Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ILMU TAJWID
Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur Ilmu Tajwid

Oleh :

Muhammad Farhan Al Anshari : 2017. 2133

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

PENGEMBANGAN ILMU AL QUR’AN ( STAI – PIQ )

SUMATERA BARAT

TAHUN 2019 M / 1440 H


WAQAF DAN IBTIDA’

A.    WAQAF ( ْ‫ َوقَف‬ )


1.      Pengertian Waqaf
Waqaf adalah memutuskan pembacaan suatu kata dari setelahnya sesaat sambil
menarik nafas yang kemudian melanjutkan bacaan kembali.

2.      Urgensi Waqaf


 Mewujudkan bacaan yang tartil sebagaimana diperintahkan oleh QS. Al-Muzzammil:
4
 Menuntun para mustami pada pemahaman al-Quran yang benar.
 Mengantarkan  pada pemahaman al-Quran sesuai dengan maknanya yang dimaksud.
 Menunjukan kebanggan dan kemuliaan seorang yang berilmu atas pemahamannya
yang mendalam dan penguasaan ilmu yang sempurna.

3.      Pembagian Waqaf

Sebab waqaf secara umum terbagi menjadi empat macam, yaitu:

a. Waqaf Idhtirary

Idhtirary menurut bahasa adalah darurat. Waqaf idhtirary menurut istilah adalah


memberhentikan bacaan karena kondisi darurat atau sesuatu yang menyebabkan pembaca
berpaling dari bacaan Al-Qurannya; seperti, kehabisan nafas, bersin, menjawab salam, lupa
mengenai ayat yang dibaca.

Hukum me-waqaf idhtirary adalah diperbolehkan walaupun pembaca menghentikan


bacaannya pada kalimat, kata atau huruf yang tidak layak.

Pembaca yang menerapkan waqaf ini hendaknya menyambungkan dengan


kata/kalimat berikutnya ketika memulai jika maknanya belum sempurna dan dapat langsung
memulai dari setelahnya jika makna yang dibaca telah sempurna.

b. Waqaf Intizhary

Intizhary menurut bahasa adalah menunggu. Waqaf intizhary menurut bahasa adalah


memberhentikan bacaan pada kata yang diperselisihkan oleh ulama’ qiraat antara boleh dan
tidak boleh waqaf. Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya
kesepakatan, sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang
tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan samapi tanda waqaf berikuitnya.
Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.

c. Waqaf Ikhtibary

Ikhtibary menurut bahasa artinya ujian. Waqaf ikhtibary menurut istilah adalah


memberhentikan bacaan pada suatu kata dengan tujuan untuk menjelaskan hukum-hukumnya,
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan Al-Quran atau ayat yang sedang dibaca,
walaupun berhenti pada kata yang dirasakan maknanya belum tepat.

Waqaf jenis ini biasanya terjadi pada proses belajar mengajar atau ujian dengan
tujuan untuk menjelaskan hokum bacaan ataupun tulisannya, sehingga kesempurnaan makna
menjadi tidak dipersyaratkan.

d. Waqaf Ikhtiary

Ikhtiary menurut bahasa artinya pilihan. Waqaf ikhtiary menurut istilah adalah


memberhentikan bacaan pada suatu kata yang diserahkan pada pilihan atau kehendak si
pembaca.

Waqaf ikhtiary terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

Al-Jaiz maknanya boleh, yaitu berhenti membaca pada kata yang diperbolehkan


bahkan dianjurkan berhenti karena menunjukan makna yang baik.

Al-Qabih maknanya jelek atau tidak baik, yaitu waqaf pada ayat, kalimat atau kata
yang belum sempurna maknanya, karena masih ada hubungan dengan kata berikutnya baik
secara makna maupun lafazh.

Pembahasan mengenai kedua waqaf jenis ini akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

4. Waqaf Ikhtiary Al-Jaiz

Al-Jaiz maknanya boleh, yaitu berhenti membaca pada kata yang diperbolehkan


bahkan dianjurkan berhenti karena menunjukan makna yang baik. Waqaf ikhtiary al-
jaizterbagi dalam tiga bagian, yaitu:

a. Waqaf Tam

Waqaf tam yaitu berhenti pada suatu tempat atau kata yang sudah sepurna maknanya
dan tidak berkaitan dengan kata/kalimat sesudahnya baik secara lafazh ataupun makna.
Hukum berhenti pada waqaf tam adalah baik dan sangat dianjurkan kemudian melanjutkan
bacaan pada kata sesudahnya tanpa mengulang. Waqaf tam dapat terjadi pada beberapa
kondisi, diantaranya seperti di bawah ini:

1. Waqaf tam pada akhir ayat (Al-Baqarah :5) yang merupakan akhir tema tertentu.

☼ َ‫أُولَئِكَ َعلَى هُدًى ِم ْن َربِّ ِه ْم َوأُولَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬

Dan memulai pada ayat berikutnya (Al-Baqarah :6).

☼ َ‫إِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءأَ ْن َذرْ تَهُ ْم أَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم ال ي ُْؤ ِمنُون‬

Berhenti pada kata al-muflihun dalam ayat di ats merupakan akhir tema yang membicarakan
keadaan orang-orang beriman, sedangkan kalimat berikutnya pada ayat 6 berkaitan dengan
orang-orang kafir. Dengan demikian berhenti pada ayat kelima merupakan waqaf tam.

2. Waqaf tam pada pertengahan sebelum akhir ayat, seperti waqaf pada kata adzillah;
kemudian melanjutkan hingga akhir ayat (An-Naml :34).

َ ِ‫ت إِ َّن ْال ُملُوكَ إِ َذا َدخَ لُوا قَرْ يَةً أَ ْف َسدُوهَا َو َج َعلُوا أَ ِع َّزةَ أَ ْهلِهَا أَ ِذلَّةً ۖ َو َك ٰ َذل‬
☼ َ‫ك يَ ْف َعلُون‬ ْ َ‫قَال‬

Dia berkata, ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina.’ dan demikian
pulalah yang akan mereka perbuat.

3. Waqaf tam pada satu kata setelah akhir ayat seperti pada kata wa billail pada QS.
As-Shaffat :38 yang dibaca dengan cara menyabungkan ayat 137-138

َ‫ َوبِاللَّي ْۗل اَفَالَ تَ ْعقِلُوْ ن‬  ☼ َ‫َواِنَّ ُك ْم لَتَ ُمرُّ وْ نَ َعلَ ْي ِه ْم ُمصْ بِ ِح ْين‬

Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas)
mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (QS. As-
Shaffat: 137-138)

b. Waqaf Kafi

Waqaf kafi adalah berhenti pada suatu kata dan tidak ada keterkaitan dengan
kata/kalimat sesudahnya atau sebelumnya secara lafazh melainkan maknanya saja.

Hukum waqaf kafi adalah dianjurkan dan dipandang baik berhenti dan memulai


kembali pada kata setelahnya. Contohnya adalah pada ayat berikut.

☼ َ‫إِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءأَ ْن َذرْ تَهُ ْم أَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم ال ي ُْؤ ِمنُون‬
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. Al-Baqarah :6)

☼ ‫ار ِه ْم ِغشَا َوةٌ َولَهُ ْم َع َذابٌ َع ِظي ٌم‬


ِ ‫ص‬َ ‫خَ تَ َم هَّللا ُ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَى َس ْم ِع ِه ْ…م َو َعلَى أَ ْب‬

Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup dan
bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. AL-Baqarah: 7)

Berhenti pada akhir ayat 6 di atas merupakan waqaf kafi, kemudian melanjutkan pada
ayat berikutnya. Alasannya adalah ayat 6 sudah sepurna secara makna dan tidak ada
keterkaitan lafazh dengan ayat 7 melainkan maknanya saja.

c. Waqaf Hasan

Waqaf hasan adalah berhenti pada suatu kata atau suatu perkataan yang sempurna
dan masih berkaitan dengan kata setelahnya baik dari segi lafazh maupun maknanya.

Hukum waqaf hasan adalah baik atau diperbolehkan. Apabila waqaf hasan terjadi


pada akhir ayat, aka diperbolehkan melanjutkan bacaan pada ayat berikutnya, namun jika
waqaf hasan terjadi pada pertengahan ayat, maka dianjurkan bahkan diharuskan mengulang
kebali sebab jika tidak maka menjadi waqaf qabih (waqaf yang jelek maknanya).

Contoh waqaf hasan:

 ☼ َ‫اَ ْل َح ْمـ ُد هللِ َربِّ ْال َعـالَ ِمـ ْين‬

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Berhenti pada lafazh al-hadulillah, adalah termasuk waqaf hasan, tanpa memulai pada


lafazh berikutnya, namun jika hendak melanjutkan bacaan pada rabbil ‘alamin, aka harus
menyabungkan dengan sebelumnya.

ِ ‫فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة ۗ ☼ َك ٰ َذلِكَ يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ُم اآْل يَا‬


َ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّكرُون‬

Demikian Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir (219) tentang


dunia dan akhirat… (220).

Berhenti pada akhir QS. 2: 219 di atas adalah diperbolehkan namun kalimat atau ayat
berikutnya tak dapat dipahami maknanya kecuali dikaitkan dengan sebelumnya oleh karena
itu sangat disukai mengulang kembali ketika memulainya.
5. Waqaf Ikhtiary Al-Qabih

Al-qabih maknanya jelek atau tidak baik, yaitu waqaf pada ayat, kalimat atau kata
yang belum sempurna maknanya, karena masih ada hubungan dengan kata berikutnya baik
secara makna maupun lafazh. Beberapa kategori yang termasuk waqaf iktiary al-qabihadalah
sebagai berikut:

Berhenti membaca pada kata yang tidak dapat dipahami karena sangat terkait dengan
lafazh dan makna kata berikutnya.

‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ ☼ بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ ٰ َم ِن ال َّر ِح ِيم‬

Berhenti pada lafazh bismi pada bismillahi, berhenti pada alhamdu pada alhamdulillah.

Berhenti pada kata yang tidak sesuai dengan sifat yang layak disandangkan kepada Allah
SWT.

ُ ‫ۚ و َما ِم ْن ِإ ٰلَ ٍه إِاَّل هَّللا‬


َ

Dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; … (QS. Ali Imran: 62)

Berhenti pada kata wa ma min ilah adalah waqaf qabih karena ungkapan tersebut


merupakan ungkapan atheis yang tidak mengakui keberadaan Allah SWT.

Berhenti pada kata yang menyebabkan perubahan makna dari yang dimaksud.

َ ‫صاَل ةَ َوأَ ْنتُ ْم ُسك‬


‫َار ٰى‬ َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَ ْق َربُوا ال‬

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk…
(QS. An-Nisa: 43)

Berhenti pada kata la taqrabush shalah sehingga maknanya menjadi larangan kepada


orang-orang yang beriman untuk melaksanakan shalat.
6. Tanda-Tanda Waqaf

Tanda-tanda waqaf yang tertulis dalam mushaf standar adalah sebagai berikut.

Tanda
No. Waqaf Penjelasan

Diwajibkan berhenti dan jika menyambungkannya makna menjadi tidak


❶ ‫م‬ sesuai atau rancu

❷ ‫قلى‬ Diutamakan berhenti dengan tetap adanya kebolehan menyambungkan

❸ ‫صلى‬ Diutamakan bersambung dengantetap adanya kebolehan berhenti

❹ ‫ج‬ Diperbolehkan berhenti atau menyambungkannya

Diperbolehkan untuk berhenti pada kata di salah satunya tidak


❺ .’.  .’. dikeduanya

❻ ‫ال‬ Larangan berhenti karena jika berhenti makna menjadi tidak sesuai
 B.     IBTIDA’ (‫)اِ ْبتِدَاء‬

1.      Pengertian Ibtida’

Ibtida menurut bahasa berasal dari ibtidaa-yabtadiu-ibtidaan yang berarti “memulai” yaitu
melanjutkan atau memulai kembali bacaan setelah berhenti sejenak untuk mengambil nafas
(waqaf).

2.      Pembagian Ibtida’

Ibtida terbagi dua macam, yaitu:

1. Ibtida jaiz

Ibtida yang diperbolehkan dengan cara memulai pada kata yang mengantarkan pada
kesempurnaan makna sebagaimana yang dimaksud.

1. Ibtida ghairu jaiz

Ibtida yang tidak diperbolehkan karena memulainya pada kata yang menyebabkan rusaknya
makna kalimat yang dibaca. Perhatikan contoh berikut.

‫ۚ لَقَ ْد َكفَ َر الَّ ِذينَ قَالُوا إِ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َم ِسي ُح ابْنُ َمرْ يَ َم‬

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-
Masih putera Maryam.’ (QS. Al-Maidah: 17)

Berhenti pada kata qalu, kemudian ibtida pada kata setelahnya innallaha…, maka ibtida pada
tempat tersebut merancukan makna dari konsep tauhid yang sudah baku sehingga
menyebabkan makna tidak sesuai dengan yang dimaksud.

3.      Urgensi Ber-ibtida yang Benar

Pentingnya ber-ibtida yang benar tidak dapat dilepaskan dari urgensi waqaf itu sendiri yakni
penjagaan dan pemeliharaan keutuhan makna ayat al-Quran yang dibaca agar sesuai dengan
yang dimaksud oleh Allah SWT.

4.      Ibtida Pada Waqaf Ikhtiary Al-Jaiz

a. Ibtida pada waqaf tam dan kafi

Para ulama sepakat membolehkan ber-ibtida setelah kata yang di-waqaf-kan dengan status
waqaf tam dan kafi sebagaimana pada contoh diatas.

b. Ibtida pada waqaf hasan


Sedangkan jika di-waqaf-kan dengan statuswaqaf hasan ada dua cara, yaitu:

1. Br-ibtida pada kata setelah waqaf sebagaimana waqaf tam dan kafi jika waqaf-nya


terjadi pada akhir ayat.

2. Ber-ibtida dengan cara mengulang pada kata sebelum di-waqaf-kan jika terjadi pada
pertengahan ayat.
DAFTAR PUSTAKA

United Islamic Cultural Centre Of Indonesia. 2005. Tajwid Qarabasy. Jakarta.

https://berkilaulah.wordpress.com/2013/12/24/waqaf-dan-ibtida/ .dikutip pada tanggal 24


Maret 2019, Jam 14:30 WIB

Anda mungkin juga menyukai