Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN

Disusun oleh:
Imroatun Nafisah
14401.16.17019

PROGRAM STUDY D3 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Imroatun Nafisah


NIM : 14401.16.170319
Judul : cedera kepala ringan

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan
LEMBAR KONSUL
Nama : Imroatun Nafisah
NIM : 14401.16.17019
No Hari / tanggal Materi Paraf
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cidera kepala ringan adalah gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
2. ETIOLOGI
Cedera kepala disebabkan oleh
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakaan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

3. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan

Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-
motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru
atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala

a. Cedera Kepala Ringan (CKR).


GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio
cerebral maupun hematoma

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma
intracranial.

4. ANATOMI FISIOLOGI

5. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
% karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak
akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml /
menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
6. MANIFESTASI KLINIS
Fase emergency
 Tampak laserasi
 Memar
 Hematom
 Keluar darah dari telinga
 Fraktur tulang tengkorak
 Gangguan sensori
 Hipertensi/hipotensi
2. Fase akut
 Cidera kepala ringan-sedang
 Disorientasi ringan
 Amnesia post trauma
 Sakit kepala
 Gangguan pendengaran
 Kelemahan motoric
 Penurunan kesadaran
 Cidera kepala sedang-berat
 Tidak sadar dalam waktu lama (>24 jam)
 Cidera otak
 Gangguan akibat kerusakan saraf cranial
3. Fase penyembuhan
 Sakit kepala, konsentrasi menurun
 Gangguan memori
 Insomnia
 Penyembuhan dalam waktu lama
 Epilepsy
 Kerusakan permukaan
4. Fase post koma
 Tidur lebih lama
 Tidak berinisiatif
 Bicara sedikit

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) CT- Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak.
1) MRI
Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
2) Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
3) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
4) X – Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis
( perdarahan / edema ), fragmen tulang.
5) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
6) PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
7) CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
8) ABGs

8. PENATALAKSANAAN
Konservatif :
- Bedres total
- Pemberian obat – obatan
- Observasi tanda – yanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).
Prioritas Masalah :
1). Memaksimalkan perfusi / fungsi otak
2). Mencegah komplikasi
3). Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal.
4). Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5). Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana, pengobatan dan
rehabilitasi.
Tujuan :
1). Fungsi otak membaik, defisit neurologis berkurang/ tetap
2). Komplikasi tidak terjadi
3). Kebutuhan sehari – hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain
4). Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5). Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga
sebagai sumber informasi.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan
klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran
napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan
nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena
udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :

Obat-obatan :

- Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai


dengan berat ringanya trauma.
- Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
- Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %.
- Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
- Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
- Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer
dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
- Pembedahan.

5. Pemeriksaan Penujang
 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
 MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
 Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
 Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
 X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
 BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
 ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
 Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
 Bedrest total
 Pemberian obat-obatan
 Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
1. Mencegah komplikasi
2. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
3. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
4. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
1. Komplikasi tidak terjadi
2. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
3. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
4. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga
sebagai sumber informasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan.
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan.
Observasi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas
- Monitor sputum

Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minuman hangat
- Lakukan fisioterapi, jika perlu
- Lakukan penghisapan kurang 15 detik, jika perlu
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika perlu
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran.mukolitik, jika perlu

2. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala


Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor peningkatan TD
- Monitor penurunan frekuensi jantung
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor tekanan perfusi serebral
- Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK

Terapeutik
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
- Pertahankan sterlitas system pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular


Observasi
- Identifikasi indikasi dilakukan latihan
- Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
- Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri pada saat bergerak

Terapeutik
- Gunakan pakaian yang longggar
- Cegah terjadinya cedera selama latihan dilakukan
- Lakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai dengan indikasi
- Berikan dukungan positif pada saat melakukan latihan gerak sendi

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
- Anjurkan duduk ditempat tidur, jika perlu
- Ajarkan rentang gerak aktif sesuai program latihan

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan fisioterapi mengembangkan program latihan, jika perlu

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (200) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.

Asikin Z (2003) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita


dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Tim Pokja SDKI, SIKI, SLKI DPP PPNI edisi 1 cetakan 2 Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai