan zat lemak ini adalah gaya hidup,
khususnya pola makan. Penyakit jantung kerap diidentikan dengan
penyakit akibat “ hidup enak”, yaitu terlalu banyak mengkonsumsi
makanan mengandung lemak dan kolesterol. Hal ini semakin menjadi
dengan membudayanya konsumsi makanan siap saji junk food aktu
dalam kurun waktu satu dekade ini. Junk food telah menjadi bagian dari
gaya hidup sebagai masyarakat di Indonesia , diberbagai tempat yang
selalu penuh oleh pengunjung dengan berbagai usia, dari kalangan anak-
anak hingga dewasa. Padahal junk food banyak mengandung sodium.
Lemak jenuh dan kolestrol. Lemak jenuh berbahaya bagi tubuh karena
merangsang hati untuk memproduksi banyak kolesterol yang juga
berperan akan muncul penyakit jantung. Karena kolesterol yang
18

mengendap lama-lama akan menghambat aliran darah dan oksigen


sehingga mengganggu metabolisme otot jantung. Cara terbaik untuk
menjaga tubuh dari serangan jantung adalah mengubah gaya hidup
dengan menjalankan diet seimbang. Untuk menghindari penimbunan
lemak jenuh seperti lemak sapi, kambing, makananan bersantan dan
gorengan kerena dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Lemak
jenuh tunggal mempunyai pengaruh sedikit terhadap peningkatan kadar
kolesterol darah, terdapat pada minyak zaitun, minyak biji kapas, minyak
wijen. (Bahri, 2004)
c. Faktor obesitas
Obesitas digunakan untuk memahami batasan sederhana dari
kelebihan berat badan yang dihasilkan dari makan terlalu banyak dan
aktifitas terlalu sedikit. Obesitas merupakan hasil interaksi kompleks
antara faktor-faktor genetik, perilaku dan lingkungan menyebabkan
ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi. Peningkatan
berat badan 20% atau lebih diatas berat badan normal adalah titik dimana
kelebihan berat badan berkembang menjadi gangguan kesehatan. Tingkat
kelebihan berat badan yang rendah dapat berkaitan dengan risiko
kesehatan, terutama timbulnya gangguan kesehatan lain seperti diabetes,
hipertensi dan penyakit jantung. (Bahri, 2004)
Orang dengan obesitas maka didalam tubuhnya cenderung akan
banyak timbunan lemak yang berlebih, dan timbulnya lemak yang ada
dalam tubuh ini akan menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah ini kemudian akan dapat meningkatkan
kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. Obesitas telah berkembang
sebagai faktor risiko diabetes. Hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan
beberapa kanker pada pria dan wanita. Kondisi lain yang terjadi,
termasuk kesulitan bernafas waktu tidur, osteoarthritis, kemandulan,
hipertensi intracranial idiopati, penyakit statis vena pada anggota gerak
bawah, getaran gastro-esofageal dan gangguan perkemihan. (Bahri,
2004)
19

d. Faktor kebiasaan merokok


Masyarakat sudah banyak mengetahui bahwa merokok bisa
merusak paru-paru karena asap yang dihisap langsung masuk ke paru-
paru namun banyak orang tidak tahu bahwa rokok ternyata juga bisa
meningkatkan kolesterol dalam tubuh manusia. Beberapa situs kesehatan
disebutkan bahwa zat-zat kimia yang terkandung dalam rokok, terutama
nikotin dapat menurunkan kadar kolesterol baik (HDL) dan
meningkatkan kadar kolesterol buruk (LDL) dalam darah. Pada
kebanyakan orang yang merokok ditemukan bahwa kadar HDL nya
rendah. Berarti kadar pembentukan kolesterol baik yang bertugas
membawa lemak dari jaringan ke hati menjadi terganggu, sementara
kebalikannya justru terjadi pada kadar LDL nya. Pada orang merokok
ditemukan kadar LDL nya tinggi , berarti lemak daru justru dibawa
kembali ke jaringan tubuh. Bahan dasar rokok mengandung zat-zat kimia
yang berbahaya bagi kesehatan. Dalam satu batang rokok terdapat kurang
lebih 4.000 jenis bahan kimia, 40% diantaranya beracun. Bahan kimia
yang berbahaya terutama nikotin, tar, hidrokarbon, karbon monoksida,
dan logam berat dalam asap rokok. Nikotin dalam rokok dapat
mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah.
Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah
koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Selain
mempurburuk profil lemak atau kolestrol darah, rokok juga dapat
meningkatkan tekanan darah dan nadi. (Bahri, 2004)
e. Kurang keteraturan berolahraga
Aktifitas yang efektif dapat menurunkan kadar kolesterol yaitu
berupa olahraga teratur yang dilakukan minimal tiga kali seminggu
masing-masing dengan lama waktu antara kurang lebih 45 menit.
Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang melibatkan otot-otot
besar tubuh seperti paha, lengan atas serta pinggul, seperti senam,
aerobik, jalan kaki, berenang, jogging, atau bersepeda. Olahraga
merupakan bagian dari aktifitas fisik yang dilakukan untuk tujuan
memperoleh manfaat kesehatan. Aktifitas fisik adalah gerakan yang
20

dilakukan oleh tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktifitas fisik,


otot membutuhkan energi luar metabolisme untuk bergerak. Banyaknya
energi yang dibutuhkan tergantung seberapa banyak otot bergerak,
berapa lama dan berapa berat aktifitas yang dilakukan. (Bahri, 2004)
Manfaat olahraga yang teratur yaitu :
1) Meningkatkan kadar HDL kolestrol
2) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
3) Menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolestrol
4) Membantu menurunkan tekanan darah
5) Meningkatkan kesegaran jasmani
f. Stress
Secara sederhana stress dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu terganggu keseimbangannya. Stress terjadi akibat
adanya situasi eksternal atau internal yang memunculkan gangguan dan
menurunkan individu untuk berespon adaptif. Stress merupakan sesuatu
yang terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan stress seperti
merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. (Bahri, 2004)
Dalam sebuah penelitian menunjukkan orang yang stress 1,5 x
lebih besar mendapatkan risiko PJK daripada orang yang tidak stress
karena dengan adanya stress terjadi peningkatan kolestrol darah dan
tekanan darah dalam tubuh. (Bahri, 2004)

4. Mekanisme kerja obat yang mempengaruhi metabolisme lipid dan


aterosklerosis

1. Resin Pengikat Asam Empedu

Resin pengikat asam empedu biasanya berupa polymer senyawa


amin kuartener yang bersifat sebagai resin penukar ion. Resin yang
bemuatan positif akan mengikat asam empedu yang bermuatan negatif.
Karena ukurannya yang besar, resin tidak akan diserap dan bersama
dengan asam empedu yang diikatnya dikeluarkan melalui feses. Karena
21

asam empedu dalam saluran pencernaan terbuang, sehingga lemak dari


makanan juga tidak terserap oleh tubuh. Pada fisiologi normal, 95 % asam
empedu akan diserap kembali. Dan karena asam empedu tersebut
terbuang, akan merangsang sintesis asam empedu dengan peningkatkan
jumlah reseptor LDL hingga uptake LDL oleh sel-sel hati (internalisasi)
menjadi lebih banyak dengan akibat kadar LDL di dalam plasma akan
turun. Untuk menyeimbangi peningkatan jumlah reseptor LDL, maka akan
terjadi upregulation dari HMG-CoA reductase. Oleh karena itu
penggunaan golongan Statin sebagai inhibitor HMG-CoA reductase dapat
meningkatkan efek resin.Obat ini tidak memberikan efek pada pasien
dengan hiperkolesterolemia familial homozigot yang mempunyai reseptor
yang tidak berfungsi, tetapi ia bermanfaat pada pasien heterozigot dengan
keadaan heterozigot yang dikombinasi dengan reseptor tidak sempurna.
(Katzung, 2010)

a. Kolestiramin
Kolestiramin adalah suatu anion ammonium kuartener penukar
resin dengan inti stiren. Gugus klorida kolestiramin dapat ditukar
dengan anion lainnya, seperti garam empedu dan lain-lain.

Mekanisme kerja : Karena kolestiramin tidak diserap, maka


setelah pemberian peroral, kolestiramin akan mengikat garam empedu
di dalam usus halus dan siap diekskresikan ke dalam feces, sehingga
ekskresi garam empedu meningkat 10 kali lipat (1-2 g/hari). Ekskresi
garam dan asam empedu menurunkan kadar asam empedu yang
kembali ke hepar, yang berfungsi menghambat enzim 7a-hidroksilase
yang mengkonversi kolesterol menjadi asam empedu, sehingga
kolesterol banyak dipecah oleh hepar. Akibat meningkatnya
katabolisme kolesterol di dalam hepatosit ini, enzim-hidroksi-
metilglutaril-CoA-reduktase (HMG CoA reduktase) yang mensintesa
kolesterol terangsang pula, tetapi pada keadaan normal sintesa
kolesterol ini lebih lambat dibanding pemecahannya, sehingga
kolesterol dalam plasma dan jaringan lain ditarik ke dalam hepar.
22

Dengan demikian kolestiramin mampu memobilisasi kolesterol dan


menurunkan kadar LDL sebagai efek sekunder dari aktifnya pula
reseptor LDL hepatosit karena mobilisasi kolesterol oleh hepar akan
merangsang pembentukan reseptor LDL lebih banyak lagi oleh
hepatosit itu sendiri. (Katzung, 2010)

Indikasi klinis : merupakan obat pilihan tipe IIa


hiperkolesterolemia; menunmkan sampai 25% kadar kolesterol plasma
dan menghilangkan santomata. Jika dikombinasikan dengan niacin,
efeknya makin kuat. Sayang efeknya untuk tipe IIa yang homozigot
sedikit sekali, karena tipe ini tidak memiliki reseptor LDL. Jangan
diberikan pada tipe IV dan V, karena makin meningkatkan
VLDL. (Katzung, 2010)

Efek samping : konstipasi yang dapat diatasi dengan


pemberian laksansia, flaws yang dapat dicegah dengan banyak minum
dan makanan berserat, hipokloremik metabolik asidosis, peningkatan
ringan alkali fosfatase dan transaminase, pembentukan batu empedu
tetapi tidak signifikan, steatore karena meningkatnya buangan asam
lemak rantai panjang, hilangnya penyerapan vitamin A, D, Kepada
dosis tinggi (30 g/hari).

Interaksi obat : dapat mengganggu penyerapan digitoksin,


fenobarbital, klorotiazid, fenilbutazon, warfarin, asam flufenamat,
asam mefenamat dan tetrasiklin. Dianjurkan obat-obat ini diberikan 1
jam sebelum atau 4-6 jam sesudah pemberian kolestiramin. Dosis :
16-32 g/hari dibagi dalam 4 dosis sebelum makan. Biaya perhari
cukup mahal. (Katzung, 2010)

b. Kolestipol
Obat ini juga merupakan suatu anion penukar resin, sehingga
efikasi, mekanisme kerja, dan toksisitasnya sama dengan kolestiramin.
Hanya menurunkan kadar kolesterol. Dosis perhari dapat diberikan
antara 12-25 g peroral dibagi dalam 4 dosis. (Katzung, 2010)
23

2. Inhibitor Kompetitif Reduktase HMG-CoA (Statin)

Senyawa ini merupakan analog stuktural HMG-KoA. Lovastatin,


pravastatin, atorvastatin, fluvastatin, simvastatin, dan rosuvastatin
termasuk golongan ini, semuanya paling efektif menurunkan LDL. Efek
lain meliputi penurunan stres oksidatif dan inflamasi vaskular dengan
peningkatan stabilitas lesi aterosklerotik. Terapi awal dengan penghambat
reduktase segera setelah sindrom koroner akut. (Katzung, 2010)

Farmakokinetik

Lovastatin dan simvastatin merupakan calon obat lakton tak-aktif


yang dihidrolisis di saluran cerna menjadi turunan beta hidroksil yang
aktif, sementara pravastatin memiliki cincin lakton yang terbuka dan aktif.
Atorvastatin, fluvastatin, dan rosuvastatin merupakan kongener
mengandung fluorin yang aktif pada saat diberikan. (Katzung, 2010)

Mekanisme kerja

HMG-KoA memerantai tahap khusus pertama biosintesis sterol.


Bentuk aktif penghambat reduktase merupkan analog struktural perantara
HMG-KoA yang dibentuk oleh HMG-KoA reduktase dalam sintesi
mevalonat. Analog ini menyebabkan inhibisi parsial enzim dan dengan
demikian, dapat mengganggu sintesis isoprenoid, seperti ubquinon dan
dolikol, serta prenilasi protein. (Katzung, 2010)

Dosis dan penggunaan terapetik

Penghambat reduktase memberikan manfaat, baik digunakan


secara tersendiri maupun dengan resin, niasin atau ezitimibe, dalam
menurunkan kadar LDL. Perempuan yang sedang hamil, menyusui atau
kemungkinan akan mengandung tidak boleh diberikan agen-agen ini.
Penggunaan pada anak dibatasi hanya pada penderita hiperkolesterolemia
24

familial. Hemozigotdan pasien-pasien tertentu dengan hiperkolesterolemia


familial heterozigot. (Katzung, 2010)
Dosis lovastatin harian bervatiasi mulai dari 10 mg hingga 80 mg.
pravastatin pada dasranya hampir sekuat lovastatin hingga mencapai batas
dosis harian, yang dianjurkan, yakni 80 mg. simvastatin dua kali lebih
poten dan diberikan dalam dosis 5-80 mg tiap hari. Ateovastatin diberikan
dalam dosis 10-80 mg/hari dan rosuvastatin, agen yang paling efektif
untuk hiperkolesterolemia berat, dalam dosis 5-40 mg/hari. (Katzung,
2010)

3. Niasin

Obat ini dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida, dengan


penurunan sangat nyata untuk trigliserida. Efek ini berbeda dengan
efeknya sebagai vitamin. (Katzung, 2010)

Mekanisme kerja : efek hipolipidemiknya karena obat ini mampu


menekan sekresi VLDL akibat berkurangnya sintesa TG. Karena VLDL
menurun, maka secara tidak langsung LDL juga menurun, dan HDL yang
mengandung apo A meningkat. TG menurun setelah 4 - 6 jam minum obat,
sedangkan kolesterol menurun setelah beberapa hari kemudian. Sintesa TG
oleh hepar menunun karena asupan asam lemak bebas dari sirkulasi
berkurang akibat penekanan niasin terhadap jaringan adiposa. Obat ini
mudah diserap di semua bagian saluran cerna. Ekskresi utama melalui
urin. (Katzung, 2010)

Indikasi klinis : sangat baik untuk tipe hiperlopiproteinemia yang


ditandai dengan peningkatan kadar VLDL dan LDL. Kolesterol dapat
diturunkan 30%, sedangkan TG menurun sampai 60%. Efek ini semakin
baik bila dikombinasi dengan kolestiramin atau klofibrat. (Katzung, 2010)

Efek samping : Kulit panas dan gatal sangat mengganggusekali


pada pemakaian setelah 1-2 jam obat ini, sehingga sering kali pasien
berhenti minum obat. Sebenarnya efek ini menghilang sendiri setelah
beberapa lama; disebabkan oleh pelepasan prostaglandin yang dapat
25

dicegah dengan penambahan aspirin. Efek lain berupa perut kembung,


gangguan fungsi hati, menurunkan toleransi terhadap glukosa, glikosuria,
hiperurisemia dan ikterus. Juga dapat membangkitkan serangan disritmia
jantung dengan fibrillasi atrial. Obat ini dikontraindikasikan pada
penderita penyakit hati, ulkus peptikum dan diabetes mellitus. (Katzung,
2010)

Dosis : Dimulai dengan 50 -100 mg/hari dibagi dalam 3 dosis.


Dosis ini dapat ditingkatkan bertahap sampai 2,5 g/hari pada bulan I, 5
g/hari pada bulan II dan 7,5 g/hari pada bulan III. Dengan dosis 5 g/hari
diharapkan dapat mengatasi kasus famili hiperkolesterolemia yang
heterozigot. (Katzung, 2010)

4.Turunan Asam Fibrat


Mekanisme kerja turunan asam fibrat masih belum diketahui pasti.
Diperkirakan terkait dengan ikatan turunan asam fibrat dengan peroxisome
proliferator-activated reseptors (PPARs). Ikatan ini menstimulasi sintesis
LPL, mereduksi ekspresi apoC-III, dan meningkatkan ekspresi apoA-I dan
apoA-II. Kenaikan LPL akan menyebabkan kenaikan klirens lipoprotein
kaya trigliserida, sedang reduksi ekspresi apoC-III meningkatkan klirens
VLDL. Peningkatan ekspresi apoA-I dan apoA-II menyebabkan kenaikan
HDL.Turunan asam fibrat sering digunakan pada terapi tipe III
hyperlipoproteinemia, atau pasien dengan kadar VLDL yang tinggi, tetapi
HDL rendah. Gagal ginjal dan kerusakan hati merupakan kontraindikasi
relatif bagi penggunaan turunan asam fibrat. Kelompok besar turunan
asam fibrat yang ada di pasaran antara lain Gemfibrozil, Fenofibrat, dan
klofibrat. (Katzung, 2010)

a. Klofibrat
Adalah suatu derivat asam isobutirat, yang oleh esterase serum
menjadi asam klofibrat. Mekanisme kerja : Obat ini dapat merangsang
enzim LPL sehingga bersihan VLDL meningkat yang berarti
menurunkan kadar TO. Selain itu karena menghambat sintesa kolesterol
26

dalam hepar dan merangsang sekresi kolesterol ke dalam empedu dan


feces, obat ini dapat pula menurunkan kadar kolesterol dan menarik
cadangan kolesterol dalam jaringan. Efek ini terbukti dari berkurangnya
ukuran santoma pada kulit. Dengan dosis 2 X 500 mg kadar puncak
plasma 50-60 µg/ml dicapai dalam 6 jam. Masa paruh obat ini berkisar
15-20 jam. (Katzung, 2010)
Indikasi klinis : sebagai obat terpilih untuk hiperlipoproteinemia
tipe III karena dapat menghancurkan partikel VLDL, sehingga kadar
TG dan kolesterolnya menurun. Kemampuan menurunkan kadar
kolesterol bervariasi, oleh karena itu penggunaan untuk
hiperkolesterolemia familial masih dibatasi. Karena obat ini dapat pula
meningkatkan LDL, jangan digunakan untuk hiperlipoproteinemia tipe
IV. (Katzung, 2010)
Efek samping : berupa nyeri lambung, mual muntah, diare dan
bertambahnya berat badan. Obat ini dapat meningkatkan insiden
kolelitiasis (2-3 X lipat) dan kematian akibat karsinoma karena efek
perangsangan sekresi empedu, sehingga penggunaannya sangat
dibatasi. Juga pernah dilaporkan timbulnya trombosis dan klaudikasio
pada penderita yang menggunakan klofibrat. Interaksi obat dapat
meningkatkan aktifitas koumanin, sehingga dosis koumarin hams
diberikan separuhnya dan selalu diperiksa kadar protrombin. (Katzung,
2010)

b.Gemfibrozil
Obat ini juga merupakan derivat asam fibrat dengan mekanisme
kerja yang mirip klofibrat. Peningkatan bersihan VLDL dan
penghambatan sintesa VLDL dalam hepar dapat menurunkan kadarTG
sampai 50%. Efek ini timbul karena menurunnya kadar asam lemak
bebas dan meningkatnya aktifitas enzim LPL. Pembentukan LDL
dicegah dan bersihannya ditingkatkan. Selain itu gemfibrozil juga dapat
meningkatkan HDL yang penting pada proteksi timbulnya PJK. Obat
ini mudah diserap oleh saluran cerna dan diekskresikan ke dalam urin
27

secara utuh. Masa paruhnya sekitar 1,5 jam. Dosis yang dianjurkan
sekitar 1200 mg/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi klinis : Sebaiknya
obat ini diberikan bila ditemui hipertrigliseridemia berat, peninggian
VLDL seperti untuk tipe III, IV dan V hiperlipoproteinemia. Obat ini
dapat juga menurunkan LDL kolesterol pada hiperkolesterolemia.
Efek samping : sama dengan klofibrat. (Katzung, 2010)

c.Fenofibrat
Fenofibrat merupakan prodrug dan tidak mempunyai efek
antilipemik hingga dihidrolosis oleh jaringan dan plasma esterase
sehingga menjadi bentuk aktif yaitu asam fenofibrat. Fenofibrat
mempunyai efek menurunkan kolesterol total, LDL, VLDL, trigliserida
dan Apo B, serta menaikkan kadar HDL , Apo A-I dan Apo A-II.
Mekanisme kerja Fenofibrat belum diketahui secara pasti tetapi diduga
memiliki aktivitas :
•Meningkatkan pengeluaran partikel yang kaya akan trigeliserida.
•Aktivasi lipoprotein lipase, menurunkan produksi Apo C-III yang
merupakan inhibitor lipoprotein lipase. seta meningkatkan lipolysis.
•Aktivasi reseptor (peroxisome proliferator actvated receptor α) yang
menginduksi sintesis HDL, Apo A-I dan Apo A-II. (Katzung, 2010)
Penggunaan Terapi dan Dosis :Fenofibrat memiliki dua bentuk
sedian yaitu fenofibrat micronized dan nonmicronized. 67 mg fenofibrat
micronized bioekivalen dengan 100 mg fenofibrat nonmicronized.
Dosis fenofibrat micronized adalah 1 kali sehari 200 mg sedangkan
fenofibrat nonmicronized adalah 3 kali sehari 100 mg. (Katzung, 2010)
Fenofibrat juga dapat menurunkan kadar asam urat, pada orang
sehat dan penderita hiperurikemia fenofibrat bekerja dengan
meningkatkan ekskresi asam urat. Fenofibrat kontraindikasi untuk
penderita dengan kerusakan dan kelainan pada fungsi ginjal, serta
penderita yang hipersensitif terhadap obat ini. (Katzung, 2010)
Efek samping penggunaan fenofibrat antara lain :
• kelainan fungsi hati ( meningkatkan AST/SGOT dan ALT/SGPT )
28

• gangguan pada saluran pernafasan.


• sakit pada perut, sakit punggung, sakit kepala, diare, konstipasi,
peningkatan pengeluaran kreatinin.
Toksisitas: Pada penggunaan yang berlebih dapat menyebabkan
efek toksisitas, diantaranya dapat menyebabkan prankreatitis, selain itu
dapat menyebabkan penurunan jumlah hemoglobin, hematokrit dan
leukosit sehingga dapat menyebabkan trobositopenia dan
agranulositosis. (Katzung, 2010)

5. Penatalaksanaan non farmakologi dislipidemia

Langkah awal dalam penatalaksanaan dislipidemia harus dimulai dengan


penilaian jumlah faktor risiko (risk assesment) untuk menentukan sasaran
kolesterol – LDL yang harus dicapai. Penatalaksanaan dislipidemia terdiri atas
penatalaksanaan non-farmakologis dan penggunaan obat penurun lipid.
Gambar dibawah ini menunjukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
mengambil keputusan apakah seseorang harus mendapat obat atau tidak.
(Sudoyo, 2009)

Penilaian risiko langkah


pertama
penatalaksanaan
dislipidemia

Faktor risiko utama yang


Tiga faktor risiko yang
menentukan sasaran
menentukan sasaran
LDL (terkecuali
kolesterol - LDL
kolesterol - LDL)

0-1 >2 = 2 Risiko PAK dan yang


Faktor Risiko Faktor Risiko disamarkan

Gambar 2. Urutan Penatalaksanaan dislipidemia. (PAK = penyakit


arteri koroner) (Sudoyo, 2009)
29

Untuk penatalaksanaan pada semua pasien dislipidemia harus dimulai


dengan pengobatan non farmakologis terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan
pemberian obat penurun lipid. Pada umumnya pengobatan non-farmakologis
dilakukan selama tiga bulan sebelum memutuskan untuk menambahkan obat
penurun lipid. Pada keadaan tertentu pengobatan non-farmakologis dapat
bersamaan dengan pemberian obat (seperti pada tabel dibawah ini ). (Sudoyo,
2009)

Penatalaksanaan non-farmakologis dikenal juga dengan nama perubahan


gaya hidup, meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik, serta beberapa upaya
lain seperti menghentikan merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang
gemuk, dan mengurangi asupan alkohol. (Sudoyo, 2009)

Tabel 3. (Dikutip dari Penatalaksanaan dislipidemia. Buku petunjuk praktis


penatalaksanaan dislipidemia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2005;
5-14). (Sudoyo, 2009)

Kelompok Sasaran LDL-C Kadar LDL-C Kadar LDL-C


risiko (mg/dl) dimana harus dimana perlu
dimulai perubahan dipertimbangkan
gaya hidup pemberian obat
PAK atau < 100 >/= 100 Kadar LDL-C
yang dimana perlu
disamakan dipertimbangkan
PAK pemberian obat
>/= 2 faktor < 130 >/= 130 10 tahun risiko 10-
risiko 20 % : >/= 130
10 tahun risiko <
10 % : > 160
0 – 1 faktor < 160 >/= 160 (160 – 189
risiko pemberian obat
opsional)
30

1. Terapi nutrisi medis


Terapi nutrisi medis merupakan tahap awal penatalaksanaan seseorang
dengan dislipidemia, oleh karena itu disarankan untuk berkonsultasi dengan
ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak.
Pasien dengan kadar LDL-C atau kolesterol total tinggi dianjurkan untuk
mengurangi asupan lemak jenuh, dan meningkatkan asupan lemak tidak
jenuh rantai tunggal dan ganda (mono unsaturated fatty acid = MUFA dan
polu unsaturated fatty acid = PUFA). Pada pasien dengan kadar trigliserida
yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alkohol dan lemak.
(Sudoyo, 2009)

Tabel 4. (Dikutip dari : penatalaksanaan dislipidemia. Buku petunjuk


praktis penatalaksanaan dislipidemia. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. 2005; 5-14). (Sudoyo, 2009)

Makanan Asupan yang dianjurkan


Total lemak 20-25 % dari kalori total
6. Lemak jenuh <7 % dari kalori total
7. Lemak PUFA Sampai 10 % dari kalori total
8. Lemak MUFA Sampai 10 % dari kalori total
Karbohidrat 60 % dari kalori total (terutama
karbohidrat kompleks)
Serat 30 gr per hari
Protein Sekitar 15 % dari kalori total
Kolesterol <200 mg per hari

2. Aktivitas fisik
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas
fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik
bermanfaat, seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang, dll. Penting sekali
agar jenis olahraga disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pasien,
selain itu agar berlangsung terus menerus. (Sudoyo, 2009)
31

6. Konsumsi alkohol dalam 12-24 jam dapat meningkatkan Gamma Glutamyl


Transferase (GGT)
GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak
pada pemakai alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu.
Alkohol bukan saja merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak
enzim, tetapi juga menyebabkan kerusakan hati, meskipun status gizi
peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi terjadi setelah 12-24 jam bagi
orang yang minum alkohol dalam jumlah yang banyak, dan mungkin akan
tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan alkohol dihentikan. Tes
gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis (alkaline
phosphatase,ALP). (Ristoff E,2003)
Gamma glutamyltranspeptidase (Gamma-glutamyltransferase,
gamma-glutamyl transpeptidase, γ-glutamyltransferase, GGT, GGTP,
gamma-GT,) adalah sejenis enzim yang memindahkan gugus γ-glutamil dari
glutathion dan konjugasi-S nya serta senyawa γ-glutamil ke molekul akseptor
γ-glutamil seperti asam amino, rantai peptida pendek dan H2.sel epitelial,

namun terutama terdapat di hati, dan sering digunakan sebagai salah satu
parameter diagnosa dalam bidang kedokteran. Aplikasi yang paling sering
digunakan adalah untuk mendiagnosa penyakit pada hati atau saluran
empedu, dan penanda utama pada gejala diabetes mellitus tipe 2. Aktivitas
paling tinggi dari GGT ditemukan pada ginjal, usus kecil, pankreas, hati dan
organ lain yang mempunyai fungsi absorbsi dan sekresi. Kadar GGT
dihubungkan dengan beberapa faktor resiko kardiovaskuler, dan ditemukan
juga sebagai prediktor pada hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung.
Ada O Enzim ini ditemukan pada berbagai jaringan pada permukaan
hubungan yang kuat antara peningkatan kadar GGT dan insiden diabetes.
Walaupun GGT digunakan secara luas sebagai marker untuk konsumsi
alkohol. (Ristoff E,2003)
Gamma glutamyltransferase memicu katabolisme GSH, menyediakan
pasokan sistein untuk sel dan memelihara rasio GSH intraselular,
metabolisme leukotriena C4 dan xenobiotik. Ekspresi GGT merupakan salah
32

satu mekanisme pertahanan antioksidan dan sangat sensitif terhadap stres


oksidatif. (Ristoff E,2003)

Gambar 3. Siklus Gamma Glutamyl

Dikutip dari : Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma


glutamyltranspeptidase deficiency. Available from :
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-glutamyl.pdf 1
33

DAFTAR PUSTAKA

Bahri A. 2004. Faktor Resiko Dislipidemia. e-USU Repositor. Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC.
Jakarta. 575-588 Hal

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Kedokteran Edisi ketiga Jilid I. Media Aesculapius
FKUI. Jakarta. 588-596 Hal

Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi


ke-6. EGC. Jakarta
Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma glutamyltranspeptidase deficiency.
Available from : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-glutamyl.pdf 1
Diakses 12 Oktober 2013

Silver, Brian. 2013. Stroke Prevention.


http://emedicine.medscape.com/article/323662-\overview#showall.
Diakses 12 Oktober 2013
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI. Jakarta. 1984-1992 Hal

Wijaya. 2010. Aparameter Resiko Penyakit Vaskuler aterosklerotik Koroner dan


serebral. Forum Diangnostikum . Jakarta

Anda mungkin juga menyukai