Anda di halaman 1dari 6

Waqaf dan Ibtida’

Ditulis pada Desember 24, 2013


Mata Kuliah : Baca Tulis Al-Quran

Judul Makalah : Waqaf dan Ibtida’

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tajwid secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan
membaguskan. Sedangkan pengertian dari ilmu tajwid ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara
menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat al-Quran. Para ulama
menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid
ketika membaca al-Quran adalah fardhu ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau
dewasa.

Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini salah satunya adalah ahkamul waqaf wal
ibtida’ atau memulai dan menghentikan bacaan ayat al-Quran.

Dalam prakteknya sering terjadi kesalahan ketika berhenti (waqaf) dan memulai (ibtida’) dalam membaca
ayat al-Quran. Hal ini dikarenakan dalam ber-waqaf dan ber-ibtida tidak mengikuti aturan sehingga tidak
tartil dan tidak mengantarkan pada pemahaman al-Quran sesuai dengan maknanya yang dimaksud.
Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana panduan ber-waqaf dan ber-ibtida yang benar sehingga
dapat menjaga dan memelihara keutuhan makna ayat al-Quran yang dibaca agar sesuai yang dimaksud
oleh Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1.Apa pengertian waqaf dan urgensi ber-waqaf yang benar?
2.Apa sebab waqaf secara umum?
3.Apa saja contoh tanda waqaf dalam al-Quran?
4.Apa pengertian ibtida’ dan urgensi ber-ibtida’ yang benar?
5.Jelaskan pembagian ibtida’ secara umum?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian waqaf dan urgensi ber-waqaf yang benar
2. Mengetahui macam sebab waqaf secara umum
3. Mengetahui contoh tanda waqaf dalam al-Quran
4. Mengetahui pengertian ibtida’ dan urgensi ber-ibtida’ yang benar
5. Mengetahui pembagian ibtida’ secara umum.
BAB II
WAQAF DAN IBTIDA’
A. WAQAF (ْ‫) َوقَف‬
1. Pengertian Waqaf
Waqaf adalah memutuskan pembacaan suatu kata dari setelahnya sesaat sambil menarik nafas yang
kemudian melanjutkan bacaan kembali.

2. Urgensi Waqaf
 Mewujudkan bacaan yang tartil sebagaimana diperintahkan oleh QS. Al-Muzzammil: 4
 Menuntun para mustami pada pemahaman al-Quran yang benar.
 Mengantarkan pada pemahaman al-Quran sesuai dengan maknanya yang dimaksud.
 Menunjukan kebanggan dan kemuliaan seorang yang berilmu atas pemahamannya yang mendalam
dan penguasaan ilmu yang sempurna.
3. Pembagian Waqaf
Sebab waqaf secara umum terbagi menjadi empat macam, yaitu:

a. Waqaf Idhtirary
Idhtirary menurut bahasa adalah darurat. Waqaf idhtirary menurut istilah adalah memberhentikan bacaan
karena kondisi darurat atau sesuatu yang menyebabkan pembaca berpaling dari bacaan Al-Qurannya;
seperti, kehabisan nafas, bersin, menjawab salam, lupa mengenai ayat yang dibaca.

Hukum me-waqaf idhtirary adalah diperbolehkan walaupun pembaca menghentikan bacaannya pada
kalimat, kata atau huruf yang tidak layak.

Pembaca yang menerapkan waqaf ini hendaknya menyambungkan dengan kata/kalimat berikutnya ketika
memulai jika maknanya belum sempurna dan dapat langsung memulai dari setelahnya jika makna yang
dibaca telah sempurna.

b. Waqaf Intizhary

Intizhary menurut bahasa adalah menunggu. Waqaf intizhary menurut bahasa adalah memberhentikan
bacaan pada kata yang diperselisihkan oleh ulama’ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf. Untuk
menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya kesepakatan, sebaiknya waqaf pada kata
itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan
diteruskan samapi tanda waqaf berikuitnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.

c. Waqaf Ikhtibary

Ikhtibary menurut bahasa artinya ujian. Waqaf ikhtibary menurut istilah adalah memberhentikan bacaan
pada suatu kata dengan tujuan untuk menjelaskan hukum-hukumnya, menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan Al-Quran atau ayat yang sedang dibaca, walaupun berhenti pada kata yang dirasakan
maknanya belum tepat.

Waqaf jenis ini biasanya terjadi pada proses belajar mengajar atau ujian dengan tujuan untuk menjelaskan
hokum bacaan ataupun tulisannya, sehingga kesempurnaan makna menjadi tidak dipersyaratkan.

d. Waqaf Ikhtiary

Ikhtiary menurut bahasa artinya pilihan. Waqaf ikhtiary menurut istilah adalah memberhentikan bacaan
pada suatu kata yang diserahkan pada pilihan atau kehendak si pembaca.

Waqaf ikhtiary terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Al-Jaiz maknanya boleh, yaitu berhenti membaca pada kata yang diperbolehkan bahkan dianjurkan
berhenti karena menunjukan makna yang baik.
2. Al-Qabih maknanya jelek atau tidak baik, yaitu waqaf pada ayat, kalimat atau kata yang belum
sempurna maknanya, karena masih ada hubungan dengan kata berikutnya baik secara makna
maupun lafazh.
Pembahasan mengenai kedua waqaf jenis ini akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

4. Waqaf Ikhtiary Al-Jaiz


Al-Jaiz maknanya boleh, yaitu berhenti membaca pada kata yang diperbolehkan bahkan dianjurkan
berhenti karena menunjukan makna yang baik. Waqaf ikhtiary al-jaiz terbagi dalam tiga bagian, yaitu:

a. Waqaf Tam

Waqaf tam yaitu berhenti pada suatu tempat atau kata yang sudah sepurna maknanya dan tidak berkaitan
dengan kata/kalimat sesudahnya baik secara lafazh ataupun makna.
Hukum berhenti pada waqaf tam adalah baik dan sangat dianjurkan kemudian melanjutkan bacaan pada
kata sesudahnya tanpa mengulang. Waqaf tam dapat terjadi pada beberapa kondisi, diantaranya seperti di
bawah ini:

1. Waqaf tam pada akhir ayat (Al-Baqarah :5) yang merupakan akhir tema tertentu.

☼ َ‫علَى ُهدًى مِ ْن َر ِبِّ ِه ْم َوأُولَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِلحُون‬


َ َ‫أُولَئِك‬

Dan memulai pada ayat berikutnya (Al-Baqarah :6).

☼ َ‫علَ ْي ِه ْم َءأ َ ْنذَ ْرت َ ُه ْم أ َ ْم لَ ْم ت ُ ْنذ ِْر ُه ْم ال يُؤْ مِ نُون‬ َ ‫إِ َّن الَّذِينَ َكف َُروا‬
َ ‫س َوا ٌء‬

Berhenti pada kata al-muflihun dalam ayat di ats merupakan akhir tema yang membicarakan keadaan
orang-orang beriman, sedangkan kalimat berikutnya pada ayat 6 berkaitan dengan orang-orang kafir.
Dengan demikian berhenti pada ayat kelima merupakan waqaf tam.

2. Waqaf tam pada pertengahan sebelum akhir ayat, seperti waqaf pada kata adzillah; kemudian
melanjutkan hingga akhir ayat (An-Naml :34).

☼ َ‫سد ُوهَا َو َجعَلُوا أَع َِّزة َ أ َ ْه ِل َها أَذِلَّةً ۖ َو َك َٰذَلِكَ يَ ْفعَلُون‬


َ ‫ت ِإ َّن ْال ُملُوكَ ِإذَا دَ َخلُوا قَ ْريَةً أ َ ْف‬
ْ َ‫قَال‬

Dia berkata, ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina.’ dan demikian pulalah yang
akan mereka perbuat.

3. Waqaf tam pada satu kata setelah akhir ayat seperti pada kata wa billail pada QS. As-Shaffat :38 yang
dibaca dengan cara menyabungkan ayat 137-138

َ‫صبِحِ يْنَ ☼ َوبِاللَّي ْۗل اَفَالَ ت َ ْع ِقلُ ْون‬


ْ ‫علَ ْي ِه ْم ُم‬
َ َ‫َواِنَّ ُك ْم لَت َ ُم ُّر ْون‬

Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di
waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (QS. As-Shaffat: 137-138)

b. Waqaf Kafi

Waqaf kafi adalah berhenti pada suatu kata dan tidak ada keterkaitan dengan kata/kalimat sesudahnya
atau sebelumnya secara lafazh melainkan maknanya saja.

Hukum waqaf kafi adalah dianjurkan dan dipandang baik berhenti dan memulai kembali pada kata
setelahnya. Contohnya adalah pada ayat berikut.

☼ َ‫علَ ْي ِه ْم َءأ َ ْنذَ ْرت َ ُه ْم أ َ ْم لَ ْم ت ُ ْنذ ِْر ُه ْم ال يُؤْ مِ نُون‬ َ ‫ِإ َّن الَّذِينَ َكف َُروا‬
َ ‫س َوا ٌء‬

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri
peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. Al-Baqarah :6)

َ ٌ‫َاوة ٌ َولَ ُه ْم َعذَاب‬


☼ ‫عظِ ي ٌم‬ َ ‫ار ِه ْم ِغش‬
ِ ‫ص‬َ ‫علَى أ َ ْب‬
َ ‫س ْمعِ ِه ْم َو‬ َ ‫علَى قُلُوبِ ِه ْم َو‬
َ ‫علَى‬ َّ ‫َخت ََم‬
َ ُ‫َّللا‬

Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup dan bagi
mereka siksa yang amat berat. (QS. AL-Baqarah: 7)
Berhenti pada akhir ayat 6 di atas merupakan waqaf kafi, kemudian melanjutkan pada ayat berikutnya.
Alasannya adalah ayat 6 sudah sepurna secara makna dan tidak ada keterkaitan lafazh dengan ayat 7
melainkan maknanya saja.

c. Waqaf Hasan

Waqaf hasan adalah berhenti pada suatu kata atau suatu perkataan yang sempurna dan masih berkaitan
dengan kata setelahnya baik dari segi lafazh maupun maknanya.

Hukum waqaf hasan adalah baik atau diperbolehkan. Apabila waqaf hasan terjadi pada akhir ayat, aka
diperbolehkan melanjutkan bacaan pada ayat berikutnya, namun jika waqaf hasan terjadi pada
pertengahan ayat, maka dianjurkan bahkan diharuskan mengulang kebali sebab jika tidak maka
menjadi waqaf qabih (waqaf yang jelek maknanya).

Contoh waqaf hasan:

☼ َ‫ب ْالعَـالَمِ ـيْن‬


ِ ِّ ‫ا َ ْل َح ْمـد ُ هللِ َر‬

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Berhenti pada lafazh al-hadulillah, adalah termasuk waqaf hasan, tanpa memulai pada lafazh berikutnya,
namun jika hendak melanjutkan bacaan pada rabbil ‘alamin, aka harus menyabungkan dengan
sebelumnya.

َ‫ت لَعَلَّ ُك ْم تَتَفَ َّك ُرون‬ َّ ُ‫فِي الدُّ ْنيَا َو ْاْلخِ َرةِ ۗ ☼ َك َٰذَلِكَ يُبَ ِيِّن‬
ِ ‫َّللاُ لَ ُك ُم ْاْليَا‬

Demikian Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir (219) tentang dunia dan
akhirat… (220).

Berhenti pada akhir QS. 2: 219 di atas adalah diperbolehkan namun kalimat atau ayat berikutnya tak
dapat dipahami maknanya kecuali dikaitkan dengan sebelumnya oleh karena itu sangat disukai
mengulang kembali ketika memulainya.

5. Waqaf Ikhtiary Al-Qabih


Al-qabih maknanya jelek atau tidak baik, yaitu waqaf pada ayat, kalimat atau kata yang belum sempurna
maknanya, karena masih ada hubungan dengan kata berikutnya baik secara makna maupun lafazh.
Beberapa kategori yang termasuk waqaf iktiary al-qabih adalah sebagai berikut:

1. Berhenti membaca pada kata yang tidak dapat dipahami karena sangat terkait dengan lafazh dan
makna kata berikutnya.
َّ ‫الرحْ َٰ َم ِن‬
‫الرحِ ِيم‬ ِ َّ ‫ّلِل َربِّ ِ ْالعَالَمِ ينَ ☼ ِبس ِْم‬
َّ ‫َّللا‬ ِ َّ ِ ُ ‫ْال َح ْمد‬

Berhenti pada lafazh bismi pada bismillahi, berhenti pada alhamdu pada alhamdulillah.

1. Berhenti pada kata yang tidak sesuai dengan sifat yang layak disandangkan kepada Allah SWT.
َّ ‫َو َما مِ ْن ِإ َٰلَ ٍه ِإ َّال‬
ۚ ُ‫َّللا‬

Dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; … (QS. Ali Imran: 62)

Berhenti pada kata wa ma min ilah adalah waqaf qabih karena ungkapan tersebut merupakan ungkapan
atheis yang tidak mengakui keberadaan Allah SWT.
1. Berhenti pada kata yang menyebabkan perubahan makna dari yang dimaksud.
‫َار َٰى‬
َ ‫سك‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َال ت َ ْق َربُوا ال‬
ُ ‫ص َالة َ َوأ َ ْنت ُ ْم‬

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk… (QS. An-
Nisa: 43)

Berhenti pada kata la taqrabush shalah sehingga maknanya menjadi larangan kepada orang-orang yang
beriman untuk melaksanakan shalat.

6. Tanda-Tanda Waqaf
Tanda-tanda waqaf yang tertulis dalam mushaf standar adalah sebagai berikut.

Tanda B. IB
No. Waqaf Penjelasan TIDA’
(‫)اِبتِدَاء‬
1. Pen
gertian
Diwajibkan berhenti dan jika menyambungkannya makna menjadi tidak Ibtida’
❶ ‫م‬ sesuai atau rancu Ibtida
menurut
bahasa
❷ ‫قلى‬ Diutamakan berhenti dengan tetap adanya kebolehan menyambungkan berasal
dari
ibtidaa-
❸ ‫صلى‬ Diutamakan bersambung dengantetap adanya kebolehan berhenti yabtadiu-
ibtidaan
yang
❹ ‫ج‬ Diperbolehkan berhenti atau menyambungkannya berarti
“memulai
” yaitu
melanjutk
❺ .’. .’. Kebolehan untuk berhenti pada kata di salah satunya tidak dikeduanya
an atau
memulai
kembali
❻ ‫ال‬ Larangan berhenti karena jika berhenti makna menjadi tidak sesuai bacaan
setelah
berhenti
sejenak untuk mengambil nafas (waqaf).

2. Pembagian Ibtida’
Ibtida terbagi dua macam, yaitu:

1. Ibtida jaiz
Ibtida yang diperbolehkan dengan cara memulai pada kata yang mengantarkan pada kesempurnaan
makna sebagaimana yang dimaksud.

1. Ibtida ghairu jaiz


Ibtida yang tidak diperbolehkan karena memulainya pada kata yang menyebabkan rusaknya makna
kalimat yang dibaca. Perhatikan contoh berikut.

ۚ ‫َّللاَ ه َُو ْال َمسِي ُح ابْنُ َم ْريَ َم‬


َّ ‫لَقَ ْد َكف ََر الَّذِينَ قَالُوا ِإ َّن‬

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putera
Maryam.’ (QS. Al-Maidah: 17)
Berhenti pada kata qalu, kemudian ibtida pada kata setelahnya innallaha…, maka ibtida pada tempat
tersebut merancukan makna dari konsep tauhid yang sudah baku sehingga menyebabkan makna tidak
sesuai dengan yang dimaksud.

3. Urgensi Ber-ibtida yang Benar


Pentingnya ber-ibtida yang benar tidak dapat dilepaskan dari urgensi waqaf itu sendiri yakni penjagaan
dan pemeliharaan keutuhan makna ayat al-Quran yang dibaca agar sesuai dengan yang dimaksud oleh
Allah SWT.

4. Ibtida Pada Waqaf Ikhtiary Al-Jaiz


a. Ibtida pada waqaf tam dan kafi

Para ulama sepakat membolehkan ber-ibtida setelah kata yang di-waqaf-kan dengan status waqaf tam dan
kafi sebagaimana pada contoh diatas.

b. Ibtida pada waqaf hasan

Sedangkan jika di-waqaf-kan dengan statuswaqaf hasan ada dua cara, yaitu:

1. Br-ibtida pada kata setelah waqaf sebagaimana waqaf tam dan kafi jika waqaf-nya terjadi pada
akhir ayat.
2. Ber-ibtida dengan cara mengulang pada kata sebelum di-waqaf-kan jika terjadi pada pertengahan
ayat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Waqaf adalah memutuskan pembacaan suatu kata dari setelahnya sesaat sambil menarik nafas
yang kemudian melanjutkan bacaan kembali.
2. Urgensi mengetahui waqaf dalam tilawah Al-Quran adalah untuk mewujudkan bacaan
yang tartil sebagaimana diperintahkan oleh QS. Al-Muzzammil: 4
3. Sebab waqaf secara umum terbagi menjadi empat macam, yaitu waqaf idhtirary, waqaf
intizhary, waqaf ikhtibary, dan waqaf ikhtiary.
4. Ibtida’ adalah melanjutkan atau memulai kembali bacaan setelah berhenti sejenak untuk
mengambil nafas (waqaf).
5. Urgensi ber-ibtida’ yang benar adalah sebagai penjagaan dan pemeliharaan keutuhan makna ayat
al-Quran yang dibaca agar sesuai dengan yang dimaksud oleh Allah SWT.
6. Ibtida’ terbagi dua macam, yaitu ibtida’ jaiz dan ibtida’ ghairu jaiz.
B. Saran
Makalah kami ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami selaku penulis
menyarankan kepada pembaca sekalian untuk lebih aktif mencari literatur-literatur yang berkaitan dengan
hal ini lebih banyak lagi dan lebih inovatif. Akhir kata kami ucapkan terimakasih atas perhatiannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ade Hanafi Abu Raudhah. (2010). Materi Praktis Tahsin Tilawah 4. Bandung: Tar-Q Press.

Anda mungkin juga menyukai