Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi
dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh
adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaaan kondisi demografi
yang terdapat pada daerah masing-masing. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan
suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Tingginya
suatu disparitas tidak hanya menciptakan ketegangan sosial (social strain) tetapi juga
dapat menghambat pertumbuhan serta pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan disparitas pembangunan, serta pengentasan
kemiskinan (Todaro, 2003).
Pembangunan daerah sebenarnya adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan harus seimbang jangan sampai
ada gerakan protes dari tiap daerah dan memunculkan potensi disintegrasi bangsa dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Isu dan kekhawatiran akan adanya
gerakan disintegrasi tersebut akhirnya memunculkan undang-undang yang memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung
jawab yang sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Otonomi daerah itu sendiri resmi
dicanangkan oleh pemerintah pada tanggal 1 Januari 2001. Tujuan diadakannya
otonomi daerah adalah terciptanya pertumbuhan ekonomi, stabilisasi nasional dan
pemerataan pembangunan. Kebijakan otonomi daerah dicanangkan agar mendorong
Pemerintah daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan antar wilayah sesuai dengan keadaan wilayahnya masing-masing
(Nugroho, 2003).
Disparitas pembangunan ekonomi antar daerah merupakan fenomena universal,
disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat pembangunannya. Disparitas

1
pembangunan merupakan masalah kesenjangan yang serius untuk ditanggulangi baik
pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana. Proses pembangunan
dalam skala nasional yang dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan
masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks karena pendekatan
pembangunan sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung
mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesenjangan pembangunan ekonomi antar
wilayah.
Menurut Sjafrizal (2012) dalam Dyatmika dan Atmanti (2013), terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah yaitu perbedaan sumber daya
alam, faktor demografis termasuk kondisi tenaga kerja, alokasi dana pembangunan
antar wilayah baik investasi pemerintah maupun investasi swasta, konsentrasi kegiatan
ekonomi wilayah, dan mobilitas barang dan jasa Adanya perbedaan ini menyebabkan
kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi
berbeda.
Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa
dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan
pembangunan dari suatu negara. Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 tercantum
tujuan bangsa Indonesia bahwa diantaranya yaitu untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam pelaksanaan pembangunan,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sasaran utama bagi negara-negara sedang
berkembang. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan
peningkatan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat, sehingga dengan
semakin banyak barang dan jasa yang diproduksi, maka kesejahteraan masyarakat akan
meningkat (Mirza, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
a. Apa saja model analisis disparitas wilayah?
b. Apa saja model analisis proyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah
a. Untuk mengetahui model analisis disparitas wilayah
b. Untuk mengetahui model analisi proyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ketimpangan Pembangunan Wilayah


Beberapa faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah sebagaimana yang
dikemukakan Murty (2000), diantaranya adalah :
1. Faktor Geografis, suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi
variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan,
sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya.
2. Faktor Historis, perkembangan masyarakat dan bentuk kelembagaan atau
budaya serta kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab
yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap
kapasitas kerja.
3. Faktor Politis, tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan
dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan
orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi
di suatu wilayah tidak akan berkembang.
4. Faktor Kebijakan, terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh
kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di
semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusatpusat
pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa
antar daerah.
5. Faktor Administratif, kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan
pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik
cenderung lebih maju.
6. Faktor Sosial, masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif,
kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan
menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif
maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk
berkembang.
7. Faktor Ekonomi, faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah
yaitu :

3
a) Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki
seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan
perusahaan;
b) Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran
kemiskinan, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan
pemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah,
efisiensi rendah dan jumlah pengangguran meningkat namun diwilayah
yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin
tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat
semakin maju;
c) Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi
seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti
industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi
maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di
wilayah maju;
d) Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi,
keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Lebih lanjut, menurut Anwar (2005) terjadinya kesenjangan yang semakin


melebar pada akhirnya menimbulkan kerawanan-kerawanan finansial, ekonomi, sosial,
dan politik yang pada gilirannya melahirkan krisis multidimensi yang sulit diatasi.
Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah/kawasan di satu sisi terjadi dalam
bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan
inefisiensi dan optimalnya sistem ekonomi. Disisi lain, potensi konflik menjadi
sedemikian besar karena wilayah-wilayah yang dulunya kurang tersentuh
pembangunan mulai menuntut hak-haknya.

Selain itu, ketidakseimbangan pembangunan juga menghasilkan struktur


hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah.
Wilayah hinterland menjadi lemah akibat adanya pengurasan sumberdaya yang
berlebihan (backwash) yang mempengaruhi aliran bersih dan akumulasi nilai tambah
di pusat-pusat pembangunan secara masif dan berlebihan sehingga terjadi akumulasi
nilai tambah di kawasan-kawasan pusat pertumbuhan. Sebaliknya, kemiskinan di
wilayah perdesaan semakin meningkat yang pada akhirnya mendorong terjadinya

4
migrasi penduduk dari desa ke kota, sehingga kota dan pusat-pusat pertumbuhan
menjadi melemah akibat munculnya urbanisasi (Anwar 2005).

Di Indonesia faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar


provinsi atau wilayah, menurut Tambunan (2003), diantaranya adalah :

1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah


Kosentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas
pembangunan antar daerah. Daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi
cenderung tumbuh pesat, sedangkan daerah dengan tingkat konsentarsi ekonomi
rendah akan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah.
Todaro (2000) menambahkan bahwa, justifikasi mengenai adanya
hubungan disparitas dengan pertumbuhan ekonomi yang positif hingga saat ini
masih menjadi perdebatan karena terdapat lima alasan, yakni :
a) disparitas dan kemiskinan yang cukup besar dapat menciptakan kondisi
dimana masyarakat miskin tidak dapat memperoleh kredit, tidak dapat
membiayai anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik,
tidak ada kesempatan investasi fisik maupun moneter yang membuat
anak-anak menjadi beban finansial bagi pemerintah. Secara bersama-
sama hal di atas menyebabkan pertumbuhan akan lebih rendah;
b) Berdasarkan kenyataannya bahwa pelaku bisnis, politisi, dan komunitas
kalangan kaya lainnya diketahui banyak menghabiskan pendapatannya
untuk mengimpor barang-barang mewah, emas (perhiasan), rumah
mewah, sehingga tidak ada investasi pada sumber-sumber yang
produktif;
c) Masyarakat dengan pendapatan rendah yang mana dimanifestasikan
sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kesehatan rendah, pendidikan
rendah serta produktifitas yang juga rendah secara langsung dan tidak
langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lambat;
d) Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat miskin akan menstimulus
keseluruhan peningkatan permintaan produk, yang pada akhirnya
menciptakan kondisi pertumbuhan ekonomi yang semakin baik; dan

5
e) Disparitas pendapatan yang cukup lebar akan menjadi disinsentif dalam
pembangunan ekonomi.

2. Alokasi Investasi
Indikator lain yang juga menunjukkan pola serupa adalah distribusi
investasi langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari
dalam negeri (PMDN). Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah
membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita
di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang
produktif seperti industri manufaktur.
3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti upah/gaji dan tingkat
suku bunga atau tingkat pengembalian dari investasi langsung antar provinsi
juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi
antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau
pertumbuhan antar provinsi dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis
mekanisme pasar output dan pasar input. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi
antar provinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita
antar provinsi, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar bersifat bebas,
mempengaruhi mobilitas atau (re)alokasi faktor produksi antar provinsi. Jika
perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka
pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua
daerah akan lebih baik.
4. Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Provinsi
Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alam akan lebih
maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang
miskin sumberdaya alam.
5. Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh
perbedaan kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal jumlah dan
pertambahan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan,
disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui sisi permintaan dan sisi

6
penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan
potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi
pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi
yang besar dengan pendidikan dan kesehatan baik, disiplin dan etos kerja yang
tinggi merupakan aset penting bagi produksi.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang
turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia.
Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi
dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang
modal, input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi
dan jasa. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu provinsi.

Pembangunan regional yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang


merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan
kebutuhan mereka. Hal ini tidak selalu berarti bahwa semua wilayah harus mempunyai
perkembangan yang sama, atau mempunyai tingkat industrialisasi yang sama, atau
mempunyai pola ekonomi yang sama, atau mempunyai kebutuhan pembangunan yang
sama. Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal
mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya.
Dengan demikian diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan merupakan hasil dari sumbangan interaksi yang saling memperkuat
diantara semua wilayah yang terlibat (Murty 2000).

2.2 Model Indeks Williamson


Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang digunakan dalam melihat
disparitas yang terjadi antar wilayah dan lebih sensitif terhadap perubahan ketimpangan
(Rahman 2009; Rustiadi et al. 2009; Portnov dan Felsenstein 2005). Indeks Williamson
merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas
antar wilayah secara horisontal.
Williamson pada tahun 1975 mengembangkan suatu indeks dalam mengukur
tingkat disparitas wilayah yang diformulasikan sebagai berikut (Rustiadi et al, 2007) :

7
(Yi - Y )2 pi

I =

dimana :

Iw = Indeks Williamson

= PDRB per kapita kabupaten/kota


Yi ke-i

Y = Rata-rata PDRB per kapita provinsi

pi = fi/n, dimana fi jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i; dan n


merupakan total penduduk Provinsi Sumatera Selatan.

Indeks ini menggunakan nilai PDRB per kapita tiap kabupaten/kota.


Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama
dengan nol. Jika Yi = Y maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak
adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar dari 0
menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar
indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat ketimpangan antar kabupaten di
suatu provinsi.

Menurut Rustiadi (2008), wilayah yang memiliki PDRB per kapita


tinggi, dan jumlah penduduknya relatif kecil, tingkat kesenjangannya tidak
terlalu tinggi. Namun, besaran PDRB per kapita suatu wilayah relatif moderat
apabila dibandingkan dengan wilayah lain yang kecil dengan jumlah

8
penduduknya relatif besar, sehingga akan menyebabkan kesenjangan secara
keseluruhan.

2.3 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Penduduk


Pada mulanya pembangunan ekonomi merupakan sebuah usaha untuk
membenahi serta meningkatkan kondisi ekonomi pada suatu wilayah yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Dalam upaya pembangunan ekonomi di negara berkembang pada mulaya
berpusat pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan mengacu pada
peningkatan pendapatan perkapita dengan harapan dapat mengurangi masalah-
masalah seperti pengangguran, kemiskinan, serta ketimpangan ekonomi dari
suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang dikenal dengan “dampak merembes
ke bawah” (trikle down effect) (Mudrajad, 2010:4).
Mudrajad(2010:4) mengemukakan Kecenderungan ini dapat dilihat
dalam pemikiran-pemikiran awal mengenai pembangunan, seperti teori Harrod
Domar, Arthur Lewis, W.W. Rostow, Hirschman, Rosenstein Rodan, Nurkse,
dan Lebeinstein. Ini mencerminkan munculnya teori pertumbuhan ekonomi
sepanjang dasawarsa 1950-an, sementara pembangunan ekonomi diidentikkan
dengan pertumbuhan ekonomi, ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu
ekonomi yang relatif baru memusatkan perhatian pada faktor-faktor penentu
pada pertumbuhan ekonomi.
Mungkin telah banyak teori yang membahas tentang konsep
pembangunan akan tetapi hakikat pembangunan itu lebih penting seperti yang
dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2002:3), hakikat pembangunan dalam
Perencanaan ekonomi (economic planning) upaya-upaya yang dilakukan secara
sengaja oleh pemerintah untuk mengkoordinasikan segenap proses pembuatan
keputusan ekonomi dalam jangka panjang, serta untuk mempengaruhi,
mengarahkan, dan dalam beberapa kasus tertentu juga untuk mengendalikan
tingkat dan pertumbuhan variabel-variabel ekonomi pokok dari suatu negara
(pendapatan, konsumsi, penyerapan tenaga kerja, investasi, tabungan, ekspor,
impor, dan sebagainya) demi tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Robinson Tarigan (2009:1), mengemukakan bahwa ekonomi regional
menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau

9
dengan melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan
bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan
ekonomi seluruh wilayah. Dalam analisis ekonomi regional diperlukannya
kebijakan pembangunan ekonomi regional, menurut Sjafrijal (2008:154) dalam
kebijakan pembangunan ekonomi regional sasaran akhirnya adalah untuk dapat
mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial
secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat.
Menurut Sjafrizal (2008: 156,157) Untuk dapat merumuskan kebijakan
pembangunan regional yang baik dan terarah , perlu pula ditetapkan terlebih
dahulu sasaran yang ingin dicapai. Dalam hal ini terdapat dua alternatif sasaran
yaitu mewujudkan kemakmuran wilayah (Place Prosperity), kemakmuran
masyarakat (People Prosperity) atau kedua-duanya sekaligus. Sasaran ini perlu
ditetapkan secara jelas dan tegas, karena masing-masingnya mempunyai
starategi dan kebijakan pembangunan daerah yang berbeda dan bahkan dapat
berlawanan satu sama lainnya. Aspek ini semula dibahas oleh Winnick (1966)
dan kemudian dilanjutkan oleh Richardson (1978).
Dijelaskan oleh Nadiatulhuda (2007:16) Terdapat juga beberapa teori
yang penting dalam pembangunan ekonomi wilayah (regional) diantaranya
menurut aliran ekonom klasik yang dipopulerkan oleh Adam Smith dikatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh kemajuan teknologi dan
perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran aliran Neo Klasik
dalam pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut:
a. Akumulasi modal merupakan faktor sangat penting dalam pertumbuhan
ekonomi.
b. Pertumbuhan ekonomi merupakan peroses yang gradual.
c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.
d. Aliran Neo Klasik sangat optimis dengan pertumbuhan (perkembangan).
e. Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik ini telah banyak digunakan
dalam analisis regional namun terdapat beberapa asumsi mereka yang
tidak tepat antara lain, Pertama Full Employment yang terus menerus
tidak dapat diterapkan pada sistem multi regional dimana persoalan-
persoalan regional muncul disebabkan oleh perbedaan geografis dalam

10
hal tingkat penggunaan sumber daya. Kedua, persaingan sempurna tidak
dapat diberlakukan dalam perekonomian regional dan spasial.

Menurut Todaro dan Smith (2002: 3) adanya dua komponen pokok


dalam perencanaan pembangunan di negara-negara yang menganut sistem
perekonomian campuran. Kedua komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Keputusan pemerintah yang sengaja menggunakan tabungan domestik


dan dana-dana keuangan dari luar negeri untuk diinvestasikan pada
proyek-proyek pemerintah yang untuk memobilisasi dan menyalurkan
sumber-sumber daya yang sangat langka di bidang-bidang tertentu
misalnya, pembangunan jaringan jalan raya dan kereta api, sekolah
proyek hidroelktrik, dan pembangunan sarana infrastruktur ekonomi
(economic infrastructure) lainnya, serta penciptaan industri-industri
subtitusi impor yang diharapkan nantinya dapat memberikan sumbangan
berarti demi merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi jangka panjang.
b. Kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah (mulai dari perpajakan, lisensi
industri, penetapan tarif-tarif, serta manipulasi kuota, upah, suku bunga,
dan harga-harga) yang secara langsung dapat mendorong, dan dalam
banyak hal bahkan mengendalikan, kegiatan ekonomi sektor swasta
demi menjaminterciptanya suatu hubungan yang serasiantara keinginan
perusahaan swasta dalam mengejar keuntungan dengan tujuan-tujuan
sosial untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat) yang dikehendaki
dan diutamakan oleh pemerintah pusat.
2.4 Poduk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Berlaku dan
Harga Konstan
Menurut Robinson Tarigan (2009:20) pendapatan regional dalam
beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan
masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi
dua faktor berikut:
1. Kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat pendapatan
yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi
kenaikan riil pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk di daerah
tersebut meningkat, misalnya dapat membeli barang yang sama
kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak.

11
2. Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor
perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya
disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun
pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum
tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat
pendapatan atau tingkat harga.

Menurut Robinson (2009:21) Harga konstan artinya harga produk


didasarkan atas dasar harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan
harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi kenaikan
pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena
harga dianggap tetap (konstan). Akan tetapi, pada sektor jasa yang tidak
memiliki unit produksi, nilai produksi dinyatakan dalam harga jual. Oleh karena
itu harga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks inflasi atau deflator
lain yang dianggap lebih sesuai.

Dalam perhitungannya pendapatan regional dapat dibagi dalam dua


metode, yaitu metode langsung dan tidak langsung (Robinson, 2009: 23,26).

a. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data


daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari
data yang ada di daerah itu sendiri. Adapun pendekatan yang dilakukan
gunakan adalah:
1. Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan
cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto
sektor atau subsektor tersebut.
2. Pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa
yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus
usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.
3. Pendekatan pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan
akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri.

12
b. Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk
domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian
wilayah, dengan menggunakan alokator yaitu:
a) Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada
wilayah yang dialokasikan,
b) Jumlah produksi fisik,
c) Tenaga kerja,
d) Penduduk, dan
e) Alokator tidak langsung lainnya.

2.5 Sumber Kenaikan Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDP
riil per kapita. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah
nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar semua
barang jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh
faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara.
Kenaikan GDP dapat muncul melalui
1. Kenaikan penawaran tenaga kerja
Penawaran tenaga kerja yang meningkat dapat menghasilkan
keluaran yang lebih banyak. Jika stok modal tetap sementara tenaga kerja
naik, tenaga kerja baru cenderung akan kurang produktif dibandingkan
tenaga kerja lama.
2. Kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia
Kenaikan stok modal dapat juga menaikkan keluaran, bahkan jika
tidak disertai oleh kenaikan angkatan kerja. Modal fisik menaikkan baik
produktivitas tenaga kerja maupun menyediakan secara langsung jasa
yang bernilai. Investasi dalam modal sumber daya manusia merupakan
sumber lain dari pertumbuhan ekonomi.
3. Kenaikan produktivitas
Kenaikan produktivitas masukan menunjukkan setiap unit
masukan tertentu memproduksi lebih banyak keluaran. Produktivitas
masukan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan

13
teknologi, kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi.
(Case dan Fair, 1999;326).

2.6 Perbedaan Pembangunan Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi


1. Pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya
pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam
struktur perekonomian.
2. Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu
adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi
yang dihasilkan
Persamaan Pembangunan Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi:
1. Kedua-duanya merupakan kecenderungan di bidang ekonomi
2. Pokok permasalahan akhir adalah besarnya pendapatan per kapita.
3. Kedua-duanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan memerlukan
dukungan rakyat.
4. Kedua-duanya berdampak kepada kesejahteraan rakyat
2.7 Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi
Untuk dapat mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi, maka harus
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).
PDB atau GDP adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di
dalam suatu wilayah pada periode tertentu, misalnya satu tahun. (Di level
provinsi di Indonesia biasanya disebut Produk Domestik Regional Bruto-PDRB)
PDB jika dibagi dengan jumlah penduduk maka menjadi PDB per kapita.
Ukuran ini lebih spesifik karena memperhitungkan jumlah penduduk serta
mencerminkan kesejahteraan penduduk di suatu tempat.
Ada banyak pendapat mengenai penyebab naik turunnya total produksi
barang dan jasa, namun banyak ahli ekonomi yang setuju akan dua penyebab
berikut ini :
1. Sumber pertumbuhan. Ahli-ahli ekonomi sering merujuk pada tiga
sumber pertumbuhan, yaitu : (a) peningkatan tenaga kerja, (b)
peningkatan modal, dan (c) peningkatan efisiensidimana kedua faktor ini
digunakan. Jumlah tenaga kerja dapat meningkat jika pekerja yang telah
tersedia bekerja lebih lama, atau jika ada tambahan tenaga kerja baru.

14
Sedangkan persediaan modal dapat meningkat jika perusahaan
mendorong kapasitas produktifnya dengan menambah pabrik dan
peralatan (investasi). Efisiensi bertambah ketika output yang lebih dapat
diperoleh dari jumlah tenaga kerja dan/atau modal yang sama. Ini sering
disebut sebagai Total Factor Productivity (TFP).
2. Terjadinya penurunan (downturns) pada ekonomi. Ini menjawab
pertanyaan mengapa output dapat turun atau naik lebih lambat. Secara
logika, apapun yang menyebabkan penurunan pada tenaga kerja, modal,
atau TFP akan menyebabkan penurunan pada output atau setidaknya
pada tingkat pertumbuhan output. Misalnya, peristiwa seperti bencana
alam, penyebaran penyakit berbahaya dan kerusuhan.

Lalu bagaimana PDB diukur? Caranya, total nilai berbagai macam


barang dan jasa diagregasikan. Namun karena berton-ton baja tidak mungkin
dijumlahkan begitu saja dengan, misalnya, produksi roti, maka proses agregasi
dilakukan berdasarkan nilai uang produksi barang-barang tersebut. Di Indonesia
PDB diukur setiap tiga bulanan dan tahunan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).

Nilai total pendapatan nasional dalam satuan harga sekarang disebut


dengan PDB nominal (PDB atas dasar harga berlaku). Nilainya tentu berubah
dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan kuantitas produksi barang/jasa
atau dalam harga dasarnya.

Jika nilai nominal ini dihitung dalam harga yang tetap atau dipatok,
didapatlah nilai PDB riil (PDB atas dasar harga konstan). Untuk menghitung
nilai riil tersebut dipilihlah satu tahun dasar—misalnya tahun 2000. Kemudian,
nilai semua barang dan jasa dihitung berdasarkan harga masing-masing yang
berlaku pada tahun tersebut. Karena harga barang sudah tetap, PDB riil dianggap
hanya berubah sesuai dengan adanya perubahan kuantitas barang/jasa.

Perubahan PDB ini mencerminkan perubahan kuantitas output produksi


secara riil. Inilah yang sehari-hari disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi
yang disebut sebagai “pertumbuhan ekonomi” tidak lain mengacu pada
peningkatan nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah
perekonomian.

Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :

15
g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%

g = tingkat pertumbuhan ekonomi

PDBs = PDB riil tahun sekarang

PDBk = PDB riil tahun kemarin

Manfaat Pertumbuhan Ekonomi

Manfaat Pertumbuhan Ekonomi antara lain sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhannya untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil


pembangunan nasional Pendapatan perkapitanya dipergunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk, sebab semakin meningkat
pendapatan perkapita dengan kerja konstan semakin tinggi tingkat
kemakmuran penduduk dan juga produktivitasnya.
2. Sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan negara
untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional.
Sebagai dasar penentuan prioritas pemberian bantuan luar negari oleh
Bank Dunia atau lembaga internasional lainnya. Sebagai dasar
pembuatan prakiraan bisnis, khususnya persamaan penjualan bagi
perusahaan untuk dasar penyusunan perencanaan produk dan
perkembangan sumbur daya (tenaga kerja dan modal). (Dornbuch, R dan
Fischer, S, 1994:649-651)

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi disetiap negara pun berbeda beda tergantung
dengan pendapatan perkapita itu sendiri dan tergantung dengan pendapatan
penduduknya. Semakin tinggi pendapatan penduduknya maka akan semakin
tinggi pula pertumbuhan ekonomi di Negara tersebut dan sebaliknya dengan
rendah nya pendapatan penduduk itu sendiri maka akan berdampak pada
rendahnya pendapatan nasional pada Negara itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi
pada zaman sekarang ini berdampak pada kehidupan penduduk suatu Negara.
Semua berpengaruh pada kesejahteraan rakyat banyak. Oleh karena itu Negara
pun terus memajukan pendapatan nasional mereka dengan menaikkan harga-
harga kebutuhan pokok seperti bahan bakan minyak (BBM) dengan menjadikan
pendapatan nasional yang akan lebih baik dan tingkat perekonomian kita pun
semakin baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan : Tinjauan Kritis.


Bogor: P4W Press.

Murty, S. 2000. Regional Disparities: Need and Measures for Balanced Development.
In Shukla, AL. Ed., Regional Planning and Sustainable Development.

Tambunan TTH. 2003 Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta:


Ghalia Indonesia.

Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.(Ed.VII). Jakarta:


Erlangga.

Rahman A. 2009. Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten


Sambas [tesis]. Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut
Pertanian Bogor.

Rustiadi E, Saifulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.


Jakarta: Crespent Pers dan Yayasan Obor Indonesia.

Sjafrizal. “Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi”. Padang: Baduose Media, 2008.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/pertumbuhan-ekonomi-definisi-sumber.html

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-pertumbuhan-ekonomi.html

http://adie-wongindonesia.blogspot.com/2010/02/makalah-pertumbuhan-ekonomi-
definisi.html

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2009/11/19/mudahnya-menghitung-
pertumbuhan-ekonomi/

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://tutor2u.net/econ
omics/revision-notes/as

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_16/artikel_1.htm

http://almasdi.unri.ac.id/bahan_ajar/Ekonomi_Pembangunan/Pertemuan_3_pertumbuh
an%20ekonomi.pdf

18
19

Anda mungkin juga menyukai