PENDAHULUAN
Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi
suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa
perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh
wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel
trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang
berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan
yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja,
2005).
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan
menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba,
2007). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120
kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1
pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.
Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh
kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai
gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007).
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Ds. Air lago RT 02 Muara Siau
MRS : 19 Juni 2018
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir sejak ± 14 hari SMRS.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi :
Riwayat Obstetri :
- Pasien mengaku sudah menikah: 1x, menikah usia 17 tahun.
2
- Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang teratur (±30hari). HPHT : 08 februari 2018
- Riwayat ANC : 2x
- Riwayat USG: tidak pernah
- Riwayat KB : suntikan 3 bulan
- Riwayat kehamilan:
1. Aterm, perempuan, 4000 gram, bidan, 18 tahun
2. Aterm, perempuan, 3000 gram, bidan, 15 tahun
3. Aterm, perempuan, 3000 gram, bidan, 9 tahun
Tanda Vital
- Tekanan darah : 160/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 106 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,1oC
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 2 jari di bawah umbilikus, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Kehamilan : +
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
3
USG
b. Rencana Terapi
Infus RL + MgSO4 40% 20 tpm
Nipedipine 3x1 tab
Pro Kuretase (20 juni 2018)
c. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ±300 gram
KU : lemah
TD : 130/80 mmHg RR : 24 x/menit
Nadi : 92 x/menit Suhu :36,7oC
KU : baik
Kes : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang menjadi konsepsi
patologis, dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi palsenta yang disertai dengan
perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang
diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi
dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih
besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).
3.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di
Indonesia, 1 per 100 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian
besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia
kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik
(Prawirohadjo, 2009).
5
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998(
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
3.4 Patofisiologi
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena
pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan
mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009).
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
“lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa
komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom)
oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar,
1998, Cunningham,2006).
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadang-
kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan
janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006;
Cunningham, 2006).
6
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B.
Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas (Sumapraja, 2005):
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
7
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).
3.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007;
Cunningham, 2006).
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial
Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi
8
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut
trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut
(Cunningham, 2006) :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-
minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan
sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
9
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu (John, 2006).
3.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
10
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
11
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
3.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
12
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari
3.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
13
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005;
Cunningham, 2006).
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar (Cunningham, 2006).
3.10 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien Ny. M, 35 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak ± 14 hari SMRS. Berdasarkan anamnesis dan gejala klinis pada ibu dan bayi maka
ditegakkan diagnosis pada pasien ini yaitu Mola Hidatidosa.
14
Penegakkan Diagnosis
Gejala klinis
Teori Kasus
Anamnesis : Anamnesis :
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. 1. Keluar darah kehitaman dan
Mual dan muntah yang parah terasa nyeri perut seperti akan
yang menyebabkan 10% pasien melahirkan, kemudian beberapa
masuk RS hari ini keluar darah lagi disertai
2. Uterus tumbuh lebih besar dari gumpalan-gumpalan seperti
usia kehamilan yang sebenarnya anggur berwarna putih yang
dan teraba lunak. Saat palpasi jumlahnya sedikit.
tidak didapatkan balotement dan 2. Pasien tidak pernah merasakan
tidak teraba bagian janin. gerak janin
3. Gejala – gejala hipertitoidisme
seperti intoleransi panas, gugup, Pemeriksaan Fisik :
penurunan BB yang tidak dapat
Status Generalis
dijelaskan, tangan gemetar dan
Keadaan umum : sedang
berkeringat, kulit lembab Kesadaran : compos mentis
4. Gejala – gejala pre-eklampsi
Tanda Vital
seperti pembengkakan pada kaki
- Tekanan darah : 160/90
dan tungkai, peningkatan
mmHg
tekanan darah, proteinuria - Frekuensi nadi : 106
(terdapat protein pada air seni) x/menit
5. Perdarahan uterus merupakan - . Mata : anemis
gejala yang mencolok dan (+/+), ikterus (-/-)
bervariasi mulai dari spoting Abdomen :
sampai perdarahan yang Inspeksi : abdomen
banyak. Perdarahan ini dapat tampak mengalami
dimulai sesaat sebelum abortus pembesaran, tidak ada tanda-
atau yang lebih sering lagi tanda peradangan, bekas
timbul secara intermiten selama operasi (-).
berminggu-minggu atau setiap Palpasi : teraba tinggi
15
anemia ringan sering dijumpai. tidak teraba bagian janin,
Anemia defisiensi besi nyeri tekan (-)
Denyut Jantung Janin :
merupakan gejala yang sering
Negatif (-)
dijumpai.
6. Meskipun uterus cukup
Pemeriksaan Penunjang :
membesar mencapai bagian atas
sympisis, secara khas tidak akan Ultrasonografi (USG) Abdomen:
ditemukan aktivitas janin Jaringan Mola (+); kesan: Mola
Hidatidosa
Pemeriksaan Fisik :
Palpasi :
Uterus membesar tidak
sesuai dengan tuanya
kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-
bagian janin dan ballotement
dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak
terdengar bunyi denyut
jantung janin
Pemeriksaan Penunjang :
Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang
tawon tanpa disertai adanya
janin
Ditemukan gambaran
snow storm atau gambaran
seperti badai salju.
Penatalaksanaan
Teori Kasus
16
1. Evakuasi a. Rencana Diagnosis
USG
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Rencana Terapi
Bila mola sudah keluar spontan Infus RL + MgSO4 40% 20 tpm
dilakukan kuret atau kuret isap Nipedipine 3x1 tab
Pro Kuretase (20 juni 2018)
Bila Kanalis servikalis belum c. Rencana Monitoring
terbuka dipasang laminaria dan 12 jam Observasi keadaan umum dan
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil
dan dianjurkan memakai kontrasepsi
oral pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang
selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan
pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan
kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan
berikutnya
Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya,
dan selanjutnya setiap 3 bulan.
17
BAB V
KESIMPULAN
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005.
Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi
ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri dan
Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta
Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah
Obstetri. EGC: Jakarta
Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC:
Jakarta
20