Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

Pembesaran Kelenjar Parotis

Pembimbing:
Dr. dr. Emir Taris Pasaribu, Sp.B (K) Onk

PENYUSUN:

Arifin M Siregar 140100196


Maruli Liasna 140100215
Febriana Rahmadani 140100162
Mitra Khairani 140100005
Nanda Reza Javanda 140100145

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK


MEDAN DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA


UTARA MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pembesaran Kelenjar Parotis”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr.
Emir Taris Pasaribu, Sp.B (K) Onk selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat menambah keilmuan dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 16 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2

2.1 Anatomi Kelenjar Saliva………………………………….. 2

2.2 Fungsi Kelenjar Saliva……………………………………… 8

2.3 Sekresi Kelenjar saliva……………….……………………… 9

2.4 Epidemiologi Kelenjar Saliva……………………………… 10

2.5 Patofisiologi Pembesaran kelenjar Saliva............…………… 11

2.6 Gejala Klinis.................................…………………………… 16

2.7. Penegakkan diagnosa…………………………….………… 17

2.8. Peranan Pembedahan pada kegananasan kelenjar saliva…… 19

2.9. Peranan Kemoterapi pada kegananasan kelenjar 22


saliva……………………………………………………………
24
2.10. Peranan Radiasi pada kegananasan kelenjar saliva…………..
28
2.11. Follow up pada keganasan kelenjar saliva……………….
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT…………………………………… 29

BAB 4 FOLLOW UP…………………………………………………. 36

BAB 5 DISKUSI KASUS……………………………………………... 39

BAB 6 KESIMPULAN……………………………………………….. 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 42

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelenjar saliva terdiri dari kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva
mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual.
Kelenjar saliva minor terdiri dari 600 sampai 1000 kelenjar yang tersebar di mukosa
rongga mulut dan orofaring1

Tumor pada kelenjar saliva dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor jinak
dan tumor ganas. Dari seluruh insiden tumor kelenjar saliva, diperkirakan 80%
berasal dari kelenjar parotis, 7-11% dari kelenjar submandibula, <1% berasal dari
kelenjar sublingual dan sekitar 9-23% dari kelenjar minor.1

Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on


Cancer (IARC) disebutkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru
kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia. Sedangkan di
Indonesia, menurut data dari RS Kanker Dharmais terdapat 82 kasus kanker
kelenjar saliva. Etiologi tumor kelenjar saliva belum diketahui tapi ada beberapa
faktor yang dapat memicu tumor kelenjar saliva antara lain paparan radiasi, genetik,
konsumsi alkohol, paparan kimia, riwayat kemoterapi, dan infeksi virus.2
Berdasarkan usia, penderita tumor kelenjar saliva paling banyak ditemukan pada
kelompok usia 17-30 tahun yaitu 28,6%. Berdasarkan jenis kelamin jumlah
penderita perempuan lebih banyak yaitu 52,9% dan pada laki-laki 47,1%.

Jenis tumor kelenjar saliva berjumlah sangat banyak dengan histopatologi


yang kompleks dan tampilan klinis yang berbeda. Dengan demikian informasi
mengenai tumor kelenjar saliva harus dibutuhkan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan memberikan terapi. Data yang dibutuhkan berupa umur dan jenis
kelamin pasien serta lokasi terjadinya penyakit yang berguna untuk membantu
menegakkan diagnosis dan terapi.2

i
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva terdiri dari kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor.
Kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual merupakan komponen kelenjar
saliva mayor dan mempunyai ciri-ciri anatomis serta histologis yang berbeda.
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelompok jaringan saliva submukosa yang hadir
pada rongga mulut, sinus paranasal, faring dan saluran pernafasan bagian atas.2

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Saliva

2.1.1. Kelenjar Saliva Mayor

2.11.1 Kelenjar Parotid

Kelenjar parotis memiliki dua lobus yaitu lobus superfisial yang berukuran
80%, dan lobus profunda berukuran 20%. Kedua lobus ini dihubungkan olehismus.
Di antara kedua lobus ini juga terdapat cabang-cabang nervus fasialis. Kelenjar
parotis adalah kelenjar air liur mayor yang terbesar. Terletak di ruang antara batas
posterior ramus mandibula dan prosesus mastoidalis tulang temporal.

ii
3

Gambar 2.2 Kelenjar Parotis1

Kanalis akustikus eksternus dan fossa glenoidalis terletak di atas prosesus


zygomatikus. Bagian dalamnya terdapat prosesus styloidalis, ke arah inferior
parotis sering tumpang tindih dengan angulus mandibula, permukaan yang
dalamnya dekat dengan prosesus transversus vertebra servikal pertama. Bentuk
kelenjar parotis bervariasi, seringkali berbentuk segitiga dengan puncak mengarah
ke inferior. Namun bisa juga berbentuk kubus atau juga segitiga dengan puncak di
superior. Rata-rata panjangnya adalah 6 cm dengan lebar maksimal 3,3 cm. Pada
20% populasi terdapat lobus tambahan kecil yang muncul dari perbatasan atas dari
duktus parotis sekitar 6 mm di depan kelenjar utama. Kelenjar ini dikelilingi oleh
kapsul fibrosa sebelumnya dianggap terbentuk dari lapisan fasia leher dalam.1,2
Cabang perifer n. fasialis dan duktus kelenjar parotis berada di dalam
lapisan sel longgar antara dua lembar fasia. Batas superior kelenjar parotis, terletak
di antara kanalis akustikus eksternus dan sendi temporomandibular. Batas inferior
adalah angulus mandibula dan sering meluas sampai ke segitiga digastrik, dimana
letaknya dekat dengan kutub posterior kelenjar submandibula. Batas anteriornya

ii
i
4

tumpang tindih dengan batas superior otot masseter dan batas posteriornya tumpang
tindih dengan batas anterior otot sternokleidomasitoidalis. Permukaan superfisial
kelenjar ditutupi oleh kulit dan otot platisma. Beberapa cabang terminal n.
aurikularis mayor juga terletak di superfisial kelenjar. Di perbatasan superior dari
parotis terdapat pembuluh darah temporal superficial dengan arteri di depan
venanya. 1,2

Gambar 2.3 Duktus Papilla Parotid1


Kelenjar parotis mendapat perdarahan mayoritas dari a. karotis externa,
yang bercabang menjadi dua yaitu a. maksilaris dan a. temporalis superfisial
setinggi kondilus mandibula. Arteri fasialis transverses, cabang dari a. temporalis
superfisial memperdarahi kelenjar parotis, duktus Stensen, dan m. masseter. Arteri
ini ditemani oleh vena fasialis transversus dan berjalan di anteriornya di antara
arkus zigoma dan duktus parotis. 1,2
Kelenjar parotis adalah satu-satunya kelenjar liur memiliki dua lapisan
nodul limfatikus. Lapisan superfisial terdiri dari 3-20 nodul, berada di antara
kelenjar dan kapsulnya. Nodul ini menerima drainase limfatik dari kelenjar parotis,

i
v
5

kanalis akustikus eksternus, pinna, kulit kepala kelopak mata dan kelenjar
lakrimalis. Lapisan kedua berada di dalam kelenjar parotis dan mendrainase
limfatik dari kelenjar parotis, kanalis akustikus ekstenus, telinga tengah, nasofaring,
dan palatum mole. Dua lapisan nodus limfatikus ini mengalirkan cairan limfatikus
ke sistem limfe di deep cervical.4

Gambar 2.4 Kelenjar Parotis dan Nervus Fasialis5

2.1.1.2. Kelenjar Submandibula


Kelenjar submandibula merupakan kelenjar liur terbesar kedua setelah
kelenjar parotis. Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, berada
di segitiga submandibula yang pada bagian anterior dan posterior dibentuk oleh
muskulus digastrikus dan inferior oleh mandibula.
Kelenjar ini berada di medial dan inferior ramus mandibula dan berada
disekeliling muskulus milohioid, membentuk huruf ”C” serta membentuk lobus
superfisial dan profunda. Lobus superfisial kelenjar submandibula berada di ruang
sublingual lateral. Lobus profunda berada di sebelah inferior muskulus milohioid
dan merupakan bagian yang terbesar dari kelenjar. Kelenjar ini dilapisi oleh fasia
leher dalam bagian superfisial. Sekret dialirkan melalui duktus Wharton yang
keluar dari permukaan medial kelenjar dan berjalan di antara muskulus milohioid
dan muskulus hioglosus menuju muskulus genioglosus.

v
6

Duktus ini memiliki panjang kurang lebih 5 cm, berjalan bersama dengan
nervus hipoglosus di sebelah inferior dan nervus lingualis di sebelah superior,
kemudian berakhir dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di dasar
mulut.
Perdarahan kelenjar parotis berasal dari a. fasialis cabang dari a. karotis
eksterna. Vena fasialis anterior membawa darah dari kelenjar submandibula.
Cabang mandibula marginal dari n. fasialis berada superfisial dari vena fasialis
anterior.
Nodus limfatikus berada di antara kelenjar submandibula fasia kapsularis
tetapi tidak di dalam jaringan kelenjar. Cairan limfe didrainase dan menuju nodus
limfatikus deep cervical dan rantai jugularis.

Gambar 2.5 Kelenjar Submandibula1

v
i
7

2.1.1.3. Kelenjar Sublingual


Kelenjar sublingual merupakan kelenjar liur mayor yang paling kecil.
Kelenjar ini berada di dalam mukosa di dasar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini
yang mensekresi mukus. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula dan muskulus
genioglosus di bagian lateral, sedangkan di bagian inferior dibatasi oleh muskulus
milohioid.

Gambar 2.6 Kelenjar Sublingual1

Gambar 2.7 Potongan Koronal Kelenjar Sublingual dan Submandibula6

v
ii
8

2.1.2. Kelenjar Liur Minor


Kelenjar liur minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai
1000 kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun
keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam
rongga mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual.
Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil palatine (kelenjar
Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari arteri di
sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran
limfatik di daerah rongga mulut.

2.2. Fungsi Kelenjar Saliva 5

Rongga mulut dijaga tetap lembab oleh lapisan cairan yang disebut air saliva,
yang secara konstan melapisi bagian dalam permukaan dan menempati ruang
antara mukosa mulut dan gigi. Saliva adalah cairan yang kompleks, diproduksi oleh
kelenjar saliva, yang peran pentingnya menjaga kesehatan mulut. Seluruh air saliva
yang membasahi rongga mulut terutama merupakan campuran dari sekresi dari
kelenjar utama (parotid, submandibular, sublingual) dan banyak kelenjar minor
(labial, bukal, palatina, dan lingual). Fungsi saliva adalah sebagai berikut

- Perlindungan, Fungsi perlindungan air saliva dinyatakan sebagai: sebuah


pelum dan pencucian mekanis
- Penyangga, terjadi dalam dua cara yaitu bakteri membutuhkan pH spesifik
untuk pertumbuhan; air saliva mencegah patogen potensial yang menjajah
di mulut dengan menyangkal mereka membuat lingkungan yang optimal.
Mikroorganisme plak dapat menghasilkan asam dari gula, yang jika tidak
cepat disanggah dan dibersihkan dengan air saliva dapat
mendemineralisasi enamel.
- Pencernaan, memberikan ketajaman rasa, menetralkan isi esofagus, dan
membentuk makanan bolus.

v
ii
i
9

- Rasa, melarutkan zat-zat yang harus dibawa untuk mengecap dan juga
mengandung protein, disebut gustin, yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan pematangan sel pengecap.
- Tindakan antimikroba, hal ini terjadi dalam berbagai cara seperti;
Laktoferin mengikat zat besi bebas dan dengan demikian merampas unsur
penting bakteri, lisozim menghidrolisis dinding sel, protein histatin
dengan properti antibakteri, immunoglobulin, mis., IgA sekretori,
menggumpal atau menggumpalkan mikroorganisme.
- Pemeliharaan integritas gigi, air saliva jenuh dengan ion kalsium dan
fosfat, dan interaksi dengan air saliva menghasilkan pematangan pasca
operasi melalui difusi ion tersebut. Pematangan ini meningkatkan
kekerasan permukaan, mengurangi permeabilitas, dan meningkatkan
resistensi enamel terhadap karies.
- Perbaikan jaringan, Laju kontraksi luka meningkat secara signifikan pada
saliva karena kehadiran peptida dan protein hadir dalam air saliva.

2.3. Mekanisme Sekrsi Saliva

Saliva disekresi sekitar 1 sampai 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat
perangsangan. Kecepatan aliran saliva bervariasi dari 0,1-4,0 ml/menit. Pada
kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis dan
kelenjar submandibularis; sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar
saliva minor.18 Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinyu disebabkan oleh
stimulasi konstan saraf parasimpatis dan berfungsi menjaga agar mulut serta
tenggorokan tetap basah setiap waktu.18
Selain stimulasi sekresi yang bersifat konstan, sekresi saliva dapat
ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda, yaitu:19

1) Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi


Refleks saliva sederhana terjadi saat baroreseptor di dalam rongga mulut
merespons adanya makanan. Saat diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai
impuls di serabut saraf afferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula

i
x
10

spinalis. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik
ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Gerakan gigi juga mendorong
sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap
baroreseptor yang terdapat di mulut.

2) Refleks saliva didapat, atau terkondisi.


Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva dihasilkan tanpa rangsangan oral.
Hanya dengan berpikir, melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang
lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui refleks ini.

Pusat saliva di medula mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf-saraf


otonom. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis berfungsi meningkatkan
sekresi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda.
Stimulasi parasimpatis berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan
pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan kaya enzim, sedangkan stimulasi
simpatis menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan konsistensi
kental dan kaya mukous.19

2.4 Epidemiologi Keganasan pada Kelenjar Saliva

Dalam seri internasional kelenjar saliva adalah entitas yang tidak biasa terdiri
dari 3-4% dari semua neoplasma kepala dan leher dengan berbagai asal,
histopatologi dan temuan klinis. Yang umumnya terlibat adalah kelenjar parotid,
submandibular dan saliva minor pada langit-langit mulut, tetapi kelenjar sublingual
jarang terpengaruh . Secara anatomi kelenjar parotis adalah yang paling sering dari
tumor kelenjar saliva (80-85%), di mana tiga perempat (75%) dari lesi jinak dan
25% ganas yang lebih jarang, tumor kelenjar saliva berasal dari submandibular,
kelenjar saliva sublingual dan minor, yang terletak dekat mandibula dan seluruh
submukosa rongga mulut dan saluran aerodigestif atas masing-masing. Berbeda
dengan tumor yang berasal dari kelenjar parotis, 40-45% dari tumor kelenjar
submandibular , 70-90% dari tumor kelenjar sublingual dan 50-75% dari kelenjar
saliva minor ganas. Tumor jinak yang paling umum adalah adenoma pleomorfik,
diikuti oleh tumor Warthin. Air saliva ganas yang paling umum tumor kelenjar

x
11

adalah karsinoma mucoepidermoid (34%) diikuti oleh adenoid cystic carcinoma


(22%) dan adenocarcinoma (18%).6

2.5 Patofisiologi Keganasan pada Kelenjar Saliva

Dalam kondisi fisiologis, supresi lokal aktivitas antitumor dari sistem


imunitas tubuh adalah salah satu mata rantai dalam proses imunitas alami, yang
selalu diamati ketika jaringan lokal rusak akibat bahan kimia, fisik atau biologis apa
pun. Arti fisiologis dari supresi lokal imunitas anti-tumor sementara adalah untuk
memastikan keberhasilan perbaikan jaringan yang rusak. Intinya adalah sel-sel
jaringan yang berproliferasi dan sel-sel tumor memiliki struktur dan ikatan yang
sama, sehingga imunitas anti-tumor yang aktif akan menghalangi proses perbaikan
jaringan yang rusak melalui pelepasan sel-sel yang berproliferasi. Dalam hal ini,
faktor kunci dalam keberhasilan perbaikan jaringan adalah supresi lokal sementara
terhadap imunitas anti-tumor dan aktivasi reaksi imunologis, yang mendukung
perbaikan. Reaksi imunologis dikembangkan dalam lesi yang mendukung proses
inflamasi dan proliferasi sel untuk perbaikan jaringan yang baik dengan reaksi
seluler, sitokin, dan vaskular yang diketahui. Mengaktifkan kembali imunitas anti-
tumor (khususnya, akumulasi sel CD8 + di lokasi cedera saat perbaikan selesai)
untuk melindungi organisme dari sel yang berubah secara ganas. Keseimbangan
bagian simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom memberikan aliran fisiologis
normal dari proses yang disajikan.15
Mekanisme fisiologis alami perbaikan jaringan ini menjadi patofisiologis
ketika beberapa kerusakan mikro terjadi pada organisme yang disebabkan oleh
dampak faktor eksogen (karsinogen kimia, fisik, dan biologis), serta adanya
ketidakseimbangan dalam sistem saraf otonom dengan simpatik. Dominasi
parasimpatis menyebabkan iskemia dan hipoksia jaringan. Sebagai hasil dari
dominasi simpatis / parasimpatis menyebakan kerusakan jaringan mikro dan
inflamasi kronis dengan pembentukan sel kanker yang permanen. Peneliti percaya
bahwa adanya kerusakan jaringan mikro dikombinasikan dengan dominasi simpatis
/ hipersimpatis menyebabkam ketidakseimbangan reaksi imunologis dalam hal
pemeliharaan proliferasi sel yang konstan untuk perbaikan jaringan, yang disertai

x
i
12

dengan aktivitas penghambatan sistemik dari anti- imunitas tumor.


Ketidakseimbangan reaksi imunologis ini harus ditetapkan sebagai orientasi
reparatif sistem imunitas.15
Dalam kondisi ini, bahkan ketika sel-sel NK mendukung proliferasi dan
angiogenesis, secara progresif mentransformasikannya. Sel-sel yang terbentuk
memiliki peluang untuk pertumbuhan tumor dan tumor yang ada dalam organisme
meningkatkan kekambuhan atau generalisasi kanker. Sebagai contoh,
sympathicotonia yang diinduksi oleh stres menyebabkan peningkatan 30 kali lipat
dalam metastasis ke jaringan yang jauh. Dalam pandangan para ahli, kemunculan
terus menerus dari berbagai kerusakan jaringan mikro dan peradangan kronis pada
organisme mungkin juga disebabkan oleh pengaruh karsinogen endogen (oksigen
reaktif dan spesies nitrogen) sebagai akibat dari stres psikoemosional kronis yang
memungkinkan untuk terjadinya jenis karsinogenesis lain. Hal lain yang khas hanya
untuk manusia adalah karsinogenesis psikogenik (stres). Secara umum ada
beberapa mekanisme patofisiologis yang diajukan yaitu: jaringan mikro permanen
(berkepanjangan) dikombinasikan dengan dominasi simpatis / hipersimpatis yang
menyebabkan proliferasi sel yang berkelanjutan dengan penghambatan sistemik
dari kekebalan anti-tumor dapat disebut "perangkap reparatif kanker".15

x
ii
13

 Kanker grade 1 (juga disebut low grade atau berdiferensiasi baik) terlihat
sangat mirip dengan sel kelenjar ludah normal. Mereka cenderung tumbuh
perlahan dan memiliki hasil yang baik (prognosis).
 Kanker grade 2 (juga disebut kanker intermediate grade atau moderately
grade) memiliki penampilan yang berada di antara kanker grade 1 dan grade
3.
 Kanker grade 3 (juga disebut grade tinggi atau berdiferensiasi buruk)
terlihat sangat berbeda dari sel normal dan sering tumbuh dan / atau
menyebar dengan cepat. Prognosis untuk kanker-kanker ini biasanya tidak
sebagus untuk kanker-kanker tingkat rendah16

Klasifikasi histologis WHO untuk tumor kelenjar saliva sekarang mencakup


lebih dari 40 varian serta lesi mirip tumor (mis., Kista kelenjar saliva). Klasifikasi
yang disederhanakan disajikan di bawah ini:7

- Jinak : Adenoma pleomorfik, tumor Warthin (adenolymphoma),


myoepithelioma, adenoma sel basal, oncocytoma, cystadenoma.
- Ganas : Karsinoma mucoepidermoid, karsinoma kistik adenoid, karsinoma
sel asinat, adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa (SCC), karsinoma
yang tidak berdiferensiasi, karsinoma ex-pleomorfik adenoma, karsinoma
tingkat rendah polimorfik
- Hematolimfoid : Limfoma Hodgkin, limfoma sel B besar difus, limfoma sel
B zona marginal ekstranodal.
- Non-epitel : Haemangioma, lymphangioma, neurofibromas

Karsinoma selanjutnya dapat diklasifikasikan sebagai kelas tinggi, kelas rendah


atau campuran, yang terakhir menunjukkan variabel tergantung pada gambaran
histologis. Penting untuk mengetahui bahwa klinis tumor daripada histologi dapat
memberikan panduan pengobatan yang lebih baik dan direkomendasikan bahwa
faktor klinis selain histologi dan tingkat dipertimbangkan ketika merencanakan
perawatan. Tumor kelenjar saliva jarang terjadi pada anak-anak, tetapi sebagian

x
ii
i
14

besar dari mereka (30%) ganas (biasanya karsinoma mucoepidermoid derajat


rendah).7

Aturan praktis yang baik untuk diingat adalah Rule of 80; bahwa 80% dari semua
tumor saliva berada dalam parotid, 80% tumor parotis adalah jinak, dan 80% dari
tumor jinak yang timbul dalam parotid adalah adenoma pleomorfik. Tumor Warthin
adalah lesi jinak kedua yang paling umum. Tumor ganas yang paling umum adalah
karsinoma mucoepidermoid, diikuti oleh karsinoma sel asinat, dan karsinoma kistik
adenoid. Penting juga untuk diingat bahwa kelenjar parotis adalah tempat yang
umum untuk metastasis dari karsinoma sel skuamosa yang timbul di kulit kepala
dan leher.7

2.5.1. Karsinoma Mucoepidermoid

Ini adalah tumor kelenjar saliva mayor maligna yang paling umum dan
muncul di jaringan saliva tetapi sebagian besar adalah kelenjar parotis. Ini adalah
neoplasma saliva paling umum pada anak-anak. Tumor tingkat rendah atau
berdiferensiasi baik biasanya jinak, yang menengah lebih agresif, atau tumor tidak
berdiferensiasi bermetastasis awal ke kelenjar getah bening regional dan membawa
prognosis buruk. Namun, perilaku tersebut tidak selalu diprediksi secara akurat oleh
penampilan histologis. Kelangsungan hidup lima tahun bervariasi antara 86% untuk
tumor tingkat rendah dan 22% untuk tumor tingkat tinggi.8

2.5.2. Adenoid Cystic Carcinoma

Ini adalah keseluruhan (untuk semua kelenjar) tumor kelenjar saliva ganas
yang paling sering dan mungkin timbul dari jaringan saliva, tetapi lebih sering
terjadi pada kelenjar saliva minor (daripada di mayor). Insiden gender sama, dan
paling sering terlihat pada pasien dalam dekade keenam mereka. Tumor biasanya
muncul sebagai massa yang tumbuh lambat dan cenderung menyebar di sepanjang
selubung saraf. Pasien sering mengeluhkan nyeri wajah dan mungkin disertai
dengan paresis wajah. Insiden metastasis kelenjar getah bening rendah. Rekurensi
lokal sering terjadi dan metastasis jauh terjadi pada 30% hingga 40% pasien,
biasanya di paru-paru, bertahun-tahun kemudian. Kanker stadium I dan II memiliki

x
i
v
15

tingkat kesembuhan yang baik, meskipun kurva kelangsungan hidup prognostik


tidak pernah rata bahkan setelah 20 tahun. Pasien dengan penyakit stadium III dan
IV memiliki prognosis yang lebih buruk dengan tingkat kelangsungan hidup yang
rendah (serendah 15% hingga 50%) pada 10 tahun. Pasien dengan metastasis paru
dapat hidup hingga 5 tahun sebelum menyerah pada penyakit. 8

2.5.3. Karsinoma Sel Acinic

Ini adalah kanker ketiga yang paling umum dari kelenjar parotis. Ini tumbuh
lambat dan biasanya tidak menyebar ke node lokal. Namun, mereka berulang atau
hadir dengan metastasis jauh bertahun-tahun setelah kelangsungan hidup bebas
penyakit. Ini tercermin dalam tingkat kelangsungan hidup yang sangat baik dari
90% pada 5 tahun, yang turun menjadi 55% pada 20 tahun. 8

2.5.4. Adenokarsinoma Polimorf

Adenokarsinoma polimorf semakin dikenali, terutama sebagai tumor kelenjar


saliva minor pada palatum lunak. Jarang di parotid. Hal ini mudah dikacaukan
secara histologis dengan adenoma pleomorfik dan karsinoma kistik adenoid secara
histologis. Umumnya berperilaku dengan cara malas, tingkat rendah, tetapi dapat
diprediksi dengan invasi perineural dan metastasis kelenjar getah bening. 8

2.5.5. Karsinoma sel skuamosa

Sebagian besar kasus SCC adalah metastasis ke parotis dari kanker kulit. Node leher
terkait adalah umum sehingga kasus-kasus ini juga harus memiliki leher selektif
elektif diseksi, bahkan di leher N0. Karsinoma sel skuamosa cenderung menuju
ekstensi ekstrapapsular awal. Pada parotis, ini dapat mengancam struktur lokal dan
oleh karena itu diperlukan intervensi bedah segera. Penundaan beberapa minggu
dapat membuat perbedaan yang signifikan terhadap kerumitan operasi yang
direncanakan, dengan tumor siap menyerang kulit dan struktur di sekitarnya. 8

2.5.6. Limfoma

Limfoma dapat terjadi pada kelenjar getah bening intra-parotis. Risiko limfoma
meningkat pada pasien dengan sindrom Sjogren. Mereka dapat dikacaukan dengan

x
v
16

tumor Warthin pada sitologi, dan sampel jaringan yang lebih besar biasanya
diminta, dan imunohistokimia diperlukan. 8

2.6 Gejala-gejala Keganasan pada Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva utama ada di setiap sisi wajah dan di bawah lidah. Beberapa saraf
penting dan dapat dipengaruhi oleh tumor saliva.9

Tanda dan gejala yang mungkin dari kanker kelenjar saliva meliputi:

 Benjolan atau bengkak di mulut, pipi, rahang, atau leher Anda


 Rasa sakit di mulut, pipi, rahang, telinga, atau leher Anda tidak hilang
 Perbedaan antara ukuran dan / atau bentuk sisi kiri dan kanan wajah atau
leher Anda
 Mati rasa di sebagian wajah Anda
 Wajah satu sisi wajah Anda
 Kesulitan membuka mulut Anda secara luas
 Pengeluaran cairan dari telinga
 Kesulitan menelan

2.7 Diagnostik Keganasan pada Kelenjar Saliva 10

Anamnesis dan pemeriksaan fisik masih menjadi elemen penting dalam


diagnosis adanya kelainan pada kelenjar saliva. Gejala yang biasa timbul pada
keganasan seperti perkembangan yang cepat, kelumpuhan wajah, nyeri, dan
pembesaran kelejar lymph hanya terjadi pada 10-35% kasus karsinoma kelenjar
saliva. Kebanyakan kanker memiliki berbagai tanda dan susah dibedakan dengan
tumor jinak kenjar saliva jika hanya dinilai dari klinis.

Pemeriksaan penunjang seperti ultrasound (USG), magnetic resonance


(MR) and computed tomography (CT) dapat membantu dalam menggambarkan
karakteristik neoplasma kelenjar saliva. USG merupakan prosedur yang cepat dan
non invasif dan menjadi modal pada penentuan neoplasma kelenjar saliva. Pada
USG dapat ditemukan gambaran lesi hipoekoik yang jelas. CT merupakan metode

x
v
i
17

pilihan pada penyakit inflamasi yang dicurigai serta potongan kornan dan
sagitalnya dapat membantu dalam evaluasi penyebaran secara perineural.

Pemeriksaan fisik dan conventional imaging sendiri biasanya tidak dapat


membedakan aneoplasma jinak dan ganas serta subtype dari neoplasma tersebut.
Fine needle aspiration (FNA) merupakan lini pertama dalam penentuan subtype
maupun jinak atau ganasnya suatu neoplasma. Kelenjar saliva terletak superfisial
sehingga memudahkan dalam aspirasi. Meskipun FNA merupakan prosedur utama
dari kelenjar saliva, namun harus digunakan bersamaan dengan pemeriksaan lain
seperti insisi biopsy, IHC dan teknologi MR yang terbaru.

Dari penilaian klinis dapat ditentukan rencana terapi yang tepat. Sehingga
American Joint Commission on Cancer (AJCC) merumuskan staging pada kanker
kelenjar saliva berdasarkan ukuran tumor, pembesaran kelenjar lymph, da nada
tidaknya matastasis yang dinilai berdasarkan pemeriksaan diatas.

x
v
ii
18

2.8 Peranan Pembedahan pada Keganasan Kelenjar Saliva

Eksisi bedah yang direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati adalah


perawatan utama untuk semua tumor kelenjar saliva primer. Prinsip-prinsip
pembedahan berbeda sesuai dengan tempat asalnya. Parotidektomi superfisial
dengan identifikasi dan diseksi saraf fasialis adalah operasi minimum untuk
diagnosis dan perawatan massa parotis. Biopsi insisi maupun enukleasi tidak boleh
dilakukan untuk massa parotis. Pembedahan adalah pengobatan utama tumor ganas
kelenjar saliva. Ini sering dikombinasikan dengan terapi radiasi pasca operasi,
tergantung pada karakteristik dan stadium tumor spesifik. Tingkat operasi

x
v
ii
i
19

didasarkan pada ukuran tumor, ekstensi lokal, dan metastasis leher. Saraf fasialis
terhindar kecuali terlibat langsung. Terapi radiasi ajuvan pascaoperasi
direkomendasikan untuk kanker dengan stadium tinggi. 11

2.8.1. Kelenjar parotis

Diagnosis histopatologis massa parotis sering tidak diketahui sebelum


operasi. Dengan demikian, prosedur minimum yang harus dilakukan untuk massa
di kelenjar parotis adalah parotidektomi superfisial dengan identifikasi saraf
fasialis. Spesimen yang diangkat dengan parotidektomi superfisial harus dikirim ke
departemen patologi untuk analisis penampang beku untuk menentukan secara
intraoperatif apakah lesi jinak atau ganas. Diagnosis ganas patut mendapat
pertimbangan khusus. 11

Terdapat empat kelompok yang diidentifikasi. (Tumor, node, dan


metastasis [TNM] tahapan dijelaskan dalam Stadium): 11

1. Kelompok 1 meliputi T1 dan T2 tumor derajat rendah ( mis . Karsinoma


mucoepidermoid derajat rendah , karsinoma sel asinik ). Untuk tumor ini, lakukan
parotidektomi (superfisial atau total) dengan margin jaringan normal yang memadai
dengan mempertahankan saraf fasialis. Periksa node eselon pertama pada saat
operasi dan kirim node yang mencurigakan ke departemen patologi untuk evaluasi.

2. Kelompok 2 meliputi tumor T1 dan T2 dengan fitur tingkat tinggi ( misalnya ,


karsinoma mucoepidermoid tingkat tinggi , karsinoma kistik adenoid, karsinoma
sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma eks-adenoma pleomorfik karsinoma).
Untuk tumor ini, lakukan parotidektomi total , termasuk kelenjar getah bening
eselon pertama. Lakukan diseksi leher lebih lanjut untuk simpul atas yang
dikonfirmasi positif untuk keganasan pada bagian beku atau untuk penyakit serviks
yang teraba secara klinis. Pertahankan saraf fasialis kecuali jika secara langsung
disusupi oleh tumor. Dalam hal ini, saraf direseksi sampai bagian yang beku
menunjukkan margin yang jelas, dan segera direkonstruksi dengan pencangkokan
kabel. Berikan terapi radiasi pasca operasi ke daerah parotis dan leher.

x
i
x
20

3. Kelompok 3 mencakup tumor T3, N +, dan tumor rekuren apa pun yang tidak
termasuk dalam kelompok 4. Tumor dalam kelompok ini umumnya memerlukan
parotidektomi radikal dengan pengorbanan saraf fasialis untuk mendapatkan
margin bebas tumor yang cukup. Lakukan pemotongan beku saraf fasialis dengan
eksisi lanjutan sampai margin bebas..

4. Kelompok 4 termasuk tumor T4. Eksisi langsung dilakukan berdasarkan ukuran


dan lokasi tumor. Lakukan parotidektomi radikal dengan eksisi struktur yang
terlibat ( mis. , Saraf fasialis, mandibula, ujung mastoid, kulit) sebagaimana
diperlukan untuk mendapatkan margin bebas tumor. Lakukan diseksi leher untuk
penyakit N + dan berikan terapi radiasi pasca operasi.

2.8.2. Kelenjar submandibular

Biopsi aspirasi jarum halus rutin (FNAB) untuk massa submandibular sangat
membantu untuk menyingkirkan penyakit radang kelenjar submandibular, yang
dirawat secara nonoperatif , dan untuk menyingkirkan penyakit metastasis ke
daerah submandibular, yang dirawat berdasarkan neoplasma primer. Neoplasma
jinak dari kelenjar submandibular membutuhkan eksisi lengkap. Neoplasma ganas
minimal memerlukan eksisi lengkap ditambah operasi yang lama, tergantung pada
faktor tumor spesifik. Keganasan kelenjar saliva submandibular dapat diobati
dengan pendekatan yang sama seperti keganasan kelenjar parotis. 11

Untuk tumor kelompok 2, reseksi yang lebih luas dari segitiga


submandibular diperlukan untuk margin yang jelas. Mengorbankan saraf hanya jika
mereka terlibat langsung dengan tumor. Pengambilan sampel beku-epineurium dari
saraf kranial dekat massa tumor dapat dilakukan, dengan hasil mengarahkan eksisi
lebih lanjut. Lakukan diseksi leher untuk penyakit yang secara klinis positif. Terapi
radiasi pasca operasi diberikan. 11

Tumor Kelompok 3 umumnya membutuhkan pengorbanan saraf lingual dan


hipoglosus untuk mendapatkan margin yang jelas. Lakukan diseksi leher radikal
selektif atau modifikasi dan berikan terapi radiasi pasca operasi. 11

x
x
21

Tumor Kelompok 4 membutuhkan ekstirpasi luas agar sesuai dengan tingkat tumor.
Ini mungkin termasuk mandibula, dasar mulut, lidah, kulit, dan saraf kranial dengan
rekonstruksi yang tepat. Diseksi leher dan terapi radiasi pasca operasi ditambahkan
untuk tumor ini. 11

2.8.3. Parotidektomi superfisial

Lakukan operasi dengan pasien di bawah. Wajah dan leher terbuka dan harus
dibungkus untuk memungkinkan visualisasi gerakan wajah. Sayatan yang
dirancang dengan baik memungkinkan paparan yang memadai dan memberikan
hasil kosmetik yang baik. Sayatan dibuat di lipatan preauricular . Sayatan dapat
diperluas ke posterior tragus. Sayatan diperluas ke perlekatan lobulus dan dibawa
ke ujung mastoid, kemudian diperpanjang ke leher dalam lipatan kulit. Atau,
sayatan facelift dapat digunakan untuk penempatan bekas luka tersembunyi di garis
rambut. 11

Tinggikan flap kulit dari fasia parotis yang mendasarinya, yang memiliki
kilau keperakan. Bawa flap ke anterior seperlunya untuk reseksi lesi sepenuhnya.
Penting untuk disadari bahwa cabang-cabang saraf fasialis mendekati flap ketika
elevasi berlanjut ke anterior dan harus berhati-hati agar tidak mengganggu cabang-
cabang peripheral saraf fasialis selama elevasi flap. Selanjutnya, kenali batang
utama saraf fasialis. Identifikasi yang berhasil dan cepat dicapai dengan
menggunakan landmark anatomi yang diketahui dan paparan luas. Landmark
penting adalah otot sternokleidomastoid, kanal auditori eksternal tulang rawan dan
tulang rawan tragal, perut posterior digastrikus, garis jahitan tympanomastoid dan
terkait foramen stylomastoid, dan proses styloid. Landmark ini diidentifikasi secara
berurutan dan membantu dalam menemukan dan mengidentifikasi batang utama
saraf fasialis. 11

Membedah ekor kelenjar parotis di bagian depan otot sternokleidomastoid.


Berhati-hatilah untuk menjaga saraf aurikular yang lebih besar jika memungkinkan.
Membedah ekor secara medial sampai perut posterior otot digastrik diidentifikasi.
Perut posterior dari otot digastrik adalah tanda penting untuk mengidentifikasi saraf

x
x
i
22

fasialis karena saraf dapat diidentifikasi hanya lebih unggul dari otot pada
kedalaman yang kira-kira sama. 11

Selanjutnya, lakukan diseksi sepanjang aspek anterior tragus sepanjang


perichondrium. Pertahankan bidang yang lebar dan tarik medial kelenjar parotis .
Tulang rawan membentuk titik secara medial, disebut penunjuk tragis . Saraf
fasialis terletak sekitar 1 cm ke tengara ini, sedikit anterior dan inferior. Tanda yang
lebih dapat diandalkan adalah palpasi garis jahitan tympanomastoid di wilayah ini,
yang memisahkan ujung mastoid dari bagian timpani tulang temporal. Batang
utama saraf fasialis terletak pada sekitar tingkat ini atau sedikit medial. Proses
styloid dapat dipalpasi, dan saraf fasialis terletak di antara proses styloid dan perut
posterior otot digastrik saat memasukkan pada ujung mastoid. 11

Identifikasi pes anserinus (titik pembagian utama saraf fasialis) dan


membedah setiap cabang saraf fasialis ke pinggiran. Tergantung pada lokasi tumor,
dokter bedah dapat memulai dengan divisi inferior atau superior. Setelah satu divisi
dibedah, sebuah terowongan di atas divisi berikutnya dibuat secara superior atau
inferior dan terhubung ke pembedahan sebelumnya. Ini diulang untuk setiap cabang
saraf fasialis, mencerminkan kelenjar parotid dan tumor menjauh dari saraf fasialis
kemudian membedah lampiran jaringan lunak akhir setelah setiap cabang saraf
telah diidentifikasi. Stimulasi rendah pada saraf fasialis pada akhir operasi
dilakukan untuk memastikan bahwa semua cabang masih utuh. Metode lain yang
kurang umum digunakan untuk mengidentifikasi saraf fasialis termasuk mengebor
tulang mastoid untuk mengidentifikasi saraf fasialis di segmen desendens, serta
menemukan cabang distal saraf fasialis dan melakukan diseksi retrograde. 11

Teknik ini menghasilkan bagian dangkal yang utuh dari kelenjar parotis
yang mengandung tumor. Hemostasis yang hati-hati dicapai dengan kauterisasi
bipolar. Jangan gunakan kauterisasi monopolar di dekat saraf fasialis. Masukkan
saluran hisap tertutup melalui sayatan tusuk terpisah di garis rambut dan tutup luka
berlapis-lapis. Salep antibiotik dan perban kasa dapat diterapkan. 11

x
x
ii
23

2.8.4. Parotidektomi terbatas


Parotidektomi terbatas , juga disebut diseksi ekstrakapsular , baru-baru ini
telah didukung sebagai metode untuk mengelola tumor jinak kelenjar parotis
dengan pembedahan. Dorongan untuk pendekatan ini berasal dari sebuah penelitian
yang menunjukkan bahwa, dalam spesimen parotidektomi superfisial , tidak ada
margin parenkim normal pada aspek yang dalam, karena margin adalah saraf
fasialis. Informasi ini meniadakan anggapan bahwa manset jaringan normal
diperlukan untuk mencegah terulangnya lesi jinak. 11

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa bahkan dengan tindak lanjut


lebih dari 10 tahun, tingkat kekambuhan antara parotidektomi terbatas dan
superfisial untuk adenoma pleomorfik adalah sama. Keuntungan dari parotidektomi
terbatas adalah peningkatan kosmesis dan penurunan tingkat sindrom Frey .
Kerugian potensial adalah peningkatan risiko kerusakan saraf fasialis yang tidak
disengaja. Namun, penelitian belum menunjukkan peningkatan risiko cedera saraf
fasialis dengan parotidektomi terbatas . 11

Pada teknik ini, insisi dan elevasi flap sama dengan parotidektomi
superfisial ; Namun, alih-alih mengidentifikasi batang utama saraf fasialis, parotid
diinsisi atas tumor. Kapsul tumor kemudian dibedah dengan hati-hati untuk
memiliki visualisasi yang memadai dan menggunakan stimulator saraf yang
diperlukan untuk menghindari cedera pada cabang-cabang saraf fasialis. Menjadi
seyakin mungkin bahwa neoplasma jinak sebelum menggunakan parotidektomi
terbatas adalah penting. Pencitraan sebelum operasi, pemeriksaan fisik, riwayat,
dan FNA harus konsisten dengan proses jinak. 11

2.8.5. Parotidektomi total


Prosedur ini, menurut definisi, melibatkan pengangkatan medial jaringan parotid
dan lateral saraf fasialis sebanyak mungkin, bersama dengan tumor yang
menyertainya. Pendekatan yang tepat bervariasi tergantung pada lokasi tumor,
tetapi biasanya melibatkan parotidektomi superfisial untuk mengidentifikasi dan
menjaga saraf fasialis, diikuti dengan pengangkatan jaringan parotid dan tumor jauh
ke dalam saraf fasialis. 11

x
x
ii
i
24

Pengangkatan tumor berbentuk halter dan tumor ruang parapharyngeal


membutuhkan paparan tambahan. Ini dapat dilakukan baik secara transcervically
setelah pengangkatan kelenjar submandibular atau melalui pendekatan
diperpanjang dengan mandibulotomi dan / atau sayatan yang membelah bibir.
Untuk kasus tumor berulang dan dalam kasus di mana sulit diseksi diantisipasi,
pemantauan saraf fasialis intraoperatif dapat membantu dalam mengidentifikasi dan
menjaga saraf fasialis. 11

2.10.6. Eksisi kelenjar submandibular


Eksisi submandibular umumnya dilakukan dengan pasien di bawah anestesi umum
tanpa kelumpuhan. Buat sayatan 5 cm di lipatan kulit leher sekitar 2-3 cm di bawah
batas bawah mandibula. Bawa sayatan melalui platysma dan buat flap subplatysmal
kecil secara inferior dan superior. Dokter bedah harus menghindari cedera pada
cabang mandibula marginal dari saraf fasialis. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
identifikasi dan diseksi langsung secara superior atau dengan insisi fasia di atas
kelenjar dan ligasi vena wajah posterior. Vena dan fasia tercermin secara superior,
melindungi saraf mandibula marginal. 11

Dalam mengelola tumor besar atau keganasan, identifikasi dan diseksi


positif dari cabang mandibula marginal tidak hanya memberikan paparan yang
lebih luas tetapi juga memungkinkan eksisi lengkap kelenjar getah bening perifacial
level 1 dengan spesimen bedah.11

Kelenjar dan jaringan di sekitarnya kemudian dibebaskan dari permukaan


bawah mandibula. Arteri wajah biasanya dibagi saat mendekati mandibula.
Membedah bagian inferior kelenjar dari otot digastrik. Arteri wajah ditemui lagi di
bawah dekat asalnya dari arteri karotis eksternal dan diikat. Tarik kembali spesimen
secara lateral untuk mengekspos otot mylohyoid . Otot milohioid dibedah gratis dan
ditarik medial. Manuver ini mengekspos saraf hipoglosus inferior, saraf lingual
superior, dan saluran submandibular (saluran Wharton). Tarik kembali spesimen
secara inferior dan identifikasi ganglion submandibula di sepanjang saraf lingual.
Saraf hipoglosus diidentifikasi lebih rendah. Setelah saraf lingual, saraf hipoglosus,
dan duktus submandibular dikonfirmasi secara positif, ligate dan transekkan duktus

x
x
i
v
25

submandibular dan ganglion. Lampiran jaringan lunak akhir dibagi, dan spesimen
dihapus. 11

Jika diseksi leher diindikasikan, diseksi ini dilakukan dalam kontinuitas.


Sekali lagi, saraf dipertahankan kecuali terlibat langsung dengan tumor. Dengan
tumor neurotrofik (adenoid cystic carcinoma), bagian beku dapat diambil dari
epineurium dengan eksisi saraf yang terlibat. Dapatkan hemostasis dengan hati-hati,
masukkan drain suction tertutup atau drain Penrose, dan tutup luka berlapis-lapis.
Salep antibiotik dan perban kasa dapat diterapkan. 11

2.9 Peranan Kemoterapi pada Keganasan Kelenjar Saliva

Secara umum, neoplasma kelenjar saliva berespon buruk terhadap


kemoterapi, dan kemoterapi ajuvan saat ini hanya diindikasikan sebagai terapi
paliatif. Agen berbasis doksorubisin dan platinum paling sering digunakan dengan
agen berbasis platinum yang menyebabkan apoptosis dibandingkan dengan obat
berbasis doxorubicin yang memacu penangkapan sel. Agen berbasis platinum,
dalam kombinasi dengan mitoxantrone atau vinorelbine, juga efektif dalam
mengendalikan keganasan salivary glands rekuren. Suatu bentuk baru dari 5-
fluorourasil yang disebut fluoropyrimidine yang telah meningkatkan upaya
melawan sel-sel ganas dan memiliki efek samping gastrointestinal yang lebih
sedikit telah terbukti efektif melawan kanker saliva ganas dan untuk mendukung
efek radioterapi dengan meningkatkan apoptosis.12

Percobaan yang lebih baru dengan agen antimikrotubulus dengan atau tanpa
radioterapi secara bersamaan telah dinilai efektif. Menggunakan agen berbasis
platinum, cisplatin, dan obat antimikrotubulus, docetaxel, dengan radiasi
menunjukkan beberapa peluang bagi karsinoma kelenjar saliva. Menggunakan
paclitaxel (Taxol), obat antimikrotubulus lain dapat memacu upaya yang cukup
terhadap tumor mukoepidermoid dan adenokarsinoma tetapi tidak ada efek pada
karsinoma kistik adenoid. Berbagai agen biologis yang ditargetkan seperti
trastuzumab, imatinib, dan cetuximab saat ini sedang diselidiki. 12

x
x
v
26

2.10 Peranan Radiasi Pada Keganasan Kelenjar Saliva

Terapi radiasi menggunakan sinar-x atau partikel berenergi tinggi untuk


menghancurkan sel kanker atau memperlambat pertumbuhannya.13

Terapi radiasi dapat digunakan :13

- Sebagai pengobatan utama (sendiri atau dengan kemoterapi) untuk beberapa


kanker kelenjar saliva yang tidak dapat diangkat dengan operasi karena
ukuran atau lokasi tumor, atau jika seseorang tidak dapat memiliki (atau
tidak mau) operasi
- Setelah operasi (operasi saja atau dengan kemoterapi) untuk mencoba
membunuh sel-sel kanker yang mungkin tertinggal untuk membantu
mengurangi risiko kanker kembali
- Pada orang dengan kanker kelenjar saliva stadium lanjut untuk membantu
dengan gejala seperti nyeri, perdarahan, atau kesulitan menelan

Radioterapi jarang menjadi modalitas pengobatan definitif untuk neoplasma


kelenjar saliva, biasa digunakan untuk tumor yang dianggap tidak dapat dioperasi.
Banyak penelitian yang telah mengukur penggunaan radioterapi pasca operasi.
Ditemukan bahwa penggunaan radiasi pada tumor kelenjar parotis T1 dan T2 yaitu
kelangsungan hidup bebas penyakit 5 tahun meningkat dari 70% menjadi 92%
dengan radiasi pasca operasi. Studi kedua menyelidiki radioterapi postreseksi untuk
adenoma karsinoma ex pleomorfik dan menemukan peningkatan 26% pada kontrol
lokal 5 tahun (dari 49% menjadi 75%).13

Sebuah studi retrospektif oleh Aro et al menemukan bahwa pada pasien


dengan kanker kelenjar saliva yang menjalani reseksi lokal yang bertujuan
penyembuhan dan diseksi leher (dengan minimal 10 kelenjar getah bening
diangkat), pasien yang dirawat dengan radioterapi pasca operasi memiliki tingkat
kelangsungan hidup secara keseluruhan yang lebih baik (67,1%) dibandingkan
pasien yang diobservasi pasca operasi (60,6%). Para peneliti menurunkan nilai-nilai
ini menggunakan kohort yang sesuai dengan skor kecenderungan. Laporan itu tidak
menemukan manfaat kelangsungan hidup dengan kemoterapi ajuvan. Para peneliti

x
x
v
i
27

memamparkan bahwa hasil penelitian tidak dapat diterapkan pada kanker kelenjar
saliva risiko rendah yang tidak memerlukan diseksi leher. 14

Teknik-teknik baru untuk radiasi pasca operasi pada keganasan kelenjar


saliva telah terbukti efektif. Ini termasuk gamma-knife streotactic radiosurgery dan
brachytherapy (biji radioaktif atau sumber ditempatkan di atau dekat tumor itu
sendiri, memberikan dosis radiasi tinggi ke tumor sambil mengurangi paparan
radiasi pada jaringan sehat di sekitarnya). Iodine-125 telah ditemukan sebagai
pengobatan yang efektif untuk keganasan yang tidak sempurna atau keganasan
kelenjar air saliva histologis pada langit-langit mulut keras dan lunak. Perawatan
gamma-knife setelah terapi neutron bermanfaat jika risiko kegagalan lokal masih
tinggi. 14

Laporan terbaru menunjukkan bahwa terapi radiasi berbasis neutron


mungkin lebih efektif daripada terapi radiasi berbasis foton untuk pengobatan
neoplasma kelenjar saliva ganas dengan penyakit kronik dan memberikan kontrol
lokal dan regional yang sangat baik terhadap penyakit mikroskopis. Terapi ini telah
terbukti memiliki kontrol lokal yang baik dan tingkat kelangsungan hidup pada
pasien dengan adenoma pleomorfik berulang yang tidak dapat direseksi. Pada
karsinoma kistik adenoid yang berulang, lanjut, atau telah direseksi dengan margin
positif, terapi neutron dapat memberikan kontrol lokal yang lebih baik daripada
terapi berbasis foton, tetapi itu tidak meningkatkan kelangsungan hidup karena
banyaknya metastasis yang terjadi pada stadium lanjut. Dosis setinggi 60 Gy (1 Gy
= 100 rad) diperlukan pada tumor stadium 3 atau 4 yang telah menginvasi tulang,
saraf, atau kelenjar getah bening. Jika tumor benar-benar tidak dapat direseksi,
diperlukan dosis setinggi 66 Gy. 14

2.10 Prosedur Follow up Keganasan Kelenjar Saliva

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut :

1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan


2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali seumur hidup

x
x
v
ii
28

Pada follow up tahunan, penderita di periksa secara lengkap, fik, X-foto,


USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas
dari kanker atau tidak.

Pada follow up di tentukan :

1) Lama hidup dalam tahunan dan bulan


2) Lama interval bebas kanker dalam tahunan dan bulan
3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan
5) Status penyakit : 1. bebas kanker
2. residif
3. metastase
4. timbul kanker pada penyakit baru

6) Komplikasi terapi

7) Tindakan atau terapi yang di berikan

x
x
v
ii
BAB III

STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Ny. SM
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 52 tahun
Alamat : Tapanuli tengah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS : 9 Desember 2019
Tanggal Pemeriksaan : 9 Desember 2019
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 55 kg

Anamnesis
KeluhanUtama : Benjolan pada pipi sebelah kiri
Telaah : Keluhan terdapatnya benjolan pada pipi kiri tersebut
disadari sejak kurang lebih 2,5 tahun yang lalu. Benjolan berawal dikeluhkan hanya
berbentuk seperti biji kelereng, yang semakin lama semakin membesar. Os
menyangkal adanya nyeri pada benjolan tersebut, pada benjolan tidak merah atau
panas. Demam tidak dijumpai, mual tidak dijumpai, muntah tidak dijumpai, sulit
menelan tidak dijumpai, penurunan nafsu makan tidak dijumpai, buang air besar
normal, buang air kecil normal.

RPT : Tidak ada

RPO : Tidak ada

29
Pemeriksaan Fisik Diagnostik
Status Presens
Keadaan Umum : Baik
Keadaan Gizi : Normoweight
Keadaan Penyakit : Sedang
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 21.48 kg/m2
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 81 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Temperatur : 36,8 ºC
Anemia (-) Ikterus (-) Dispnoe (-) Sianosis (-) Edema (-)
Turgor Kulit : Baik

Status Generalisata

Kulit : Ikterus (-)

Wajah : Terdapat massa pada pipi sebelah kiri dengan ukuran 7


cm x 5 cm x 2 cm, berwarna sama dengan sekitarnya,
permukaan licin terdapat ulserasi, konsistensi kenyal dan
berbatas tegas, nyeri tekan (-)
Mata : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra
inferior pucat(-/-), sklera ikterik(-/-)
Telinga : Pendengaran sedikit berkurang.
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Mulut : Bibir kering (-) , Sianosis(-), intra oral sulit dinilai

30
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) regio jugular
anterior, pembesaran tiroid (-), TVJ : R + 2cmH20

Toraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan: vesikuler
Suara tambahan: (-/-)
Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea Parasternal Sinistra


Batas kiri : ICS V Linea Midclavicula Sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternal
Auskultasi : Heart Rate : 81x/menit, reguler, intensitas cukup
Bunyi jantung S1, S2 (+) N, murmur(-)

Abdomen
Inspeksi : Kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak
distensi
Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi :Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Genitalia : Perempuan
RT : dalam batas normal
Ekstremitas

Pulse : 81x/menit,Reguler, t/v : Cukup , CRT < 2 '' Superior : akral


hangat, sianosis (-) , edema(-/-)
Inferior : akral hangat, sianosis (-), edema (-/-)

31
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium IGD (09/12/2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hematologi
Hemoglobin (HGB) 11,2 g/dL 13-18
Eritrosit (RBC) 5,52 juta/ µL 4,5 – 6,5
Leukosit (WBC) 11.840/ µL 4.000 – 11.000
Hematokrit 31 % 39 – 54
Trombosit (PLT) 486.000/µL 150.000 – 450.000
Ginjal
BUN 9 mg/dL 9-21
Ureum 19 mg/dL 19-44
Kreatinin 0,70 mg/dL 0,7 – 1,3
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah 123 mg/dL <200
(sewaktu)
Elektrolit
Natrium 132 mEq/L 135-155
Kalium 4,4 mEq/L 3,6-5,5
Klorida 96 mEq/L 96-106
Hemostasis
PT 13,8 s 13,7 (kontrol)
APTT 31,7 32,5 (kontrol)
INR 1,0

32
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax (03/12/2019)

Kesimpulan :
Metastasis paru

CT Scan dengan Contrast

33
Kesimpulan:
Massa mandibular dan buccal kiri dengan causa tidak dapat ditentukan pada
pemeriksaan ini kemungkinan neoplasma parotis dd/ malignant ameloblastoma

Diagnosis : Tumor Parotis Sinistra sugg. Malignant cT3N1M1 (Paru)

Tatalaksana :
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Omeprazole 40g/8 jam

 R/ Insisi Biopsi

34
Foto Klinis Pasien di RSUP HAM (09/12/2019)

35
BAB IV
FOLLOW UP

(09/12/2019)

S Nyeri (-) Sesak Nafas (-)

O Sens : CM

TD : 110/70 mmHg

HR : 86 x/i

RR : 20 x/i

T : 36,8°C

Wajah : Terdapat massa pada pipi sebelah kiri dengan ukuran 7 cm x 5


cm x 2 cm, berwarna sama dengan sekitarnya, permukaan licin terdapat
ulserasi, konsistensi kenyal dan berbatas tegas, nyeri tekan (-)

A Tumor Parotis Sinistra sugg. Malignant cT3N1M1 (Paru)

 IVFD RL 20 gtt/i
P
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Omeprazole 40g/8 jam
 R/ Insisi Biopsi (10/11/2019)

(10/12/2019)

S Nyeri (-) Sesak Nafas (-)

O Sens : CM

TD : 100/70 mmHg

36
HR : 80 x/i

RR : 22 x/i

T : 36,8°C

Wajah : Terdapat massa pada pipi sebelah kiri dengan ukuran 7 cm x 5


cm x 2 cm, berwarna sama dengan sekitarnya, permukaan licin terdapat
ulserasi, konsistensi kenyal dan berbatas tegas, nyeri tekan (-)

A Tumor Parotis Sinistra sugg. Malignant cT3N1M1 (Paru)

 IVFD RL 20 gtt/I
P
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Omeprazole 40g/8 jam
 R/ Insisi Biopsi (10/11/2019)

(11/12/2019)

S Nyeri (-) Sesak Nafas (-)

O Sens : CM

TD : 120/70 mmHg

HR : 84 x/i

RR : 20 x/i

T : 37.1°C

Wajah : Terdapat massa pada pipi sebelah kiri dengan ukuran 7 cm x 5


cm x 2 cm, berwarna sama dengan sekitarnya, permukaan licin terdapat
ulserasi, konsistensi kenyal dan berbatas tegas, nyeri tekan (-)

37
A Tumor Parotis Sinistra sugg. Malignant cT3N1M1 (Paru)

 IVFD RL 20 gtt/i
P
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Omeprazole 40g/8 jam
 R/ PBJ

38
BAB V
DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin dari - Pasien datang dengan keluhan
kanker kelenjar saliva meliputi: benjolan pada pipi kiri yang disadari
 Benjolan atau bengkak di sejak kurang lebih 2,5 tahun yang lalu.
mulut, pipi, rahang, atau leher - Benjolan berawal dikeluhkan hanya
 Rasa sakit di mulut, pipi, berbentuk seperti biji kelereng, yang
rahang, telinga, atau leher semakin lama semakin membesar.
 Perbedaan antara ukuran dan / Pasien menyangkal adanya nyeri pada
atau bentuk sisi kiri dan kanan benjolan tersebut, pada benjolan tidak
wajah atau leher merah atau panas.

 Mati rasa di sebagian wajah - Demam tidak dijumpai, mual tidak

 Kesulitan membuka mulut dijumpai, muntah tidak dijumpai, sulit

 Keluarnya cairan dari telinga menelan tidak dijumpai, penurunan


nafsu makan tidak dijumpai, buang air
 Kesulitan menelan
besar normal, buang air kecil normal.

Diagnosa
USG merupakan prosedur yang Diagnosa
cepat dan non invasif dan menjadi CT scan dengan kontras: massa
mandibula dan buccal kiri dengan
modal pada penentuan neoplasma
kelenjar saliva. Pada USG dapat causa tidak dapat ditentukan pada
pemeriksaan ini, kemungkinan
ditemukan gambaran lesi hipoekoik
neoplasma parotid dd/ malignant
yang jelas.
ameloblastoma
CT merupakan metode pilihan
pada penyakit inflamasi yang dicurigai
serta potongan kornan dan sagitalnya Thorax AP erect: metastasis paru

39
dapat membantu dalam evaluasi Sitologi: Basal cell adenoma dd
penyebaran secara perineural. secretory carcinoma
Fine needle aspiration (FNA)
merupakan lini pertama dalam
penentuan subtype maupun jinak atau
ganasnya suatu neoplasma. Kelenjar
saliva terletak superfisial sehingga
memudahkan dalam aspirasi.

Staging menurut AJCC 8 Staging menurut AJCC 8


- cT3: Tumor lebih besar dari 4 cm - Benjolan berukuran 7 cm pada dimensi
dan/atau tumor meluas ke terbesar tanpa adanya ulserasi.
ekstraparenkim. - Terdapat nodul limfatikus yang teraba
- N1: Metastasis pada satu nodus pada sisi ipsilateral
limfatikus ipsilateral, 3 cm atau lebih - Terdapat gambaran sugestif metastasis
kecil pada dimensi terbesar. paru pada pemeriksaan x-ray thorax.
- M1: Metastasis jauh

40
BAB VI

KESIMPULAN

Ny. SM, perempuan, 52 tahun datang ke RSUP Haji Adam Malik dan
didiagnosis dengan Tumor Parotis Sinistra sugg. Malignant cT3N1M1 (Paru).
Kemudian pasien di tatalaksana dengan :

 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Omeprazole 40g/8 jam
 R/ Insisi Biopsi

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Som P, Miletich I. The Embryology of the Salivary Glands: An Update.


2019.
2. Holmberg K, Hoffman M. Anatomy, Biogenesis and Regeneration of
Salivary Glands. Monographs in Oral Science. 2014;:1-13.
3. Katchburian E, Arana V. Histologia e embriologia oral. Grupo Gen -
Guanabara Koogan; 2015.
4. de Paula F, Teshima T, Hsieh R, Souza M, Nico M, Lourenco S. Overview
of Human Salivary Glands: Highlights of Morphology and Developing
Processes. The Anatomical Record. 2017;300(7):1180-1188.
5. G, Sonia. A Nitin. Salivary Glands : Published. January 10th
2019.DOI:10.5772/Intechopen.81213
6. N, Leon. M, Steve. I, Shariful. M, Alyssa. G, Wesley. J, Solaiman.
Epidemiology of salivary gland tumours in an Eastern Caribbean nation: A
retrospective study: Published.2018:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6240702/pdf/main.pdf
7. American Society. Radiation Therapy fro Salivary Gland Cancer.
Cancer.2017. Available fromhttps://www.cancer.org/cancer/salivary-
gland-cancer/treating/radiation-therapy.html
8. Alvi S, Chudek D, Limaiem F. Cancer, Parotid. [Updated 2019 May 7]. In:
StatPearls.Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-.
9. American Cancer Society. Signs and Symptoms of Salivary Gland
Cancer.2017 Available at:https://www.cancer.org/cancer/salivary-gland-
cancer/detection-diagnosis staging/signs-and-symptoms.html#written_by
10. Pervali RK. 2015. “Salivary Gland Tumor: a diagnostiv dilemma” The
Association of Oral and Maxillofacial Surgeons of India. 14: S438–S442
11. Valstar MH, de Ridder M, van den Broek EC, et al. Salivary gland
pleomorphic adenoma in the Netherlands: A nationwide observational study
of primary tumor incidence, malignant transformation, recurrence, and risk
factors for recurrence. Oral Oncol . 2017 Mar. 66:93-9. [Medline]

42
12. American Society. Radiation Therapy fro Salivary Gland Cancer.
Cancer.2017. Available fromhttps://www.cancer.org/cancer/salivary-
gland-cancer/treating/radiation-therapy.html
13. Alvi S, Chudek D, Limaiem F. Cancer, Parotid. [Updated 2019 May 7]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-
.
14. Lee. C S. Salivary Gland Neoplasm Treatment and Mannagement.
Medscape. Mar 2019. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/852373-treatment#d9
15. Bukhtoyarov, V. Oleg., Samarin, M. Denis. Pathogenesis of Cancer: Cancer
Reparative Trap. Scientific Research Publishing. Russia. May 2015.
Available at : https://file.scirp.org/pdf/JCT_2015050617383675.pdf
16. American Cancer Society. About Salivary Gland. Cancer. Amerika.
September 2017. Available at :
https://www.cancer.org/content/dam/cancer-org/cancer-control/en/cancer-
types/salivary-gland-cancer-complete.pdf
17. Sirait, A.M., 2013, Faktor Resiko Tumor/Kanker Rongga Mulut dan
Tenggorokan di Indonesia, Media Litbangkes., 23(3): 122-129….
18. Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L., 2013. Robbins Basic Pathologic, . 9th
ed. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. p.185-224
19. Warshawsky S, Landolph JR. Molecular Carcinogenesis and the Molecular
Biology of HumanCancer, 1st ed. Boca Raton USA, Taylor & Francis
Group, 2006 : 6

43

Anda mungkin juga menyukai