Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN

A. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih

B. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
C. Pathway

D. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
E. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial

F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

Asuhan Keperawatan Suspek Stroke Hemoragik


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

j. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan
sentral bicara
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
cerebral tidak Gangguan perfusi jaringan dapat 1. Peningkatan tekanan darah sistemik
efektif b.d O2 tercapai secara optimal 1. Pantau TTV tiap jam dan catat yang diikuti dengan penurunan
otak menurun hasilnya tekanan
Kriteria hasil : darah diastolik merupakan tanda
 Mampu mempertahankan tingkat peningkatan TIK. Napas tidak teratur
kesadaran menunjukkan adanya peningkatan TIK
1  Fungsi sensori dan motorik 2. Mampu mengetahui tingkat respon
membaik 2. Kaji respon motorik terhadap motorik pasien
perintah sederhana 3. Mencegah/menurunkan atelektasis
3. Pantau status neurologis secara 4. Menurunkan statis vena
5. Menurunkan resiko terjadinya
teratur
4. Dorong latihan kaki aktif/ pasif komplikasi
5. Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
nutrisi: kurang 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
dari kebutuhan 2. Asupan makanan makanan
tubuh b.d 3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi
ketidakmampuan Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB
untuk 1. Menjelaskan komponen Aktivitas keperawatan :
mengabsorpsi kedekatan diet 1. Tentukan motivasi klien untuk 1. Motivasi klien mempengaruhi
2. Nilai laboratorium mengubah kebiasaan makan
nutrien dalam perubahan nutrisi
(mis,trnsferin,albumin,dan 2. Ketahui makanan kesukaan klien
eletrolit) 3. Rujuk kedokter untuk menentukan 2. Makanan kesukaan klien untuk
3. Melaporkan keadekuatan penyebab perubahan nutrisi mempermudah pemberian nutrisi
tingkat giji
3. Merujuk kedokter untuk mengetahui
4. Nilai laboratorium
perubahan klien serta untuk proses
(mis:trasferin,albomen dan penyembuhan
eletrolit 4. Bantu makan sesuai dengan 4. Membantu makan untuk mengetahui
5. Toleransi terhadap gizi yang kebutuhan klien perubahan nutrisi serta untuk
dianjurkan. pengkajian
5. Ciptakan lingkungan yang 5. Menciptakan lingkungan untuk
menyenangkan untuk makan kenyamanan istirahat klien serta utk
ketenangan dalam ruangan/kamar.

3 Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


fisik b.d Klien diminta menunjukkan tingkat
penurunan mobilitas, ditandai dengan indikator  Terapi aktivitas, ambulasi
kekuatan otot berikut (sebutkan nilainya 1 - 5 :  Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
ketergantungan (tidak berpartisipasi)  Perubahan posisi
membutuhkan bantuan orang lain atau
alat membutuhkan bantuan orang lain, Aktivitas Keperawatan :
mandiri dengan pertolongan alat bantu 1. Mengajarkan klien tentang dan pantau
atau mandiri penuh). 1. Ajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas klien
Kriteria Evaluasi : penggunaan alat lebih mudah.
2. Membantu klien dalam proses
bantu mobilitas. perpindahan akan membantu klien latihan
1. Menunjukkan penggunaan alat
2. Ajarkan dan bantu klien dalam
bantu secara benar dengan dengan cara tersebut.
proses perpindahan. 3. Pemberian penguatan positif selama
pengawasan. 3. Berikan penguatan positif selama
2. Meminta bantuan untuk beraktivitas aktivitas akan mem-bantu klien semangat
beraktivitas.
mobilisasi jika diperlukan. dalam latihan.
3. Menyangga BAB 4. Mempercepat klien dalam mobilisasi dan
4. Dukung teknik latihan ROM
4. Menggunakan kursi roda secara mengkendorkan otot-otot
efektif. 5. Kolaborasi dengan tim medis 5. Mengetahui perkembngan mobilisasi
tentang mobilitas klien klien sesudah latihan ROM

4 Risiko kerusakan integritas Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan mungkin
kulit b.d factor risiko : Tissue Integrity : Skin and Mucous menggunakan pakaian yang merasa tidak dapat beristirahat atau
lembap Membranes longgar perlu untuk bergerak
Kriteria Hasil : 2. Menurunkan terjadinya risiko
 Integritas kulit yang baik bisa 2) Hindari kerutan pada tempat infeksi pada bagian kulit
dipertahankan (sensasi, tidur 3. Cara pertama untuk mencegah
elastisitas, temperatur, 3) Jaga kebersihan kulit agar terjadinya infeksi
tetap bersih dan kering 4. Mencegah terjadinya komplikasi
hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit 4) Mobilisasi pasien (ubah selanjutnya
posisi pasien) setiap dua jam 5. Mengetahui perkembangan
 Menunjukkan pemahaman
sekali terhadap terjadinya infeksi kulit
dalam proses perbaikan kulit
5) Monitor kulit akan adanya 6. Menurunkan pemajanan terhadap
dan mencegah terjadinya
kemerahan kuman infeksi pada kulit
sedera berulang 7. Menurunkan risiko terjadinya
 Mampu melindungi kulit dan 6) Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah infeksi
mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami yang tertekan
7) Kolaborasi pemberian
antibiotic sesuai indikasi

5 Gangguan Intervensi (NIC) :


komunikasi Tujuan (NOC): 1. Lakukan komunikasi dengan 1. Mencek komunikasi klien apakah
verbal b.d. Komunikasi dapat berjalan dengan wajar, bahasa jelas, sederhana benar-benar tidak bisa melakukan
kerusakan baik dan bila perlu diulang komunikasi
neuromuscular, Kriteria hasil : 2. Dengarkan dengan tekun jika 2. Mengetahui bagaimana kemampuan
kerusakan sentral a. Klien dapat mengekspresikan pasien mulai berbicara komunikasi klien tsb
bicara perasaan 3. Mengetahui derajat /tingkatan
b. Memahami maksud dan 3. Berdiri di dalam lapang kemampuan berkomunikasi klien
pembicaraan orang lain pandang pasien pada saat 4. Menurunkan terjadinya komplikasi
c. Pembicaraan pasien dapat lanjutan
bicara
dipahami 4. Latih otot bicara secara 5. Keluarga mengetahui & mampu
optimal mendemonstrasikan cara melatih
5. Libatkan keluarga dalam komunikasi verbalpd klien tanpa
melatih komunikasi verbal bantuan perawat
pada pasien 6. Mengetahui perkembangan
6. Kolaborasi dengan ahli terapi komunikasi verbal klien
wicara
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7.


Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Jakarta
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume
2 Penerbit Jakarta: EGC
http://adf.ly/4282932/banner/http://zallien.blogspot.com/2012/08/askep-
stroke-non-hemoragik-snh.html
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

Disusun Oleh:
NAMA : FIRDAYANTI
NIM : 712003S12017

YAYASAN ABDI KALIMANTAN


AKADEMI KEPERAWATAAN PANDAN HARUM
BANJARMASIN
2014

Anda mungkin juga menyukai