MENGHAFAL AL-QURAN:
1. MENGIKHLASKAN NIAT
Yang paling penting adalah mengikhlaskan niat. percuma saja bila kita
menghafal al-quran tapi niatnya bukan karena Allah Subhanahu wa ta’ala. Kita
hanya akan mendapatkan lelah tanpa mendapat pahala sedikit pun. bila kita
niatkan hanya karena Allah, insya-Allah Allah akan menolong serta
mempermudah langkah kita.
Jika niat kita ikhlas karena Allah, niscaya Allah akan membantu kita dikala
sedang malas atau bosan. Karena halangan terbesar bagi penghafal al-quran
adalah rasa bosan, terlebih jika baru pertama kali menghafal. Untuk itu,
ikhlasnya niat merupakan hal wajib bagi seorang penghafal al-quran.
Untuk shalat hajat sendiri tidak ada ketentuan waktu. Kita bisa mengerjakan
shalat hajat kapan saja, kecuali pada waktu terlarang mengerjakan shalat.
Anjuran untuk mengerjakan shalat hajat ini merujuk pada hadits yang
diriwayatkan Hudzaifah al-Yamani radhiyallahu anhu, beliau berkata:
كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam jika ditimpa suatu masalah beliau
langsung mengerjakan shalat.”
Rekomendasi bacaan: Panduan lengkap Sholat Dhuha
3. MEMPERBAIKI BACAAN
Sebelum mulai menghafal ayat demi ayat, hendaknya kita memperbaiki bacaan
terlebih dahulu. hal ini wajib kita lakukan agar terhindar dari salah baca dan
kekeliruan. Menghafal al-quran memang mempunyai keutamaan yang banyak,
tapi kalau membacanya masih banyak yang keliru, bisa membuat pahala
berkurang. (baca: Keutamaan Membaca Al-quran)
4. METODE MENGAFAL ALQURAN
Ada banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal al-quran,
masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya.
Akan tetapi disini saya akan paparkan 2 cara yang paling mudah menurut saya
dan bisa dilakukan siapa saja:
a. Metode Pertama
Menghafal per-halaman. Maksudnya kita membaca satu halaman yang mau kita
hafal sebanyak tiga sampai sepuluh kali secara tartil, kalau sudah lancar baru
mulai menghafalnya. Setelah hafal satu halaman, baru kita pindah ke halaman
berikutnya. Metode ini lebih direkomendasikan menggunakan mushaf standart
madinah.
Perlu diperhatikan, setiap kita menghafal satu halaman, sebaiknya kita juga
menghafal satu ayat di halaman berikutnya. Agar kita bisa menyambungkan
hafalan antara satu halaman dengan halaman berikutnya.
b. Metode Kedua
Menghafal per-ayat, yaitu kita membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga
sampai sepuluh kali secara tartil, kalau sudah lancar kita baru menghafal ayat
tersebut. Setelah hafal ayat pertama kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara
yang sama, begitu seterusnya sampai satu halaman.
Untuk menanggulangi agar kita tidak patah semangat, kita harus pasang target
dalam menghafal. Target ini berguna sekali ketika kita sedang malas menghafal.
Kita akan ingat bahwa kita punya mimpi menjadi penghafal al-quran, sehingga
semangat kita akan kembali berkobar.
Kita tidak perlu muluk-muluk dalam menentukan target hafalan, usahakan yang
realistis dan sesuai dengan kemampuan kita.
6. MEMPERDENGARKAN HAFALAN
Untuk menghindari bacaan yang salah, hendaknya halaman yang sudah dihafal
kita perdengarkan kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika
bacaan kita salah.
Ketika kita menghafal, terkadang terjadi kesalahan baca tanpa kita sadari. Untuk
itu, dengan menyetorkan hafalan kita akan dibenarka jika terjadi kesalahan
dalam bacaan kita. Sehingga kesahalan tersebut tidak tidak berlarut-larut dalam
hafalan kita.
Kalau bisa tidak hanya mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan
tetapi mendengar dengan serius dan secara teratur. Dengan begitu kita akan
lebih konsentrasi dalam proses menghafal via pendengaran.
Ada satu kisah menarik yang dialami Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits
yang terkenal dengan kuatnya hafalannya. Suatu ketika, beliau menghafal
sebuah buku dengan diulang berkali-kali. Kebetulan dalam rumah itu tinggal
seorang nenek tua.
Nenek tersebut berkata:”Tidak perlu seperti itu, saya saja sudah hafal buku
tersebut hanya karena mendengar hafalanmu”. “Kalau begitu, saya ingin
mendengar hafalanmu”, timpal Ibnu Abi Hatim. Lalu, nenek tersebut membaca
buku yang sudah dihafalnya.
Setahun setelah kejadian tersebut, Ibnu Abi Hatim ingin mengetahui apakah
nenek tersebut masih ingat dengan hafalannya. Ia kembali ke rumah tersebut
dan meminta agar nenek tersebut mengulangi hafalan yang ia hafal setahun
yang lalu.
Ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali isi buku yang ia hafal
setahun lalu. Namun, tidak dengan Imam Ibnu Abi Hatim, tidak ada satu pun
yang ia lupa dari hafalannya.
Kisah ini menegaskan bahwa kita tidak hanya dituntut untuk menghafal, tapi kita
juga dituntut untuk menjaga hafalan agar tidak lupa. Jika hanya menghafal, kita
yakin pasti banyak orang yang bisa, namun untuk menjaga hafalan tidak semua
orang bisa.
Untuk itu, menjaga hafalan dengan sering murojaah (mengulang-ulang hafalan)
merupakan hal wajib jika kita ingin menghafal al-quran.
Maksud dari satu jenis ini adalah model penulisan mushaf. Seperti mushaf
standart Madinah, mushaf yang dipakai oleh sebagian Kita bisa menggunakan
mushaf standart Madinah, mushaf cetakan Mesir, mushaf cetakan Kuwait atau
mushaf yang dipakai sebagian orang Pakistan dan India.
Kita juga bisa menggunakan model mushaf yang dipakai oleh sebagian pondok
pesantren tahfidh al-quran di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus.
اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تالوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم
الراحمين
‘Allahumma waffiqnii li hifdzil quraanil kariim, wa rozziqnii tilaawatihi anaa’al laili wa
athroofan nahaari ‘alal wajhi alladzi yurdhiika annaa, yaa arhamar roohimiin’.
“Ya Allah berikanlah kepadaku taufik untuk bisa menghafal Al-qur’an, dan berilah saya
kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-
Mu , wahai Yang Maha Pengasih”.
Atau bisa juga membaca doa ini:
Metode ini menggunakan alat seperti papan persegi panjang. Papan tersebut
dihiasi garis-garis yang dibuat secara permanen, untuk memudahkan dalam
menulis ayat-ayat al-qur’an. Mereka biasa menyebut alat ini dengan Lauh.