Kesuksesan adalah ujian

Juli, tahun ketiga

Perlahan tapi pasti, aku menaiki tangga kesuksesan. Cita-cita yang dahulu sebatas angan-angan,
ternyata mampu dikonversi menjadi kenyataan. Dan, layaknya manusia biasa ketika dimanjakan
kemewahan, akupun lupa diri.

Kugunting silaturahmi dengan mereka yang dulu senang mencibir pilihan hidupku. Pesan-pesan
ajakan bertemu, menumpuk dikotak masuk. Bagiku basa-basi mereka terkesan busuk. Kemana
saj mereka, sewaktu aku bersusah payah membangun impian? Tak mennggubris tatkala aku
mengetuk pintu untuk meminta bantuan. Chii!!! Lihat aku yang sekarang. Lihat betapa aku
dielu-elukan. Aku tertawa puas, atas jerih payah yang terbayar lunas.

Aku lipa, ada campur tangan Tuhan dalam gerak-gerikku; dalam setiap gagal dan berhasilku.
Sudah menjadi monster macam apa diriku ini? Rasa angkuh menggerogotiku perlahan.,
menjadikanku delusional atas kepopuleran yang sifatnya sementara. Padahal, tidak ada yang
namanya keabadian, semegah apapun kita membangun kerajaan. Dan orang-orang yang hari ini
kudiamkan, bias saja berbalik menjadi orang-orang yang kelak kubutuhkan.

Tuhan menitipkan kekayaan, agar kita bias membaginya pada dunia, bukan memakai kekayaan
tersebut sebagai senjata untuk merampas milik orang-orang tak punya. Tuhan menitipkan
wawasan, agar kita bias mencerdaskan dunia, bukan memakai wawasan tersebut sebagai ajang
untuk membodohi mereka yang tidak tahu apa-apa. Tuhan menitipkan jabatan, agar kita bias
mebenahi apa yang salah pada dunia, bukan memakai jabatan tersebut sebagai kesempatan
untuk menambah kesalahan yang pernah dilakukan para pendahulu kita. Dan Tuhan menitipkan
kesuksesan, agar kita bias mengangkat derajat mereka yang dilanda kesulitan, bukan memakai
kesuksesan tersebut sebagai media untuk pamer pencapaian dan pencitraan.

Karena sesungguhnya kesuksesan adalah ujian. Dan kita tidsk pernah betul-betul menang
sebelum mengerti bagaimana caranya merendahkan hati.
Kakimu bias kau taruh di tempat tertinggi, tapi apakah hatimu bias kau
taruh ditempat terendah?