Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MANDAT

“MICROSOFT WORD DAN MICROSOFT EXCEL”

“TABLE DAN GRAFIK”

OLEH :

Nabilah Fitri (183110262)

Kelas : II C

Dosen Pembimbing :

Herwati, SKM,M.Biomed

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
TAHUN 2019/2020

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau

bawah. Biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang berkisar

dari penyakit tanda gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan,

tergantung pada pathogen penyebabnya, factor lingkungan, dan factor pejamu. Namun demikian,

ISPA didefenisikan sebagai penyakit saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh agen

infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam

waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga

nyeri tenggorokan, coryza (pilek), sesak nafas, mengi atau kesulitan bernafas.

Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan

adalah akibat ISPA, khususnya pneumonia. ISPA lebih banyak terjadi di Negara berkembang di

bandingkan Negara maju dengan presentase masing-masing sebesar 23%-30% dan 10%015%.

Kematian balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004

(Fitri,2012). India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar merupakan Negara khusus kematian

balita akibat ISPA terbanyak.

Menurut Depkes RI (2007), secara global tingkat kematian balita mengalami penurunan

sebesar 41%, dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990

menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011. World Health Organization

(WHO) memperkirakan insidensi ISPA di Negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan Negara

industry 0,05% (5 juta jiwa).

Kemenkes RI (2012) menyatakan di Indonesia kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) selalu menempati urutan petama penyebab 32,1% kematian bayi pada tahun 2009, serta
penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011. Selain itu ISPA

juga sering berada di daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan data dari P2

program ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, Survey mortalitas

yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab

kematian Byi terbesar di Indonesia dengan presentase 22,30% dari seluruh kematian balita.

Menurut Riskesdas tahun 2013 prevalensi kejadian ISPA berdasarkan provinsi, di

Sumatera Barat yaiyu sebesar 25,7%. Sementara jika dilihat berdasarkan usia pada balita yaitu

usia 1-4 tahun sebesar 35,2% sementara pada bayi yaitu usia <1 tahun terdapat sebesar 41,9%.

Terdapat beberapa factor resiko terjadinya ISPA yang terdiri dari factor anak meliputi

umur, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI, pemberian vitamin A, dan status imunisasi

campak, factor ibu meliputi pendidikan dan pengetahuan ibu, factor pencegahan dan ventilasi

rumah, kepadatan hunian rumah, serta faktor Sosio-Ekonomi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marhamah, dkk Alumni Epidemiologi

FKM Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2012, menunjukan presentase balita yang

terkena ISPA sebesar 59.4%, Prilaku merokok anggota keluarga dalam rumah sebesar 59.0%,

penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga sebesar 78.1%, status

imunisasi lengkap sebesar 95.8%, balita BBLR sebesar 13.5%, dan umur berisiko tinggi 50%.

Dari kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa factor lingkungan memiliki presentase

tertinggi penyebab terjadinya ISPA pada balita. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suprajitno

(2004) dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga diharapkan dapat

memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik

didalam maupun diluar rumah. Salah satu peran perawat adalah membantu keluarga dalam
memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat agar tercipta

lingkungan yang sehat.

Dalam suatu rumah jika terdapat sumber yang dapat mencemari udara seperti adanya

anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, atau dari bahan bakar yang digunakan

keluarga untuk memasak dengan kondisi dapur yang dekat dengan ruangan istirahat, maka akan

dapat menyebakan terjadinya ISPA pada balita. Kondisi ventilasi rumah yang tidak sesuai

dengan syarat kesehatan seperti <10% luas lantai, atau jumlah penghuni rumah yang terlalu padat

sehingga kondisi udara yang keluar masuk kedalam rumah akan sangat berpengaruh terhadap

udara sehat yang akan diterima.

Data dari DKK Padang berasal dari seluruh puskesmas yang ada di Kota Padang,

penyakit yang paling banyak pada tahun 2010 adalah ISPA, diikuti oleh penyakit kulit infeksi

dan gastritis. Pada tahun 2012 dari 86.705 balita yang ada di Kota Padang diperkirakan kasusu

ISPA sebanyak 35.825 penderita. Namun, penderita ISPA yang ditemukan dan ditanggulangi

hanya berjumlah 394 penderita dimana pasien laki-laki lebih banyak 269 kasus dibanding pasien

perempuan 125 kasus dengan rincian di Kecamatan Padang Utara 47.1%, Kecamatan Koto

Tangah sebanyak 21,5%, Kecamatan Padang Selatan sebanyak 15,5%, Kecamatan Kuranji

14,9%, Kecamatan Nanggalo 6,9%, Kecamatan Lubuk Begalung 4,5%, Kecamatan Padang Barat

3,8%, Kecamatan Padang Timur 3,4%, Kecamatan Pauh 4,5%, Kecamatan Bungus 1,3%,

Kecamatan Lubuk Kilangan 0,6%.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka kejadian ISPA terbanyak di Kota Padang

berada di Kecamatan Padang Utara, sedangkan Kecamatan Kuranji berada di urutan empat yang

tersebar pada tiga Puskesmas dari tiga Puskesmas yang ada di Kecamatan Kuranji, angka
kejadian tertinggi berada pada Puskesmas Ambacang (40%), Puskesmas Kuranji (25%), dan

puskesmas Belimbing (35%).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka peneliti merumuskan permasalahan dalam

penelitian ini apakah ada hubungan pemberian ASI, pembrtian vitamin A, status imunisasi dan

lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Pasar Ambacang Tahun 2015.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Pasar Ambacang Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya distribusi kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Pasar Ambacang

Padang Tahun 2015.

2. Diketahuinya hubungan Status Imunisasi dengan kejadian ISPA di Kelurahan Pasar

Ambacang Padang Tahun 2015.

3. Diketahuinya hubungan pemberian ASI dengan kejadian ISPA di Kelurahan Pasar

Ambacang Padang Tahun 2015.

4. Diketahuinya hubungan pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA di Kelurahan

Pasar Ambacang Padang Tahun 2015.

5. Diketahuinya hubungan pencemaran udara rumah dengan kejadian ISPA di Kelurahan

Pasar Ambacang Padang Tahun 2015.


6. Diketahuinya hubungan ukuran ventilasi rumah dengan kejadian ISPA di Kelurahan

Pasar Ambacang Padang Tahun 2015.

7. Diketahuinya hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA di Kelurahan

Pasar Ambacang Padang Tahun 2015.

D. Hipotesis

1. Ada Hubungan status imunisasi anak balita dengan kejadian ISPA

2. Ada Hubungan pemberian ASI dengan kejadian ISPA pada balita

3. Ada Hubungan pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita

4. Ada Hubungan pencemaran udara dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita

5. Ada Hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita

6. Ada Hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita

E. Ruang Lingkup

Kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Pasar Ambacang Padang Tahun 2015. Variabel

dependennya yaitu kejadian ISPA pada balita dan variabel independennya yaitu status imunisasi,

Pemberian ASI, pemberian vitamin A, Lingkungan rumah (pencemaran udara dalam rumah,

ventilasi dan kepadatan hunian rumah) pada keluarga yang punya balita
Tabel kejadia ISPA pada anak balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang berdasarkan penelitian
oleh Ribka, dkk Alumni Epidimiologi FKM Universitas Hasanudin Makassar

Tahun 2012

Faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA


Balita
yang Memiliki Penggunaan Balita Umur Terpapar asap rokok
terkena imunisasi kayu bakar BBLR
ISPA lengkap sebagai
59,4% bahan
bakar

91,8% 78,1% 13,5% 50% 59,0%

Tabel angka kejadian ISPA di Kota Padang pada Tahun 2012

No kecamatan jumlah

1. Kecematan 47,1%
Padang Utara

2. Kecamatan 21,5%
Koto Tangah

3. kecamatan 15,5%
Padang Selatan

4. Kecamatan 14, 9%
Kuranji

5. Kecamatan 6,9%
Nanggalo
6. Kecamatan 4,5%
Lubuk
Begalung

7. Kecamatan 3,8%
Padang Barat

8. Kecamatan 3,4%
Padang Timur

9. Kecamatan 1, 6%
Pauh

10. Kecamatan 1, 3%
Bungus

11. Kecamatan 0, 6%
Lubuk Kilangan

Table presentase kasus ISPA di Indonesia menurut Kemenkes RI Tahun 2012

NO TAHUN PRESENTASE

1 Tahun 2009 32,1%

2 Tahun 2010 18,2%

3 Tahun 2011 38, 8%


Grafik Angka Kejadian ISPA di Kota Padang
Tahun 2012
50.00%
45.00%
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00% Series 1

Anda mungkin juga menyukai