Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat

pakar, dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan rumah sakit

menyangkut berbagai fungsi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan

sumber daya manusia, serta mencakup jenis disiplin. Agar rumah sakit mampu

melaksanakan fungsi yang profesional baik dibidang teknis medis maupun

administrasi kesehatan (Rustiyanto, 2010).

Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam pasal 13

ayat (3) menyebutkan bahwa “setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah

Sakit harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit,

standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak

pasien dan mengutamakan keselamatan pasien (UU RI, 2012).

Rumah Sakit sebagai suatu organisasi perlu meningkatkan mutu pelayanan

keperawatannya. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dibutuhkan tenaga

perawat yang profesional, Tenaga perawat sebagai sumber daya manusia di

Rumah Sakit selama 24 jam selalu berinteraksi dengan pasiennya, memiliki

waktu kontak serta jumlah yang paling banyak dibanding dengan tenaga

kesehatan manapun sehingga memiliki kontribusi yang besar dalam upaya

meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, salah satu upaya yang sangat

penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah meningkatkan

sumber daya manusia dan manajemen keperawatan. Di era globalisasi ini dengan

1
2

berbagai konsekuensinya seperti tuntutan pelayanan Rumah Sakit yang semakin

kompetitif menuntut petugas kesehatan untuk bertindak professional (Kuntoro,

2010).

Kunci keberhasilan Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan

salah satu indikatornya di dukung oleh kinerja tenaga keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan. Profesi perawat di

Indonesia memiliki proporsi relatif besar yaitu 40% dari jumlah tenaga kesehatan

di Indonesia sehingga baik buruk kinerja perawat menjadi salah satu indikator

utama mutu asuhan keperawatan di Rumah Sakit (Saragih, 2011).

Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf

keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional . Proses

manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu metode

pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional , sehingga di harapkan

keduanya dapat saling menopang. Sebagaimana proses keperawatan dalam

manajemen keperawatan terdiri atas: pengumpulan data, identifikasi masalah,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil (Nursalam, 2007).

Baik buruknya manajemen keperawatan di tentukan oleh seorang pimpinan

yang mempunyai tujuan dan perencanaan yang baik pula, agar manajemen

keperawatan berjalan sesuai yang di harapkan. Fungsi manajerial yang

menangani pelayanan keperawatan di ruang rawat dikoordinatori oleh kepala

ruang rawat. Kepala ruangan adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi

tanggung jawab dan wewenang dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan

pelayanan keperawatan di ruang rawat ( Kurniadi, 2013).


3

Menurut Zulfikhar (2016), Kepala ruang sebagai pemimpin perlu

melakukan pembinaan atau pengarahan kepada perawat pelaksana dan

pengembangan motivasi, inisiatif dan keterampilan agar dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik, dalam hal ini pemimpin harus mampu memberitahu,

menjelaskan, bekerja sama dan memonitor perilaku perawat sesuai dengan situasi

yang ada untuk dapat meningkatkan motivasi kerja perawat sehingga dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang telah

disepakati.

Menurut Gibson (1997) Kinerja berkaitan dengan kepemimpinan kepala

ruangan. Dan menurut Kopelman (1986), bahwa factor kepemimpinan memiliki

pengaruh terhadap kinerja individu. Sedangkan menurut Sutrisno (2015) bahwa

kepemimpinan memiliki pengaruh sedemikian rupa terhadap bawahannya dalam

pencapaian tujuan usaha organisasi. Dan gaya kepemimpinan demokratik

partisipatif adalah yang paling ideal dari teori perilaku perpaduan antara orientasi

tugas dan orientasi hubungan manusia yang tinggi yang akan membawa

implikasi terhadap kinerja bawahan (Sutrisno, 2015). Gaya kepemimpinan

merupakan factor yang mempengaruhi kinerja perawa (Lupiah, Upa & Muntasir,

2009).

Kepemimpinan dapat di artikan sebagai suatu seni atau proses untuk

mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka memiliki motivasi

untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai (Blancard dan Hersey (dalam

Tohardi, 2012). Seorang pemimpin tidak akan menggunakan kelebihannya untuk

menaklukan orang lain, namun justru digunakan untuk mendorong bawahannya


4

untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan yang ada. Keberhasilan

kepemimpinan tidak selalu didasarkan pada tinggi rendahnya latar belakang

pendidikan pimpinan, namun lebih dikarenakan karena ada rasa saling

menghormati dan komunikasi antara pimpinan dan anak buah. Situasi pertama

menggambarkan bahwa kepemimpinan terjadi secara baik karna adanya

hubungan timbal balik yang harmonis antara pemimpin dan orang yang

dipimpinannya. Sebaliknya, situasi kedua kepemimpinan tidak berhasil akibat

sang pemimpin terlalu memaksakan kehendak dan tidak mampu menjalin

hubungan harmonis dengan bawahannya (Kuntoro, 2010).

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok

orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-

masing. Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik kualitas

maupun kuantitas dalam suatu organisasi, (Supriyanto dan Ratna, 2007).

Sedangkan menurut Mangkunegara (2009) kinerja adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan

oleh kepemimpinan, suatu ungkapan mulia yang mengatakan bahwa

pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu

pekerjaan, itu merupakan ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam

suatu organisasi pada posisi yang terpenting, seorang pemimpin apapun

wujudnya, dimana pun letaknya akan selalu mempunyai beban untuk

mempertanggung jawabkan kepemimpinannya. Pemimpin seperti ini lebih


5

banyak bekerja dibandingkan berbicara, lebih banyak memberikan contoh-contoh

baik dalam kehidupannya dibandingkan berbicara besar tanpa bukti, dan lebih

banyak berorientasi pada bawahan dan kepentingan umum dibandingkan dari

orientasi dan kepentingan diri sendiri (Thoha, 2012).

Peran seorang pemimpin sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi oleh karena

itu seorang pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat besar dan signifikan

dalam mencapai tujuan organisasi tersebut, terry mengatakan bahwa “leadership

is the activity of influencing people to strive willing for mutual objectives”

seorang pemimpin memperlihatkan jalan dan contoh kepada anak buahnya,

ungkapan ini memiliki makna bahwa pemimpin merupakan tiang didalam sebuah

organisasi ( Torang, 2013).

Gaya kepemimpinan yang terdapat dalam setiap organisasi dipandang sebagai

suatu proses kunci bagi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Gaya

kepemimpinan merupakan perilaku pimpinan terhadap pengikutnya, atau cara

yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya.

Mintogoro mengatakan bahwa secara umum gaya kepemimpinan yang dimiliki

oleh seorang manajer adalah gaya kepemimpinan demokratis, gaya

kepemimpinan otokratis, dan gaya kepemimpinan bebas tindak (laissez faire).

Gaya yang diterapkan oleh seorang kepala ruangan dapat menjadi penilaian

tersendiri oleh para perawat dan bahkan dapat mempengaruhi kinerja seorang

perawat (Nursalam, 2007).

Menurut Maryanto (2013), yang melakukan penelitian tentang Hubungan

gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat di Rumah


6

Sakit Swasta di Demak menjelaskan bahwa 17 responden yang mempersepsikan

kepala ruang bergaya kepemimpinan demokratis, 15 responden (88,2%)

menyatakan puas bekerja, dan 2 responden (11,8%) menyatakan tidak puas

bekerja. Sedangkan 13 responden yang mempersepsikan kepala ruang bergaya

kepemimpinan otokratis 7 responden (53,8%) menyatakan puas bekerja, dan 6

responden (46,2%) menyatakan tidak puas bekerja. Sementara 13 responden

yang mempersepsikan kepala ruang bergaya kepemimpinan liberal atau

laissezfaire, 4 responden (30,8%) menyatakan puas bekerja, dan 9 responden

(69,2%) menyatakan tidak puas bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

gaya kepemimpinan kepala ruangan juga mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kepuasan kerja perawat.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian

“Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan kerja

Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PMC”.

1.2 Rumusan masalah

Dari hasil survei awal peneliti menemukan permasalahan, dimana ada

beberapa perawat merasa tidak nyaman dengan gaya kepemimpinan kepala

ruangan. Dalam memberikan asuhan keperawatan di perlukan pengarahan dan

bimbingan dari kepala ruangan, agar asuhan keperawatan yang diberikan

mendapatkan hasil yang optimal tetapi pada saat wawancara peneliti mendapatkan

informasi yang di katakan oleh partisipan bahwa kurangnya pengarahan dan

bimbingan dari kepala ruangan dalam memberikan asuhan keperawatan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti akan melakukan penelitian


7

mengenai “Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan

kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PMC”.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Gaya

Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan kerja Perawat Di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit PMC”.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit PMC

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi serta masukan bagi Rumah Sakit

PMC dan dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan.

1.4.2 Bagi Perawat Rumah Sakit PMC

Penelitian ini dapat dijadikan masukan serta evaluasai bagi kepala ruangan

sehingga pelayanan oleh perawat pelaksana lebih maksimal.

1.4.3 Bagi STIKes Pmc

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi di masa mendatang untuk

melakukan penelitian yang berbeda dan hasil penelitian ini dapat dijadikan

referensi kepustakaan dan institusi STIKes PMC Pekanbaru.

1.4.4 Bagi peneliti

Dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari dan dapat menambah pengalaman

peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah keperawatan tentang hubungan Gaya


8

Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat pelaksana.di ruangan

rawat inap rumah sakit PMC

Anda mungkin juga menyukai