Waqaf dan
Ibtida
Manfaat
Macam-macam Tanda-tanda
Mengetahui Ilmu Definisi Waqaf Definisi Ibtida'
Waqaf Waqaf
Waqaf
Waqaf tamm
Waqaf kafi
Waqaf hasan
Waqaf qabih
Ilmu waqaf adalah ilmu untuk mengetahui tempat waqaf di dalam Al-Qur’an, mana
yang benar dan yang tidak benar.
Faedah atau manfaat ilmu waqaf adalah menjaga nash Al-Qur’an agar tidak ada
kata yang dikaitkan dengan selain rangkaiaan kata-katanya, sehingga bangunan
kata-katanya rusak dan maknanya berubah. Juga untuk menjaga nash Al-Qur’an
agar tidak memutuskan makna-makna yang saling terkait.
Definisi Waqaf
Dari segi bahasa waqaf berasal dari Bahasa Arab yakni waqafa, waqifu,
waqfan dari kata waqfan atau waqf berat diucapkan di lidah maka menjadi waqaf
untuk memudahkan bacaan, bahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi waqaf. Dalam
kamus Bahasa Arab juga diartikan berdiri setelah duduk, berhenti setelah
berjalan, dan seterusnya. Jadi dalam bahasa waqaf sama dengan stop atau
berhenti setelah berjalan. Maksud waqaf disini adalah berhenti atau memutuskan
suara bacaan pada akhir kata, akhir kalimat, atau akhir ayat, karena keterbatasan
kekuatan panjang dan pendek napas seseorang atau dengan sengaja berhenti
karena ada tanda waqaf. Dari pengertian ini jelas bahwa waqaf adalah
menghentikan suara bacaan akhir kata, akhir kalimat, atau akhir ayat.
Definisi Ibtida’
Ibtida’ ( ) ا ِإل ْبتِ دَا ُءmempunyai akar kata dari َ بَ دَأyang artinya memulai.
Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah memulai membaca al-Qur’an, baik
memulai dari awal maupun meneruskan bacaan yang semula dihentikan. Pada
pengertian diatas, tampak bahwa Ibtida’ mempunyai dua versi.
1. Pertama, memulai membaca al-Qur’an untuk pertama kalinya. Misalnya
seusai sholat, seseorang membaca surat al-Baqarah, ketika membaca lafad:
ٰا ٰل ٓمitulah yang dinamakan ibtida’, yakni memulai pertama kali membaca al-
qur’an.
2. Kedua, memulai membaca al-Qur’an setelah berhenti yang semula sudah
membaca al-Qur’an. Misalnya seseorang membaca surah Al-Fatihah ayat
pertama dan kedua : ََّحي ِْم اَ ْل َح ْم ُدهلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين
ِ بِس ِْم هللاِ الرَّحْ مٰ ِن الرlalu berhenti kemudian
diteruskan dengan ayat ketiga, maka pada saat memulai membaca ayat
ketiga itulah yang disebut ibtida’.
Macam-macam Waqaf
Para ulama ahli tajwid membagi macam-macam waqaf ada empat yaitu
sebagai berikut:
1) Waqaf Ikhtibari, yaitu berhenti pada ayat yang belum sempurna yang
dilakukan oleh seorang ustadz dalam proses menguji muridnya, hal ini
hukumnya boleh.
2) Waqaf Intizhari, yaitu berhenti pada ayat yang belum sempurna yang
dilakukan khusus dalam proses belajar mengajar Al-Quran, hal ini dilakukan
dalam rangka untuk menguasai cara membacanya dan hukumnya boleh.
3) Waqaf Idhthirari, yaitu berhenti pada ayat yang belum sempurna yang
dilakukan dalam keadaan darurat, atau terpaksa, atau tidak sengaja karena
kehabisan nafas, lupa, bersin, batuk, menguap, menjawab salam, dan
sebagainya. Hal ini hukumnya boleh.
4) Waqaf Ikhtiyari, waqaf ini disebut juga dengan waqaf ijtihadi, yaitu
berhenti sesuai dengan pilihan sendiri. Hal ini hanya dapat dikuasai oleh
orang yang memahami kaidah bahasa arab.
Karena memilih sendiri tempat- tempat yang dijadikan sebagai tempat
berhenti, maka waqaf ikhtiyari bisa terjadi empat kemungkinan.
1. Waqaf tamm (waqaf sempurna), yaitu waqaf pada akhir kalimat yang
sempurna, yakni kalimat yang sudah tidak mempunyai kaitan dengan
kalimat berikutnya baik lafal maupun maknanya. Misalnya secara umum
terselesainya suatu kisah atau suatu permasalahan kemudian bergantian
pada kisah baru atau permasalahan yang baru.
ُ إِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيَّاكَ نَ ْست َِعين. ِّين
ِ ك يَوْ ِم الد
ِ َِمال
Ayat yang pertama merupakan pemujaan terhadap Allah, dan ayat yang
kedua merupakan ungkapan kominikasi dengan Allah.
2. Waqaf kafi (waqaf cukup), yaitu waqaf pada akhir kalimat yang
sempurna, tetapi masih ada kaitannya dengan kalimat setelahnya dari
segi makna. Pada umumnya waqaf pada setiap akhir ayat, kecuali pada
ayat-ayat tertentu yang masih berkaitan dengan ayat berikutnya.
َختَ َم هَّللا ُ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَى َس ْم ِع ِه ْم َو َعلَى. َإِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءأَ ْن َذرْ تَهُ ْم أَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم ال ي ُْؤ ِمنُون
ِ َاوةٌ َولَهُ ْم َع َذابٌ ع
َظي ٌم َ ار ِه ْم ِغش
ِ ْص َ أَب
Berhenti pada kata َ ال ي ُْؤ ِمنُونsebuah ungkapan yang sempurna, perkataan
selanjutnya masih terkait dengan sebelumnya namun dari segi lafaz
merupakan kata yang baru
3. Waqaf hasan (waqaf baik), ialah wakaf yang kalimatnya sudah
sempurna, akan tetapi masih ada kaitannya dengan kalimat berikutnya
dari segi lafal dan makna, misalnya:
َْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين
Seandainya seseorang mewaqafkan pada Alhamdulillah saja maknanya
sempurna: Segala puji bagi Allah tetapi masih ada kaitannya dengan
kalimat berikutnya baik dari segi lafal maupun dari segi makna yaitu
kalimat rabb al-alamin: “Tuhan sekalian alam”. Jadi waqaf ditengah
ayat seperti ini masuk waqaf hasan.
4. Waqaf qabih (waqaf tidak baik), artinya waqaf pada kalimat yang belum
sempurna, karena belum dapat dipahami artinya atau bisa menimbulkan
salah arti apabila diwaqafkan. Misalnya mewaqafkan ayat 4 saja dalam
surah al-Ma’un (107) tanpa dilanjutkan pada ayat 5.
َ فَ َو ْي ٌل لِ ْل ُم
َصلِّين
maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat.
Waqaf pada kalimat ini sekalipun pada akhir ayat tidak baik (qabih), bahkan
haram kalua disengaja menurut sebagian ulama karena maknanya menjadi
rusak yang sangat fatal. Maka harus diwasalkan pada ayat berikutnya:
َ الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن
َصالتِ ِه ْم َساهُون
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat. Yaitu orang-
orang yang lalai dari shalatnya.
Tanda-tanda Waqaf
Untuk membantu waqaf yang baik pada suatu kata atau kalimat dalam Alquran,
para ulama telah merumuskan tanda-tanda waqaf sebagai berikut:
Hamzah
Definisi Hamzah
Hamzah adalah bagian dari huruf hijaiyah, yang pada dasarnya tidak ada
perbedaan dengan huruf-huruf hijaiyah lainnya. Namun dalam konteks tertentu,
hamzah mempunyai dua cara dalam membacanya.
1. Pertama: hamzah tetap diucapkan dalam kondisi apapun, hamzah inilah yang
disebut hamzah Qatha’.
2. Kedua: hamzah yang kadang-kadang diucapkan dan kadang-kadang tidak
diucapkan, hamzah inilah yang disebut hamzah washal.
Hamzah Qatha’
Hamzah Qatha’ berarti hamzah yang terputus. Dalam arti cara membacanya
terputus dan tidak diteruskan, karena itu ia tetap terbaca. Pengertian ini
selanjutnya dirumuskan oleh ulama Qurra’ bahwa hamzah qatha’ adalah:
Untuk hamzah qatha pada Mushaf Utsmani ditandai dengan ( )ءpada huruf
alif. Jika alif berharakat fathah dan dhammah, maka ( ُ ) أَ أdi atas, tetapi jika alif
Hamzah Washal
Hamzah washal berarti hamzah yang sambung atau tembus, dalam arti
hamzah itu tidak dibaca ketika di tengah-tengah kalimat namun dibaca jika di
awalnya. Pengertian ini selanjutnya dirumuskan oleh ulama Qurra’ bahwa hamzah
washal adalah:
ْ اجا َء
ت فِى بَ ْد ِء َ ق اِ َذ ْ ُّظهَ ُر فِى الن
ِ ط ْ َلوصْ ِل ِه َى هَ ْم َزةُ اَّلتِى ت َ هَ ْم َزةُ ْا
ْ َصل
ت بِ َما قَ ْبلَهَا ْ َْالكَاَل ِم َواَل ت
ِ ظهَ ُر اِ َذا ُو
“Hamzah yang tampak diucapkan jika di awal kalimat, tetapi tembus (tidak
tampak) jika disambung dengan huruf lain”
Pada hamzah washal dalam Mushaf Utsmani tidak ditandai seperti hamzah
qatha’, tetapi cukup dengan huruf alif saja. Yang perlu diingat adalah bahwa
hamzah washal ini tidak seperti alif huruf mad, karena alif huruf mad selamanya
mati sedangkan hamzah washal tetap hidup, walaupun ketika disambung tidak
diucapkan.
Contoh :
4 َ بِ ْئ
س ا ِال ْس ُم َ بِ ْئ
س ا ِال ْس ُم Tengah kalimat