ILMU TAJWID
Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur Ilmu Tajwid
Oleh :
SUMATERA BARAT
a. Waqaf Idhtirary
b. Waqaf Intizhary
c. Waqaf Ikhtibary
Waqaf jenis ini biasanya terjadi pada proses belajar mengajar atau ujian dengan
tujuan untuk menjelaskan hokum bacaan ataupun tulisannya, sehingga kesempurnaan makna
menjadi tidak dipersyaratkan.
d. Waqaf Ikhtiary
Al-Qabih maknanya jelek atau tidak baik, yaitu waqaf pada ayat, kalimat atau kata
yang belum sempurna maknanya, karena masih ada hubungan dengan kata berikutnya baik
secara makna maupun lafazh.
Pembahasan mengenai kedua waqaf jenis ini akan dibahas pada pembahasan berikutnya.
a. Waqaf Tam
Waqaf tam yaitu berhenti pada suatu tempat atau kata yang sudah sepurna maknanya
dan tidak berkaitan dengan kata/kalimat sesudahnya baik secara lafazh ataupun makna.
Hukum berhenti pada waqaf tam adalah baik dan sangat dianjurkan kemudian melanjutkan
bacaan pada kata sesudahnya tanpa mengulang. Waqaf tam dapat terjadi pada beberapa
kondisi, diantaranya seperti di bawah ini:
1. Waqaf tam pada akhir ayat (Al-Baqarah :5) yang merupakan akhir tema tertentu.
☼ َإِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءأَ ْن َذرْ تَهُ ْم أَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم ال ي ُْؤ ِمنُون
Berhenti pada kata al-muflihun dalam ayat di ats merupakan akhir tema yang membicarakan
keadaan orang-orang beriman, sedangkan kalimat berikutnya pada ayat 6 berkaitan dengan
orang-orang kafir. Dengan demikian berhenti pada ayat kelima merupakan waqaf tam.
2. Waqaf tam pada pertengahan sebelum akhir ayat, seperti waqaf pada kata adzillah;
kemudian melanjutkan hingga akhir ayat (An-Naml :34).
َ ِت إِ َّن ْال ُملُوكَ إِ َذا َدخَ لُوا قَرْ يَةً أَ ْف َسدُوهَا َو َج َعلُوا أَ ِع َّزةَ أَ ْهلِهَا أَ ِذلَّةً ۖ َو َك ٰ َذل
☼ َك يَ ْف َعلُون ْ َقَال
Dia berkata, ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina.’ dan demikian
pulalah yang akan mereka perbuat.
3. Waqaf tam pada satu kata setelah akhir ayat seperti pada kata wa billail pada QS.
As-Shaffat :38 yang dibaca dengan cara menyabungkan ayat 137-138
َ َوبِاللَّي ْۗل اَفَالَ تَ ْعقِلُوْ ن ☼ ََواِنَّ ُك ْم لَتَ ُمرُّ وْ نَ َعلَ ْي ِه ْم ُمصْ بِ ِح ْين
Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas)
mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (QS. As-
Shaffat: 137-138)
b. Waqaf Kafi
Waqaf kafi adalah berhenti pada suatu kata dan tidak ada keterkaitan dengan
kata/kalimat sesudahnya atau sebelumnya secara lafazh melainkan maknanya saja.
☼ َإِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءأَ ْن َذرْ تَهُ ْم أَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم ال ي ُْؤ ِمنُون
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. Al-Baqarah :6)
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup dan
bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. AL-Baqarah: 7)
Berhenti pada akhir ayat 6 di atas merupakan waqaf kafi, kemudian melanjutkan pada
ayat berikutnya. Alasannya adalah ayat 6 sudah sepurna secara makna dan tidak ada
keterkaitan lafazh dengan ayat 7 melainkan maknanya saja.
c. Waqaf Hasan
Waqaf hasan adalah berhenti pada suatu kata atau suatu perkataan yang sempurna
dan masih berkaitan dengan kata setelahnya baik dari segi lafazh maupun maknanya.
Contoh waqaf hasan:
Berhenti pada akhir QS. 2: 219 di atas adalah diperbolehkan namun kalimat atau ayat
berikutnya tak dapat dipahami maknanya kecuali dikaitkan dengan sebelumnya oleh karena
itu sangat disukai mengulang kembali ketika memulainya.
5. Waqaf Ikhtiary Al-Qabih
Al-qabih maknanya jelek atau tidak baik, yaitu waqaf pada ayat, kalimat atau kata
yang belum sempurna maknanya, karena masih ada hubungan dengan kata berikutnya baik
secara makna maupun lafazh. Beberapa kategori yang termasuk waqaf iktiary al-qabihadalah
sebagai berikut:
Berhenti membaca pada kata yang tidak dapat dipahami karena sangat terkait dengan
lafazh dan makna kata berikutnya.
ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ ☼ بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ ٰ َم ِن ال َّر ِح ِيم
Berhenti pada kata yang tidak sesuai dengan sifat yang layak disandangkan kepada Allah
SWT.
Dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; … (QS. Ali Imran: 62)
Berhenti pada kata yang menyebabkan perubahan makna dari yang dimaksud.
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk…
(QS. An-Nisa: 43)
Tanda-tanda waqaf yang tertulis dalam mushaf standar adalah sebagai berikut.
Tanda
No. Waqaf Penjelasan
❻ ال Larangan berhenti karena jika berhenti makna menjadi tidak sesuai
B. IBTIDA’ ()اِ ْبتِدَاء
Ibtida menurut bahasa berasal dari ibtidaa-yabtadiu-ibtidaan yang berarti “memulai” yaitu
melanjutkan atau memulai kembali bacaan setelah berhenti sejenak untuk mengambil nafas
(waqaf).
1. Ibtida jaiz
Ibtida yang diperbolehkan dengan cara memulai pada kata yang mengantarkan pada
kesempurnaan makna sebagaimana yang dimaksud.
Ibtida yang tidak diperbolehkan karena memulainya pada kata yang menyebabkan rusaknya
makna kalimat yang dibaca. Perhatikan contoh berikut.
ۚ لَقَ ْد َكفَ َر الَّ ِذينَ قَالُوا إِ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َم ِسي ُح ابْنُ َمرْ يَ َم
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-
Masih putera Maryam.’ (QS. Al-Maidah: 17)
Berhenti pada kata qalu, kemudian ibtida pada kata setelahnya innallaha…, maka ibtida pada
tempat tersebut merancukan makna dari konsep tauhid yang sudah baku sehingga
menyebabkan makna tidak sesuai dengan yang dimaksud.
Pentingnya ber-ibtida yang benar tidak dapat dilepaskan dari urgensi waqaf itu sendiri yakni
penjagaan dan pemeliharaan keutuhan makna ayat al-Quran yang dibaca agar sesuai dengan
yang dimaksud oleh Allah SWT.
Para ulama sepakat membolehkan ber-ibtida setelah kata yang di-waqaf-kan dengan status
waqaf tam dan kafi sebagaimana pada contoh diatas.
2. Ber-ibtida dengan cara mengulang pada kata sebelum di-waqaf-kan jika terjadi pada
pertengahan ayat.
DAFTAR PUSTAKA