Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN TENTANG ARSEN


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan
Dosen Pengampu: Bibit Nasrokhatun Diniah, S.KM,.M.Kes

Disusun Oleh :

Chrisa Meila Pratama CMR0160068


Herlan Tri Wahyudi CMR0160072
Nuralfiah M.M CMR0160080
Robillah Mahfud CMR0160086
Rukmayanti CMR0160087

REGULER C

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KABUPATEN KUNINGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin
dan ridha-Nya, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, makalah ini
berjudul “Toksikologi Lingkungan Tentang Arsen”. Makalah ini disusun sebagai
bentuk pertanggungjawaban atas adanya tugas dari mata kuliah Keamanan Pangan
Program Studi Kesehatan Masyarakat di STIKes Kuningan.
Makalah ini di susun dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Bibit Nasrokhatun Diniah, S.KM,.M.Kes selaku dosen mata kuliah
Toksikologi Lingkungan.
2. Teman-teman kami di STIKes Kuningan umumnya dan kelas Reguler C
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat khususnya atas segala bantuannya.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun penulis harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Kuningan,16 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Pengertian Arsen ........................................................................ 3
2.2 Sifat Dan Karakteristik Logam Berat ........................................ 4
2.2.1 Sifat Kimia Arsen ....................................................................... 5
2.2.2 Karakteristik Arsen ..................................................................... 6
2.2.3 Sumber Pencemaran Arsen ......................................................... 6
2.3 Toksisitas Arsen ......................................................................... 8
2.3.1 Gejala Toksisitas Arsen ............................................................. 9
2.3.2 Dampak Toksisitas Arsen ......................................................... 10
2.3.3 Pencegahan Terjadinya Paparan Arsen ................................... 11
2.3.4 Cara Menanggulangi Toksisitas Arsen ..................................... 11
2.4 Ld 50 Dan Lc 50 ...................................................................... 12
2.5 Toksikokinetik ......................................................................... 12
2.6 Metabolisme Logam Berat Di Dalam Tubuh .......................... 13
2.7 Damage System Yang Terjadi ................................................. 15
2.7 1 Stres Oksidatif, Kerusakan Dan Kapasitas Antioksidan Dalam
Populasi Manusia Yang Terpapar Arsenik .............................. 15
2.8 Kasus Yang Pernah Terjadi ...................................................... 17
2.8.1 Kasus Pencemaran Arsen Di Bangladesh ................................ 17
2.8.2 Bagan Pencemaran Arsen Di Bangladesh ............................... 18
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 19
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 19

ii
3.2 Saran ........................................................................................ 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan bahan yang karena sifat
atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemari atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lain. Menurut data dari Environmental Protection
Agency (EPA) tahun 1997, yang menyusun ”top-20” B3 antara lain: Arsenic,
Lead, Mercury, Vinyl chloride, Benzene, Polychlorinated Biphenyls (PCBs),
Kadmium, Benzo(a)pyrene, Benzo(b)fluoranthene, Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons, Chloroform, Aroclor 1254, DDT, Aroclor 1260,
Trichloroethylene, Chromium (hexa valent), Dibenz[a,h]anthracene, Dieldrin,
Hexachlorobutadiene, Chlordane. Beberapa diantaranya merupakan logam berat,
antara lain Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadmium (Cd) dan Chromium
(Cr) (Sudarmaji, 2006). Logam-logam berat tersebut dalam konsentrasi tinggi
akan berbahaya bagi kesehatan manusia bila ditemukan di dalam lingkungan, baik
di dalam air, tanah maupun udara.
Arsen (As) adalah salah satu logam toksik yang sering diklasifikasikan
sebagai logam, Tetapi lebih bersifat nonlogam. Tidak seperti logam lain yang
membentuk kation, Arsen (As) dialam berbentuk anion, seperti H2AsO4
(Ismunandar, 2004). Arsen (As) tidak rusak oleh lingkungan, hanya berpindah
menuju air atau tanah yang dibawa oleh debu, hujan, atau awan. Beberapa
senyawa Arsen (As) tidak bisa larut di perairan dan akhirnya akan mengendap di
sedimen. Senyawa arsen pada awalnya digunakan sebagai pestisida dan hibrisida,
sebelum senyawa organic ditemukan, dan sebagai pengawet kayu (Copper
Chromated Arsenic (CCA)).
Arsen (As) dialam ditemukan berupa mineral, antara lain arsenopirit,
nikolit, orpiment, enargit, dan lain-lain. Demi keperluan industry mineral, Arsen
(As) dipanaskan terlebih dahulu sehingga As berkondensasi menjadi bentuk padat.
Arsen (As) berasal dari kerak bumi yang bila dilepaskan ke udara sebagai hasil

1
sampingan dari aktivitas peleburuan bijih baruan, Arsen (As) dalam tanah berupa
bijih, yaitu arsenopirit dan orpiment, yang pada akhirnya bisa mencemari air
tanah. Arsen (As) merupakan unsur kerak bumi yang berjumah besar, yaitu
menempati urutan keduapuluh dari unsure kerak bumi, sehingga sangat besar
kemungkinannya mencemari air tanah dan air minum. Jutaan manusia bisa
terpapar Arsen (As), seperti yang pernah terjadi di Bangladesh, India, Cina.
Semua batuan mengandung Arsen (As) 1-5 ppm. Kosentrasi yang lebih tinggi
ditemukan pada batuan beku dan sedimen. Tanah hasil pelapukan batuan biasanya
mengandung Arsen (As) sebesar 0,1–40 ppm dengan rata-rata 5-6 ppm.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu untuk
mengetahui toksikologi lingkungan, khususnya pada logam berat Arsen (As)

1.3 Tujuan
Bersasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui arsen di lingkungan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Arsen


Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal
(steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen
trichlorida (AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3), arsen
putih) berupa kristal putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering
disebut sebagai gas perang, merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada
umumnya arsen tidak berbau, tetapi beberapa senyawanya dapat mengeluarkan
bau bawang putih. Racun arsen pada umumnya mudah larut dalam air, khususnya
dalam air panas.
Arsen merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa
arsen trioksida misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3
x 1-2 mg. Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah
menyebabkan timbulnya gejala intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah
digunakan sebagai obat untuk berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing,
amoeba, spirocheta dan tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena
ditemukannya obat lain yang lebih aman. Arsen dalam dosis kecil sampai saat ini
juga masih digunakan sebagai obat pada resep homeopathi.
Bermacam-macam bentuk senyawa kimia dari arsen ini yaitu sebagai
berikut:
1. Arsen triokasida (As2O3), ialah bentuk garam inorganic dan bentuk trivial
dari asam arsenat (H4AsO4) berwarna putih dan padat seperti gula.
2. Arsen pentaoksida (As2O5)
3. Arsenat (misalnya: PbHAsO4), ialah bentuk garam dari asam arsenat,
merupakan senyawa arsen yang banyak dijumpai di alam dan bersifat
kurang toksik.
4. Arsen organic, arsen berikatan kovalen dengan rantai karbon alifatik atau
struktur cincin, dimana arsen terikat dalam bentuk trivalent ataupun

3
pentavalen. Bentuk senyawa arsen ini kurang toksin dibandingkan denagn
bentuk senyawa arsen inorganic trivalent.
Bentuk senyawa arsen yang paling beracun ialah gas arsin (AsH3), yang
terbentuk bila asam bereaksi dengan arsenat yang mengandung logam lain.
Selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga dapat
ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pengecoran logam maupun
pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung arsen dalam jumlah sedikit
atau komponen arsen organik (biasanya ditemukan pada produk laut seperti ikan
laut) biasanya tidak beracun (tidak toksik). Arsen dapat dalam bentuk in organik
bervalensi tiga dan bervalensi lima. Bentuk in organik arsen bervalensi tiga adalah
arsenik trioksid, sodium arsenik, dan arsenik triklorida., sedangkan bentuk in
organik arsen bervalensi lima adalah arsenik pentosida, asam arsenik, dan arsenat
(Pb arsenat, Ca arsenat). Arsen bervalensi tiga (trioksid) merupakan bahan kimia
yang cukup potensial untuk menimbulkan terjadinya keracunan akut.

2.2 Sifat dan Karakteristik Logam Berat


Arsen dalam air tanah terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi
terbentuk dalam kondisi anaerobik, sering disebut arsenit. Bentuk lainnya adalah
bentuk teroksidasi, terjadi pada kondisi aerobik, disebut juga arsenat. Arsen
merupakan unsur dari komponen obat sejak dulu kala. Senyawa arsen trioksida
misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x 1-2 mg.
Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah menyebabkan
timbulnya gejala intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah digunakan sebagai
obat untuk infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, sprirocheta dan
tripanisoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan sebagai obat pada resep
homeopathi (Wida Ningrum dkk, 2007).
Arsen ditemukan dalam 200 bentuk mineral, diantaranya arsenat (20%),
sulfida dan sulfosalts (20%), dan kelompok kecil berupa arsenida, arsenat, oksida
silikat, dan arsen murni (Onishi, 1969). Mayoritas arsen ditemukan dalam
kandungan utama asenopyrite (FeAsS), realgar (As4S3), dan orpiment (As2S3).
Realgar (As4S3) dan orpiment (As2S3) biasanya menurunkan bentuk dari arsen

4
itu sendiri. Kondisi natural lainnya yakni loellingite (FesA2), safforlite (CoAs),
nicolite (NiAs), rammelsbergit (NiAs2), arsenopyrite (FeAsS), kobaltite (CoAsS),
enargite (Cu3AsS4), gerdsorfite (NiAsS), glaucodot ((CO, Fe)AsS), dan elemen
arsen.
Dalam lingkungan perairan, kondisi dalam tekanan oksidasi arsen
membentuk fentavalent arsenat ((As(V)), dimana dalam kondisi sebaliknya saat
tereduksi membentuk trivalent arsenat (As(III), dan mobilitas serta penyerapan
oleh sedimen, tanah lempung, dan mineral tanah bergantung pada bentuk
arsennya. Dalam kondisi anoksik, aktivitas mikrobial dapat membentuk arsen
dalam metilat, yang mana berbentuk padat dan mampu ke lapisan atmosfer
(Widaningrum dkk, 2007., Mor, 2009).

2.2.1 Sifat Kimia Arsen


Arsen, Sb, dan Bi, terutama terdapat sebagai mineral sulfide seperti
mispickel, FeAsS, atau stibnite, Sb2S3. Arsen, Sb, dan Bi, diperoleh sebagai
logamnya, semuanya membentuk kristal yang strukturnya mirip dengan fosfor
hitam. Namun ketiga unsure tersebut tampak mengkilat dan seperti logam, serta
mempunyai tahanan masing-masing 30, 40, dan 105µΩ cm, yang bias
dibandingkan dengan logam-logam seperti Ti dan Mn (berturut-turut 42 dan 185
µΩ cm). melalui reduksi oksidasinya dengan karbon dan hydrogen. Logamnya
terbakar pada pemanasan dalam oksigen menghasilkan oksida.
Arsen trihalida mirip dengan trihalida fosfor. SbCl3 berbeda karena ia larut
dalam sejumlah air yang terbatas menghasilkan larutan jernih, yang dalam
pengenceran menghasilkan okso klorida yang tidak terlarut seperti SbOCl dan
Sb4O5Cl2. Tidak ada ion Sb3+ sederhana dalam larutan BiCl3, suatu padatan
Kristal putih, terhidrolisis oleh air menjadi BiOCl namun reaksi ini di bolak-balik:
BiCl3 + H2O ↔ BiOCl + 2 HCl
Arsen membentuk As4S3, As4S4, As2S3, dan As2S5 dengan interaksi
langsung. Dua yang terakhir juga dapat mengendap dari larutan asam hidroklorida
dan dengan S. As2S3 tidak larut dalam air dan asam, namun larut sebagai asam
dalam larutan alkalin sulfide menghasilkan anionlhio. As 2S5 berperilaku sama.

5
As4S4 yang terdapat sebagai mineral realgar, mempunyai struktur dengan
tetrahedron As4.

2.2.2 Karakteristik Arsen


Arsen berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan. Arsen
di air di temukan dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen lain
(Wijanto, 2005). Arsen secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan
fosfor, dan sering dapat digunakan sebagai pengganti dalam berbagai reaksi
biokimia dan juga beracun. Ketika dipanaskan, arsen akan cepat teroksidasi
menjadi oksida arsen, yang berbau seperti bau bawang putih. Arsen dan beberapa
senyawa arsen juga dapat langsung tersublimasi, berubah dari padat menjadi gas
tanpa menjadi cairan terlebih dahulu. Zat dasar arsen ditemukan dalam dua bentuk
padat yang berwarna kuning dan metalik, dengan berat jenis 1,97 dan 5,73.

2.2.3 Sumber Pencemaran Arsen


Keberadaan arsen di alam (meliputi keberadaan di batuan (tanah) dan
sedimen, udara, air dan biota), produksi arsen di dalam industri, penggunaan dan
sumber pencemaran arsen di lingkungan.
1. Keberadaan Arsen di Alam
a. Batuan (Tanah) dan Sedimen
Di batuan atau tanah, arsen (As) terdistribusi sebagai mineral.
Kadar As tertinggi dalam bentuk arsenida dari amalgam tembaga,
timah hitam, perak dan bentuk sulfida dari emas. Mineral lain yang
mengandung arsen adalah arsenopyrite (FeAsS), realgar (As4S4) dan
orpiment (As2S3). Secara kasar kandungan arsen di bumi antara 1,5-2
mglkg (NAS, 1977). Bentuk oksida arsen banyak ditemukan pada
deposit/sedimen dan akan stabil bila berada di lingkungan.
Tanah yang tidak terkontaminasi arsen ditemukan mengandung
kadar As antara 0,240 mg/kg, sedang yang terkontaminasi
mengandung kadar As rata-rata lebih dari 550 mg/kg (Walsh &
Keeney, 1975).

6
Secara alami kandungan arsen dalam sedimen biasanya di bawah
10 mg/kg berat kering. Sedimen bagian bawah dapat terjadi karena
kontaminasi yang berasal dari sumber buatan kering ditemukan pada
sedimen bagian bawah yang dekat dengan buangan pelelehan tembaga.
b. Udara
Zat padat di udara (total suspended particulate = TSP) mengandung
senyawa arsen dalam bentuk anorganik dan organik (Johnson &
Braman, 1975). Crecelius (1974) menunjukkan bahwa hanya 35%
arsen anorganik terlarut dalam air hujan. Di lokasi tercemar, kadar As
di udara ambien kurang dari satu gram per meter kubik (Peirson, et al
1974; Johnson & Braman, 1975).
c. Air
Beberapa tempat di bumi mengandung arsen yang cukup tinggi
sehingga dapat merembes ke air tanah. Kebanyakan wilayah dengan
kandungan arsen tertinggi adalah daerah aluvial yang merupakan
endapan lumpur sungai dan tanah dengan kaya bahan organik. Arsenik
dalam air tanah bersifat alami dan dilepaskan dari sedimen ke dalam
air tanah karena tidak adanya oksigen pada lapisan di bawah
permukaan tanah (www.wikipedia.org, 2009).
Arsen terlarut dalam air dalam bentuk organik dan anorganik
(Braman, 1973; Crecelius, 1974). Jenis arsen bentuk organik adalah
methylarsenic acid dan methylarsenic acid, sedang anorganik dalam
bentuk arsenit dan arsenat. Arsen dapat ditemukan pada air
permukaan, air sungai, air danau, air sumur dalam, air mengalir, serta
pada air di lokasi di mana terdapat aktivitas panas bumi (geothermal).
d. Biota
Penyerapan ion arsenat dalam tanah oleh komponen besi dan
aluminium, sebagian besar merupakan kebalikan dari penyerapan arsen
pada tanaman (WaIlsh, 1977). Kandungan arsen dalam tanaman yang
tumbuh pada tanah yang tidak tercemari pestisida bervariasi antara
0,01-5 mg/kg berat kering (NAS, 1977). Tanaman yang tumbuh pada

7
tanah yang terkontaminasi arsen selayaknya mengandung kadar arsen
tinggi, khususnya di bagian akar (Walsh & Keene, 1975; Grant &
Dobbs, 1977). Beberapa rerumputan yang mengandung kadar arsen
tinggi merupakan petunjuk/indikator kandungan arsen dalam tanah
(Porter & Peterson, 1975). Selain itu, ganggang laut dan rumput laut
juga umumnya mengandung sejumlah kecil arsen.
2. Produksi dalam Industri
Berdasarkan data yang digunakan dari Biro Pertambangan
Amerika Serikat (Nelson, 1977), dapat diperkirakan bahwa total produksi
senyawa arsen di dunia mulai tahun 1975 sekitar 600.000 ton. Negara-
negara produser utama adalah: China, Peru, Swedia, USA dan USSR.
Negara-negara tersebut mampu mencukupi sampai 90% produk dunia.
Arsen trivalen adalah basis utama industri kimia arsen dan merupakan
produk samping dalam pelelehan bijih tembaga dan timah hitam.
3. Penggunaan Senyawa Arsen
Arsen banyak digunakan dalam berbagai bidang, yaitu salah
satunya dalam bidang pertanian. Di dalam pertanian, senyawa timah
arsenat, tembaga acetoarsenit, natrium arsenit, kalsium arsenat dan
senyawa arsen organik digunakan sebagai pestisida. Sebagian tembakau
yang tumbuh di Amerika Serikat, perlu diberi pestisida yang mengandung
arsen untuk mengendalikan serangga yang menjadi hama tanaman tersebut
selama masa pertumbuhannya. Tembakau ini akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan rokok.

2.3 Toksisitas Arsen


Toksisitas senyawa arsenik dan sangat bervariasi. Bentuk organik
tampaknya memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada bentuk arsenik
anorganik. Penelitian telah menunjukkan bahwa arsenites (trivalen bentuk)
memiliki toksisitas akut yang lebih tinggi daripada arsenates (pentavalent bentuk).
Minimal dosis akut arsenik yang mematikan pada orang dewasa diperkirakan 70-
200 mg atau 1 mg/kg/hari. Sebagian besar melaporkan keracunan arsenik tidak

8
disebabkan oleh unsur arsenik, tapi oleh salah satu senyawa arsen, terutama
arsenik trioksida, yang sekitar 500 kali lebih beracun daripada arsenikum murni.
Gejalanya antara lain: sakit di daerah perut, produksi air liur berlebihan, muntah,
rasa haus dan kekakuan di tenggorokan, suara serak dan kesulitan berbicara,
masalah muntah (kehijauan atau kekuningan, kadang-kadang bernoda darah),
diare, tenesmus, sakit pada organ kemih, kejang-kejang dan kram, keringat basah,
lividity dari ekstremitas, wajah pucat, mata merah dan berair (www.wikipedia.org,
2009). Gejala keracunan arsenik ringan mulai dengan sakit kepala dan dapat
berkembang menjadi ringan dan biasanya, jika tidak diobati, akan mengakibatkan
kematian (www.wikipedia.org, 2009).

2.3.1 Gejala Toksisitas Arsen


1. Gejala Akut
Toksisitas akut arsen biasanya memperlihatkan gejala sakit perut,
gejala tersebut disebabkan oleh adanya vasodilatasi (pelebaran pembuluh
darah) yang akan mengakibatkan terbentuknya vesikel (lepuh) pada
lapisan submukose lambung dan usus. Gangguan tersebut mengakibatkan
rasa mual, muntah, diare (kadang bercampur darah) dan sakit perut yang
sangat. Bau napas seperti bawang putih, diare profus menyebabkan
banyak cairan tubuh keluar sehingga menyebabkan gejala hipontesi.
Terjadinya diare profus menyebabakan banyak larutan protein terbuang
keluar tubuh, sehingga mengakibatkan usus ridak berfungsi normal
(enteropati). Arsen juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas
mitotik pada sel hati. Gas arsenik dapat mengakibatkan hemolisis dalam
waktu 3-4 jam dan mengakibatkan nekrosis tubulus ginjal akut sehingga
terjadi kegagalan ginjal.
Tanda-tanda toksisitas As yang akut juga terlihat jelas ialah dengan
ditemukannya gejala rambut rontok kebotakan (alopesia) , tidak
berfungsinya saraf tepi yang ditandai dengan kelumpukan anggota gerak
bagian bawah,kaki lemas,persendian tangan lumpuh, dan daya reflex
menurun

9
2. Gejala Kronis
Terjadinya toksisitas kronis biasanya melibatkan sejumlah populasi
penduduk yang tinggal dalam suatu kawasan pencemarn lingkungan oleh
arsen dari limbah industri pestisida, pabrik kertas, bubur pulp dan
sebagainya. Epidemiologi penyakit toksisitas arsen kronis terjadi pada
sebuah populasi penduduk di Bangladesh yang mengonsumsi air tanah
yang mengandung arsen.
Konsentrasi arsen dalam air tanah pada daerah tersebut dapat
mencapai 10 sampai 1820 mg/l. Gejala akan timbul dalm waktu 2 sampai
8 minggu sejak penderita mulai mengonsumsi air yang terkontaminasi
tersebut. Gejala yang jelas terlihat adalah adanya kelainan pada kulit dan
kuku, terciri dengan adanya hyperkeratosis, hiperpigmentasi, dermatitis
dengan terkelupasnya kulit dan adanya warna putih pada persambungan
kulit dan kuku.
Toksisitas As kronik juga dapat meningkatkan penyebab risiko
terjadinya kanker pada kulit, paru-paru, hati (liver-angiosarkoma),
kantung kencing, ginjal, dan kolon. Beberapa kelompok peneliti
menyatakan bahwa keracunan kronis A dapat menyebabkan hepatotoksik
hidroarsenicisme (karena mengonsumsi air minum yang terkontaminasi
As), hal tersebut terjadi setelah 1-15 tahun sejak mengonsumsi air
tersebut. Hepatomegali (pembesaran hati) terjadi pada 76,7% dari 248
pasien yang dirawat karena kasus toksisitas kronis As ini.

2.3.2 Dampak Toksisitas Arsen


Sekitar 90% arsen yang diabsorbsi dalam tubuh manusia tersimpan dalam
hati,ginjal,dinding saluaran pencernaan,limfa, dan paru.Juga tersimpan dalam
jumlah sedikit dalam rambut dan kuku serta dapat terdeteksi dalam waktu lama,
yaitu beberapa tahun setelah keracunan kronis.Di dalam darah yang normal
ditemukan arsen 0,2µg/100ml. sedangkan pada kondisi keracunan ditemukan
10µg/100ml dan pada oarng yang mati keracunan arsen ditemukan 60-
90µg/100ml.

10
2.3.3 Pencegahan Terjadinya Paparan Arsen
Usaha pencegahan terjadinya paparan arsen secara umum adalah pemakaian
alat proteksi diri bagi semua individu yang mempunyai potensi terpapar oleh
arsen. Alat proteksi diri tersebut misalnya:
a. Masker yang memadai
b. Sarung tangan yang memadai
c. Tutup kepala
d. Kacamata khusus
Usaha pencegahan lain adalah melakukan surveilance medis, yaitu
pemeriksaan kesehatan dan laboratorium yang dilakukan secara rutin setiap tahun.
Jika keadaan dianggap luar biasa, dapat dilakukan biomonitoring arsen di dalam
urine.
Usaha pencegahan agar lingkungan kerja terbebas dari kadar arsen yang
berlebihan adalah perlu dilakukan pemeriksaan kualitas udara (indoor), terutama
kadar arsen dalam patikel debu. Pemeriksaan kualitas udara tersebut setidaknya
dilakukan setiap tiga bulan. Ventilasi tempat kerja harus baik, agar sirkulasi udara
dapat lancar.

2.3.4 Cara Menanggulangi Toksisitas Arsen


Pada pengobatan kasus keracunan A, sebagai berikut:
1. Pada kasus keracunan akut, perlu segera diberi obat suportif dan
simptomatik untuk mencegah terjadinya gejala neuropati. Pengobatan
dengan pemberian khelasi spesifik yaitu BAL. Standar pemberian BAL
ialah 3-5 mg/kg yang diberikan setiap 4 jam selama 2 hari diikuti dengan
pemberian 2,5 mg/kg setiap 6 jam selama 2 hari. Kemudian diberikan 2,5
mg/kg setiap 12 jam selama 1 minggu. Pada periode pemberian
pengobatan tersebut, sampel urine diperiksa setiap 24 jam dan
pengobatan segera dihentikan jika konsentrasi As dalam urine kurang
dari 50 mg. pengobatan BAL sering diikuti dengan pemberian
penisilamin yang diberikan setiap 6 jam selama 5 hari.

11
2. Pada kasus keracunan kronis, tindakan pertama yang dilakukan ialah
menghilangkan sumber kontaminasi dari penderita. Pengobatan sistem
kelasi tidak dianjurkan, karena As mempunyai waktu paruh biologik
hanya sekitar 3-4 hari.

2.4 LD 50 dan LC 50
Arsenik trioksid memiliki lethal dose sebesar 14 mg/kg, sedangkan lethal
concentration sebesar 0,014 g/l.
Paparan dengan dosis besar dapat menyebabkan koma dan kolapsnya
peredaran darah. Dosis fatal adalah jika sebanyak 120 mg arsenik trioksid masuk
ke dalam tubuh.

2.5 Toksikokinetik
Mekanisme masuknya Arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral,
dari makanan/minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung
dan u sus halus kemudian masuk ke peredaran darah (Wijanto, 2005). Arsen
adalah racun yang bekerja dalam sel secara umum. Hal tersebut terjadi apabila
arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH), terutama yang berada dalam enzim.
Salah satu system enzim tersebut ialah kompleks, piruvat dehidrogenase yang
berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A dan CO2
sebelummasuk dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut
terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor. Reaksi tersebut melibatkan transasetilasi
yang mengikat koenzim A(CoA-SH) untuk membentuk asetil CoA dan
dihidrolipoil-enzim, yang mengandung dua gugus sulfhidril. Kelompok sulfhidril
sangat berperan mengikat arsen trivial yang membentuk kelat-kelat dari
dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari kelompok akibatnya bila
arsen terikat dengan system enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam
darah.
Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua
dariglikolosis dengan jalan berkompetisi dengan fosfat dalam reaksi gliseraldehid
dehidrogenase. Dengan adanya pengikatan arsenat reaksi gliseraldehid-3-fosfat,

12
akibatnya tidak terjadi proses enzimatik hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan
tidak memproduksi ATP. Selama Arsen bergabung dengan gugus –SH, maupun
gugus –SH yang terdapat dalam enzim, maka akan banyak ikatan As dalam hati
yang terikat sebagai enzim metabolik. Karena adanya protein yang juga
mengandung gugus –SH terikat dengan As, maka hal inilah yang meneyebabkan
As juga ditemukan dalam rambut, kuku dan tulang. Karena eratnya As bergabung
dengan gugus –SH, maka arsen masih dapat terdeteksi dalam rambut dan tulang
beberapa tahun kemudian.

2.6 Metabolisme Logam berat di Dalam Tubuh


Arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan (tertelan),
kulit (kontak dengan kulit), serta melalui saluran pernafasan (terhirup).
a. Saluran Pencernaan
Arsen yang tertelan masuk ke kerongkongan kemudian ke lambung terus ke
usus dan diserap masuk ke dalam aliran darah dan selanjutnya tersebar ke seluruh
tubuh. Kerusakan dapat terjadi pada setiap bagian dari saluran pencenaan serta
organ-organ dalam tubuh. Proses Arsen dalam tubuh, terdistribusi dan disimpan
dalam semua jaringan dalam tubuh dan dimetabolisasi untuk dieleminasi melalui
dua proses yang berurutan. Pertama adalah reaksi oksidasi/reduksi yaitu arsenat
menjadi arsenit dan arsenit menjadi arsenat. Glutation diketahui membentuk
kompleks dengan arsen dan memperantarai reduksi arsenat menjadi arsenit.
Kompleks glutation ini dapat dieliminasi dalam empedu dan korelasi yang positif
telah ditemukan antara glutation dan kandungan arsen dalam empedu. Kedua
adalah metilasi, yang terjadi terutama dalam hati, memerlukan s-adenosymetionin
(SAMe) dan mungkin donor metil lainnya (kolin, sistein, glutation, dan asam
lipoat tereduksi) untuk menghasilkan asam monometilarsinik (MMA) dan asam
dimetilarsinik (DMA).
b. Kontak dengan Kulit
Bagian kulit yang sering terpapar arsen adalah tangan dan lengan bawah. Arsen
tersebut dapat merusak. Kerusakan dapat berupa bercak-bercak atau bintik
berwarna kemerahan luka bakar dan peradangan kulit. Karena Dapat menembus

13
permukaan kulit dan merusak jaringan di bawah kulit atau dapat pula diserap ke
dalam aliran darah kemudian sampai ke organ-organ tertentu.
c. Saluran Pernafasan
Keracunan bahan kimia di industri sebagian besar disebabkan oleh
penghirupan Arsen di lingkungan kerja. Hal ini disebabkan oleh permukaan paru
yang sangat luas dan kemampuan menyerap Arsen lebih banyak melalui
pembuluh darah kapiler yang terdapat dalam jaringan paru yang berbatasan
dengan alveoli. Arsen yang masuk melalui pernafasan dapat berupa gas uap mist
fume dan debu halus yang tidak dapat dilihat oleh mata. Arsen yang masuk
melalui saluran pernafasan dapat berupa iritasi pada mukosa hidung dan saluran
pernafasan dan dapat pula merusak jaringan paru. Apabila Arsen tersebut masuk
ke dalam aliran darah akan menimbulkan kerusakan pada organ tertentu.
Sebelum diekskresikan arsen akan mengalami fase toksodinamik (interaksi
antara toksin dengan reseptor pada tubuh) melalui interaksi dengan sistem enzim.
Cara arsen berinteraksi dengan system enzim adalah dengan inhibisi secara bolak-
balik (reversible /terpulihkan). Arsen merupakan toksik polar inhibitor enzim, di
mana terjadi ikatan non kovalen (ikatan yang lemah ) antara arsen dengan enzim
sehingga arsen bisa keluar dari enzim dengan mudah. Ikatan kovalen antara arsen
tadi dengan gugus SH pada enzim, sehingga enzim tidak dapat berfungsi.

R'S
R - As = O + 2R'SH R - As + H2O

R'S

Reaksi antara Arsen trivalen dengan protein dan enzim yang


mengandung sulfihidril.
Waktu paruh biologis pada manusia menyebabkan arsen (As) terkadang
kurang terdeteksi dalam urin. Namun demikian, apabila logam arsen (As) ini
berada dalam jangka waktu yang cukup lama dalam tubuh (long term exposure)
maka akan terakumulasi dalam target organ tubuh (kuku, rambut dan kulit).
Sehingga akan menimbulkan efek gangguan kesehatan manusia yang bersifat
karsinogenik, mutagenik dan teratogenik dan toksisitasnya dapat bersifat akut dan

14
kronik. Hasil metabolisme dari arsenik bervalensi 3 adalah asam dimetil arsenik
dan asam monometil arsenik yang keduanya dapat diekskresi melalui urine.

2.7 Damage System yang terjadi


2.7 1 Stres oksidatif, Kerusakan dan Kapasitas Antioksidan dalam Populasi
Manusia yang Terpapar Arsenik
Penilaian paparan biasanya mempertimbangkan pengukuran kadar As di
media lingkungan (air dan tanah) dan/atau penggunaan biomarker paparan (darah,
urin, dan kuku). Stres oksidatif dan kerusakan yang dihasilkan dari paparan logam
telah ditinjau secara luas. Molekul DNA dan komponen sel, seperti residu asam
lemak tak jenuh ganda dari fosfolipid, asam amino, peptida dan protein adalah
target yang rentan terhadap serangan ROS yang diinduksi oleh logam.
Penggunaan metode non-invasif untuk mengukur generasi ROS dan jejak
kerusakan oksidatif pada manusia bukanlah tugas yang mudah, karena masalah
terkait dengan batasan sampel, kesulitan teknis dan interpretasi data belum
sepenuhnya diselesaikan.

a. Tingkat oksidan reaktif dan produk akhir peroksidasi lipid dalam plasma
Peroksidasi lipid menghasilkan berbagai produk akhir dekomposisi yang relatif
stabil, terutama aldehida reaktif tak jenuh, seperti MDA, HNE dan 2-propenal
(akrolein) dan iso-prostanes, yang dapat diukur dalam plasma dan urin sebagai
indikator tidak langsung dari stres oksidatif. Sebuah penelitian yang dilakukan
di Taiwan menunjukkan bahwa konsentrasi As dalam seluruh darah individu
yang terpapar (As 9,6± 9,9 g/L) secara positif terkait dengan konsentrasi
oksidan reaktif dan berhubungan negatif dengan kapasitas antioksidan plasma.
Hubungan antara paparan As kronis dari air minum dan stres oksidatif pada
manusia juga dieksplorasi di Mongolia Dalam, Cina. Hasil mereka
menunjukkan bahwa tingkat serum rata-rata lipid peroksida (LPO) secara
signifikan lebih tinggi pada individu yang sangat terpapar yang memiliki As
360± 173 g/L dalam urin mereka, dibandingkan dengan subyek yang kurang
terpapar (As 71± 13 g/L), tanpa perbedaan signifikan dalam aktivitas SOD
darah. Konsentrasi LPO serum yang meningkat berkorelasi dengan kadar As

15
anorganik dan metabolitnya dalam darah. Selain itu, ada korelasi terbalik
dengan kadar sulfhidril non protein dalam darah lengkap. Kedua studi
memberikan bukti bahwa paparan As kronis melalui air minum menghasilkan
induksi stres oksidatif pada manusia, sesuai dengan bukti kuat yang diberikan
oleh penelitian pada hewan.
b. Penggunaan probe fluorescent dan resonansi spin elektron (ESR) untuk
pengukuran ROS
Paparan arsenik menginduksi stres oksidatif pada manusia tetapi untuk
mengevaluasi besarnya, pengukuran ROS dalam media biologis individu yang
terpapar perlu dilakukan. Teknik yang lebih berguna adalah probe fluoresens
untuk mendeteksi ROS atau penggunaan ESR untuk mengidentifikasi radikal
oksigen. Probe fluoresen adalah alat dengan sensitivitas tinggi untuk
mendeteksi 1O2, H2O2, •OH atau O2•, dalam sampel manusia. Namun,
keterbatasan probe fluoresens untuk mengukur generasi ROS intraseluler
dalam sampel manusia harus dipertimbangkan karena mereka cenderung
bereaksi dengan berbagai macam ROS dan tidak sepenuhnya dapat difoto.
Pendekatan lain yang banyak digunakan untuk menentukan generasi ROS
dalam sampel manusia adalah ESR yang memungkinkan pengukuran beberapa
jenis spesies radikal yang diinduksi oleh stres oksidatif. ESR memungkinkan
deteksi elektron tidak berpasangan dan karena spesies radikal memiliki paruh
yang sangat pendek (t1/2=10-9-10s), berputar menjebak agen untuk
melumpuhkan dan mengukur mereka yang umum digunakan. (De Vizcaya-
Ruiz, Barbier et al. 2009)
c. Kerusakan DNA oksidatif terkait dengan paparan arsenik
Beberapa produk oksidasi guanin pada posisi 8 dan diekskresikan dalam urin telah
digunakan sebagai penanda kerusakan DNA oksidatif dalam penelitian pada
manusia, di antaranya adalah 8-hidroksi-guanin (8-okso-G), 8- hidroksiguanosin
(8-oksi) -Guo) dan 8-hidroksi-2 -deoksiguanosin (8-OHdG). Metode analitik
untuk mendeteksi penanda ini secara teknis menantang karena produk awal dari
serangan radikal bebas terhadap purin, pirimidin, dan deoksiribosa mengalami
transformasi menjadi produk akhir yang stabil yang jumlahnya relatif sangat

16
tergantung pada kondisi reaksi dan dapat terjadi kerusakan DNA artifaktual.
selama isolasi. 8-OHdG adalah salah satu modifikasi basis yang lebih melimpah
dan telah menarik perhatian khusus karena menyebabkan transversi G-to-T dan
keberadaannya dapat menyebabkan mutagenesis. Selain itu, proses perbaikan
kerusakan yang diakibatkan 8-OHdG menghasilkan addisi 8-OHdG yang
diekskresikan dalam urin, dan karena pengumpulannya yang mudah dianggap
sebagai biomarker kerusakan DNA oksidatif yang cocok. Sehubungan dengan
penelitian pada populasi yang terpapar As, sebuah studi dalam populasi Kamboja
yang secara kronis terpapar As di air tanah (As <1–886 g/L) menunjukkan bahwa
subjek dengan kadar As yang meningkat dalam urin (2,2-119ng/mgcreat)
memiliki kadar urin 8-OHdG yang lebih tinggi menunjukkan bahwa induksi
kerusakan DNA oksidatif disebabkan oleh paparan As kronis. Sebuah studi cross-
sectional di sebuah desa yang terkena dampak As di Mongolia Dalam. (Kitchin
and Ahmad 2003)

2.8 Kasus yang pernah terjadi


2.8.1 Kasus Pencemaran Arsen di Bangladesh
Kasus kontaminasi arsen dilaporkan terjadi di Bangladesh. Warga di
Bangladesh menggunakan air sumur yang tercemar arsen sebagai sumber air
minum utama. Diperkirakan 35 sampai 57 juta penduduk di negara ini menjadi
korban dalam kasus pencemaran. Pemerintah bangladesh dan organisasi non-
pemerintahan terlibat peran yang aktif memerangi masalah ini (Paul, 2004).
Penduduk bangladesh menggunakan sumur pompa untuk mengambil air di
lapisan air tanah. Menurut data penggunaan air minum yang berasal dari sumur-
sumur pompa ini mencapai 95% dari keseluruhan populasi bangladesh. Penduduk
negara ini menderita penyakit yang merugikan, mulai dari melanosis hingga
kanker kulit dan gangren. Dalam beberapa laporan mengungkapkan bahwa air
sumur yang tercemar sudah membunuh 3.000 jiwa serta membuat 125.000 korban
terkena kanker kulit. Departemen teknik kesehatan masyarakat bangladesh
mendeteksi sumur yang tercemar arsen pertama kali tahun 1993.

17
Persebaran paparan arsen berawal didataran tengah yang merupakan pusat
negara bangladesh menyebar ke utara dan selatan yang datarannya lebih rendah
melalui lapisan bawah tanah (Paul, 2004). Dugaan lainnya adalah anggapan
adanya kandungan arsen dalam mineral sulfida pada kedalaman 66-330 kaki
dibawah sungai yakni sungai gangga yang mengalir di 2 negara yakni india dan
bangladesh. Negara bangladesh memiliki kandungan arsen tinggi didalam
tanahnya. Arsen yang sering ditemukan dalam bentuk cebakan secara natural
terurai dengan bantuan pH yang tinggi. Pada pH tertentu arsen akan larut dalam
air yang mengalir di sungai setempat. Arsen yang larut dalam air juga larut dalam
tanah dan dikonsumsi oleh penduduk setempat.

2.8.2 Bagan Pencemaran Arsen di Bangladesh

Arsen dari dataran Arsen dari dataran


tengah yang lebih tinggi tengah yang lebih tinggi

Menuju ke dataran Meresap ke air tanah


rendah

Terkonsumsi manusia
Meresap ke tumbuhan
secara oral

Dalam kasus pencemaran As di air sumur penduduk bangladesh yang


berasal dari mineral pada tanahnya, dapat dikelompokkan populasi yang paling
berisiko terhadap dampak pencemaran yang terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Penduduk bangladesh yang mengkonsumsi air sumur yang tercemar Arsen
(As).
2. Biota yang terdapat pada sungai gangga (bioakumulasi)
3. Tumbuhan sekitar wilayah yang terkontaminasi Arsen (As).

18
19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal
(steel-grey). Arsen bervalensi tiga (trioksid) merupakan bahan kimia yang cukup
potensial untuk menimbulkan terjadinya keracunan akut. Arsen di air ditemukan
dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen lain. Senyawa arsen
didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida (AsCl3) berupa cairan
berminyak, Arsen trioksida (As2O3), arsen putih) berupa kristal putih dan berupa
gas arsine (AsH3). Pada umumnya arsen tidak berbau, tetapi beberapa
senyawanya dapat mengeluarkan bau bawang putih.
Racun arsen pada umumnya mudah larut dalam air, khususnya dalam air
panas. Arsen dan beberapa senyawa arsen juga dapat langsung tersublimasi,
berubah dari padat menjadi gas tanpa menjadi cairan terlebih dahulu. Zat dasar
arsen ditemukan dalam dua bentuk padat yang berwarna kuning dan metalik,
dengan berat jenis 1,97 dan 5,73. Selain dapat ditemukan di udara, air maupun
makanan, arsen juga dapat ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses
pengecoran logam maupun pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung
arsen dalam jumlah sedikit atau komponen arsen organik (biasanya ditemukan
pada produk laut seperti ikan laut) biasanya tidak beracun (tidak toksik).

Berdasarkan sumbernya arsen dapat di temukan keberadaan di alam


(meliputi keberadaan di batuan (tanah) dan sedimen, udara, air dan biota), dan
produksi arsen di dalam industri, penggunaan dan sumber pencemaran arsen di
lingkungan. Toksisitas senyawa arsenik sangat bervariasi. Bentuk organik
tampaknya memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada bentuk arsenik
anorganik. Untuk toksisitas arsenic di bedakan menjadi dua yaitu akut dan kronis.
Arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan (tertelan),
kulit (kontak dengan kulit), serta melalui saluran pernafasan (terhirup). Sebelum
diekskresikan arsen akan mengalami fase toksodinamik (interaksi antara toksin

20
dengan reseptor pada tubuh) melalui interaksi dengan sistem enzim. Hasil
metabolisme dari arsenik bervalensi 3 adalah asam dimetil arsenik dan asam
monometil arsenik yang keduanya dapat diekskresi melalui urine.

3.2 Saran
Untuk menghindari terjadinya keracunan akibat paparan arsen melalui
udara, air, tanah, biota dan kegiatan industry maka yang harus dilakukan adalah
menggunakkan alat proteksi diri, seperti memakai masker, sarung tangan,
kacamata dll saat berada di lingkungan kerja yang berhubungan dengan
pertambangan. Selain itu melakukkan surveilance medis setiap tahun secara rutin.
Ini ditujukan agar tidak terjadinya keracunan akibat paparan Arsen.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Agnesa. 2010. Makalah Toksikologi Industri ARSEN. http://kesmas-


unsoed.blogspot.com/2010/10/makalah-toksikologi-industri-arsen.html.30 Maret
2012
Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-Press
Darmono . 2006 . Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan
Toksikologi Seyawa Logam . Jakarta . UI-Press
Darmono . 2009 . Farmasi Forensik dan Toksikologi . Jakarta : UI-Press
http://id.wikipedia.org/wiki/Arsen.

De Vizcaya-Ruiz, A., et al. (2009). "Biomarkers of oxidative stress and damage in


human populations exposed to arsenic." Mutation Research/Genetic Toxicology
and Environmental Mutagenesis 674(1-2): 85-92.

Fhazira. 2010. Logam Berat Arsen.


http://chitralestari.blogspot.com/2010/09/logam-berat-arsen.html. 30 Maret 2012

Kitchin, K. T. and S. Ahmad (2003). "Oxidative stress as a possible mode of


action for arsenic carcinogenesis." Toxicology letters 137(1-2): 3-13.

Roy, D. R., et al. (2009). "Arsenic toxicity: an atom counting and electrophilicity-
based protocol." Molecular diversity 13(4): 551.

22

Anda mungkin juga menyukai